Setelah beberapa hari di bidan. Aku sudah diperbolehkan pulang. Hari-hari kulalui bersama putra putriku jujur sangat merepotkan tapi juga mengasyikkan.
Naya sangat pencemburu, tapi dia juga sangat sayang adiknya.
"Iba tu imut aku."
"Bunda, itu selimut aku." Saat dia melihat selimut bayinya dipakai oleh adiknya."Adik pinjam ya kak. Bolehkan? Kakak Naya kan sudah besar sudah tidak muat jadi boleh buat adik. Kasian adiknya kedinginan nak. Ga ada selimut." Kataku membujuknya.
"Ya oleh."
" Ya boleh."Begitu juga saat baju bayi Naya, bantal dan gulingnya dipakai adiknya. Semua pertanyaan yang sama. Ujungnya aku harus membujuknya. Memang bukan salahnya masih kecil sekali sudah punya adik. Jadi dia belum mengerti.
Walau begitu Naya sangat menyayangi adiknya. Saat itu bayiku sedang tidur. Putri sulungku sedang asyik menonton kartun di TV sambil memakan cemilan yang dia suka.
"Kakak sayang bunda mau mandi dulu. Ade kan sedang tidur, kakak jangan berisik. Oh ya sama bunda minta tolong kalau adik menangis minumkan ade susu ini ya." Sambil aku menaruh sebotol susu di dekat bayiku.
"Iya iba." Jawabnya menoleh kearahku dan sambil memakan cemilannya.
Saat ku sedang mandi. Aku mendengar Raihan menangis (nama bayiku di sini pakai nama samaran ya).
"Ya Allah baru juga sabunan nikmatnya jadi seorang ibu ya Allah. Mau mandi, buang air saja susah."
Dengan bergegas aku memakai handuk berlari ke ruang Tv. Terkejutnya aku melihat Naya memberikannya adiknya susu.
"Cup..cupp..angan angis. Ade ni kaka eli cucu inum ya angan angis agi. Cup..cup.." katanya sambil mengusap rambut adiknya.
"Cup..cup..Jangan nangis. Ade nih kakak beri susu minum ya. Jangan nangis lagi. Cup..cup.."
Melihat kejadian itu aku senyum-senyum sendiri. Pintarnya kamu kak sayangi adik ya nak.
Begitulah hari-hariku kemana-mana selalu bertiga. Saat Raihan agak besar mereka sudah seperti anak kembar. Cuma sayangnya kakak selalu dianggap anak laki-laki karena dia agak tomboi tidak suka pakai baju yang feminim dan Raihan anak perempuan karena kulit putihnya yang masya allah.
Di sini pun Naya masih terapi dengan diantar utinya setiap pagi. Saat kami tinggal di sini Naya di terapi di daerah Leuwinanggung. Di terapi patah tulang Pak Udin. Sebelum berangkat kerja mamaku selalu menjemput cucunya untuk terapi. Sedangkan aku menjaga Raihan di rumah. Kalau para pembaca bertanya kenapa aku tidak ikut saat Naya terapi dengan utinya? Karena aku pernah pingsan, tidak kuat mendengar jeritan sakitnya anakku saat di terapi. Dan selama di terapi dari biaya terapi dan sepatu khususnya semuanya di biayai oleh ibuku. Saat itu ibuku ingin membuktikan bahwa sumpah serapah yang orang itu lontarkan untuk Naya tidak terjadi. Ya ada yang menyumpahi Naya tidak akan pernah bisa jalan.
Makanya Naya tahu orang yangberjasa pada hidupnya selama ini? Siapa lagi kalau bukan utinya.
Tadinya Naya walaupun sudah bisa berjalan dia tidak mau menginjak ubin apalagi di saat sepatunya/gipsnya di lepas. Dia hanya mau menginjak kasur/karpet. Setiap dia menginjak ubin pasti menangis karena sakit. Dan tidak jarang pula kakinya biru-biru, memar-memar bahkan sampai luka saat memakai gips dan sepatu khususnya karena dia anaknya sangat aktif tidak bisa diam. Apalagi kalau sudah dengar musik. Inginnya langsung joget.
🌿🌿🌿
Tidak terasa anakku Naya sudah berumur 3.5 thn dan Raihan 2.5 tahun. Aku pikir aku sudah bisa tenang dengan melihat Naya sudah bisa berjalan. Tapi ternyata tidak. Allah menguji kesabaranku lagi lewat Raihan. Ya dia tidak bisa bicara bila menginginkan sesuatu hanya bisa berteriak. Tetapi disini saya fokus cerita tentang Naya saja ya.
Tidak terasa Naya sudah berumur 3.5 tahun saat itu. Dia sudah teriak-teriak ingin bersekolah. Akhirnya utinya membiayainya masuk BIMBA. Kenapa ke BIMBA? Karena Naya sendiri yang memintanya saat itu. Dan amazing baru 2 minggu masuk Bimba Naya sudah cepat mengenal huruf dan lancar membaca. Makin disayanglah dia dengan utinya. Walau disini kadang dia suka bicara sendiri.
Seperti saat itu. Saat sedang menunggu waktunya kelas anakku. Sambil menunggu biasanya Naya suka mengemil sesuatu dan suka sekali duduk di tangga. Saat aku sedang mengobrol dengan ibu-ibu di situ yang juga sedang mengantar dan menunggu anaknya. Tiba-tiba ada ibu-ibu yang celetuk.
"Bunda Naya. Naya kenapa sih suka ngomong sendiri? Pernah loh sering saya liat dia ngomong sendiri. Seperti menawarkan makanan/mainan ke seseorang. Tapi anehnya saya lihat tidak ada orang di dekat Naya bu."
Dengan kaget aku menjawab."Masa sih bu. Paling hanya sedang main biasa. Biasakan anak kecil kayak gitu." Jawabku menyembunyikan rasa khawatirku.
"Ah masa sih anakku ga kayak gitu bu."
Karena takut membahas Naya lebih jauh. Aku bilang sudah waktunya Naya masuk kelas. Yang saat itu kelas Naya ada di lantai 2.
Setelah selesai les sesampainya di rumah. Aku tidak pernah memperbolehkan anak-anakku keluar main di siang hari. Walau banyak anak seusianya yang main di siang itu. Aku selalu mengajarkan Naya pulang sekolah untuk istirahat dulu makan siang, bobo siang dan mengerjakan PR kalau ada.
Saat itu Naya tidak ingin tidur siang. Dia hanya meminta pintu rumah di buka lebar. Dan pagar aku gembok takutnya Naya keluar tanpa sepengetahuanku maka pagar aku gembok. Di depan kontrakanku itu adalah rumah bu Rt. Aku lupa kalau jam-jam segitu biasanya ada latihan rebana ibu-ibu pengajian biasanya Naya akan di depan rumah menonton ibu-ibu itu latihan bahkan tanpa sadar dia berjoget sendiri jadi hiburan ibu-ibu di situ.
Dan benar saja saat musik rebana di tabuh Naya sudah bersiap dengan gerakannya walau saat itu dia masih pakai sepatu khusus. Tapi tidak mengurungkan semangatnya untuk menari. Melihat Naya, ibu-ibu makin semangat menabuh rebananya dan nyanyian sholawatan kepada Rasullulah semakin menggema. Dan anehnya Raihan mendengar kebisingan itu tetap saja tertidur nyenyak.Karena melihat Naya menggemaskan ada ibu-ibu menghampirinya. Entahlah mungkin karena kasihan melihat kaki anakku dia tiba-tiba menangis.
"Loh Naya kok tidak bobo siang. Dede Raihan sama bunda mana. Kok Naya di depan rumah sendirian?" Katanya kepada Naya di depan pagar rumahku.
"Aku mau melihat Bude Rt latihan rebana. Indah bunyinya bu. Iba (bunda) lagi menidurkan dede Raihan tante. Ayo tante mainin rebananya lagi aku mau nari lagi nih."
"Emang Naya ga capek. Kaki Naya ga sakit."
Entah kenapa putri kecilku ini setiap ada orang yang bertanya tentang kakinya dia langsung bersedih. Untungnya ibu itu langsung tanggap melihat ekspresi naya.
"Ya sudah Naya mau nari lagi. Tante-tante di sini latihan rebana lagi tapi Naya yang menari ya. Apa Naya mau tuh bergabung dengan tante-tante di sana."
"Mau...mau. Naya mau tante. Tapi ini pagarnya di gembok. Naya ijin iba dulu ya."
Lalu Naya minta ijin padaku dan aku mengijinkannya. Saat aku melihatnya dari depan pagar. Senang sekali dia. Ibu-ibu pun makin semangat latihannya.
🌿🌿🌿
Ga terasa saat itu sudah jam 7 malam. Naya kadang-kadang suka menunggu ayahnya pulang kerja di depan pintu rumah. Walaupun dia sedang asyik nonton kartun kalau dengar suara motor yang mirip suara motor ayahnya pasti dia langsung mengintip keluar jendela berharap ayahnya yang pulang.
Hingga suatu saat. Naya menyuruhku membuka pintu saja dengan alasan biar bisa melihat ayahnya pulang. Malam itu sehabis Isya. Dia berdiri di teras depan rumah. Gerak geriknya sangat meresahkanku. Kadang dia senyum sendiri, kadang menggeleng, kadang tersenyum malu, kadang kesal. Sedang bicara dengan siapakah dia?
Di depan rumah kami memang ada pohon bunga entah bunga apa namanya pohonnya agak tinggi. Dan saat itu Naya sedang memandang pohon itu dengan gerak-gerik yang aku sebutkan tadi. Dan anehnya tidak ada angin atau apapun tangkai pohon itu yang paling rendah bergoyang sendiri. Saat ku tanya kata Naya ada sosok tante cantik disana mungkin saat itu dengan umur segitu dia tidak tahu namanya. Sedang berbicara padanya kenapa malam-malam anak kecil ada diluar. Aku tidak heran sehingga spontan aku berkata tidak apa-apa berbicara dengan anakku tapi tolong jangan dijahati.
Saat Naya pertama masuk TK dan SD. Wow di sini banyak sekali sosok yang ingin mengajak main. Dan berkenalan.
Tidak terasa waktu cepat sekali berlalu. Naya sekarang sudah berusia 5 tahun. Sejak hampir setahun aku pisah dengan suami. Akhirnya aku memberikan dia kesempatan sekali lagi. Ya kami rujuk dan akhirnya pindah kontrakan di daerah SU*****i.Tadinya mau aku masukkan Naya langsung SD karena sudah fasih membaca juga. Tapi ternyata umur Naya belum cukup untuk masuk SD. Ya umurnya baru 5 tahun. Mau tidak mau saya memasukkannya lagi ke sebuah TK. Semenjak masuk TK tidak sekalipun aku meninggalkan Naya pulang. Selalu aku yang mengantarkannya dan menungguinya di sekolah sampai pulang walau repot membawa Raihan. Kenapa Raihan tidak bersekolah? Karena Raihan anak berkebutuhan khusus apalagi belum bisa bicara dan masih menjalankan terapi saat itu. Tadinya mau aku masukkan SLB. Tapi banyak yang melarang. Karena Raihan normal kok. Dia tanggap dan mendengar kalau kita menyuruhnya. Dia mengerti dan bisa melakukannya. Ditakutkan kalau masuk SLB dia malah makin tidak mau belajar
Tidak terasa putri istimewaku sudah berumur 6,4 tahun. Aku agak pesimis tadinya apakah dia bisa masuk SD Negeri dengan umurnya yang masih kurang saat itu. Yang belum genap berumur 7 tahun. Saat tes masuk SD. Naya sangat santai. Dia meyakinkanku bahwa aku putri bunda akan di terima di SD Negeri. Aku senyum-senyum saja saat itu sambil mengucapkan bismillah ya nak.Saat nama Naya di panggil untuk tes. Dag dig dug rasanya. Putriku yang mau di tes tapi aku yang resahnya bukan main. Sampai bolak balik ke kamar mandi.Setelah di tes. Salah satu guru di sekolah tersebut mengumumkan bahwa hasil tes akan diumumkan esok hari. Masya allah makin dag dig duglah hatiku.🌾🌾🌾Keesokan harinya.🌾🌾🌾Hari ini adalah hari pengumuman Naya masuk SD Negeri. Dan pengumumannya terpampang di sebuah papan mading di sekolah itu. Aku sudah resah melihat kertas pertama tidak ada nama Naya. Tp setelah kertas berikutnya aku lihat."Alhamdullilah ya Allah. Alhamdul
Tidak lama les pun di mulai. Alhamdullilah hari itu berjalan lancar lesnya. Dan akhirnya les selesai. Murid-murid yang mengikuti les hari itu diperbolehkan pulang.Sepanjang perjalanan pulang ke rumah. Kami berjalan kaki. Naya antusias sekali menceritakan sosok anak itu. Naya bilang."Bunda, temanku tadi cantik sekali bukan? Tapi meninggalnya mengenaskan. Dia kecelakaan saat pulang sekolah. Kasian kan bunda. Mana dulu kalau sekolah dia tidak pernah di antar orang tuanya. Beda dengan Naya yang selalu didampingi bunda." Jelasnya.Mendengar dia bercerita sepanjang perjalanan kami ke rumah. Aku agak khawatir kenapa semakin besar bukannya hilang malah makin menjadi kelebihannya melihat makhluk tak kasat mata itu."Naya, Naya sekarang sudah SD kan nak. Bisa tidak kalau ada sosok-sosok seperti itu Naya abaikan saja. Pura-pura tidak melihat nak. Nanti orang awam yang tidak tahu kelebihan Naya. Nanti Naya dibilang aneh lagi. Naya paham maksud bunda kan." Kat
Saat sedang ngerumpi dengan emak-emak. Naya menghampiriku dengan ekspresi sedih. Saat itu Naya sedang pelajaran olahraga lompat jauh."Huhuhu...bunda." katanya manja dengan ekspresi sedih sambil memelukku.Saat itu aku pikir ada yang menakalinya."Loh anak cantik bunda. Kenapa mewek? Memang sudah selesai pelajaran olahraganya. Kok Naya ke bunda. Ayo balik sana nanti di omelin pak guru. Kan belum waktunya istirahat.""Pak guru jahat bunda. Aku ga boleh ikutan lompat. Huhuhu." Jawabnya sambil menangis."Kenapa ga boleh ikutan lompat. Apa tadi Naya nakal. Jadi dapat hukuman dari Pak Guru." Tanyaku penasaran."Engga..Naya ga nakal. Kata Pak Guru takut kaki Naya sakit kalau ikutan lompat. Tapi Naya mau coba bun huhu." Terangnya sambil tidak berhenti menangis."Hmm.. berarti pak guru sayang sama Naya. Takut kalau nanti Naya ikutan pelajaran itu takutnya nanti kakinya sakit.""Terus nanti kalau Naya ga ikutan lompat. Ga dapat nilai do
Hingga pada suatu saat, saat Naya pulang sekolahAssalamualaikummm. Bundaaaa cepat buka pintunyaaaa!! Bundaaaa....bundaaa cepat buka pintunyaa. Naya takuttt.""Walaikumsalam." Jawabku sambil membuka pintu."Loh. Nak kamu kenapa?! Kok ngos-ngosan gitu. Jangan lari-lari kaki Naya nanti sakit lagi."Sambil menutup pintu."Ituuu bundaa..ituuu." Jawabnya dengan napas yang tersengal-sengal.🌾🌾🌾"Ada apa sih nak? Kok lari-larian gitu. Kaki Naya baru saja sembuh kan?""Itu bunda..itu.""Ya sudah kakak minum dulu. Jangan lupa baca doa. Nanti setelah minum baru cerita sama bunda."Sambil putriku meneguk air putih di gelas yang tadi ku berikan."Nah sekarang kalau kakak sudah tenang baru cerita sama bunda. Kenapa kakak tadi lari-lari kayak ketakutan gitu?" Tanyaku."Itu.." sambil napas yang masih tersengal-sengal."Bunda tahu gudang sekolah kan?""Iya tahu. Kenapa nak?""Tadi Naya
"Serius bun." Kata temanku yang juga orang tua wali murid teman sekelas Naya setelah mendengar ceritaku."Iya Na. Malah sekarang pundakku terasa berat dan sakit. Seperti sedang mengangkat berkarung-karung beras rasanya. Apa kamu kenal orang yang bisa mengobati non medis Na? Feel aku ini bukan penyakit medis lagi Na." Tanyaku sambil meringis kesakitan."Aduh siapa ya Cha( Panggilanku)? Coba deh nanti aku tanya-tanya ya. Karena aku juga belum pernah berobat dengan kasus non medis kayak begitu." Terangnya."Iya Na. Tolong ya kali saja kamu mengenal seseorang yang bisa mengobati non medis. Atau mungkin kamu punya kenalan yang tahu info orang bisa mengobati non medis. Jujur aku sudah ga tahan sakitnya ini." Kataku."Iya..iya coba aku cari info nanti ya. Semoga saja ada yang tahu. Oh iya Cha, suamimu tahu tidak kejadian malam itu atau dia tahu tidak kamu sedang sakit seperti ini?" Tanya temanku itu."Alah kamu tahu sendiri kan. Kita sehat aja dia ga pedu
Saat sedang asyik berbicara dengan Naya. Aku dikagetkan dengan suara pintu yang dibuka kasar. "Brakkk..!" Ya Allah ternyata suamiku yang membuka pintu itu dengan kasarnya. Tanpa mengucapkan salam pula. "Ya Allah ayah. Kok buka pintu seperti itu aku dan Naya sampai kaget tadi." Tanyaku berusaha selembut mungkin. "Makanya kalau suami pulang kuping dibuka lebar-lebar jadi dengar kalau aku masuk rumah." Jawabnya ketus. "Astagfirullah yah. Tadi benar bunda tidak mendengar salam ayah sama sekali. Makanya bunda tidak tahu kalau ayah pulang. Bunda minta maaf." Kataku lembut sambil menunduk. "Ya sudah besok-besok tidak bunda ulangi lagi." "Ya sudah. Ga usah banyak bacot. Aku lapar siapin makanan sana!" Bentaknya. "Iya sebentar ya. Ayah tidak mandi atau ganti baju dulu. Nanti bunda siapkan?" "Sudah ga usah bawel aku mau makan dulu ga usah ngatur-ngatur. Buruan!! Kamu dengar ga!!" Bentaknya. Melihat suamiku y
Saat sedang naik ojek menuju ke pasar. Dan sesampainya di sana. Aku dikagetkan karena melihat sesuatu. Yah, dikagetkan oleh suamiku yang saat itu sedang asyik makan bersama teman-temannya di sebuah warung makan. Melihat itu aku hanya membatin dan mengucapkan istigfar."Bisa-bisanya dia di sini makan-makan. Sedangkan anak-anakku kelaparan. Hmm..ga boleh suuzon Cha, mungkin saja dia sedang ditraktir temannya." Batinku.Tapi saat mendengar mendengar celotehan teman-temannya."Ri, kamu ga apa-apa ni traktir kita makan kayak gini. Itu anak istrimu bagaimana?" Tanya salah satu temannya."Alah ga usah bahas mereka. Bodo amat aku di sini mau senang-senang. Jadi please ga usah bicarain anak istri aku. Biarin aja mereka cari makan sendiri. Biar tahu rasa cari duit tuh susah. Jadi ga kerjanya ma aku tuh minta..minta dan minta." Jawab suamiku.Mendengar kata-katanya sakit sekali hatiku. Tak terasa butiran airmata jatuh di pipiku. Inikah suamiku yang sedang ber
Dan keesokan harinya. Aku janjian dengan temanku itu untuk menemui seorang ustad untuk menanyakan perihal tentang rumah tanggaku yang aku rasa aneh. Setelah ku dengar bel sekolah berbunyi aku berpamitan pada putriku Naya."Nak, nanti kalau Naya pulang sekolah belum ada Bunda. Naya tunggu Bunda di kantin saja ya. Jangan langsung pulang sendirian ya. Tunggu Bunda datang jemput Naya." Terangku."Memang Bunda mau kemana sih? Kok tumben biasanya menunggu Naya sampai pulang sekolah." Tanyanya sambil kening mengkerut."Bunda lagi ada urusan Nak sama Tante Nina." Terangku lagi sambil mengusap rambutnya."Urusan apa sih Bunda. Naya kepo hehe.." Tanyanya sambil cengengesan."Anak kecil mau tau aja urusan orang tua. Sudah sana masuk kelas nanti bu guru keburu masuk kelas.""Ya sudah Naya masuk kelas dulu ya Bun. Tapi Bunda sama Tante Nina jangan lama-lama perginya. Takut Naya keburu pulang sekolah." Katanya sambil berlalu masuk ke kelasnya.
Tapi di saat istirahat sekolah tiba. Aku dipanggil oleh wali kelasnya Naya.Tok..tok..(Suara pintu diketuk)."Assalamualaikum bu guru." Kataku."Walaikumsalam. Eh Bunda Naya ayo silahkan masuk bun." Jawab Bu Guru."Maaf bu guru. Ada apa ya memanggil saya. Apakah ada masalah dengan Naya saat mengikuti pelajaran?" Tanyaku penasaran."Oh engga bun. Ini saya mau menanyakan sesuatu kepada bunda. Tapi, sebelumnya saya minta maaf. Kalau mungkin nanti pertanyaan saya agak sedikit pribadi dan takut menyinggung Bundanya Naya." Kata Bu Guru yang bikin aku tambah penasaran."Sebenarnya pertanyaan tentang apa ya Bu Guru saya jadi agak deg degan ini?" Tanyaku agak khawatir."Hmm..Ini Bunda. Saya ingin menanyakan tentang Naya. Saya lihat ada beberapa lebam di tangan dan wajah Naya bun. Saya melihatnya agak ngilu karena itu pasti sangat sakit sekali. Apalagi untuk anak kecil seumuran Naya. Kalau boleh tahu itu lukanya kenapa bu? Kalau memang Na
Bukkk...bukkk!!Melihat aku dihujami pukulan dan tendangan, Putriku Naya coba melindungiku. Tapi naasnya mengenai tangan mungil Naya."Aduhhhh...sakiitt Bunda!! Ayah jahat!!" Tangisnya sambil menahan sakit akibat kena tendangan ayahnya."Ya Allah Nayaa!!!" Teriakku."Jahat sekali kamu Yah!! Aku boleh kamu sakiti tapi jangan anak kita!! Apa salah kita sama kamu hingga kamu perlakukan seperti ini!" Kataku sambil menangis."Alah cengeng sekali kalian. Kayak gitu saja nangis. Dan kamu anak kecil ga usah sok ikut campur urusan orang tua. Sana kembali tidur!!" Suruhnya sambil melempar badan Naya ke atas tempat tidur."Sudah cukup Yah. Jangan kamu sakiti lagi Naya! Tidak ada sedikit hatikah kamu buat kami!" Isakku sambil menggendong Naya.Mendengar itu dia hanya melotot dan berhambur pergi dengan mengendarai motornya. Entah mengapa melihatnya pergi. Aku merasa sedikit lega. Paling tidak aku merasa dan anak-anak sudah aman sekarang.
Mendengar suara keras itu. Aku langsung berlari ke Teras. "Ya Allah, Naya! Kamu kenapa nak? Kok bisa jatuh." Tanyaku kaget. Sambil mencoba membangunkannya. Aku melihat Naya merintih dan menahan tangisnya. "Kamu kenapa nak?" Tanyaku heran sambil melirik kearah suamiku. "Alah anakmu cengeng. Lihat tuh perbuatan anak yang selalu kau manja. Sampai menumpahkan kopiku!" Kata Suamiku marah. "Ya Allah yah cuma karena menumpahkan kopi. Ayah sampai mendorong Naya seperti ini Yah? Kasihan Naya yah." "Apa kamu bilang hanya menumpahkan kopi?! Ga lihat kamu itu mengenai celanaku!" Bentaknya. "Cuma karena itu kamu berlaku kasar pada anak kita yah. Kamu tahu kan Naya kakinya ga sempurna! Kakinya sakit yah. Tapi malah kamu mendorongnya. Tidak bisakah kamu bicara baik-baik dengan anakmu yah. Celana kena kopi kan bisa diganti nanti tapi hati anakmu yang sudah kau lukai, bisakah kau menggantinya?" Kataku hampir menangis. "Alah manjak
Saat sedang naik ojek menuju ke pasar. Dan sesampainya di sana. Aku dikagetkan karena melihat sesuatu. Yah, dikagetkan oleh suamiku yang saat itu sedang asyik makan bersama teman-temannya di sebuah warung makan. Melihat itu aku hanya membatin dan mengucapkan istigfar."Bisa-bisanya dia di sini makan-makan. Sedangkan anak-anakku kelaparan. Hmm..ga boleh suuzon Cha, mungkin saja dia sedang ditraktir temannya." Batinku.Tapi saat mendengar mendengar celotehan teman-temannya."Ri, kamu ga apa-apa ni traktir kita makan kayak gini. Itu anak istrimu bagaimana?" Tanya salah satu temannya."Alah ga usah bahas mereka. Bodo amat aku di sini mau senang-senang. Jadi please ga usah bicarain anak istri aku. Biarin aja mereka cari makan sendiri. Biar tahu rasa cari duit tuh susah. Jadi ga kerjanya ma aku tuh minta..minta dan minta." Jawab suamiku.Mendengar kata-katanya sakit sekali hatiku. Tak terasa butiran airmata jatuh di pipiku. Inikah suamiku yang sedang ber
Saat sedang asyik berbicara dengan Naya. Aku dikagetkan dengan suara pintu yang dibuka kasar. "Brakkk..!" Ya Allah ternyata suamiku yang membuka pintu itu dengan kasarnya. Tanpa mengucapkan salam pula. "Ya Allah ayah. Kok buka pintu seperti itu aku dan Naya sampai kaget tadi." Tanyaku berusaha selembut mungkin. "Makanya kalau suami pulang kuping dibuka lebar-lebar jadi dengar kalau aku masuk rumah." Jawabnya ketus. "Astagfirullah yah. Tadi benar bunda tidak mendengar salam ayah sama sekali. Makanya bunda tidak tahu kalau ayah pulang. Bunda minta maaf." Kataku lembut sambil menunduk. "Ya sudah besok-besok tidak bunda ulangi lagi." "Ya sudah. Ga usah banyak bacot. Aku lapar siapin makanan sana!" Bentaknya. "Iya sebentar ya. Ayah tidak mandi atau ganti baju dulu. Nanti bunda siapkan?" "Sudah ga usah bawel aku mau makan dulu ga usah ngatur-ngatur. Buruan!! Kamu dengar ga!!" Bentaknya. Melihat suamiku y
"Serius bun." Kata temanku yang juga orang tua wali murid teman sekelas Naya setelah mendengar ceritaku."Iya Na. Malah sekarang pundakku terasa berat dan sakit. Seperti sedang mengangkat berkarung-karung beras rasanya. Apa kamu kenal orang yang bisa mengobati non medis Na? Feel aku ini bukan penyakit medis lagi Na." Tanyaku sambil meringis kesakitan."Aduh siapa ya Cha( Panggilanku)? Coba deh nanti aku tanya-tanya ya. Karena aku juga belum pernah berobat dengan kasus non medis kayak begitu." Terangnya."Iya Na. Tolong ya kali saja kamu mengenal seseorang yang bisa mengobati non medis. Atau mungkin kamu punya kenalan yang tahu info orang bisa mengobati non medis. Jujur aku sudah ga tahan sakitnya ini." Kataku."Iya..iya coba aku cari info nanti ya. Semoga saja ada yang tahu. Oh iya Cha, suamimu tahu tidak kejadian malam itu atau dia tahu tidak kamu sedang sakit seperti ini?" Tanya temanku itu."Alah kamu tahu sendiri kan. Kita sehat aja dia ga pedu
Hingga pada suatu saat, saat Naya pulang sekolahAssalamualaikummm. Bundaaaa cepat buka pintunyaaaa!! Bundaaaa....bundaaa cepat buka pintunyaa. Naya takuttt.""Walaikumsalam." Jawabku sambil membuka pintu."Loh. Nak kamu kenapa?! Kok ngos-ngosan gitu. Jangan lari-lari kaki Naya nanti sakit lagi."Sambil menutup pintu."Ituuu bundaa..ituuu." Jawabnya dengan napas yang tersengal-sengal.🌾🌾🌾"Ada apa sih nak? Kok lari-larian gitu. Kaki Naya baru saja sembuh kan?""Itu bunda..itu.""Ya sudah kakak minum dulu. Jangan lupa baca doa. Nanti setelah minum baru cerita sama bunda."Sambil putriku meneguk air putih di gelas yang tadi ku berikan."Nah sekarang kalau kakak sudah tenang baru cerita sama bunda. Kenapa kakak tadi lari-lari kayak ketakutan gitu?" Tanyaku."Itu.." sambil napas yang masih tersengal-sengal."Bunda tahu gudang sekolah kan?""Iya tahu. Kenapa nak?""Tadi Naya
Saat sedang ngerumpi dengan emak-emak. Naya menghampiriku dengan ekspresi sedih. Saat itu Naya sedang pelajaran olahraga lompat jauh."Huhuhu...bunda." katanya manja dengan ekspresi sedih sambil memelukku.Saat itu aku pikir ada yang menakalinya."Loh anak cantik bunda. Kenapa mewek? Memang sudah selesai pelajaran olahraganya. Kok Naya ke bunda. Ayo balik sana nanti di omelin pak guru. Kan belum waktunya istirahat.""Pak guru jahat bunda. Aku ga boleh ikutan lompat. Huhuhu." Jawabnya sambil menangis."Kenapa ga boleh ikutan lompat. Apa tadi Naya nakal. Jadi dapat hukuman dari Pak Guru." Tanyaku penasaran."Engga..Naya ga nakal. Kata Pak Guru takut kaki Naya sakit kalau ikutan lompat. Tapi Naya mau coba bun huhu." Terangnya sambil tidak berhenti menangis."Hmm.. berarti pak guru sayang sama Naya. Takut kalau nanti Naya ikutan pelajaran itu takutnya nanti kakinya sakit.""Terus nanti kalau Naya ga ikutan lompat. Ga dapat nilai do