Dianti terlihat kian lemah di bawah perlindungan Rangga. Dia meringkuk di belakang tubuh pria itu, bahkan tidak berani mendongakkan kepalanya.Andini tidak tahan melihatnya dan diam-diam mengumpat di dalam hati. Hatinya makin jengkel. Dia lalu berkata dengan nada dingin, "Nenek nggak mau melihatmu, lebih baik kamu kembali!"Mungkin karena merasa dilindungi Rangga, Dianti menjadi lebih berani. Dia menjulurkan kepalanya dan membalas Andini, "Kakak bukan Nenek. Dari mana Kakak tahu kalau Nenek nggak mau melihatku?"Ekspresi Andini seketika berubah muram. Dia langsung menghampiri Dianti sambil berkata dengan dingin, "Apa kamu sudah melupakan apa yang kamu lakukan?"Melihat Andini mendekat, Dianti langsung mengingat momen menakutkan saat dia ditekan ke tanah dan dipukuli kemarin. Dia kembali bersembunyi di belakang Rangga dan meremas erat pakaian pria itu, seolah-olah sekujur tubuhnya sedang gemetar."Aku datang ke sini untuk meminta maaf sama Nenek," ujar Dianti.Merasakan ketakutan gadis
Dianti tahu bahwa Andini hanya ingin memprovokasinya. Namun, dia juga tidak bisa tinggal diam lebih lama lagi.Memang Abimana-lah yang memberikan ide agar Dianti pura-pura pingsan. Meski begitu, kata-kata ini pasti tetap akan menyakiti hati kakaknya. Dia tidak ingin kakaknya salah paham padanya!Dianti menarik napas dalam-dalam, lalu berkata, "Kak Andini nggak perlu memprovokasiku seperti ini. Aku akan berlutut lagi di aula leluhur! Tapi, aku benar-benar menyesali kesalahanku. Kalaupun Nenek nggak mau menemuiku, aku tetap ingin minta maaf!"Usai berkata begitu, Dianti berlutut ke arah paviliun Ainun. Air matanya berlinang saat dia berujar dengan suara lembut, "Nenek, Dian sudah tahu salah. Kelak Dian nggak akan berani buat Nenek marah lagi. Tolong maafkan Dian!"Selesai bicara, Dianti bersujud tiga kali menghadap paviliun Ainun. Sujud dan air matanya benar-benar membuat orang iba melihatnya.Andini rasa, Dianti mungkin berpikir tindakannya ini sangat berbakti, tulus, dan menyentuh. Nya
Kejadian ini kebetulan terlihat oleh Dianti yang terus-menerus menoleh ke belakang. Dianti seketika terbelalak. Dia tidak mengerti kenapa Rangga dan Andini tiba-tiba berpelukan.Suara Nayshila seketika terngiang di benak Dianti. Nayshila mengatakan bahwa Andini sengaja menggoda Rangga.Jadi, Andini menyuruh Dianti berlutut di aula leluhur untuk menjauhkannya, lalu bisa menggoda Rangga dengan mudah?Hati Dianti sangat kalut. Dia ingin menghampiri dua orang itu dan bertanya kepada mereka. Namun, dia juga sangat takut. Ucapan Rangga di Jalan Semira terngiang di telinganya.Dianti kurang lebih tahu apa yang dipikirkan Rangga. Dia takut jika dirinya bertanya langsung, dia akan terlihat seperti istri pertama yang tidak dicintai. Dia juga takut Rangga akan berpihak pada Andini dan akan melindungi Andini seperti melindunginya barusan.Jika benar-benar seperti itu, bukankah posisi Dianti dan Andini akan berubah drastis di hati Rangga? Tidak, dia tidak ingin itu terjadi!Dianti mengizinkan Rangg
Tatapan Rangga tertuju pada Laras dan akhirnya teralihkan dari Andini."Memangnya kamu siapa?" tanya Rangga dengan dingin. Saking dinginnya, Laras sampai mundur dan tidak berani berbicara lagi. Laras takut jika dia melontarkan sepatah kata lagi, lidahnya akan dipotong oleh Rangga.Laras hanya bersyukur karena ini adalah Kediaman Adipati. Semarah apa pun, Rangga seharusnya tidak akan menyakiti Andini.Rangga kembali menatap Andini. Di dalam benaknya, wajah gembira saat melihatnya dulu dan wajah ketakutan sekarang perlahan-lahan menyatu. Perasaan aneh tiba-tiba muncul di hati Rangga. Rasanya makin kuat.Rangga mengernyit dan bertanya dengan suara rendah, "Kamu yang kemari atau aku yang ke sana?"Rangga ingin memakai ancaman untuk mendapatkan kembali kendali atas Andini. Tidak disangka, Andini hanya berdiri diam di tempat.Andini tidak mengerti apa maksud Rangga menanyakan hal ini. Namun, dia sudah tahu jawabannya."Jenderal Rangga, kamu nggak perlu kemari. Aku juga nggak akan ke sana. Ja
Andini akhirnya bertemu dengan Ainun. Ketika Andini datang, kebetulan Ainun baru minum obat. Dia sedang duduk bersandar di tempat tidur dengan lemas. Begitu mendengar Farida mengatakan bahwa Andini datang, Ainun seolah-olah mendapatkan kekuatan dan segera duduk dengan tegak."Nenek," panggil Andini sambil segera masuk.Sebelum datang, Andini sudah meminta diri sendiri tidak boleh menangis saat bertemu dengan Ainun. Dia tidak mau membuat Ainun sedih. Namun, ketika melihat Ainun sangat kurus dan lemah, air mata Andini malah menetes.Padahal waktunya belum lama! Ainun terlihat sangat berbeda dibandingkan saat Andini pertama kali kembali ke Kediaman Adipati. Ainun bukan hanya tampak pucat, tetapi tubuhnya juga memancarkan aura seperti akan meninggal.Setelah melihat Ainun sekilas, Andini merasa hatinya sangat hancur. Ainun malah tersenyum. Dia menyeka air mata Andini seraya berkata, "Cucuku yang baik, kamu sudah menderita ...."Ainun tidak tahu masalah Kirana memukul kepala Andini. Saat in
Baskoro mengajak Andini bertemu lagi. Meskipun pertemuan terakhir mereka bukan kesalahan Baskoro, tetapi hal itu tetap meninggalkan kesan kelam bagi Andini. Jadi, Andini benar-benar tidak ingin menghadiri pertemuan itu.Namun, ketika memikirkan dirinya belum bertemu dengan Baskoro sejak saat itu, wajar jika Baskoro mengkhawatirkannya dengan status sebagai calon suami. Jika tidak pergi, rasanya Andini tidak berperasaan.Ketika Andini sedang dilema, Laras berujar, "Nona, sebentar lagi musim semi. Nggak baik juga Nona terus tinggal di dalam Paviliun Ayana. Gimana kalau Nona keluar jalan-jalan untuk menyegarkan pikiran?"Benar. Berada di dalam Paviliun Ayana sepanjang hari memang tenang, tetapi rasanya juga tertekan. Jadi, Andini mengangguk setuju.Baskoro mengajak Andini bertemu di Danau Mardani yang berada di sebelah timur kota. Cuaca hari ini bagus, tidak ada angin. Cahaya matahari yang menyinari tubuh memberikan sedikit kehangatan.Ketika melihat permukaan danau yang berkilauan dan bin
Sebenarnya Andini mengerti maksud Baskoro. Pernikahan mereka berdua ada hubungannya dengan Keluarga Adipati.Abimana adalah pewaris masa depan Keluarga Adipati. Jika Andini bertengkar hebat dengannya, itu juga bukan hal baik bagi Baskoro.Hanya saja, Andini benar-benar tidak bisa menunjukkan ekspresi yang baik saat melihat mereka. Jadi, dia hanya bisa berbalik dan kembali memandang permukaan danau.Sebenarnya, selain Abimana, Dianti, Rangga, dan Nayshila, masih ada beberapa putra dan putri keluarga terkemuka lainnya. Salah satunya Santika yang memiliki hubungan baik dengan Nayshila. Hari ini, mereka datang karena menghargai Baskoro.Jika dikatakan dengan indah, ini seperti tamasya musim semi. Namun sebenarnya, Baskoro hanya ingin memanfaatkan orang-orang ini untuk meredakan ketegangan hubungan Andini dan Abimana. Akan tetapi, Baskoro jelas-jelas sudah melukai Abimana demi Andini.Ketika memandang permukaan danau yang berkilauan, hati Andini terasa tak karuan.Para putra dan putri kelua
Melihat Andini masih tidak menghiraukannya, Nayshila makin marah. Rasanya seperti meninju setumpuk kapas dengan seluruh kekuatannya. Perasaan tidak berdaya seperti itu membuat amarahnya makin melonjak.Nayshila langsung bertanya dengan lantang, "Andini, aku mau tanya padamu. Sebenarnya apa niatmu pada kakakku? Jelas-jelas kamu sudah dijodohkan dengan Pangeran Baskoro. Kamu juga tahu kakakku akan menikahi Dianti. Kenapa kamu malah terus-menerus peluk kakakku?"Begitu pertanyaan ini dilontarkan, hampir semua orang tercengang. Orang-orang yang menunggu untuk menyaksikan kejadian heboh dari kejauhan juga tampak terkejut.Andini tiba-tiba menoleh ke arah Nayshila. Tatapannya menunjukkan peringatan tajam.Namun, Nayshila malah tetap bersikap angkuh. Dia menaikkan dagunya sambil meneruskan, "Andini, kamu nggak perlu terkejut. Semua ini disaksikan sendiri oleh Dian. Hari itu, kamu sengaja menjauhkan Dian. Begitu dia pergi, kamu malah peluk kakakku. Saat di Jalan Semira, kamu juga ....""Aduh.
Andini tahu Kirana datang untuk menghiburnya. Hanya saja, Andini malah menganggap ucapan Kirana tidak enak didengar. Semua ini takdir? Apa Kirana merasa Byakta pantas mati?Andini mengernyit, tetapi dia tidak mampu berdebat dengan mereka lagi. Andini menarik napas dalam-dalam, lalu berkata, "Aku sudah putus hubungan dengan Keluarga Adipati. Apa pun yang terjadi padaku nggak ada hubungannya dengan kalian. Aku harap ke depannya kalian jangan datang lagi."Selesai bicara, Andini langsung berjalan masuk ke kediaman. Abimana marah-marah, "Andini! Jangan nggak tahu diri! Biasanya Ibu jarang keluar, dia datang karena mengkhawatirkanmu!"Langkah Andini terhenti. Dia mengepalkan tangannya dengan erat, lalu bertanya, "Bagaimana dengan kamu?"Mendengar ucapan Andini, Abimana terdiam. Dia tidak memahami maksud Andini.Andini tiba-tiba berbalik dan lanjut bertanya seraya menatap Abimana, "Kenapa kamu datang kemari? Kamu memperhatikanku atau merasa bersalah?"Sebenarnya Andini tidak memahami satu ha
Yudha hanya ingin membawa Byakta pulang bersama keluarganya tanpa Rangga dan Andini. Mulai saat ini, para bangsawan dari ibu kota tidak berhubungan dengan Keluarga Muhadir lagi.Rangga mengangguk. Dia bisa memahami pemikiran Yudha. Tentu saja, Rangga tidak memaksakan kehendaknya.Andini juga mengerti. Dia menarik napas dalam-dalam, lalu menghampiri Ajeng dan melepaskan gelang gioknya. Andini berucap, "Aku nggak pantas terima gelang ini ...."Sebelum Andini menyelesaikan ucapannya, Ajeng menahan tangan Andini. Ajeng tampak kelelahan, tetapi dia tetap tersenyum kepada Andini dan menimpali, "Gelang ini sudah menjadi milikmu. Kalau kamu kembalikan padaku, Byakta pasti sedih."Andini memandang Ajeng dengan ekspresi kaget. Jika Ajeng masih meminta Andini menyimpan gelang ini, berarti Keluarga Muhadir masih mengakui Andini.Andini tidak menyangka sekarang Keluarga Muhadir masih menerimanya. Dia merasa sangat sedih. Andini memeluk Ajeng dengan erat. Dia merasa bersyukur dan juga bersalah.Ajen
Andini yang menyebabkan Yudha dan Ajeng kehilangan putranya. Dia juga menyebabkan Gayatri kehilangan kakaknya. Semua ini salah Andini.Tangisan Gayatri makin menjadi-jadi. Dia berujar, "Tapi, Kak Byakta pasti marah kalau lihat aku salahkan kamu ...."Ucapan Gayatri membuat hati Andini terasa sakit. Andini kewalahan melihat Gayatri yang menangis histeris.Gayatri tetap berusaha berbicara, "Sebelum pergi, kakakku bilang padaku dia nggak pernah begitu menyayangi seorang wanita selama hidupnya. Dia cuma ingin kamu aman dan bahagia. Biarpun harus mengorbankan nyawanya, dia juga rela."Gayatri menambahkan, "Andini, kakakku benar-benar mengorbankan nyawanya. Jadi, kamu harus aman dan bahagia! Kalau nggak, aku nggak akan ampuni kamu!"Ini adalah keinginan terakhir Byakta. Gayatri tidak bisa bicara lagi. Dia terus menangis. Gayatri tidak mengerti kenapa di dunia ini ada orang yang begitu bodoh hingga rela mengorbankan nyawanya demi keselamatan dan kebahagiaan orang lain.Namun, Gayatri tidak be
Andini tertegun. Semalam dia mendengar bandit mengatakan jika bukan karena Rangga mengutus orang untuk mengikuti Andini, mereka juga tidak akan menyangka orang yang berada di dalam peti mati adalah Byakta. Pembunuhan semalam juga tidak akan terjadi.Mungkin sekarang Andini sudah keluar dari Yolasa. Seharusnya Andini tidak menyalahkan Rangga. Bagaimanapun, Rangga hanya berniat melindungi Andini. Dia tidak menyangka semalam bandit akan muncul.Lagi pula, masalah kali ini terjadi karena bandit terlalu brutal. Mereka membantai penduduk desa, bahkan mereka tidak melepaskan bayi.Jika bukan karena masalah itu, Kaisar tidak akan buru-buru mengutus prajurit. Semua ini juga tidak akan terjadi.Namun, nasi sudah menjadi bubur. Byakta dan para prajurit telah mati. Andini tidak bisa mengatakan dirinya tidak menyalahkan Rangga.Andini diam-diam menyalahkan semua orang yang berkaitan dengan masalah ini. Akan tetapi, dia tetap menyalahkan dirinya sendiri. Jadi, Andini hanya terdiam dan menunduk.Andi
Suara langkah kaki makin mendekat. Andini langsung mundur, lalu berteriak, "Jangan mendekat!"Namun, Rangga tidak menghentikan langkahnya. Andini yang panik segera mengayunkan pedangnya. Rangga tidak menyangka Andini berniat menyakitinya. Dia buru-buru mundur.Pedang Andini menggores lengan baju Rangga. Andini merasakan serangannya kurang tepat, jadi dia mengayunkan pedangnya lagi.Siapa sangka, Rangga menggenggam pergelangan tangan Andini. Sebelum Andini sempat merespons, Rangga menarik Andini ke dalam pelukannya sambil menghibur, "Jangan takut, ini aku."Andini yang hendak memberontak langsung menghentikan gerakannya begitu mendengar suara Rangga. Tubuh Andini menegang. Dia bertanya, "Rangga?"Rangga menyahut, "Iya, ini aku. Sekarang kamu sudah aman."Andini hanya merasa tenang sesaat. Dia segera menyeka darah di wajahnya dengan baju Rangga, lalu mendorongnya dan bergegas berjalan ke luar hutan.Andini kaget saat melihat penutup peti terbuka. Dia buru-buru naik ke kereta kuda. Andini
Rangga hanya menghabiskan waktu sehari untuk membereskan masalah di Kabupaten Horta. Bandit yang ditangkap Rangga tidak bisa bertahan lama. Bandit langsung mengakui semuanya.Rangga juga mengancam Akbar sehingga Akbar yang ketakutan setengah mati tidak berani menutupi kebenarannya lagi. Masalah ini memang sangat rumit.Rangga menyuruh Cahya untuk menyelidiki masalah ini dengan teliti. Cahya sudah kehilangan lengan kirinya. Ke depannya dia tidak bisa berperang lagi. Jika Cahya bisa menyelesaikan masalah ini, dia bisa mendapatkan jabatan di pemerintahan.Biarpun hanya menjadi bupati di Kabupaten Horta, itu lebih baik daripada pulang dengan tubuh cacat dan menjadi petani.Rangga buru-buru pergi dengan menunggangi kudanya tanpa minum sedikit pun. Dia sangat panik. Sosok Andini yang pergi menjauh terus terlintas di benak Rangga. Jadi, Rangga tidak bisa menunggu lagi.Rangga terus mengejar Andini tanpa beristirahat. Begitu sampai, dia baru tahu semua orang yang diutusnya untuk melindungi And
Tenaga bandit sangat kuat. Andini merasa tangannya hampir patah. Dia berusaha menahan rasa sakit dan mencoba menggerakkan tangannya.Pedang di perut bandit juga mulai bergerak. Bandit berteriak kesakitan. Genggamannya di tangan Andini makin erat.Andini yang merasa kesakitan berteriak. Namun, teriakan Andini bukan hanya karena rasa sakit. Akhirnya, Andini berhasil memutar pedang itu.Sepertinya usus bandit itu putus, dia memuntahkan darah. Bandit itu tumbang. Andini tetap menggenggam pedang dengan erat.Wajah Andini ternodai darah sehingga dia kesulitan untuk membuka matanya. Kemudian, terdengar suara langkah kaki dan suara bandit lain lagi. "Madun! Harjo!"Andini sangat panik, tetapi dia masih bisa berpikir rasional. Andini tidak boleh terus berada di sini. Hanya saja, Andini sudah kehabisan tenaga dan tangannya terasa sakit. Bahkan, dia tidak mampu menyeka darah di wajahnya.Alhasil, Andini ditendang oleh bandit hingga terjatuh ke tanah. Bandit hendak menusuk Andini setelah melihat k
Andini terkejut saat melihat bandit yang wajahnya ternodai darah prajurit. Andini langsung mundur. Siapa sangka, dia tersandung ranting pohon dan terjatuh ke tanah.Bandit tertawa melihat kondisi Andini. Di dalam kegelapan malam, bau amis darah membuat Andini pusing.Andini yang tampak ketakutan bertanya sembari terisak, "Apa ... kamu nggak akan bunuh aku ... kalau aku ikut kamu?"Bandit makin bangga ketika melihat Andini sangat ketakutan. Dia menyahut, "Tentu saja. Yang penting kamu bersikap patuh."Andini mengangguk dan menimpali, "Aku sangat patuh. Tapi ... sepertinya aku terkilir."Bandit melihat pergelangan kaki Andini. Dia tidak curiga karena tadi Andini memang tersandung. Bandit mengamati Andini lagi. Melihat ekspresi Andini yang ketakutan, bandit menganggap Andini hanya wanita yang lemah. Andini sama sekali tidak membawa senjata, mana mungkin dia bisa membuat masalah?Bandit menghampiri Andini sambil mengangkat alis. Dia hendak memapah Andini. Sementara itu, Andini mengulurkan
Karena terkejut, prajurit itu mundur beberapa langkah ke belakang.Prajurit lain melangkah maju. Saat melihat apa yang terjadi, dia mengerutkan alisnya dan berkata, "Sekarang sudah masuk musim semi. Ular, serangga, dan binatang kecil lain mulai keluar mencari makan. Ini bukan masalah besar."Mendengar itu, yang lainnya pun mengangguk, lalu menyarungkan pedang mereka kembali.Andini juga menghela napas lega. Pandangannya tertuju pada kepala ular yang terpenggal di tepi jalan.Di bawah cahaya bulan, kepala ular yang kecil itu masih bergerak, seolah-olah berusaha bertahan. Entah kenapa, Andini merasa ini adalah pertanda buruk. Kegelisahan mulai merayap ke hatinya.Semoga saja semuanya akan berjalan lancar di perjalanan ini.Para prajurit sudah terbiasa dengan perjalanan panjang. Mereka hanya tidur 4 jam setiap malam, tetapi tetap memperhatikan Andini selama perjalanan.Namun, kegelisahan yang muncul malam itu terus membekas di hati Andini. Dia sama sekali tidak bisa tenang.Seakan-akan me