Share

Bab 7

Author: Zaina Aulia
Abimana memandang Andini dengan ekspresi tak percaya. Dia ingin segera menuduh Andini berbohong, tetapi ketika matanya menangkap ibunya yang hanya duduk di sana dengan kepala tertunduk tanpa memberikan tanggapan apa pun, dia segera memahami kebenarannya.

Namun, bagaimana ini mungkin? Sejak kecil, Kresna selalu paling menyayangi Andini. Bagaimana mungkin ayahnya membiarkan dia mengubah marganya?

Rasa seperti jantungnya sedang disobek oleh sesuatu kembali membuat Abimana sulit bernapas. Hatinya terasa kacau balau. Ketika dia memandang orang-orang di dalam ruangan, tidak ada satu pun yang membuatnya merasa nyaman.

Dengan emosi yang tak terkendali, Abimana akhirnya membalikkan badan dan pergi dengan mengibaskan lengan bajunya.

Kepergian Abimana membuat Rangga merasa canggung. Dia melangkah maju dan memberi hormat, "Hormat pada Nyonya Ainun."

Ainun bersikap ramah terhadapnya. Sebagai seorang jenderal muda yang mencapai prestasi besar, Rangga terkenal berani sekaligus cerdas. Selain itu, sikapnya selalu lembut dan sopan. Ini membuatnya sangat disukai oleh para orang tua.

"Jenderal Rangga, duduklah. Kamu bawa begitu banyak bahan obat yang berharga kemarin. Seharusnya aku yang datang langsung untuk mengucapkan terima kasih," ujar Ainun sambil tersenyum ramah.

Rangga duduk di depan Dianti dan membalas dengan sopan, "Ayah dan ibuku masih sehat, jadi nggak membutuhkan semua itu. Ginseng dan tanduk rusa yang dihadiahkan Kaisar lebih cocok untuk kesehatan Nyonya Ainun."

Mendengar itu, Ainun tertawa gembira. Dia menimpali, "Kamu benar-benar berbakti. Hari ini, kamu datang tepat waktu."

"Kirana barusan membicarakan tentang menetapkan tanggal pernikahanmu dengan Dianti. Gimana kalau kamu tanyakan pada orang tuamu nanti? Kapan mereka punya waktu luang, biar kedua keluarga kita bisa duduk bersama untuk mendiskusikannya," ujar Ainun.

Setelah mendengar kata-kata itu, Rangga melirik Dianti sekilas. Lantaran merasa dilirik olehnya, Dianti buru-buru menunduk. Wajahnya bahkan langsung memerah. Dia terlihat seperti sedang malu-malu.

Pemandangan itu membuat Kirana tertawa. Dia segera meledek, "Gadis ini masih saja malu-malu!" Kemudian, Kirana menoleh pada Rangga sambil menambahkan, "Rangga, kamu tahu sendiri, kalian sudah nggak muda lagi. Sudah waktunya menetapkan pernikahan ini."

Rangga mengangguk, seolah-olah setuju dengan ucapan Kirana. Namun, dia tiba-tiba menoleh ke arah Andini sambil bertanya, "Nona Andini, gimana menurutmu?"

Pertanyaan itu membuat Andini terkejut. Dia memandang Rangga dengan tatapan bingung dan penasaran. Apa hubungannya dengan dia?

Tidak hanya Andini yang kebingungan, Kirana dan Dianti pun terkejut. Dianti menatap Rangga, lalu menoleh ke arah Andini seakan-akan menyadari sesuatu. Perlahan, matanya mulai memerah. Apakah orang yang sebenarnya disukai Rangga adalah Andini? Akan tetapi, dia adalah tunangannya.

Kirana segera menangkap perubahan ekspresi Dianti. Mengingat status Rangga sebagai orang kepercayaan Kaisar, bahkan dia pun tidak berani berbicara keras kepadanya. Itu sebabnya, dia hanya bisa coba menjaga sikap ramah.

Kirana bertanya, "Rangga, kenapa pernikahanmu dengan Dian harus ditanyakan pada Andin?"

Andini memiliki pertanyaan yang sama dalam pikirannya. Namun, sikap Rangga tetap tenang seperti biasa. Dia bahkan penuh tata krama ketika membalas, "Nyonya Kirana, harap jangan salah paham."

Rangga menjelaskan, "Nona Andini masih dianggap sebagai putri sah di keluarga ini. Dian juga memanggilnya Kakak. Dalam aturan adat, seharusnya kakak menikah lebih dulu."

Alasan Rangga cukup masuk akal. Dalam keluarga yang memegang teguh adat istiadat, jika anak tertua belum menikah, adik-adik di bawahnya pun tidak boleh menikah lebih dulu.

Namun, Keluarga Adipati sebenarnya tidak terlalu ketat dalam memegang aturan ini. Bahkan, Keluarga Maheswara juga bukan tipe keluarga yang terlalu peduli pada tradisi semacam itu.

Andini berpikir, Rangga mungkin hanya ingin mendorongnya untuk segera menikah. Apakah dia khawatir bahwa dia masih akan mengejarnya seperti dulu?

Pikiran itu membuat Andini ingin tertawa. Namun, dia hanya berujar sambil tersenyum, "Kalau menurut ucapan Jenderal Rangga, seharusnya Tuan Abimana yang nikah lebih dulu, 'kan?"

Bagaimanapun, Abimana adalah kakaknya. Hanya saja, masih belum ada tanda-tanda pembicaraan tentang pernikahan Abimana. Jika menunggu Abimana menikah, lalu Andini menikah, barulah giliran Dianti dan Rangga, mungkin akan memakan waktu satu atau dua tahun.

Meski Rangga tidak terburu-buru, orang tuanya mungkin tidak akan sependapat dengannya. Sementara itu, Rangga tampaknya tidak menyadari sindiran Andini. Dia malah berujar sambil mengangguk dengan serius, "Memang seharusnya begitu."

Mendengar itu, mata Dianti yang semula sudah memerah, kini makin basah. Dia memandang Rangga dengan penuh kesedihan, seolah-olah ingin menanyakan alasan dia melakukan ini.

Dianti merasa dirinya sudah terlalu tua untuk menjadi seorang gadis. Bahkan jika Rangga bisa menunggu, bagaimana dengan dirinya?

Meski merasa tidak nyaman, Kirana hanya bisa menahan diri dan tetap bersikap ramah. Berhubung tidak ada jawaban jelas dari siapa pun, akhirnya topik itu pun dibiarkan berlalu.

Setelah berbasa-basi beberapa saat, Ainun mengaku lelah dan meminta Andini untuk membantunya kembali ke kamar. Sementara itu, Kirana membawa Dianti dan Rangga pergi meninggalkan tempat tersebut.

Tak lama setelah Rangga keluar dari halaman paviliun Ainun, dia mendengar suara lembut memanggilnya. "Kak Rangga."

Suara itu membuat Rangga terhenti sejenak. Untuk sesaat, dia berpikir bahwa itu adalah suara Andini. Namun, suara itu terlalu lembut, tidak seperti Andini yang biasanya berbicara dengan nada tajam.

Rangga menghela napas pelan sebelum akhirnya berbalik. Ketika matanya menangkap Kirana yang berjalan di kejauhan, dia kembali menoleh pada Dianti. Pria itu bertanya dengan suara rendah tetapi masih hangat, "Ada apa?"

Dianti selalu merasa bahwa cara Rangga berbicara padanya sangat lembut. Itu sangat berbeda dari bagaimana dia berbicara pada orang lain dengan sikap yang formal dan penuh tata krama. Itu sebabnya, Dianti selalu mengira dirinya memiliki tempat istimewa di hati Rangga.

Namun hari ini, untuk pertama kalinya Dianti merasakan jarak dalam kelembutan itu. Dia menyadari bahwa selama ini mungkin hanya dirinya yang salah paham.

Mata Dianti mulai basah dan memerah. Dia menggigit bibirnya dan menggenggam ujung bajunya dengan gelisah. Setelah mengumpulkan keberanian, dia akhirnya bertanya, "Kak Rangga, apa ... kamu nggak mau nikah denganku?"

Pertanyaan itu membuat Rangga terkejut. Setelah beberapa saat, dia membalas sambil tersenyum, "Kenapa kamu berpikir seperti itu?"

"Tadi ... kamu tadi ...." Dianti tidak bisa melanjutkan kalimatnya. Berbicara terlalu banyak hanya akan membuatnya terkesan terlalu ingin menikah. Sebagai seorang wanita, Dianti tetap ingin menjaga martabatnya.

Melihat keraguan di wajah Dianti, Rangga sudah memahami apa yang ingin dia katakan. Hanya saja, dia tetap menjawab dengan santai, "Jangan berpikir terlalu banyak. Pernikahan kita adalah keputusan para orang tua, itu nggak akan berubah."

Setelah itu, Rangga menambahkan seraya tersenyum, "Aku akan mengunjungimu lagi beberapa hari ke depan."

Tanpa menunggu tanggapan, Rangga segera berbalik dan pergi. Kata-kata terakhirnya mungkin seperti memberi jaminan untuk menenangkannya. Namun ... Rangga tidak menjawab pertanyaannya dengan pasti.

Sementara itu di aula leluhur Keluarga Biantara, Abimana sedang berlutut di lantai. Di hadapannya, terdapat buku silsilah Keluarga Biantara yang sudah agak kusut karena terlalu sering dibolak-balik.

Kata-kata Andini sebelumnya tidak dapat dipercayainya. Bagaimana mungkin Kresna benar-benar sekejam itu hingga membiarkan Andini mengubah marganya?

Namun setelah membolak-balik buku silsilah itu belasan kali, Abimana tidak menemukan nama Andini di mana pun. Nama Andini Biantara tidak ada, bahkan nama Andini pun tidak ada. Abimana tidak bisa mengerti.

Bukankah hanya sebuah mangkuk kaca yang pecah? Kenapa harus sampai menghapus nama Andini dari buku silsilah? Itu hanya sebuah mangkuk, bukan?

Apakah setelah nama Andini dihapus, orang lain akan lupa bahwa Andini adalah bagian dari Keluarga Biantara yang dibesarkan di sini?

Meskipun Andini bukan anak kandung Keluarga Biantara, mereka telah merawatnya selama 15 tahun. Apakah hubungan selama 15 tahun itu tidak lebih berarti dibandingkan sebuah mangkuk?

Pantas saja setelah tiga tahun, Andini sama sekali tidak terlihat bahagia ketika melihatnya. Pantas saja Andini tidak mau memanggil Karina dengan sebutan Ibu, juga tidak mau memanggilnya Kakak.

Abimana menarik napas dalam-dalam. Ada momen singkat di mana dia merasa dirinya bisa memahami Andini. Namun tak lama kemudian, rasa marah yang aneh kembali membara di dalam hatinya.

Pada akhirnya, buku silsilah itu hanyalah beberapa lembar kertas. Jika nama Andini tidak ada di sana, apakah itu berarti bisa menghapus semua kasih sayang mereka selama 15 tahun?

Bahkan jika mereka hanya memelihara seekor anjing, memberinya makan makanan terbaik selama 15 tahun, merawatnya dengan baik, bukankah anjing itu akan tetap mengibaskan ekornya sebagai tanda kasih? Namun, bagaimana dengan Andini?

Pada akhirnya, masalahnya adalah Andini terlalu pendendam. Padahal mereka sudah membawanya kembali. Kirana bahkan sudah berkata dengan jelas bahwa semuanya akan tetap sama seperti dulu.

Bukankah mereka bisa kembali hidup seperti sebelumnya? Kenapa Andini harus membuat hubungan mereka menjadi sekaku ini?

Mengingat sikap Andini yang dingin dan berjarak, Abimana merasa sangat kesal. Dia berpikir, mungkin sudah saatnya memberikan pelajaran kepadanya.

Related chapters

  • Putri Pengganti Untuk Keluarga Adipati   Bab 8

    Di sisi lain, Andini baru saja membantu Ainun kembali ke kamar. Tiba-tiba, neneknya jatuh sakit. Seperti yang Kirana katakan sebelumnya, kondisi tubuh Ainun memang tidak sebaik dulu.Meskipun hari ini Ainun sudah berusaha mengendalikan emosinya, kegembiraan dan kesedihan yang bertubi-tubi masih terlalu berat baginya. Setelah berbaring, napasnya langsung terdengar berat dan terengah-engah.Untungnya pelayan Ainun, Farida, sudah mempersiapkan segalanya. Dia sebelumnya telah memanggil tabib kediaman untuk berjaga di luar kamar.Begitu Ainun berbaring, tabib segera mulai memberikan terapi akupunktur dan pijatan. Setelah 30 menit, kondisi Ainun perlahan stabil kembali.Meski tidak terlalu berbahaya, Andini tetap merasa panik melihat situasi itu. Dia berdiri di sisi ranjang dengan bingung dan tak tahu harus berbuat apa.Melihat wajah Andini yang penuh rasa cemas, Ainun yang sedang bersandar di kepala ranjang memanggilnya dengan lembut.Hidung Andini memerah. Dia khawatir jika terlalu emosion

  • Putri Pengganti Untuk Keluarga Adipati   Bab 9

    Mendengar pertanyaan seperti itu, air mata Dianti akhirnya tidak terbendung lagi. Dia menggeleng berulang kali sambil berucap, "Bukan begitu, aku nggak pernah berniat menyakiti Kakak. Dulu memang aku yang memecahkan mangkuk kaca, itu salahku. Tapi yang fitnah Kakak adalah Ratih ...."Dianti berusaha keras untuk menjelaskan kepada Andini bahwa dia tidak pernah berniat menyakitinya. Namun, Andini hanya bersandar di pintu sambil bertanya dengan suara lembut, "Kalau begitu, kenapa tiga tahun lalu kamu nggak bilang?"Dianti tertegun. Dia tidak langsung memahami apa maksud Andini. Namun, dia bisa melihat sudut bibir Andini terangkat. Kakaknya itu memperlihatkan senyuman penuh ejekan.Andini melanjutkan, "Kamu bilang itu salahmu karena memecahkan mangkuk kaca, tapi kenapa tiga tahun lalu kamu nggak mengakuinya di depan Permaisuri dan Putri?"Dianti seperti kehilangan keseimbangan. Dia melangkah mundur satu langkah sambil tergagap, "Aku ... aku nggak berani .... Itu pertama kalinya aku masuk i

  • Putri Pengganti Untuk Keluarga Adipati   Bab 10

    Andini menyampirkan luaran yang belum sempat dilepaskannya dan bertanya, "Ada apa? Siapa yang berteriak?"Laras yang cemas menggeleng. Dia mengikuti Andini dan menjawab, "Hamba juga nggak tahu. Hamba baru dengar ada yang teriak. Nona, pakai bajumu. Di luar dingin!"Namun, Andini tidak sempat memikirkan hal itu lagi. Dianti pasti jatuh ke kolam teratai di Paviliun Ayana. Dulu, Andini disiksa selama 3 tahun karena Dianti memecahkan mangkuk. Jika terjadi sesuatu pada Dianti di Paviliun Ayana, takutnya Abimana akan menghabisi Andini.Saat Andini sampai di kolam teratai, Dianti sedang bergerak-gerak di kolam. Air kolam sudah membeku dan sekarang muncul sebuah lubang besar. Para pelayan di jembatan batu melihat Dianti.Andini bergegas menghampiri mereka dan menegur, "Apa kalian semua nggak bisa berenang? Kenapa kalian nggak selamatkan dia?"Beberapa pelayan pria menyahut dengan ekspresi ragu, "Kami bisa berenang, tapi ... bagaimana kalau kami merusak reputasi Nona Dianti?""Apa reputasi lebi

  • Putri Pengganti Untuk Keluarga Adipati   Bab 11

    Ucapan Andini membuat Abimana tersentak. Dia membayangkan Andini bergerak-gerak di kolam dan sekelompok pelayan istana mentertawakannya.Hati Abimana terasa sakit. Dia hendak bicara, tetapi suaranya tercekat. Setelah pintu rumah Andini tertutup, Abimana baru tersadar."Nona Dianti," panggil Ratih seraya menangis. Suara tangisannya membuat orang makin gusar.Dianti memelototi Ratih sambil menegur, "Jangan menangis lagi! Cepat panggil tabib kediaman!"Ratih baru tersadar. Dia buru-buru memanggil tabib. Abimana membawa Dianti kembali ke Paviliun Persik. Tabib kediaman datang bersama Kirana.Saat tabib kediaman memeriksa Dianti, Kirana menarik Abimana ke luar dan berucap, "Ada apa? Kenapa adikmu tiba-tiba jatuh ke dalam kolam? Apa Andin ...."Abimana menyergah sambil mengernyit, "Bu! Andin yang menyelamatkan Dian!"Kemudian, Abimana yang teringat sesuatu melihat Ratih dan berujar, "Kamu kemari dulu."Wajah Ratih membengkak. Sudah jelas Laras menampar Ratih dengan kuat. Ratih langsung berlu

  • Putri Pengganti Untuk Keluarga Adipati   Bab 12

    Orang yang datang adalah sahabat Kirana, Haira. Melihat Haira berhasil mengendalikan Abimana, para pelayan di kolam memohon seraya menangis, "Selir Agung Haira ... bantu kami tegakkan keadilan."Suara pelayan yang menangis secara bersamaan benar-benar berisik. Haira mengernyit dan melihat pelayan pribadinya.Pelayan pribadi Haira langsung paham maksud majikannya. Dia membentak, "Cepat pergi ganti baju! Kalau kalian sakit dan urusan para selir terbengkalai, apa kalian mau dipenggal?"Semua pelayan itu baru berhenti menangis, lalu buru-buru keluar dari kolam dan kembali ke kamar masing-masing.Setelah semua pelayan pergi, Haira baru melihat tongkat yang dipegang Abimana. Dia bertanya dengan dingin, "Abimana, apa kamu juga mau pukul aku?"Abimana baru melempar tongkat ke samping, lalu memberi hormat kepada Haira dan menyahut, "Saya nggak berani."Haira yang marah menimpali, "Kamu berani pukul pelayan istana. Apa lagi yang nggak berani kamu lakukan?"Haira merasa Abimana terlalu gegabah. P

  • Putri Pengganti Untuk Keluarga Adipati   Bab 13

    Bahkan Kresna juga melihat Andini. Hanya saja, dia berkata kepada Abimana, "Untung saja, hari ini Selir Agung Haira turun tangan. Kalau nggak, bukan hanya kamu, kemungkinan aku juga nggak bisa keluar dari istana!"Andini melihat lantai dan tersenyum sinis. Sepertinya ucapan Kresna ini ditujukan kepadanya. Tiba-tiba, terdengar suara Dianti. "Ayah ...."Dianti terlihat lemah dan juga cemas, seolah-olah kondisinya sudah sekarat. Andini mengernyit. Dia melihat Ratih memapah Dianti.Air mata Dianti langsung mengalir sewaktu melihat dahi Abimana berdarah. Kemudian, Dianti berlutut di samping Abimana dan berucap, "Ayah, jangan marah lagi ...."Sebelum menyelesaikan ucapannya, Dianti batuk-batuk. Kresna yang merasa kasihan pada Dianti menegur Ratih, "Cepat papah Dianti!"Bahkan, Kirana yang awalnya sibuk membela Abimana juga segera memapah Dianti. Dia bertanya, "Kamu lagi sakit. Kenapa kamu keluar?"Dianti menjawab sembari berlinang air mata, "Aku ... dengar Ayah mau hukum Kak Abimana. Aku tah

  • Putri Pengganti Untuk Keluarga Adipati   Bab 14

    Sebenarnya Andini enggan masuk ke istana. Dia merasa gelisah begitu sampai di halaman istana Haira.Andini berada di penatu istana selama 3 tahun, tetapi dia tidak pernah masuk ke istana Haira. Andini merasa suasana di istana Haira sama dengan di penatu istana. Kedua tempat itu membuat Andini merasa tidak tenang.Andini takut dirinya tidak bisa pulang lagi setelah masuk ke istana, sama seperti 3 tahun yang lalu. Andini berdiri di halaman istana Haira cukup lama. Saat kakinya sudah mati rasa karena kedinginan, seseorang baru datang untuk membawanya menemui Haira.Begitu pintu ruangan dibuka, Andini baru merasa hangat. Dia menghela napas. Sebelum masuk ke ruangan, Andini mendengar Haira berkata, "Aku sudah lihat pakaiannya, bersih sekali."Andini baru melihat Haira. Dia segera berlutut dan menyapa, "Salam, Selir Agung Haira. Hamba berterima kasih atas pujian Selir Agung Haira."Andini sudah terbiasa menjadi pelayan di penatu istana. Biarpun sekarang Andini telah dijemput kembali ke Kedia

  • Putri Pengganti Untuk Keluarga Adipati   Bab 15

    Andini sangat kaget. Bahkan dayang itu juga sempat mendongak dengan terkejut. Dia melirik Andini dan Rangga dengan cepat sebelum menjawab, "Baik."Tak lama kemudian, dayang itu segera meninggalkan mereka. Sementara itu, Rangga dengan santai mengulurkan tangannya ke arah Andini sambil berujar, "Nona Andini, silakan."Andini tak punya pilihan selain memaksakan diri dan berjalan bersama Rangga menuju gerbang istana. Namun, perjalanan keluar istana hari ini terasa luar biasa panjang. Andini beberapa kali memandang ke depan, tetapi dua daun pintu besar itu tetap tak terlihat di pandangannya.Tak ada satu pun dari mereka yang berbicara. Keheningan di antara mereka begitu mencekam. Hanya terdengar suara sepatu yang bergesekan dengan lantai. Situasi seperti ini sangat jarang terjadi sebelumnya.Dalam ingatan Rangga, Andini adalah gadis yang sangat cerewet. Dia selalu berbicara tanpa henti, seperti burung kecil yang berkicau sepanjang hari. Keheningan seperti ini justru membuat Rangga merasa ti

Latest chapter

  • Putri Pengganti Untuk Keluarga Adipati   Bab 206

    Byakta terkejut karena tiba-tiba dipanggil. Begitu mengetahui orang itu adalah Dianti, dia segera memberi hormat dan menyapa, "Salam, Nona Dianti."Dianti menghampiri Byakta, lalu melirik ke arah tong sampah sekilas sebelum bertanya, "Kenapa Kak Byakta bisa ada di sini?""Cu ... Cuma lewat," sahut Byakta. Jelas sekali dia berbohong.Dianti tersenyum sembari membalas, "Ini pintu belakang. Jarang ada yang lewat. Kak Byakta datang karena Kak Andini, 'kan?"Mendengar ini, Byakta seketika menatap Dianti dengan kaget.Dianti menambahkan, "Kak Abimana sudah ceritakan padaku tentang Kak Byakta."Ternyata begitu. Menurut Byakta, hubungan Abimana dan Dianti sangat baik. Tidak heran jika Abimana menceritakan kepada Dianti bahwa Byakta punya perasaan pada Andini.Wajah Byakta langsung memerah. Dia berucap dengan terbata-bata, "A ... aku masih ada urusan. Aku pamit dulu."Ketika Byakta hendak pergi, Dianti bertanya, "Kak Byakta mau menyerah?"Langkah Byakta terhenti. Di belakangnya, Dianti melanjut

  • Putri Pengganti Untuk Keluarga Adipati   Bab 205

    Dianti terkejut. Untungnya, ini pintu belakang, jadi tidak banyak orang yang melihat.Dianti segera sadar dan menarik Ratih ke sebuah gang di sebelah. Dia menegur dengan pelan, "Bukannya sudah kubilang jangan datang cari aku lagi?""Memangnya aku bisa nggak datang?" Ratih menangis sambil mengeluh, "Kalau kamu nggak mau bantu aku, untuk apa pura-pura peduli? Kamu beri aku harapan, lalu buat aku kecewa. Apa ini menyenangkan?"Dianti tertegun. Dia buru-buru memegang lengan Ratih dengan erat. Dia bertanya dengan ekspresi tidak percaya, "Ratih, gimana bisa kamu berpikir seperti itu tentangku?"Ketika berbicara, Dianti sudah berlinang air mata.Tidak disangka, Ratih menghempaskan tangan Dianti dan membantah, "Aku nggak bodoh seperti orang-orang di Keluarga Biantara. Jangan coba-coba menipuku. Katakan, apa kamu ambil kembali kantong yang kamu berikan padaku?""Bukan aku yang ambil!" Dianti buru-buru menjelaskan, "Kak Andini mengirim orang ke sisimu untuk mengawasimu. Nggak lama setelah aku be

  • Putri Pengganti Untuk Keluarga Adipati   Bab 204

    Dianti tertegun usai mendengar perkataan Laras. Dia sama sekali tidak menyangka bahwa masalah ini bisa berdampak serius terhadap nama baik Keluarga Adipati.Laras melanjutkan, "Nona Andini juga bilang, ke depannya Nona Dianti akan jadi Nyonya Keluarga Maheswara. Nona seharusnya paham apa yang pantas dan nggak pantas dilakukan. Perhiasan di dalam kantong ini banyak yang terlihat jelas milik Nona.""Kalau hal ini sampai terdengar oleh Keluarga Maheswara, gimana pandangan mereka terhadap Nona? Semoga Nona bisa memahami niat baik Nona Andini," pungkas Laras.Setelah itu, Laras memberi hormat kepada Dianti. Sebelum Dianti sempat berbicara, Laras langsung berbalik pergi meninggalkan Dianti terdiam di tempat.Begitu kembali ke Paviliun Ayana, Laras segera menemui Andini dengan sangat gembira. Dia melaporkan, "Nona, Nona, hamba sudah katakan semuanya sesuai perintah Nona. Nona nggak lihat gimana ekspresi Nona Dianti saat itu. Lucu sekali!"Mendengar ini, Andini tanpa sadar tersenyum sesaat seb

  • Putri Pengganti Untuk Keluarga Adipati   Bab 203

    Ketika Laras pergi menemui Dianti, Dianti sedang berada di taman kediaman. Bunga-bunga berguguran di Paviliun Persik. Dianti datang untuk melihat apakah ada tanaman lain yang bisa ditanam di Paviliun Persik agar suasananya tidak begitu suram.Tidak disangka, Dianti melihat Laras datang sambil melompat-lompat dari kejauhan. Di tangan Laras ada kantong yang bergoyang-goyang. Dianti langsung mengenalinya. Itu adalah kantong yang dia berikan sendiri kepada Ratih! Wajahnya seketika memucat.Dianti menatap Laras yang berjalan ke arahnya dengan riang. Laras memberi hormat, lalu menyerahkan kantong itu seraya menyampaikan, "Nona Dianti, Nona Andini bilang barangmu ketinggalan. Dia khusus meminta hamba untuk membawanya kemari. Silakan periksa. Apa ada yang kurang?"Laras tersenyum santai, tetapi hal ini justru membuat Dianti merinding. Dianti hanya menatap kantong itu, bahkan tidak berani menerimanya. Dia bertanya dengan suara bergetar, "I ... ini didapatkan dari mana?"Laras merasa lucu dan me

  • Putri Pengganti Untuk Keluarga Adipati   Bab 202

    Namun, perasaan bukan hal yang bisa dikendalikan. Begitu melihat Andini, Byakta akan merasa kasihan dan tidak bisa mengendalikan diri untuk bersikap baik padanya. Dia juga tidak berdaya.Byakta tidak tahu harus berkata apa, jadi dia memberi hormat sambil berkata, "Aku keluar dulu."Selesai berbicara, tidak ada respons dari Rangga. Byakta menunggu untuk beberapa saat. Lantaran Rangga tetap tidak berbicara, dia berbalik dan keluar.Ketika pintu ditutup, rasa hampa yang luar biasa seketika menyeruak. Rangga mengepalkan tangan dengan perlahan. Dia merasa seolah-olah ada sesuatu yang digali dari dadanya.Semua hal yang Rangga pahami tentang Andini seketika menjadi lelucon di hadapan Byakta hari ini. Rangga tidak tahu apakah Andini yang berubah atau dirinya yang tidak pernah memahami Andini.Sejak hari itu, selalu ada satu hidangan tambahan yang diantar ke Paviliun Ayana. Setelah beberapa hari berturut-turut, Laras melihat selalu ada usus sapi. Dia mengernyit sambil mengeluh, "Nona, lagi-lag

  • Putri Pengganti Untuk Keluarga Adipati   Bab 201

    Perkataan Byakta membuat Abimana tertegun. Kemudian, dia menyergah, "Orang sepertimu juga mendambakan Andin? Kamu pikir jadi wakil jenderal itu hebat? Asal kamu tahu, kamu bahkan nggak pantas jadi pelayannya!"Abimana awalnya mengira penghinaannya bisa memancing kemarahan Byakta. Tidak disangka, Byakta hanya membalas dengan pelan, "Aku tahu."Ekspresi Byakta tampak datar. Nada bicaranya terdengar tenang. Tidak terlihat malu atau marah.Abimana dan Rangga tertegun. Sementara itu, Byakta justru berbicara panjang lebar. Tatapannya tertuju ke tanah seakan-akan sedang memikirkan masa lalu.Byakta berujar, "Dulu, Andini seperti rembulan di langit. Kalian semua memanjakan dan melindunginya. Aku tahu status kami berdua terlalu jauh. Jadi, aku cuma berani memperhatikannya dari jauh dan nggak berani punya perasaan padanya."Byakta menambahkan, "Tapi kemudian, semuanya berubah. Dia jatuh dan terpuruk. Kalian semua malah meninggalkannya!"Abimana mengernyit dan mendengus dingin sebelum menyindir,

  • Putri Pengganti Untuk Keluarga Adipati   Bab 200

    Byakta menunduk dan memijat tangan kanannya yang melayangkan tinju tadi. Dia berkata, "Mungkin Andini cuma suka Jenderal Rangga menyuapnya makan. Kalau benar-benar menyukai kue itu, mana mungkin dia suka membagikan kuenya?"Dulu, Byakta juga pernah makan kue yang dibagikan Andini. Abimana tidak bisa berkata-kata. Setelah dipikir-pikir, dulu Andini memang suka membagikan kue kepada orang lain. Abimana mengira Andini suka berbagi.Hanya saja, seperti perkataan Byakta, mana mungkin Andini rela membagikannya kuenya kepada orang lain jika benar-benar menyukainya?Seketika Rangga kewalahan. Bahkan, dia tidak menahan Byakta lagi. Selama ini, Rangga menganggap Andini suka makan kue dari Argani.Dulu Andini tampak sangat senang saat Rangga memberinya kue, seolah-olah dia mendapatkan barang yang paling berharga di dunia.Namun, kemarin Andini tidak menyentuh kue yang disiapkan Rangga di kereta kuda. Bahkan, Andini langsung memberikan kue pemberian Rangga kepada Dianti.Rangga mengira Andini masi

  • Putri Pengganti Untuk Keluarga Adipati   Bab 199

    Ketika Abimana sampai di markas militer, Byakta sedang melaporkan urusan kemiliteran kepada Rangga di ruang kerja.Pintu ruang kerja ditendang dan Abimana berjalan masuk. Dia langsung meninju wajah Byakta. Untung saja, respons Byakta cepat. Dia mundur dan berhasil menghindari tinjuan Abimana.Namun, Abimana tidak menyerah. Dia menendang Byakta. Sementara itu, Byakta tetap berhasil menghindar. Hanya saja, Abimana lanjut menyerang Byakta.Rangga mengernyit. Dia melompati meja, lalu menghalangi Abimana yang hendak meninju wajah Byakta. Rangga menegur, "Kamu gila, ya?"Abimana menepis tangan Rangga. Dia menatap Byakta seraya memarahi, "Kamu tanya dia apa yang sudah dia lakukan!"Rangga memandang Byakta dengan ekspresi bingung. Byakta berkata dengan tenang, "Aku nggak paham maksud Tuan Abimana."Byakta hanya mengantar makanan untuk Andini, kenapa Abimana mengamuk? Melihat ekspresi Byakta, Abimana ingin meninjunya lagi. Dia berujar, "Pagi ini kamu melompat dari tembok paviliun Andin, penjaga

  • Putri Pengganti Untuk Keluarga Adipati   Bab 198

    Setelah memikirkan hal ini, amarah Abimana makin memuncak. Dia berpesan, "Bagaimanapun, sebagai seorang wanita, kamu harus memperhatikan reputasimu. Kamu dan Dian masih belum menikah. Kalau ada rumor tersebar, nggak bagus untukmu dan Dian."Jika orang lain tahu Andini bertemu seorang pria di kamarnya saat malam, mereka pasti akan menganggap Andini dan putri Keluarga Adipati bukan wanita baik-baik. Nantinya, reputasi Dianti juga akan rusak karena Andini.Akhirnya, Andini memahami maksud Abimana. Dia mencibir, lalu menimpali, "Sudah kuduga, Tuan Abimana menyuruh orang untuk menculikku dan memberiku obat. Kenapa Tuan Abimana tiba-tiba memperhatikan reputasiku? Ternyata demi Dianti."Abimana terdiam, dia teringat perbuatannya yang keterlaluan. Abimana membalas, "Hari ini aku datang bukan untuk bertengkar denganmu. Pokoknya Nenek menghukum kamu introspeksi diri, bukan membiarkanmu bertemu pria lain di kediaman. Jaga sikapmu."Itu berarti Abimana yakin Andini memang bersalah. Selesai bicara,

Scan code to read on App
DMCA.com Protection Status