Ucapan Dianti bukan hanya membuat Andini terkejut, tetapi juga membuat Kirana ketakutan. Kirana sangat khawatir jika Andini mengiakan, Dianti akan benar-benar dikirim ke barat kota.Makanya, sebelum Andini sempat berbicara, Kirana berkata dengan panik, "Andin, jangan dengarkan omong kosong adikmu. Dia cuma khawatir pada Ratih."Melihat Kirana begitu terburu-buru melindungi Dianti, ini sangat kontras dengan sikapnya hari ini yang membawa Andini menemui Baskoro. Sungguh konyol.Hati Andini mencelos, tetapi sudut bibirnya tetap menyunggingkan senyuman tipis. "Aku tahu. Ratih sedang memulihkan diri di paviliunku, jadi kalian nggak perlu khawatir."Begitu ucapan itu dilontarkan, Dianti menjadi semakin cemas. "Memulihkan diri? Memulihkan diri gimana? Ratih baik-baik saja, kenapa dia harus memulihkan diri? Kak, apa kamu yang melukainya?" Ucapan itu diiringi dengan tangisannya yang deras.Andini merasa sangat jengkel sehingga berucap, "Kalau kamu khawatir, ikut saja denganku. Kamu bisa melihat
Begitu mendengarnya, Dianti langsung berlutut di hadapan Kirana. "Tolong jangan, Ibu! Jangan usir Ratih! Dia nggak sengaja, dia nggak bermaksud mengatakan hal-hal itu!"Andini yang berdiri di samping hanya merasa ini sangat lucu. "Apa maksudmu? Kamu menuduh aku yang mengajari Ratih bicara seperti itu?"Dianti tertegun, air mata sudah membasahi wajahnya. Dia menggeleng, lalu memohon dengan sedih kepada Kirana, "Bukan begitu, aku ... aku nggak bermaksud begitu. Ratih masih muda dan nggak tahu apa-apa, jadi dia salah bicara. Ibu, tenang saja. Mulai sekarang aku pasti akan mengawasinya dengan baik! Kumohon, jangan usir Ratih ...."Biasanya jika Dianti menangis seperti ini, Kirana pasti langsung merasa iba dan melunak. Namun, hari ini mungkin karena ucapan Ratih yang sudah melewati batas, Kirana sama sekali tidak tergerak. Sebaliknya, dia menatap Dianti dengan curiga. "Dia cuma pelayan biasa. Kenapa kamu sampai memohon untuknya?"Untuk pertama kalinya, Kirana merasa tindakan Dianti untuk se
Adik kandung? Ratih? Andini menatap Ratih dengan bingung, pikirannya kacau karena pengakuan Dianti barusan.Kirana juga tidak berkata apa-apa, hanya tertegun dengan ekspresi penuh keterkejutan.Hanya Laras yang tidak memercayai semua ini. Dia langsung berteriak, "Nggak mungkin! Ratih sama sekali nggak mirip dengan Nona Andini! Mana mungkin mereka adik kandung?"Mungkin memang benar, pengamat selalu punya pikiran yang lebih jernih. Setelah mendengar ucapan Laras, Andini mulai memperhatikan Ratih. Kulitnya putih, sedangkan kulit Ratih gelap. Matanya besar, sedangkan mata Ratih. Bahkan hidung, bibir, dan telinga, tidak ada yang mirip.Dianti langsung menjawab, "Itu karena Ratih mirip ayahnya! Ratih mirip sekali dengan ayahnya, sementara Kakak ... Kakak lebih mirip ibunya."Ibunya? Andini menatap Dianti dengan ekspresi dingin. Ibunya adalah bidan yang membantu Kirana melahirkan, tetapi Andini sendiri belum pernah melihatnya.Dia hanya mendengar cerita bahwa Kirana saat itu jatuh saat beper
Kirana diam-diam merasa ada sesuatu yang aneh dengan kejadian ini. Namun, Dianti mulai menangis dan berteriak, "Ini semua salahku! Aku yang menipu Ayah dan Ibu! Ibu, hukum saja aku!"Setelah berkata begitu, Dianti langsung bersujud di hadapan Kirana. Mungkin karena Kirana sedang kacau, dia tidak segera membantu Dianti berdiri seperti yang biasanya dilakukan.Akibatnya, Dianti tetap dalam posisi bersujud, dengan kepala membentur lantai dan tubuh gemetar karena menangis.Melihat itu, Ratih segera berlari ke sisi Dianti dan ikut berlutut, "Nyonya, Nona melakukannya untuk melindungi hamba. Kalau Nyonya ingin marah, marah saja pada hamba! Jangan marah pada Nona!"Ratih mulai bersujud dan meneruskan, "Ini semua salah hamba! Tolong maafkan Nona!"Setiap kali berbicara, dia dkan membenturkan kepalanya hingga terdengar suara keras. Tidak lama kemudian, dahinya yang sudah terluka mulai mengeluarkan darah.Melihat pemandangan ini, hati Kirana bergetar hebat. Namun, entah kenapa, dia perlahan meno
Keesokan pagi setelah bersiap-siap, Andini duduk untuk menikmati sarapannya.Laras menghampiri untuk melayani. Senyuman cerah terus menghiasi wajahnya sejak tadi. Andini pun penasaran. "Apa yang membuatmu begitu bahagia?""Nggak ada kok!" sangkal Laras segera. Kemudian, dia melirik para pelayan yang berdiri di luar dan merendahkan suaranya. "Ratih belum makan apa-apa sejak semalam."Seperti yang sudah diduga. Andini mengangkat alisnya sedikit. "Kamu nggak kasih dia makanan?""Mana mungkin! Semua makanan enak sudah saya bawakan untuknya!" Justru karena Laras membawakan makanan yang terlalu mewah, Ratih menjadi takut untuk memakannya.Andini tersenyum dingin dan tidak memberi komentar lagi. Sebaliknya, Laras terlihat agak masam. "Apa Nona benar-benar percaya kalau Ratih adalah adik kandung Anda?"Mengenai apa yang diucapkan Dianti kemarin, Laras merasa hal itu sangat mencurigakan.Andini mengangkat bahu. "Nggak masalah, pasti ada yang menyelidikinya nanti." Kirana pasti akan mencari tahu
Tangan Andini yang diletakkan di kedua sisi tubuhnya mengepal erat tanpa sadar.Wanita yang berdiri di depannya bukan orang asing, melainkan dalang utama yang bertahun-tahun lalu mengirimnya ke penatu istana, memerintahkan para dayang untuk menindasnya selama tiga tahun penuh. Safira!Namun, sepertinya Safira tidak mengenalinya. Dengan tatapan meremehkan, Safira mengamati Andini dari atas ke bawah sebelum bertanya, "Maksudmu, aku bukan manusia?"Andini berpikir, jika Safira tidak mengenalinya, dia tidak perlu menunjukkan bahwa dia mengenali wanita itu.Sambil tersenyum ringan, Andini menjawab, "Jangan salah paham, Nona. Aku nggak bermaksud begitu. Kami pedagang, kejujuran adalah yang utama dalam bisnis."Tatapan Safira masih dipenuhi kekesalan. Dengan alis terangkat, dia bertanya lagi, "Kamu ini siapa?"Andini melangkah maju mendekati Safira, lalu mengeluarkan akta yang diberikan oleh Haira kemarin dan menyerahkannya kepada pengurus kedai. "Kemarin aku baru saja membeli kedai ini. Jadi
Tatapan Safira dipenuhi dengan kebencian yang kuat. Namun, Andini sama sekali tidak panik. Dia berlutut untuk memberikan salam, "Putri mengunjungi kedai saya secara pribadi. Saya tentu nggak berani mengungkapkan identitas Anda. Mohon dimaklumi."Secara tersirat, Andini menyatakan bahwa Safira tidak memperkenalkan identitasnya terlebih dahulu, jadi dia tidak berani langsung mengatakannya.Safira memandangnya dari atas dengan tatapan penuh penghinaan. Dia tidak mempermasalahkan Andini yang berpura-pura tidak mengenalnya, tetapi dia tidak suka dijadikan alat oleh orang lain.Dengan nada dingin, Safira berucap, "Aku pikir setelah tiga tahun di penatu istana, kamu setidaknya sudah belajar tata krama."Bukannya menunjukkan rasa takut, Andini justru bersikap tenang. Bahkan saat memberi salam pun, dia tidak menunjukkan rasa rendah diri. Sikap ini membuat Safira ingin mengirimnya kembali ke penatu istana untuk mencuci baju selama tiga tahun lagi!Andini tetap diam. Dia tahu bahwa Safira tidak m
Dianti dan Abimana juga ikut masuk. Melihat Andini terpaku di tempat, Dianti mendekatinya dan berkata, "Semua ini disiapkan oleh Kak Abi. Suka nggak?"Andini tidak tahu harus berkata apa. Hidangan yang memenuhi meja itu memang semuanya adalah makanan favoritnya. Bahkan, ada beberapa yang langsung bisa dikenali sebagai masakan dari para koki terkenal di kedai tertentu.Abimana pasti telah mengunjungi lebih dari sepuluh kedai untuk mengumpulkan semua hidangan ini. Sama seperti yang selalu dilakukan selama 15 tahun sebelumnya, Abimana selalu rela meluangkan waktu dan tenaga untuknya.Andini berpikir, jika ini adalah masa lalu, dia pasti sudah merasa sangat terharu dan gembira. Kalau saja ... masalah tiga tahun itu tidak pernah terjadi.Melihat Andini tetap diam, Dianti seperti teringat sesuatu dan berkata, "Kak Abi juga menyiapkan hadiah untukmu!"Usai berkata, Dianti mendesak Abimana untuk segera mengeluarkan hadiahnya. Abimana tampak sedikit canggung. Dengan ragu-ragu, dia mengambil seb
"Aku dengar Nona Andini bahkan sempat menjelek-jelekkan Keluarga Adipati di gerbang kota. Jangan-jangan semua itu dilakukan agar Tuan Abimana merasa bersalah dan nggak berani menghalangi pernikahannya dengan Jenderal Rangga?"Abimana tak lagi mendengar kelanjutan percakapan itu. Dia sudah tidak bisa menahan amarahnya. Dengan langkah lebar, dia keluar dari Kediaman Adipati.Semuanya masuk akal sekarang. Pantas saja, Andini tiba-tiba ingin meninggalkan ibu kota. Dua perempuan seperti dia dan Laras melakukan perjalanan jauh sendirian. Mereka tidak takut?Ternyata semua ini hanyalah sandiwara!Begitu Abimana pergi, para pelayan yang tadi bergosip langsung mengintip dari balik pintu. Saat melihat bahwa dia sudah pergi cukup jauh, mereka segera kembali ke kamar Dianti. "Nona, Tuan Abimana sudah pergi."Dianti yang tengah menyeka air matanya pun bertanya, "Apa Kakak mendengar semuanya?""Nona tenang saja, Tuan Abimana mendengar semuanya. Kami melihat betapa marahnya beliau. Pasti sekarang dia
Rangga akhirnya melepaskan cengkeramannya pada Kalingga, tetapi amarah di hatinya tetap membara. Bahkan, suaranya dipenuhi kekecewaan. "Kupikir kamu akan memahamiku."Dia tahu, permohonannya kepada Kaisar untuk menikahi Andini sebagai istri bukanlah hal yang mudah dipahami oleh orang lain. Itu sebabnya, meskipun Kaisar akhirnya mengabulkan permintaannya, titah itu tetap dibuat kurang jelas.Hanya dengan satu kalimat dari Kalingga, ayah dan ibu langsung menyerahkan pernikahan ini kepadanya. Padahal, Kalingga tahu betul apa saja yang telah dirinya lakukan demi Andini.Seluruh dunia boleh mengkhianatinya, tetapi tidak dengan Kalingga. Bagaimanapun, Rangga adalah adik kandungnya.Melihat kekecewaan yang jelas tergambar di mata Rangga, tatapan Kalingga menjadi suram. Nada suaranya dipenuhi dengan ketidakberdayaan. "Kalau begitu, anggap saja hari itu dia nggak pernah keluar dari halaman rumahku."Anggap saja rencana yang disusun Rangga dan Abimana telah berhasil. Anggap saja Andini sudah keh
Tiga tahun, persis dengan waktu yang dia habiskan di penatu istana. Tiga tahun di sana telah membuatnya membayar lunas budi Keluarga Adipati yang telah membesarkannya selama 15 tahun.Maka, pernikahan tiga tahun dengan Kalingga ini juga akan menjadi caranya untuk membalas semua bantuan yang telah diberikan Kalingga kepadanya. Dia akan merawat Kalingga dengan sepenuh hati.Namun, tiga tahun kemudian, dia harus pergi. Dia harus menyambut hidup barunya. Jika tidak, dia tidak akan sanggup bertahan.Mendengar itu, Kalingga hanya tersenyum tipis dan dingin seperti biasa. Tanpa banyak bicara, dia meletakkan surat yang Andini kirimkan kemarin di atas meja.Andini tidak mengerti maksudnya, tetapi melihat Kalingga memberi isyarat dengan matanya, dia pun mengulurkan tangan dan mengambil surat itu.Tanpa disangka, sebuah mata panah yang telah berkarat tiba-tiba jatuh dari dalam amplop, menimpa meja dengan suara berat.Andini terkejut. Kemudian, terdengar suara Kalingga yang tidak sedingin biasanya
Tuan Kalingga?Laras terkejut, buru-buru membawa pelayan itu masuk.Saat ini, di sisi Kalingga hanya ada seorang pelayan yang selalu mengikutinya. Itu adalah orang kepercayaannya.Andini sempat bertemu dengan pelayan ini pagi tadi saat pergi menemui Kalingga. Melihatnya datang berkunjung malam ini, Andini tak bisa menyembunyikan keterkejutannya. Dia langsung bertanya, "Apa ada masalah dengan surat dari Byakta?"Pelayan itu memberi hormat, lalu pandangannya jatuh ke atas meja, tepat pada titah Kaisar yang diletakkan secara asal-asalan. "Tuan dengar Kaisar telah memberikan titah. Beliau secara khusus mengutus hamba untuk mengingatkan Nona. Hal ini bukan hal sepele, jadi jangan ceroboh. Harus hati-hati."Kata terakhir diucapkannya dengan sangat perlahan. Andini sedikit bingung, tetapi Laras langsung menangkap maksudnya dan segera bergerak untuk mengambil titah tersebut."Ya, ya! Kami akan memperlakukannya dengan hati-hati. Aku akan segera menyimpannya di tempat yang layak!" Dari tadi, dia
Melihat Andini sama sekali tidak peduli dengan konsekuensi menentang titah Kaisar, sorot mata Rangga sontak menjadi dingin. Kemudian, tatapannya tertuju pada sosok di belakang Andini, sosok yang menunduk, berusaha tidak bersuara agar tidak menarik perhatian.Rangga lantas menyunggingkan senyuman tipis. "Tentu saja kamu bisa menentang titah ini. Tapi, aku khawatir pelayanmu juga harus menanggung hukuman bersamamu."Laras memiliki keluarga. Jika masalah ini berlanjut, entah berapa banyak orang tak bersalah yang akan ikut terseret.Ekspresi Andini seketika membeku. Dia pun menatap Rangga lekat-lekat, melihat jelas secercah kebanggaan yang tersembunyi di balik mata hitam pekatnya. Hatinya mencelos, kedua tangannya terkepal erat.Suara Rangga yang dingin kembali terdengar. "Terimalah titah ini." Kali ini, entah kenapa nada suaranya terdengar lebih lembut dibanding sebelumnya.Bukankah sejak kecil Andini selalu ingin menikah dengannya? Bukankah dalam mimpi pun dia berharap menjadi Nyonya Kel
Andini menggenggam tali kekang kudanya erat-erat, hingga suara lirih Laras menyadarkannya. "Nona, cepat turun dari kuda."Melihat dekret kekaisaran, tetapi tidak berlutut adalah sebuah pelanggaran besar. Hukumannya adalah hukuman mati!Andini pun perlahan turun dari kuda, menatap mata Rangga yang dalam dan dingin. Meskipun hatinya penuh dengan ketidakpuasan, saat ini dia tetap harus berlutut."Dengan restu langit, Kaisar menurunkan titah. Keluarga Maheswara memiliki putra yang gagah berani, berjasa besar dalam perang. Sementara putri asuh Keluarga Biantara, wanita yang berbakti dan berbudi luhur, memiliki kecerdasan serta kebajikan yang luar biasa.""Keduanya ditakdirkan untuk bersama. Maka dengan ini, titah pernikahan diturunkan. Pernikahan akan dilangsungkan di hari yang baik, dengan restu Kaisar!"Begitu titah itu diumumkan, semua orang terperangah. Mata mereka membelalak lebar.Andini menatap Rangga dengan tidak percaya. Dia sudah menduga bahwa titah ini adalah cara Rangga untuk me
"Cih! Aku belum pernah melihat keluarga yang begitu nggak tahu malu!"Rakyat pun mulai mengutuk tanpa henti, hampir mengerumuni Dianti dan Abimana di tengah jalan untuk menghakimi mereka.Sementara itu, Laras yang menyaksikan semua ini merasa sangat puas. Dia mengangkat dagunya sedikit dengan bangga.Hal ini tentu berbeda dengan Kresna yang duduk di dalam kedai teh. Hatinya terasa begitu kacau.Di satu sisi, dia merasa kasihan kepada Dianti dan Abimana, hingga ingin mengutus orang untuk menarik mereka keluar dari kerumunan.Di sisi lain, dia merasa Andini telah benar-benar memutuskan hubungan dengan mereka. Hal ini membuat hatinya terasa pedih.Saat ini, Andini tiba-tiba berkata, "Saudara sekalian, sebelum nenekku meninggal, beliau telah mengambil keputusan dan memerintahkanku serta Tuan Kresna untuk putus hubungan. Aku juga sudah lama meninggalkan rumah mereka.""Aku nggak tahu kenapa mereka berdua mengadang jalanku hari ini, tapi aku pergi agar nggak ada lagi ikatan apa pun dengan Ke
Begitu ucapan itu dilontarkan, jangankan Dianti dan Abimana, bahkan Kresna yang berada di dalam kedai teh pun terkejut hingga mundur tiga langkah.Andini benar-benar mengatakannya! Peristiwa tiga tahun lalu yang mereka sembunyikan dengan sangat baik, diungkapkan oleh Andini begitu saja!Kalau hal ini sampai terdengar oleh pihak istana, sampai ke telinga Kaisar, posisi keluarga mereka dalam bahaya! Andini benar-benar ingin menjatuhkan keluarga ini ke jurang kehancuran!Rakyat sekitar juga terkejut bukan main. Yang mereka tahu, tiga tahun lalu, anak angkat Keluarga Adipati melakukan kesalahan sampai dikirim ke penatu istana. Namun, mereka tidak pernah tahu kebenaran di baliknya! Tak disangka, ternyata dia dijebak!Melihat rakyat mulai menuding Keluarga Adipati, Abimana panik. "Andini! Jangan sembarangan memfitnah orang!""Memfitnah?" Andini menatap Abimana dengan dingin. "Maksudmu, aku sedang berbohong dan mencemarkan nama baik Keluarga Adipati? Kalau begitu, bisakah kamu menjelaskan kej
Wajah Dianti tiba-tiba menjadi pucat pasi.Tiba-tiba, seseorang di kerumunan yang cukup berani bertanya, "Ini serius?""Tentu saja!" Andini mengangkat sedikit alisnya. Sepasang matanya terus menatap Dianti sejak tadi.Laras langsung merasa puas dan berkata, "Apa yang perlu dibohongi? Satu pohon bunga plum langka di Paviliun Persik saja bernilai 300 tahil, belum lagi mutiara malam yang dulu dibawakan oleh Tuan Abimana untuk Nona Andini!""Kalau Nona Dianti benar-benar bisa mengembalikan semuanya kepada nonaku, 10 tahil per orang hanyalah jumlah kecil."Ucapan itu membuat hati rakyat goyah. Sepuluh tahil! Itu jumlah yang bahkan dalam dua atau tiga tahun pun mereka belum tentu bisa kumpulkan!Andini kembali berkata, "Bukan hanya itu, masih ada juga pertunangan dengan Keluarga Maheswara. Kalau aku menjadi Nyonya Keluarga Maheswara, aku pasti akan berterima kasih kepada Nona Dianti."Mendengar bahwa Andini bahkan ingin merebut pertunangan itu, Kresna yang berada di dalam kedai teh mulai tid