Suara langkah kaki makin mendekat. Andini langsung mundur, lalu berteriak, "Jangan mendekat!"Namun, Rangga tidak menghentikan langkahnya. Andini yang panik segera mengayunkan pedangnya. Rangga tidak menyangka Andini berniat menyakitinya. Dia buru-buru mundur.Pedang Andini menggores lengan baju Rangga. Andini merasakan serangannya kurang tepat, jadi dia mengayunkan pedangnya lagi.Siapa sangka, Rangga menggenggam pergelangan tangan Andini. Sebelum Andini sempat merespons, Rangga menarik Andini ke dalam pelukannya sambil menghibur, "Jangan takut, ini aku."Andini yang hendak memberontak langsung menghentikan gerakannya begitu mendengar suara Rangga. Tubuh Andini menegang. Dia bertanya, "Rangga?"Rangga menyahut, "Iya, ini aku. Sekarang kamu sudah aman."Andini hanya merasa tenang sesaat. Dia segera menyeka darah di wajahnya dengan baju Rangga, lalu mendorongnya dan bergegas berjalan ke luar hutan.Andini kaget saat melihat penutup peti terbuka. Dia buru-buru naik ke kereta kuda. Andini
Andini tertegun. Semalam dia mendengar bandit mengatakan jika bukan karena Rangga mengutus orang untuk mengikuti Andini, mereka juga tidak akan menyangka orang yang berada di dalam peti mati adalah Byakta. Pembunuhan semalam juga tidak akan terjadi.Mungkin sekarang Andini sudah keluar dari Yolasa. Seharusnya Andini tidak menyalahkan Rangga. Bagaimanapun, Rangga hanya berniat melindungi Andini. Dia tidak menyangka semalam bandit akan muncul.Lagi pula, masalah kali ini terjadi karena bandit terlalu brutal. Mereka membantai penduduk desa, bahkan mereka tidak melepaskan bayi.Jika bukan karena masalah itu, Kaisar tidak akan buru-buru mengutus prajurit. Semua ini juga tidak akan terjadi.Namun, nasi sudah menjadi bubur. Byakta dan para prajurit telah mati. Andini tidak bisa mengatakan dirinya tidak menyalahkan Rangga.Andini diam-diam menyalahkan semua orang yang berkaitan dengan masalah ini. Akan tetapi, dia tetap menyalahkan dirinya sendiri. Jadi, Andini hanya terdiam dan menunduk.Andi
Andini yang menyebabkan Yudha dan Ajeng kehilangan putranya. Dia juga menyebabkan Gayatri kehilangan kakaknya. Semua ini salah Andini.Tangisan Gayatri makin menjadi-jadi. Dia berujar, "Tapi, Kak Byakta pasti marah kalau lihat aku salahkan kamu ...."Ucapan Gayatri membuat hati Andini terasa sakit. Andini kewalahan melihat Gayatri yang menangis histeris.Gayatri tetap berusaha berbicara, "Sebelum pergi, kakakku bilang padaku dia nggak pernah begitu menyayangi seorang wanita selama hidupnya. Dia cuma ingin kamu aman dan bahagia. Biarpun harus mengorbankan nyawanya, dia juga rela."Gayatri menambahkan, "Andini, kakakku benar-benar mengorbankan nyawanya. Jadi, kamu harus aman dan bahagia! Kalau nggak, aku nggak akan ampuni kamu!"Ini adalah keinginan terakhir Byakta. Gayatri tidak bisa bicara lagi. Dia terus menangis. Gayatri tidak mengerti kenapa di dunia ini ada orang yang begitu bodoh hingga rela mengorbankan nyawanya demi keselamatan dan kebahagiaan orang lain.Namun, Gayatri tidak be
Yudha hanya ingin membawa Byakta pulang bersama keluarganya tanpa Rangga dan Andini. Mulai saat ini, para bangsawan dari ibu kota tidak berhubungan dengan Keluarga Muhadir lagi.Rangga mengangguk. Dia bisa memahami pemikiran Yudha. Tentu saja, Rangga tidak memaksakan kehendaknya.Andini juga mengerti. Dia menarik napas dalam-dalam, lalu menghampiri Ajeng dan melepaskan gelang gioknya. Andini berucap, "Aku nggak pantas terima gelang ini ...."Sebelum Andini menyelesaikan ucapannya, Ajeng menahan tangan Andini. Ajeng tampak kelelahan, tetapi dia tetap tersenyum kepada Andini dan menimpali, "Gelang ini sudah menjadi milikmu. Kalau kamu kembalikan padaku, Byakta pasti sedih."Andini memandang Ajeng dengan ekspresi kaget. Jika Ajeng masih meminta Andini menyimpan gelang ini, berarti Keluarga Muhadir masih mengakui Andini.Andini tidak menyangka sekarang Keluarga Muhadir masih menerimanya. Dia merasa sangat sedih. Andini memeluk Ajeng dengan erat. Dia merasa bersyukur dan juga bersalah.Ajen
Andini tahu Kirana datang untuk menghiburnya. Hanya saja, Andini malah menganggap ucapan Kirana tidak enak didengar. Semua ini takdir? Apa Kirana merasa Byakta pantas mati?Andini mengernyit, tetapi dia tidak mampu berdebat dengan mereka lagi. Andini menarik napas dalam-dalam, lalu berkata, "Aku sudah putus hubungan dengan Keluarga Adipati. Apa pun yang terjadi padaku nggak ada hubungannya dengan kalian. Aku harap ke depannya kalian jangan datang lagi."Selesai bicara, Andini langsung berjalan masuk ke kediaman. Abimana marah-marah, "Andini! Jangan nggak tahu diri! Biasanya Ibu jarang keluar, dia datang karena mengkhawatirkanmu!"Langkah Andini terhenti. Dia mengepalkan tangannya dengan erat, lalu bertanya, "Bagaimana dengan kamu?"Mendengar ucapan Andini, Abimana terdiam. Dia tidak memahami maksud Andini.Andini tiba-tiba berbalik dan lanjut bertanya seraya menatap Abimana, "Kenapa kamu datang kemari? Kamu memperhatikanku atau merasa bersalah?"Sebenarnya Andini tidak memahami satu ha
Setelah kembali ke kamar, kemarahan dan kesedihan Andini masih belum menghilang. Dia merasa dirinya pasti berutang nyawa pada Abimana di kehidupan sebelumnya.Kalau tidak, kenapa Abimana selalu menghancurkan harapan Andini setiap Andini merasakan perubahan dalam hidupnya? Sebelumnya Baskoro tertimpa masalah, sekarang giliran Byakta.Hanya saja, jika Andini benar-benar berutang pada Abimana di kehidupan sebelumnya, seharusnya Andini yang membayarnya sendiri. Kenapa harus melibatkan Byakta?Air mata Andini mengalir. Laras merasa kasihan pada Andini, tetapi dia tiba-tiba teringat sesuatu. Laras menunjuk barang di meja dan bertanya, "Nona, coba lihat apa itu?"Andini melihat ke arah yang ditunjuk Laras dan menemukan sepucuk surat. Namun, surat itu ditujukan pada Kalingga, bukan Andini.Andini merasa kecewa. Dia berucap, "Kenapa cuma ada satu surat? Jelas-jelas Gayatri bilang Byakta meninggalkan sesuatu untukku."Apa Byakta hanya meninggalkan surat untuk Kalingga? Tangisan Andini makin menj
Namun, lengan itu mengeluarkan bau tidak sedap karena disimpan terlalu lama. Tidak seperti jasad Byakta, mereka memasukkan kapur ke dalam peti matinya.Kaisar yang merasa terganggu menutup hidungnya. Dia bertanya, "Apa yang ingin kamu tunjukkan padaku?"Rangga menjawab, "Apa Kaisar nggak merasa tato di lengan ini sangat familier?"Mendengar jawaban Rangga, Kaisar melihat lengan itu lagi. Ternyata ada tato kepala harimau di lengan tersebut.Rangga menjelaskan, "Dulu, salah satu bandit yang membunuh Pangeran Baskoro juga punya tato ini. Awalnya saya nggak menganggapnya serius, tapi saya menemukan beberapa bandit Yolasa yang menguasai ilmu bela diri mempunyai tato kepala harimau ini."Kaisar menghampiri lengan itu, lalu berjongkok dan memeriksanya. Dia mendengar Rangga bertanya dengan dingin, "Apa Kaisar nggak kepikiran dengan Pasukan Harimau?"Begitu mendengar "Pasukan Harimau", Kaisar langsung terduduk di lantai saking kagetnya. Kasim buru-buru memapah Kaisar, tetapi Kaisar menolak.Kai
Tujuh hari kemudian. Andini sedang duduk di dalam kamar. Saat Laras masuk, dia melihat Andini memandangi halaman sambil melamun.Selama 7 hari, Andini tidak melakukan apa pun setelah bangun. Dia hanya melamun. Wajahnya sangat pucat.Laras tahu kematian Ainun dan Byakta membuat Andini makin terpuruk. Sekarang hanya Laras yang bisa menyelamatkan Andini.Laras segera menarik Andini keluar dan berujar, "Nona, ikut hamba ke suatu tempat."Tenaga Laras sangat kuat. Andini terpaksa mengikuti Laras. Untung saja, mereka tidak pergi terlalu jauh. Laras membawa Andini ke taman bunga.Sekarang sudah bulan Mei. Di bawah cahaya matahari, bunga-bunga yang bermekaran tampak indah. Namun, keindahan bunga tidak membuat hati Andini tergerak.Andini hanya mengernyit. Dia tidak ingin mengecewakan Laras, tetapi dia hanya ingin duduk di dalam kamar.Tiba-tiba, Laras berlari ke suatu tempat dan berseru pada Andini, "Nona, lihat apa ini?"Laras menunjuk pohon di sampingnya. Pohon itu tak berdaun. Dibandingkan
Surya benar-benar dibuat bingung oleh Andini. "Andini? Bukannya kamu adik Byakta?"Andini sempat terkejut, tapi segera sadar, ternyata selama ini Surya mengira dirinya adalah Gayatri. Dia pun tersenyum tipis dan berkata, "Aku tunangan Byakta."Di bawah cahaya remang malam, mata Surya yang tajam tampak memantulkan seberkas keterkejutan. Dia segera melangkah maju dan membantu Andini bangkit berdiri, lalu bertanya, "Jadi, Byakta tewas di tangan para perampok itu?"Andini mengangguk perlahan dan dia mendengar kemarahan yang tersirat dalam nada bicara Surya.Para perampok sialan itu .... Mereka telah membunuh sahabatnya dan mencemarkan nama baiknya serta Pasukan Harimau!Seolah teringat sesuatu, Surya kembali bertanya, "Kalau begitu, apa hubunganmu dengan Kalingga?"Andini terdiam sejenak, lalu teringat bahwa dia memang pernah memperlihatkan kemampuan bela diri di hadapan Surya. Dia pun menghela napas dan menjawab, "Kalingga ... dulunya adalah suamiku."Begitu kalimat itu meluncur dari bibi
"Aku nggak berniat membunuhmu." Suara Andini bergetar, entah karena sakit atau karena hati yang hancur. Air matanya pun berderai, "Aku cuma ingin membalaskan dendam tunanganku!"Kening Surya mengernyit tajam. "Tunanganmu?"Dalam sekejap, berbagai wajah melintas dalam ingatannya. Namun, saking banyaknya orang yang pernah dia bunuh, Surya benar-benar tidak bisa mengingat siapa tunangan Andini yang dimaksudnya.Andini tahu, malam ini dia tidak akan bisa membalas dendam. Akan tetapi, itu tidak membuatnya gentar."Aku tahu kamu penyelamat hidupku, tapi kamu juga punya hubungan dengan perampok dari Yolasa! Mereka membunuh orang tanpa ampun, menjarah, membantai desa, dan melakukan semua kejahatan! Kamu menyebut mereka saudaramu, itu cukup membuktikan bahwa kamu pun bukan orang baik!"Barulah saat itu Surya paham, Andini telah mengira dirinya sebagai perampok. Dia pun melepaskan cengkeramannya dan mundur dua langkah.Andini ikut bangkit dan duduk. Kedua matanya memerah, air mata terus menetes
Melihat kejadian itu, Endah segera berseru, "Aduh, tunggu sebentar! Biar kuambilkan kain untuk bersihkan bajumu!" Usai bicara, dia langsung keluar rumah.Anom yang tampaknya juga tidak nyaman berada di dekat Surya, ikut keluar bersama ibunya.Surya melirik ke arah Darya dan berkata singkat, "Di lemari ada baju. Ganti saja."Ruangan milik Surya ini merangkap sebagai kamar tidur dan ruang tengah. Lemari bajunya juga berada tidak jauh dari meja makan.Seakan paham maksud tersirat dari Surya, Darya langsung berjalan ke lemari. Dia mengambil sebuah baju kerja dan tanpa ragu menggantinya langsung di hadapan Andini.Tepat di dadanya, tato kepala harimau terlihat jelas.Andini yang awalnya gelisah dan penuh curiga, seolah mendapatkan kepastian. Hatinya yang tadi dilanda kekacauan mulai terasa tenang perlahan. Dia kembali duduk dan mulai makan dengan lahap. Saat Endah masuk kembali ke rumah, wajah Andini sudah kembali normal seolah tak terjadi apa-apa.Darya menerima handuk dan mengelap tubuhny
Surya ikut menoleh saat mendengar suara Endah. Dia juga merasa wajah Andini tampak tidak beres dan tanpa sadar berkata, "Aku akan pinjam gerobak sapi, nanti sore kita ke kota cari tabib, ya."Namun, Andini tak menjawab. Sebaliknya, tubuhnya justru mulai gemetar pelan.Wajah Byakta yang penuh darah terus bertautan di pikirannya dengan bayangan Surya yang menyelamatkannya malam itu. Hal itu membuatnya kini benar-benar kehilangan arah. Dia bahkan tidak sanggup mengeluarkan sepatah kata pun.Namun, tepat pada saat itu, dari luar pagar bambu terdengar suara seseorang memanggil, "Kakak!"Suaranya terdengar asing dan Andini pun tak mengenali pria itu. Dia tidak yakin apakah orang ini adalah salah satu yang pernah duduk minum bersama Surya di halaman tempo hari. Lagi pula, waktu itu memang banyak yang datang dan dia tidak sempat menghafal wajah-wajah mereka.Akan tetapi, jika pria itu memanggil Surya dengan sebutan "Kakak", maka jelas dia adalah bagian dari kelompoknya. Surya pun berjalan mend
Penjahat yang satu lagi adalah seorang duda tua di desa, bernama Dierja. Dia adalah orang yang dulu mengajari Anom berjudi.Lucunya, saat warga desa datang menghadapinya, Dierja masih berani menunjukkan kakinya yang terjepit perangkap hewan dan mengaku kalau itu akibat kecelakaan saat pergi mencari Ihatra dan ayahnya di hutan.Niatnya sebenarnya adalah untuk memeras keluarga Diah. Kalau gagal, setidaknya dia bisa mengemis sedikit uang dari kepala desa. Namun tak disangkanya, para warga langsung mengikatnya dan menyeretnya ke hadapan Surya.Mengenai kelanjutannya, Andini sendiri tidak tahu. Dia hanya tahu, keesokan paginya saat bangun tidur, Dierja sudah diseret dan dikirim ke kantor pemerintahan. Sementara itu, Anom sudah dibawa Surya ke ladang sejak pagi.Dulu, Endah selalu memanjakan anaknya dan tidak pernah membiarkan Anom menyentuh pekerjaan ladang. Namun hari ini, di bawah pengawasan langsung dari Surya, Anom dipaksa bekerja keras di bawah terik matahari selama empat jam penuh seb
"Dasar nggak peka," ujar Endah tiba-tiba.Surya mengerutkan alis. "Apa maksudnya?"Barulah Endah menurunkan suaranya dan berkata, "Kaki kiri gadis itu terluka, kenapa kamu nggak langsung gendong saja?"Surya tidak merasa dirinya salah. Dia hanya menjawab dengan tenang, "Dia bilang bisa jalan, cukup minta aku bantu topang sedikit.""Itulah kenapa aku bilang kamu ini nggak peka!" Endah menggeleng tak berdaya, lalu menghela napas, "Dasar si Anom ... sampai melakukan hal seperti ini. Arjuna, tolong bantu aku kasih dia pelajaran, ya."Tatapan Arjuna seketika berubah dingin. "Takutnya Bibi nggak tega.""Nggak ada yang perlu ditakuti," Endah menghela napas panjang. "Kamu benar. Lebih baik aku lihat dia dihukum sekarang, daripada nanti harus memungut kepalanya di lapangan eksekusi.""Mm." Arjuna mengangguk ringan, menandakan bahwa dia menerima permintaan untuk mendidik Anom.Tak lama kemudian, rombongan mereka pun kembali ke halaman rumah berpagar bambu.Mereka melihat Anom sudah berlutut di t
Andini benar-benar tidak punya tenaga untuk membuka jebakan hewan itu. Namun, setelah dia mengutak-atik sebentar, dia menyadari bahwa jebakan itu diikat dengan rantai besi tipis dan ujung rantainya terimpit di bawah sebuah batu besar.Dengan sisa tenaga yang dia punya, Andini berjuang keras menarik rantai itu keluar dari bawah batu dan akhirnya berhasil membawa jebakan yang masih menjepit kakinya. Dia pun terpincang-pincang keluar dari hutan.Meskipun tidak tahu persis arah jalan pulang, dia masih ingat dari mana dia datang tadi. Namun, sebelum berjalan jauh, dia justru melihat sosok seseorang berlari ke arahnya dari kejauhan.Sesaat, Andini merasa bimbang. Dia hampir mengira itu adalah Byakta. Dia terlalu merindukan Byakta.Namun, dia segera tersadar bahwa sosok yang dulu selalu menemani di saat terpuruk dan tak berdaya, tidak akan pernah kembali.Jadi, Andini langsung mengenali sosok yang datang itu, menepis perasaan duka dalam hatinya, memaksakan senyuman, dan berseru pelan, "Kak Ar
Anom bersikeras. "Ma ... mana aku tahu dia ke mana!"Surya menatapnya dengan sorot mata yang semakin suram. "Bi Endah hanya tanya soal sup ayam, nggak pernah bilang hilangnya gadis itu ada hubungannya denganmu. Tapi, kamu langsung panik sendiri. Itu namanya mengaku sebelum ditanya."Mendengar itu, Anom semakin gelisah. "Aku nggak salah! Jangan fitnah aku! Aku nggak punya dendam sama dia, kenapa harus mencelakainya?"Justru karena sikapnya yang begitu, semakin terlihat bahwa dia memang merahasiakan sesuatu.Endah juga marah. Dia langsung mengambil sapu dari balik pintu dan menghajarnya tanpa ampun, "Dasar anak setan! Kau bawa gadis itu ke mana, cepat bilang!"Anom menjerit-jerit, berlari ke sana sini untuk menghindari amukan Endah. Namun, dia tetap saja bersikeras. "Aku nggak tahu! Aku benar-benar nggak tahu!"Tanpa sadar, dia berlari ke arah Surya yang langsung menangkapnya dan menekan tengkuknya ke tanah. Seketika, Anom tak bisa bergerak.Suara Surya rendah dan dingin, mengandung kema
Dalam keadaan linglung, Andini teringat saat dulu dirinya ditangkap oleh Panji dan dibawa masuk ke gua.Waktu itu, dia juga berlari sekuat tenaga ke dalam hutan, hingga akhirnya tidak tahu sudah berapa lama dia terjebak di sana. Pada akhirnya, Rangga yang menggendongnya keluar dari hutan itu.Andini tak ingin mengulang nasib yang sama. Jadi, sambil terus berlari, dia juga memperhatikan keadaan di belakangnya. Melihat Anom masih belum menyerah mengejar, dia mulai panik.Malam kian larut. Hanya dalam waktu singkat setelah menerobos masuk ke hutan, Andini sudah tidak bisa melihat apa-apa saking gelapnya. Hal yang paling dia khawatirkan akhirnya terjadi.Krek! Suara tajam menggema. Kakinya terjepit jebakan hewan!"Anom! Jangan ke sini lagi!" teriak Andini panik. "Di sini banyak jebakan! Aku juga kena!"Mendengar itu, suara langkah kaki Anom pun terhenti. Mungkin karena teringat pada temannya yang juga cedera, Anom akhirnya memutuskan untuk tidak lanjut mengejar, lalu berbalik dan pergi.Di