“Tidak ada yang mengerti, kadang cinta berwujud ciuman atau pelukan. Kadang cinta hanya berwujud dalam sebuah doa, dan tentu tidak banyak yang menyadarinya.”
----------
Setelah tidak sadarkan diri selama empat jam, Nabilla akhirnya terbangun. Matanya menyipit saat merasakan pusing di kepalanya, ia duduk mengedarkan pandangannya. Kamar yang luas dan sangat rapi yang Nabilla lihat saat ini. Nabilla mengingat-ingat apa yang terjadi sebelumnya hingga saat ini ia bisa berada di kamar mewah itu.
Ia ingat, terakhir kali ia berada di pantai bersama Varo dan ia melihat bayangan yang begitu jelas menyapa ingatannya dan setelah itu ia pingsan begitu saja. Nabilla hendak turun dari ranjang kala pintu kamar di buka dan menampakkan sesosok pria menawan yang sangat tampan nan matang berjalan mendekatinya. Mata gadis jelita itu tidak berkedip sedetik pun karena saking terpesonanya dengan ketampanan Alvaro saat ini.
Varo yang biasanya memakai kemeja,
“Firasat ibu terhadap anaknya itu sangat kuat, ikatan batin antara anak dan ibu itu juga sangatlah istimewa. Hubungan batin yang memang di luar logika memiliki ingatan, perasaan yang tidak bisa dihapus oleh apapun. Bahkan oleh waktu yang memisahkan selama bertahun-tahun sekalipun.” ---------- Pagi harinya Varo mengantarkan Nabilla pulang, gadis jelita itu berjalan memasuki rumahnya dengan perasaan bahagia. Walau tersirat rasa khawatir dan takut akan kehilangan cinta Alvaro ketika berjauhan. Namun ia selalu menegaskan hatinya, bahwa jika memang Varo jodohnya pasti Tuhan akan menjaga hati dan cinta Varo untuk dirinya. Nabilla memasuki kamar dan segera membereskan rumah, sekarang ia lebih santai karena ujian kelulusan sudah selesai dan tinggal menunggu hasilnya. Ia juga sudah jarang ke sekolah, maka dari itu ia akan meminta izin kepada Niken bahwa dirinya bisa masuk full time untuk day sift. Rumah Nabilla ma
“Pulang adalah kata terindah untuk mereka yang sudah berhasil menemukan jalan pulang.” ----------- Seorang pria paruh baya berjalan mendekati Nabilla,“Gadis perawan yang cantik, pasti banyak yang rela membayar mahal untuk keperawanannya.” Celetuk pria yang memutarinya sembari menelisik setiap jengkal tubuh dan wajah ayu Nabilla. “A-apa maksundnya ini, ibu?” Tanya Nabilla, ia menjadi takut setelah mendengar ucapan pria paruh baya itu. Maya tersenyum, senyum yang membuat Nabilla takut, “Nabilla, tadi kamu mau melakukan apapun untuk membayar hutang bapak kamu kan? Makannya ibu bawa kamu ke sini biar kamu bisa bantu ibu. Dan daddy Romi ini yang akan mengajari kamu kerja di sini. Upahnya besar, nanti kamu bisa hidup senang dan nggak usah capek-capek kerja. Hanya perlu goyang dan mendesah saja, kamu bakalan dapat uang banyak.” Ujar Maya disusul kekehan oleh pria paruh baya yang ada di hadapannya. Wajah Nabilla terlih
“Kamu harus percaya bahwa orangtua mampu melakukan apa saja untuk anaknya.”----------Suara azan isa sudah berkumandang, kegelisahan yang dirasakan Kanaya belum juga hilang, padahal seharusnya ia bahagia karena putrinya sudah ditemukan dan kedua putranya sedang dalam perjalanan dari bandara. Tapi, entahlah kegelisahan yang di rasakan Kanaya membuat wanita cantik itu mondar mandir tidak jelas di dalam kamarnya. Sesekali tangannya saling meremas, beberapa kali ia mengelus perutnya yang sudah membuncit sembari beristigfar.Saat ini, Kanaya tidak bisa mendeskripsikan perasaannya seperti apa. Beberapa kali ia merasakan hatinya berdesir, ia merasa akan ada hal buruk yang menimpa keluarganya dan entah itu apa, Kanaya sendiri tidak tahu. Suaminya belum pulang, karena sepulang kerja tadi Dinnar langsung menuju bandara untuk menjemput kedua putranya dan mama, papanya.Sungguh Kanaya tidak sabar untuk bilang kepada suaminya perihal putrinya, dan meminta
“Saat Tuhan masih menjadi Penolong ktia, berarti harapan tak akan pernah padam sepenuhnya. Karena memang hanya Sang penciptalah yang bisa mengeluarkan kita dari masalah, meskipun situasinya sudah sangat parah, selalu ada jalan keluar.”----------Isakan pilu tanpa henti terdengra di salah satu kamar rumah bordil yang terlihat ramai pengunjung, karena memang keriuhan yang terjadi di luar kamar, sangat terdengar jelas. Desahan dan erangan dari pengunjung yang tengah menikmati kenikmatan dunia itu terdengar samar berpadu dengan dentuman musik dan tawa.Gadis belia yang tidak lain adalah Alesha itu tidak jarang mendapatkan omelan dari Ines yang kini tengah mendandaninya. Ines kesal, pasalnya ia harus berulangkali menyapukan make up di wajah ayu Alesha yang berantakan karena gadis itu tidak berhenti menangis, “Lo, bisa diem nggak. Jangan munafik, sekarang lo mewek-mewek gini, entar kalau udah di coblos dan di goyan
“Apapun bentuknya kebaikan yang pernah kita tanam sebelumnya, pasti mendatangkan kebaikan pula dikemudian hari. Dampak dari berbuat kebaikan akan kita rasakan langsung di dunia, dan belum lagi terhitung di akhirat kelak.” ---------- Seorang pria paruh baya kisaran usia 38 tahunan baru saja selesai menghadiri jamuan makan malam dari kolega bisnisnya. Pria yang masih terlihat muda dan tampan itu berjalan menyusuri lorong lantai 15 hotel dimana dirinya akan menginap selama di Purwokerto, pria berkemaja putih dibalut setelan jas berwarna biru dongker itu berjalan santai sembari berbincang dengan asisten pribadinya. Ia memelankan langkahnya kala melihat seorang wanita berpakaian seksi diseret paksa oleh dua orang berbadan besar. Ia iba melihat wanita yang terus meronta itu, namun ia tidak ingin ikut campur sehingga memilih mengabaikan mereka. Pria bertubuh tinggi berkulit bersih serta berkaca mata itu,mendengar isakan samar
“Senyum bisa membuat kita menyadari betapa berharganya sebuah senyuman. Tersenyum memang terkesan sederhana, tapi dampaknya begitu luar biasa. Tersenyum juga dapat menjadi awal dari sebuah kebahagiaan dan kedamaian.”----------Karena sangat bahagia, Alesha berdiri hendak menghampiri pria yang duduk dihadapannya dan memeluknya, namun si pria berkemeja putih itu ikut berdiri dan meminta Alesha untuk tetap dalam posisinya, “Stop honey, stay there, please!” Pinta pria itu, dan of course Alesha menjadi bingung, karena melihat raut wajah si pria yang nampak panik bercampur takut.Alesha menatap bingung pria dihadapnnya, “Kenapa uncle?” Tanyanya.Sementara pria yang sudah melepas kacamatanya itu hanya menggeleng dengan bulir keringat yang mulai terlihat di dahinya, “Uncle Rendy pasti jijik melihat Alesha seperti ini, ya?” Senyum miris Ale
“Bunda, adalah bagian dari syair sebuah lagu yang tidak pernah berakhir di hati. Lagu yang memberikan ketenangan, dan kebahagiaan di sepanjang hidup. Terkadang syair itu bisa dilupakan, tapi melodi yang sangat menyentuh itu tidak bisa terlupakan sepanjang hayat. Senada dengan kasih sayang yang selalu bunda berikan, kelembutan tutur kata serta perlakuaknya akan selalu terpatri rapi di dalam sanu bari.”----------“Ayah..” Panggil lirih gadis jelita yang kini sedang menikmati kenyamanan dekapan sang ayah. Sementara Dinnar yang mendekap erat tubuh Alesha menunduk tersenyum manis.Alesha menatap manik coklat madu milik sang ayah yang kini juga menatapnya, “Bunda?” Tanyanya lirih.Dinnar tersenyum sebelum menjawab pertanyaan putrinya, ia mengecup pucuk kepala Alesha, “Alhamdulillah, bunda baik-baik saja. Lesha rindu bunda, hmm?” Tentu saja Alesha sangat merindukan sosok bu
“Terkadang kamu mungkin berpikir segala sesuatunya tidak berjalan dengan baik. Namun kamu tidak menyadari bahwa Allah mengatur segalanya dengan benar. Dan ingat bahwa setiap situasi buruk akan memiliki sesuatu yang positif. Bahkan sebuah jam mati pun menunjukkan waktu yang tepat dua kali sehari. Tetap positif dalam menjalani hidup. Allah tahu apa yang terbaik untukmu.”----------Dinnar pun merangkul pundak Alesha dan berjalan mendekat kearah dimana istri dan para remaja tampan itu berada, “Assalamualaikum, Bunda.” Sapa Dinnar, ia yakin istri dan anak-anaknya itu akan terkejut melihat gadis jelita yang ada dalam rangkulannya.“Waalaikum-sa-lam..” Suara Kanaya memelan ketika melihat gadis jelita yang berada dalam rangkulian suaminya.Ia mengamati lekat-lekat gadis jelita itu, tidak hanya Kanaya saja namun para remaja tampan itu pun juga mengamati gadis jelita itu lekat-lekat. H