Share

31 A

Penulis: Intan Resa
last update Terakhir Diperbarui: 2023-01-09 10:49:36

“Alina? Itu beneran kamu kan?”

Aku menutup kameranya supaya wajahku tidak terlihat. Menghela napas berkali-kali sampai detak jantungku lebih teratur.

“Alina, jangan diam saja!” ujarnya lagi.

“Iya, ada apa, Dok?”

“Dok? Maksudnya kodok?” Laki-laki itu sepertinya mau mengajak bercanda, tapi aku tak semangat. Rasanya semua sudah berubah sejak membaca suratnya tadi pagi.

“Enggaklah, masa kodok? Abang kan dokter.”

“Tapi bukan doktermu lagi, kan? Panggil abang saja, ya,” pintanya dari seberang sana. Dari layar ponsel kulihat dia menampilkan wajah memelas sambil menangkupkan tangan di depan dada.

Abang?

“Cepat buka kameranya, Alina! Abang mau lihat wajahmu.”

“Gak usah,” cetusku.

“Kenapa? Kamu gak adil nih. Bisa lihat wajahku, tapi aku tidak dikasih kesempatan yang sama.”

“Kalau begitu matikan saja telponnya,” balasku tak mau disalahkan. Ini semua kerjaan Bang Raka. Dia dengan sengaja menjebakku supaya bisa bicara dengan sahabatnya. Padahal sudah kubilang tak mau bicara dengan dokter Rian.
Bab Terkunci
Membaca bab selanjutnya di APP

Bab terkait

  • Putriku Kelaparan di Rumah Mewah Suaminya   31 B

    Aku bisa melewati halaman, tapi saat mau menaiki teras rumah, aku ragu. Kulihat Bang Raka tetap mengikuti, tapi tak berniat membantu.“Bang! Aku ini adik kandungmu atau anak pungut sih? Aku udah kesusahan mau jalan, malah gak dibantuin,” cetusku.“Makanya kalau butuh bantuan, itu dibilang. Jangan diam saja. Aabang juga tak tahu kali apa yang ada dalam pikiran kamu.” Dia membantuku sambil mengomel. Aku dibantunya duduk di ruang tamu, di dekat bayiku yang sedang belajar menelungkupkan badannya.“Ayo semangat, Nak. Bunda yakin, Cici juga pasti bisa,” ujarku meskipun bayi itu pastinya tak mengerti. Kata dokter, tak ada masalah dengan tulang-tulang putriku. Dia sehat saja, tapi agak terlambat dalam proses pertumbuhannya. Biarlah begini, yang pentingh tak ada maslah serius yang membuatnya lambat berkembang. Mungkin memang ini yang terbaik agar aku sebagai bundanya bisa melihat sendiri tumbuh ekmbang anak mulai dari dia telungkup dan bisa berjalan nanti. Aku harus gigih berlatih supaya bisa

    Terakhir Diperbarui : 2023-01-09
  • Putriku Kelaparan di Rumah Mewah Suaminya   32 A

    Aku menerima benda persegi di tangannya dengan ragu dan mengusap air mata. “Bang Rian?” desisku. Aku mengerjapkan mata berkali-kali untuk memastikan kalau itu memang dokter yang merawatku pas di rumah sakit.Wak Parman, tukang becak di kampung kami memasukkan dua kardus dan satu tas pakaian warna hitam di dekat pintu, lalu permisi mau pergi nyari sewa lagi.“Rian? Kamu kok bisa tiba-tiba di sini? Padahal tadi malam kita masih ngobrol dan kamu gak bilang apa-apa mau ke sini.”“Biar surprise,” kekeh lelaki yang baru datang dari kota itu.Bang Raka bangkit dan menyalami lelaki berkaus warna hijau dengan garis-garis warna coklat. “Ayo duduklah! Kok bisa tahu rumah ini? Harusnya kalau mau kemari, kabari dulu biar kujemput ke loket.”“Kan dekat dari loket, Ka. Tanya-tanya orang, langsung uwak itu nawarin mau antar ke sini. Pas pula buka rumah ini, sampai-sampai kalian tak tahu kalau aku datang.” Bang Rian tertawa lagi. tak berubah, masih suka tertawa dan tersenyum seperti saat aku masih men

    Terakhir Diperbarui : 2023-01-10
  • Putriku Kelaparan di Rumah Mewah Suaminya   32 B

    ”Silakan minum dulu, Rian!” Ibu membawakan seceret kecil teh manis dan tiga cangkir kosong, lalu mengisinya. Satu untukku, sedangkan Ibu memang kurang suka minum teh manis.“Bentar lagi kita makan, ya. Kebetulan bapaknya Raka lagi keluar. Sebentar lagi juga pulangan kita bisa makan bersama. Ibu masak tumis kangkung, sambel terasi dan juga ikan mas goreng.”“Waduh, mendengarnya saja Rian sudah ngiler, Bu. Padahal tadi udah sempat sararapan.” Lelaki itu terkekeh, melepaskan kaca mata yang sedikit menghalangi ketampanannya. “Ini sedikit oleh-oleh, Bu. Sama jumlahnya dengan yang akan dibawa buat keluargaku. Alasannya seperti yang Ibu aktakan tadi, kita ini adalah keluarga.”Dokter Rian menyodorkan satu kardus indomie yang dilakban dan diikat pakai tali plastik warna hitam, khas warga Indonesia ketika pulang kampung atau merantau. Begitu dibukasama Ibu, aneka makanan sudah berjejal di sana. Saat kami mau pulang hari itu, tak ada yang kepikiran beli oleh-oleh. Mungkin karena niatnya bukan j

    Terakhir Diperbarui : 2023-01-10
  • Putriku Kelaparan di Rumah Mewah Suaminya   33 A

    “Assalamualaikum.”Suara salam Bapak menghentikan obrolan dua sahabat itu. Tak beda jauh dengan Ibu, Bapak pun semringah saat bersitatap dengan Bang Rian. “Ada tamu rupanya. Pantas saja ada sepatu di luar.”“Iya, Pak. Sengaja singgah ke sini agar bisa ketemu Bapak dan keluarga.” Bang Rian berdiri dan menyalami Bapak.“Mana ibumu, Alin? Biar kita makan. Nak Rian pasti sudah lapar.”Aku berdiri dan berjalan keluar untuk memanggil Ibu. Kalau sudah ke rumah cucu laki-lakinya itu, pasti tak bisa cepat. Kadang iri melihat Kak Sri yang bisa punya mertua baik kayak ibuku, sedangkan diri ini malah mendapat yang sebaliknya. Ah, ujian memang datang dalam beragam bentuk. Bukankah kesenangan itu juga ujian yang melenakan?“Memangnya Bu Rahimah kemana, Alin?”“Ya Allah. Kok bikin kaget sih, Bang?” protesku. Bagaimana tidak, Bang Rian tiba-tiba sudah berdiri di sampingku. Jalanku yang lambat denagn mudah ia susul. Pastinya juga dia melangkah hati-hati sehingga tak menimbulkan suara.“Maaf. Gak ada m

    Terakhir Diperbarui : 2023-01-10
  • Putriku Kelaparan di Rumah Mewah Suaminya   33 B

    “Ibu ini suka berandai-andai. Jangan sampai nanti Ibu membayangkan kalau kembali muda dan bertemu dokter Rian. Jangan-jangan Ibu bakal pilih dia daripada Bapak.” Ada yang mulai cemburu.“Kalau bisa waktu diputar kembali dan Rian jadi salah satu pesaing Bapakk, ya pasti pilih dialah. Tapi akan gak mungkin, Pak. Bapak yang terbaik buatku karena pikirannya dewasa dan bertanggung jawab. Kalau gak sama Bapak, tak mungkin Ibu bisa punya Raka dan Alina.”“Makanya kita ini sudah tua, jangan suka berkhayal muda lagi dengan yang lain. Kita bayangkan masa-masa muda kita saja,” kekeh Bapak. Sepertinya pasangan lansia itu mulai lupa kalau ada orang lain di rumah ini. Mereka mulai sikut-sikutan. Kak Sri sejak tadi ikut senyam-senyum dan membantuku berdiri. Kami meninggalakan kakek-nenek itu melanjutkan nostalgia masa muda mereka.Aku dan Kak Sri masuk ke kamarku. Di sana ada Ahmad dan Cici yang sedang bercoleteh, sahut-sahutan seperti sedang bicara serius.“Lucu banget anak-anak kita, Kak? Boleh ga

    Terakhir Diperbarui : 2023-01-10
  • Putriku Kelaparan di Rumah Mewah Suaminya   34 A pov ibu

    Semenjak pulang ke kampung, fisik Alina perlahan membaik. Walaupun sempat ada orang yang mau mencelakainya, tapi aku dan Sri dibantu anak-anak kecil bisa menyelamatkan putriku di waktu yang tepat.Aku sudah sempat memarahi anak-anak itu gara-gara mereka lancang menyebut putriku kayak tengkorak. Tapi anak-anak yang masih bersih hatinya itu telah menampar hatiku. Mereka hadir bagai pahlawan, mengatakan kalau melihat perempuan kurus yang mereka tertawakan sedang dalam bahaya. Kadang pertolongan datang ari arah yang tak disangka-sangka.Aku sangat mendukung rencana Alina untuk memberikan sembako pada warga kampung dan melebihkan dua karung beras bagi keluarga lima anak itu. Aku kenal semuanya mereka dan siapa orang tuanya.“Alhamdulillah. Kami merasa sangat terbantu dan berterimakasih denagn bantuan ini, Bu. Semoga rejeki keluarganya berkah dan Alina cepat sembuih seperti sedia kala.”“Aaamiin.”Aku selalu mengaminkan setiap doa dari warga desa yang mendapatkan sedikit bantuan dari putrik

    Terakhir Diperbarui : 2023-01-10
  • Putriku Kelaparan di Rumah Mewah Suaminya   34 B

    “Yang tahu nomor Alina pastinya hanya kounter pulsa. Ini memang salahku, ngisi pulsa tidak lewat m bangking saja. Raka akan pastikan dulu apakah memang dia pelakunnya. Pamit dulu, Bu.”“Iya hati-hati, Nak. habis itu kamu ke bengkel saja, Alina biar Ibu yang tenangkan. Kasihan pelangganmu lagi rame,” ujarku. Bengkel itu tak pernah tutup meskipun kami ke kota dulu. Ada anggotanya yang menjaga. Namun, tetap saja pelanggan lebih ramai dan puas kalau Raka ada di sana. Dia lebih profesional dibanding teman-temannya.“Oke, Bu.” Raka tak lupa mencium dua balita yang tak lain adalah cucuku, lalu pergi lagi.Sri membawakan segelas air buat adik iparnya. Kubujuk putriku agar mau minum. Perlahan dia mau mengurai pelukan dan meneguk minumannya dengan pelan-pelan.“Ibu tak akan membiarkanku dikurung lagi, kan?” cecarnya. “Enggak, Alin. Kamu akan baik-baik saja, Nak.” Semenjak pulang kampung, Alina masih tidur denganku. Dia takut sendirian di kamar. Untung saja bapaknya pengertian dan tidak memperm

    Terakhir Diperbarui : 2023-01-10
  • Putriku Kelaparan di Rumah Mewah Suaminya   35 A pov Delon

    pov Delon.“Hancur, hancur semua harapan gara-gara anak tak berguna itu. Pantas saja ada ada pasangan yang tak punya anak, tapi mereka bisa bahagia. Sedangkan kita punya anak lelaki malah selalu bikin masalah. Rumah tak ada ketenangan.”Papa menjambak rambutnya, lalu mengusap wajah dengan kasar. Aku duduk di samping Mama yang masih pusing gara-gara tak sengaja kutonjok. Ya namanya juga tak sengaja, pastinya Mama gak marah padaku setelah sadar dari pingsannya. Tapi Papa, sejak tadi terus mengomel melebihi emak-emak di komplek saat belanja sayur.Aku menyilangkan kaki, mengutak-ngatik layar ponselku yang menampilkan wajah para gadis cantik. Merekalah pelampiasan hasratku. Andai saja Sri yang menikah denganku, maka tak mungkin aku begini. Aku akn menjaga tubuh dan hati ini hanya untuknya seorang.“Delon, kamu memang gak ada sopannya kalau diajak bicara. Kamu dengar gak sih Papa bicara?”Lelaki tua itu membentakku. Aku berdecak kesal tanpa menoleh padanya. “Dengarlah. Lalu aku harus jawab

    Terakhir Diperbarui : 2023-01-10

Bab terbaru

  • Putriku Kelaparan di Rumah Mewah Suaminya   Ending

    Setelah mengantar Delima pulang, aku menyusul Mama ke hotel langganan setiap datang ke sini. Benar saja dugaanku, Mama sudah di hotel dan tidak pergi kemana-mana.“Mama mau pulang sekarang? Katanya mau nginap barang sehari dua hari,” tuturku. Kulihat Mama sudah mengemasi barang-barangnya.“Buat apa Mama di sini, kamu hanya bikin kesal saja. Punya satu anak laki-laki tapi tak berguna. Mama sudah tua, tapi kamu masih belum kepikiran untuk kasih menantu.”Aku tersenyum tipis dan menyentuh lengan Mama. Kutahu, itulah kegundahan Mama selama ini. Takut jika ajalnya duluan menjemput, sementara aku masih sendiri. Mama terkesan memaksa untuk kebahagiaan pribadi, tapi sebenarnya cemas dengan nasibku kelak di masa depan.“Aku bukan tak mau menikah, Ma. Namun, memang dasarnya belum ada yang mau.” Aku beralasan.“Mulai sekarang, jangan sok jual mahal lagi, Delon. Umurmu juga makin tua. Kamu itu dapat istri saja sudah syukur. Tak usah berharap dapat gadis yang cantik dan tanpa ada cela,” cetus Mama

  • Putriku Kelaparan di Rumah Mewah Suaminya   Gadis yang Dikenalkan Mama

    Dua minggu kemudian, Mama memintaku untuk datang ke sebuah restoran yang berada di kota ini. Seperti ucapan Mama sebelumnya, dia ingin menjodohkanku dengan wanita pilihannya sendiri. Namun, aku heran kenapa Mama malah mengajak ketemuan di sini dan hanya datang sendirian tanpa ditemani Papa seperti biasanya? Padahal, kami beda kota. Apa Mama bawa calon menantunya sendiri ke sini? Atau memang orang sini? Entahlah. Mama kadang tak bisa ditebak. Papa sendiri yang jadi teman tidurnya selama ini tak bisa memahami pola pikir Mama.Ah, banyaknya pertanyaan bersarang dalam benakku tentang wanita yang memikat hati Mama. Daripada penasaran, lebih baik nanti saja kulihat siapa wanita itu. Aku memarkirkan kenderaan roda empatku di depan restoran dan langsung masuk. Dari kejauhan, kulihat Mama sedang mengobrol dengan seorang perempuan berjilbab panjang. Posisi wanita itu membelakangiku dan Mama menghadap ke arah pintu masuk. Begitu mata kami bertemu, Mama melambaikan tangan agar aku datang ke sana.

  • Putriku Kelaparan di Rumah Mewah Suaminya   Mama Mau Menjodohkanku

    Malam harinya, kami merayakan ulang tahun Cici di restoran yang sudah kupesan sebelumnya. Hanya dihadiri kami saja tanpa ada tambahan siapa-siapa. Cici terlihat bahagia dan tak pernah lepas senyumannya ketika beberapa hadiah dia dapatkan.Seperti janjiku pada Rian, aku akan mengantar Cici pulang sebelum jam yang ditentukan. Walaupun aku adalah ayah kandungnya, tapi tetap harus menghormati peraturan yang dibuat oleh Alina dan suaminya. Biar bagaimana pun, aku tak banyak berkontribusi terhadap anak ini. Mereka lah yang merawat Cici dari kecil hingga sebesar ini.Aku membantu membawakan hadiah-hadiah untuk Cici dan meletakkannya di dekat pintu. Putriku terdengar berteriak memanggil bunda dan neneknya untuk menceritakan tentang hadiah-hadiah yang dia dapatkan.“Wah, kamu antar lebih cepat rupanya,” ujar Rian, menyambutku di teras rumahnya.“Iya, aku takutlah nanti gak diizinin ketemu sama putriku sendiri.” Aku terkekeh dan disambut tawa oleh Rian. “Aku langsung balik kalau begitu, ya, Ri

  • Putriku Kelaparan di Rumah Mewah Suaminya   Ide Gila Mama

    *Hari ini, Cici berulang tahun. Aku berniat merayakan hari kelahiran putriku bersama Papa dan Mama. Hari kelahiran yang pertama kali kurayakan karena selama ini kami tidak tinggal bersama. Aku ingin mengukir momen indah di memori anak gadisku tentang ayahnya ini. Jika kelak dia dewasa, dia tetap mengingatku sebagai sosok ayah yang baik. Ayah kandung yang pantas dibanggakan dan diceritakan pada teman-temannya.“Aku jemput Cici dulu, ya, Pa, Ma. Semoga saja mereka mengizinkanku membawa Cici.”“Kami ikut.” Papa dan Mama kompak menjawab.Aku menautkan alis dan melihat keseriusan di wajah keduanya. “Beneran mau ikut? Apa Papa dan Mama tak sungkan nantinya ketemu sama Bu Rahimah?” cecarku.“Jadi Bu Rahimah tinggal di sana juga?” tanya Papa.Aku mengangguk. “Semenjak Alina hamil besar dan kini sudah melahirkan anak keduanya, mantan mertuaku tinggal di sana, Pa. Mungkin mau memberikan perhatian lebih agar Alina tak merasa diabaikan oleh ibunya. Belajar dari pengalaman saat mau melahirkan Cic

  • Putriku Kelaparan di Rumah Mewah Suaminya   Belum Siap Kecewa Lagi

    Aku pulang ke kafe cukup terkejut dengan kedatangan Papa dan Mama, menunggu di bagian depan. Mungkin karena aku belum mengabari mereka sepulang dari rumah Elsa kemarin, makanya sampai menyusul ke sini. Aku menyalami keduanya dan langsung mengajak mereka masuk ke kafe yang hampir akan tutup jam segini.“Papa dan Mama kok bisa di sini? Gak ngasih kabar pula? Naik apa ke sini, Pa, Ma?” cecarku.Kami kini memang hanya punya satu kenderaan roda empat, yaitu yang sering kugunakan. Semenjak pernah merasakan lumpuh, meski sudah sembuh, Papa tidak kepengen lagi mengemudikan mobil. Jika sesekali ada urusan keluar, Papa lebih memilih naik ojek motor atau mobil. Sedangkan Mama, karena sudah lama tak pernah bawa mobil, kepercayaan diri dan keberaniannya telah hilang untuk berkendara di jalan umum. Pun aku tak mengizinkan Mama belajar lagi, takut kalau terjadi apa-apa.“Bagaimana kami mau ngasih kabar? Kamu saja tak pernah angkat telpon,” cetus Mama.Aku menggaruk-garuk kepala yang mendadak terasa

  • Putriku Kelaparan di Rumah Mewah Suaminya   Pergilah dari Hidupku

    “Mas, kenapa melamun terus? Mau dibuatkan minum?” Delima mengagetkanku, membuyarkan lamunan.“Aku baik-baik saja. Gimana kerjanya? Bisa?”“Bisa, Mas. Di sini enak kok kerjanya. Teman-teman ramah dan pengunjungnya santun. Kadang kan di kafe-kafe banyak pelanggan genit yang suka godain cewek-cewek, kalau di sini tidak ada.”Aku tersenyum dan mengangguk. Keselamatan dan kenyamanan kerja para pegawai adalah tanggung jawabku. Kalau ada yang bersikap kurang ajar, mending aku kehilangan pelanggan daripada mengorbankan pelayan.“Hai cantik, cappucino-nya dua!”Dua orang laki-laki datang dan tersenyum genit ke arah Delima. Meskipun kami sedang mengobrol, sepertinya mereka langsung mengenali Delima adalah pelayan kafe ini karena memakai seragam khusus seperti pegawai yang lainnya.Baru saja Delima memuji kalau pelanggan kafeku sopan-sopan, sekarang sudah ada dua laki-laki yang kayaknya setengah mabuk dari cara duduknya dan berjalan tadi.“Sana siapkan biar aku yang antar sama mereka,” titahku p

  • Putriku Kelaparan di Rumah Mewah Suaminya   Kedatangan Elsa

    “Yang sabar, ya, Mas. Suatu saat kamu akan dapat pengganti yang lebih baik. Mungkin Mbak Elsa bukan jodoh yang terbaik buat Mas Delon,” ujar Wina. Ucapannya kelihatan tulus. Mungkin senyumannya tadi bukan bermaksud bahagia di atas penderitaanku.“Iya, kalau gitu aku pulang dulu, ya. Kamu juga pasti butuh istirahat banyak.”“Kok cepat banget pulangnya? Padahal baru nyampe loh.”“Besok aku bisa datang lagi, yang penting sudah ketemu sama Reza. Gak enak juga dilihat tetangga kalau aku bertandang ke sini malam-malam,” tukasku.“Terima kasih kalau begitu karena sudah berkunjung. Semoga hatimu baik-baik saja, ya, Mas.”Aku mengangguk, menyentuh pipi bocah menggemaskan yang sudah tertidur, lalu pulang. tak langsung ke kafe yang merangkap tempat tinggalku. Untuk menghilangkan suntuk, aku pergi ke taman kota, duduk di bangku besi yang tersedia. Cuaca lagi bagus dan di langit sedang banyak bintang menghiasi.“Tolong! Tolong lepasin aku!”Suara teriakan wanita membuatku langsung mengedarkan pand

  • Putriku Kelaparan di Rumah Mewah Suaminya   Senyuman Menyeringai

    Adakah laki-laki paling malang di dunia ini selain aku? Tak bisakah pintu taubat mengubah nasibku? Ya Allah, aku tahu, diri ini adalah manusia bejat di masa lalu. Namun, aku sudah lama menjauhi maksiat. Apakah pendosa sepertiku tak berhak dapat jodoh di dunia ini lagi?Tak terasa, air mata menetes begitu saja. Mungkin benarlah kata orang bijak kalau kita tak pantas menggantungkan harapan pada manusia. Sepercaya apapun kita, tetap saja harus bersiap akan kecewa. Segala kemungkina buruk itu pasti ada dan kini aku mengalaminya.Elsa, wanita yang selama ini jadi idaman hatiku. Kecocokan kami hampir seratus persen. Tak ada keluhan berarti tentangnya dalam hatiku. Dia nyaris sempurna bagiku untuk dijadikan pendamping hidup. Namun, siapa yang tega menghancurkan mimpiku? Siapa yang mengirim pesan pada Elsa kalau aku punya penyakit HIV? Ini pasti ulah orang-orang terdekatku, atau para wanita yang pernah hadir dalam hidupku. Aku lumayan banyak dekat dengan wanita, lalu mereka memilih pergi kare

  • Putriku Kelaparan di Rumah Mewah Suaminya   Gagal Lagi

    Setelah Wina lahiran, aku mengontrak rumah untuknya. Dia mandiri juga mengurus bayinya. Namun, meskipun begitu, aku tetap mencari orang untuk membantunya. Hari ini aku dan Elsa menjenguk Wina dan bayinya untuk memastikan semua baik-baik saja.“Aku ada kabar buruk sekaligus baik,” ujar Wina.“Apa, Win?” tanya Elsa.“Kabar buruknya, anakku sudah yatim. Namun, aku bahagia karena akhirnya terlepas dari lelaki itu tanpa harus ketakutan lagi dia kejar-kejar. Mantan suamiku sudah meninggal karena kecelakaan. Aku baru lihat berita online-nya.”Aku dan Elsa berpandangan. Jujur saja, aku juga tak tahu mau bilang selamat atau sedih. Aku prihatin karena anak yang baru lahir itu tak punya ayah lagi, tapi di lain sisi Wina akhirnya terbebas dari lelaki kejam itu.“Mungkin ini yang terbaik buat kalian, Win. Lagian, meskipun mantan suamimu masih hidup, Reza tak bisa menuntut apa-apa pada bapaknya. Kamu dan mantan suamimu hanya nikah siri dan tidak tercatat dalam dokumen negara. Kamu sebagai ibu harus

DMCA.com Protection Status