“Riana, jangan lari! Tunggu aku!” Mahesa berteriak sambil mempercepat langkahnya demi mengejar Riana yang berlari kecil di depan sana.Malam ini mereka berada di pinggir pantai. Riana tertawa dan terus berlari kecil, menggoda Mahesa yang mengejarnya dari belakang.“Wlee … kau lambat sekali. Haha!” Riana memeletkan lidah, sebelum kemudian kembali melanjutkan larinya.“Kau mengejekku? Awas saja. Setelah aku berhasil menangkapmu, kau tidak akan kulepaskan,” balas Mahesa sambil tersenyum miring.Tak mau kalah dari istrinya, sesegera mungkin Mahesa mempercepat larinya. Tentu saja tak sulit untuk kedua kaki Mahesa yang Panjang itu mengejar Riana.Begitu jarak mereka semakin dekat, tangan Mahesa langsung menggapai lengan kanan Riana, menariknya hingga punggung Riana menabrak dadanya yang bidang.“Aaakhh!”“Haha! Dapat! Sudah kubilang kalau aku pasti akan bisa menangkapmu.” Senyum lebar tersungging di wajah Mahesa.Sementara Riana tersenyum pasrah ketika Mahesa berakhir memeluk perutnya dari
Mahesa dan Riana bisa mendesah lega setelah kaki mereka bisa kembali menjejak di teras depan rumah mereka.“Akhirnya kita sampai juga,” seru Mahesa.Riana mengangguk. Tangan kanannya langsung memencet bel.Beberapa detik menunggu seseorang membukakan pintu.Tak berselang lama, daun pintu pun terbuka, lantas terlihatlah wajah terkejut Kenzie yang langsung melebarkan mata begitu melihat kedua orang tuanya berdiri di hadapannya.“Papa! Mama!” seru bocah itu.Disusul Yasmin yang justru langsung merekahkan senyum melihat Riana dan Mahesa telah pulang.“Hai, Kenzie! Apa kabar, sayang? Mama senang bisa memelukmu lagi. Yasmin, kalian baik-baik saja selama kami pergi, kan?” Riana langsung menghambur memeluk Kenzie dan Yasmin bergantian.Yasmin mengangguk cepat. “Tentu saja, Kak. Sudah kubilang tidak ada yang perlu dikhawatirkan dari kami.”Mahesa yang juga mendengar jawaban Yasmin pun tersenyum seraya mengayun langkah memasuki rumah.Mereka sama-sama menghempaskan diri di sofa ruang keluarga.
“Leo, tolong kau atur jadwalku dengan Mr. Geovan!” perintah Mahesa pada Leo yang berdiri di depan meja kerjanya.“Baik Tuan.” Leo mengangguk patuh. “Apa ada lagi yang Anda butuhkan, selain laporan keuangan?”Mahesa menggeleng, sebelah tangannya mengibas di udara.“Sudah cukup. Kau boleh pergi.”Leo mengangguk, baru saja akan beranjak meninggalkan ruang kerja Mahesa.Namun langkahnya terhenti saat teringat akan sesuatu.“Tuan.”“Ada apa?” tanya Mahesa sambil tetap fokus pada laporan yang sedang diperiksanya.“Apa Anda sudah tahu kabar mengenai ayah Anda?” tanya Leo.Gerakan tangan Mahesa yang menyibak halaman berkas laporan itu pun terhenti. Kini pandangan Mahesa terangkat menatap Leo dengan dingin.“Aku sudah tidak punya ayah. Biar kuingatkan jika kau lupa, Gustav sudah menyatakan tidak akan pernah lagi menganggapku sebagai anaknya.” Nada bicara Mahesa terdengar tegas dan ditekankan.Membuat Leo mengangguk pelan. “Maaf, Tuan. Tapi kurasa ini sebuah kabar yang penting. Terlepas dari ma
“Jadi, kau membantu ayahmu? Itu bagus. Dalam keadaan sesulit itu, ayahmu membutuhkan bantuan,” ucap Riana setelah mendengar cerita dari Mahesa mengenai Gustav.Mahesa membiarkan Riana membantunya melepaskan jas hitam yang ia kenakan, lalu Riana menyampirkan jas tersebut di lengan kirinya.“Setidaknya aku masih memiliki hati sebagai seseorang yang pernah menganggapnya ayah.”“Kau masih bersitegang dengan ayahmu?” Riana menatap terkejut. Tubuh mungilnya berhadapan dengan tubuh Mahesa yang menjulang di depannya.“Dia sendiri yang memulai. Dia yang lebih dulu memutuskan hubungan kami. Jika saja dia mengerti perasaanku, mungkin aku masih memanggilnya ayah sampai detik ini.”“Mahesa …”CUP!Mahesa mengecup kening Riana sekilas, lalu menatap wajah istrinya itu dengan lamat.“Sudahlah. Jangan bahas soal dia lagi. Aku sangat lapar setelah pulang dari kantor. Apa istriku masak makanan yang spesial, malam ini?”Kedua sudut bibir Riana melengkungkan senyum. Ia pun menganggukan kepala.“Tentu saj
Mahesa dan Riana berasumsi bahwa lelaki tua yang dimaksud oleh Yasmin adalah Gustav. Benar saja, ketika mereka turun ke lantai bawah, terlihat Gustav sedang duduk di kursi ruang tamu sambil menautkan jemarinya di atas paha.“Tuan Gustav Anderson, ada perlu apa Anda datang ke rumahku?”Mata Gustav langsung menoleh begitu mendengar suara Mahesa. Gustav lantas berdiri dari duduknya dan menunggu Mahesa serta Riana sampai di hadapannya.“Mahesa,” bisik Gustav. Sorot mata Gustav kali ini tampak berbeda. Tak lagi setegas dan setajam biasanya.Riak wajahnya menyiratkan kerinduan pada Mahesa. Perlahan Gustav meremas kedua tangannya di sisi tubuh, berandai ia dapat memeluk Mahesa.“Apa kau berniat ingin mengganggu kebahagiaanku dan Riana? Jika itu niatmu, aku tidak akan pernah membiarkanmu,” cetus Mahesa. Rahangnya merapat.Tangan Riana segera menggenggam tangan suaminya. Seolah mengisyaratkan agar Mahesa tak langsung emosi.“Bukan. Aku sudah tak memiliki niat mengganggu pernikahan kalian. Me
“Riana!” pekik Mahesa yang langsung menjatuhkan kantung belanjaannya serta berlari.“Tuan Gustav!” Riana melebarkan mata melihat Gustav yang kini terbaring telungkup di hadapannya.Tadi saat sebuah peluru yang entah darimana datangnya hampir saja menembus dada Riana, tiba-tiba Gustav menghalangi tubuh Riana dengan tubuhnya hingga peluru itu menembus ke tubuh Gustav.“Kakek.” Kenzie pun menatap kasihan pada Gustav yang terbaring lemah.Banyak orang yang datang dan berkerumun. Sedangkan Nessie sendiri langsung melarikan diri begitu ia tahu bidikannya meleset.“Riana, kau dan Kenzie tidak apa-apa?” Mahesa datang terengah. Menghampiri istri dan anaknya dengan wajah panik.Mata Riana berkaca-kaca. “Mahesa, ayahmu …”Mahesa mengikuti arah pandang Riana, kemudian ia terhenyak kaget menemukan Gustav yang bagian depan tubuhnya telah terluka.“Papa!”Mahesa berjongkok di samping Gustav. Menaruh kepala Gustav di atas pahanya.Lelaki paruh baya itu tak sadarkan diri. Tangan Mahesa menepuk pelan
Dokter telah memeriksa kondisi Gustav yang baru sadarkan diri. Luka tembaknya tak mengenai bagian yang fatal, beruntung Gustav masih bisa selamat setelah menjalani operasi untuk mengeluarkan peluru.“Polisi sedang mencari siapa pelaku penembakan itu. Informasi yang baru kami dapatkan adalah orang itu menggunakan mobil warna merah. Tapi polisi sedang mencaritahu plat nomor mobil tersebut.” Mahesa kini duduk di kursi tepat di sebelah ranjang Gustav.Riana sendiri berdiri di sebelah Mahesa.Gustav duduk bersandar sambil mendengarkan ucapan putra kandungnya.“Oh ya, aku ingin tahu satu hal. Kenapa Papa bisa tiba-tiba datang dan tahu kalau ada orang jahat yang berniat menembak Riana?” kali ini kening Mahesa berkerut dalam.Matanya menatap ayah kandungnya dengan sorot menyelidik.“Karena Papa tahu siapa orang yang ingin mencelakai Riana,” jawab Gustav.Sontak saja bola mata Riana dan Mahesa sama-sama membulat lebar mendengarnya.“Apa? Jadi, Papa tahu siapa orang itu?”Gustav menganggukan ke
“Kau senang aku sudah berdamai dengan ayahku?” tanya Mahesa, tangannya mengusap punggung tangan Riana.Matanya menatap Riana dengan senyum yang mengembang.Riana mengangguk. “Semoga ini menjadi awal yang baik untuk hubungan kalian ke depannya. Sebagai ayah dan anak, sudah selayaknya kalian berdua akur, bukan?”Mahesa tersenyum, mengangguk-anggukan kepala. Tangannya meraih tangan kanan Riana lalu menciumi jemarinya dengan lembut.Saat itu, pandangan Mahesa teralihkan pada sebuah panggilan yang masuk ke ponselnya.“Siapa?” Riana bertanya sambil mengernyitkan alis.“Ini dari kantor polisi!” seru Mahesa menatap layar ponselnya. Kemudian cepat mengangkat panggilan tersebut dan menempelkannya ke telinga kanan.“Hallo, Tuan Mahesa Anderson. Kami berhasil menangkap saudari Nessie. Dia ditangkap di bandara soekarno-hatta saat akan melarikan diri ke luar negeri. Saat ini saudari Nessie berada di kantor kami.” Polisi itu memberitahu Mahesa.Mendengar itu, bola mata Mahesa melebar senang. Bibirny
“Kalau begitu tunggu apa lagi? Ayo masuk!” Mahesa mempersilakan Nessie masuk ke dalam mobilnya.Nessie tersenyum dan duduk di kursi belakang bersama pengasuh dan Andra.Tentu saja Nessie mendekap Andra di atas pangkuannya. Tak sedikit pun Nessie berniat memberikan Andra kepada pengasuh yang duduk di sampingnya.Mobil Mahesa lantas melaju meninggalkan lapas dan merambat di jalan raya.Seulas senyum tipis tersungging di bibir Riana. Sambil tangannya mendekap punggung Anna yang kini tertidur di atas pangkuan, Riana mendesah lega dalam hati.“Aku senang melihat Nessie dan Andra tersenyum sebahagia itu,” batin Riana.***“Ayo Pa! Lempar bolanya ke mari!” Kenzie berseru pada Mahesa yang berdiri cukup jauh di hadapannya.Sedangkan Kenzie sendiri duduk di atas pelampung bebek warna kuning dan mengangkat kedua tangannya ke atas, bersiap menyambut lemparan bola dari Mahesa.Saat ini ayah dan anak itu sedang bermain bola di dalam kolam renang. Sesekali tawa mereka akan terdengar sampai ke teling
Momen yang sangat Riana tunggu-tunggu selama ini adalah momen kebebasan Nessie dari dalam penjara.Dan hari ini Nessie akan bebas. Dengan segera Riana bersemangat mendandani Andra dan memakaikan baju terbaik untuk balita tersebut.Bahkan Riana mengemasi barang-barang Andra serta pakaiannya ke dalam koper.“Sayang, kau sudah siap?” tanya Mahesa yang masuk ke dalam kamar dengan penampilannya yang sudah rapi dengan stelan kemeja berwarna biru tua.Sementara Riana sendiri tampak manis dengan celana jeans pensil dan baju kaus biru muda yang dipadukan dengan cardigan putih.“Sudah. Sekarang aku hanya tinggal menyisir rambut Andra. Sebentar lagi dia akan siap,” kata Riana sambil menyisiri rambut Andra yang duduk di atas pangkuannya.Karena masih balita dan sedang aktif-aktifnya, terkadang Andra tak bisa diam hingga membuat Riana sedikit kesulitan saat menyisir rambut bocah itu.“Tahan ya, sayang. Biar Tante rapika dulu rambutnya.”Bibir Mahesa mengulum senyum memperhatikan istrinya yang tela
Malam hari, Mahesa mencari keberadaan istrinya yang entah berada di mana. Mahesa terbangun dilarut malam dan keningnya berkerut saat tak menemukan Riana di sampingnya. "Riana? Sayang, kau di mana?" Mahesa memanggil, ragu-ragu saat mengeraskan suaranya karena takut anak-anak itu akan terbangun mendengar teriakannya. "Oekk ... Oekk ... " Suara tangisan balita terdengar dari arah kamar Anna. Hal itu membuat langkah Mahesa terhenti. "Anna bangun?" segera Mahesa memutar langkahnya menuju kamar putri keduanya. Begitu membuka pintu kamar, Mahesa langsung berseru memanggil nama anaknya. "Anna!" "Aaakhh!" kedatangan Mahesa yang tiba-tiba membuat Riana memekik terkejut sambil menutupi dadanya yang tadi sempat ia keluarkan karena akan menyusui Anna. Namun setelah tahu yang masuk ke kamar Anna adalah Mahesa, Riana pun tidak lagj menutupi dadanya dan kembali melanjutkan menyusui Anna. "Kau datang membuatku terkejut." Riana berkomentar. Mahesa menutup pintu kamar, lalu melangkah mengham
Masih berada di rumah Aram, Riana turun ke lantai bawah dan berkeliling sejenak seolah sedang bernostalgia melihat-lihat kembali isi di dalam rumah tersebut.Riana ingat dulu dirinya seringkali berkunjung ke rumah Ara, bersama Kenzie. Ternyata isi rumah tersebut sudah banyak berubah. Termasuk letak beberapa furniture yang diubah sedemikian rupa."Lukisan itu?" dari sekian banyak benda yang ada di penjuru rumah Aram, perhatian Riana justru terpaku pada sebuah lukisan kuno yang menampilkan gambar seorang nenek tua yang sedang duduk manis di kursinya. Nenek tua itu mengenakan selendang berwarna abu yang telah pudar, serta kain jarik sebagai penutup kakinya yang telah keriput. Sementara rambutnya yang telah berubah dibiarkan tersanggul ke belakang. "Ini adalah lukisan kesayangan Bu Risma," gumam Riana sedih sambil menyapukan jemarinya pada permukaan lukisan yang terpajang rendah di dinding ruang tengah."Aku tidak percaya kau masih mengingatnya, Riana. Kau masih ingat dengan lukisan kes
Setelah sarapan, Mahesa langsung mengabari Leo bahwa ia akan berangkat ke kantor sangat siang. Mahesa meminta Leo untuk menghandle sedikit pekerjaannya sampai Mahesa sendiri tiba di sana.Begitu Leo menyanggupi, Mahesa pun mengakhiri teleponnya dan masuk ke dalam mobil, dimana Riana yang menggendong Anna dan seorang pengasuh yang menggendong Andra sudah berada di dalam mobil tersebut.“Kita mau belanja di mall mana, sayang?” Mahesa bertanya pada Riana yang duduk di sampingnya.“Mall mana saja. Aku tidak masalah.”“Bagaimana kalau di mall yang dekat dengan kantorku” Mahesa bertanya lagi.Riana mengangguk setuju.Riana tahu kalau mall yang dekat dengan kantor Mahesa adalah mall terbesar yang ada di Jakarta. Namun Riana tidak menolak saat Mahesa menawarkan pergi ke mall tersebut.Sebab lelaki itu tidak akan keberatan meski Riana berbelanja sepuasnya di sana.Sejurus kemudian, mobil Mahesa pun tiba di baseman mall. Riana menggendong Anna turun dari mobil setelah Mahesa membukakan pintu mo
“Sayang! Sayang!” pagi ini Mahesa berseru memanggil-manggil istrinya.Lelaki itu baru keluar dari kamar mereka namun sudah heboh mencari Riana seperti ingin menyampaikan sebuah berita baik.Seruan Mahesa yang lantang tentu saja sampai di telinga Riana yang sedang menata sarapan di atas meja.“Aku di sini.” Riana balas berteriak.Segera Mahesa mempercepat langkahnya menghampiri sang istri.“Selamat pagi!” lelaki itu mendaratkan ciuman singkat di pipi kanan Riana.“Pagi,” balas Riana sambil tersenyum tipis. Tangannya sibuk menata makanan.“Pagi-pagi begini sudah heboh mencariku. Tidak biasanya. Aku yakin kau belum cuci mukamu, kan? Ada apa?” tanya Riana.Mahesa yang mendengar ucapan istrinya itu spontan menyentuh wajahnya yang memang belum sempat dicuci.Semua itu gara-gara Mahesa terbangun oleh sebuah pesan yang masuk ke ponselnya. Pesan yang membawa kabar bahagia untuknya, mungkin juga untuk Riana.Itulah mengapa Mahesa sangat bersemangat memberitahukan kabar ini pada istrinya.“I hav
Banyak yang berubah setelah satu tahun. Beberapa juga pergi dari kehidupan Mahesa dan Riana.Termasuk Gustav, yang meninggal empat bulan setelah kelahiran Annastasya Anderson, cucu keduanya.Sekarang Riana dan Mahesa yang sedang merindukan Gustav pun mengunjungi makamnya.Riana memegang keranjang kecil berisi kelopak bunga. Sementara Mahesa memegangi payung hitam.“Sekarang Kenzie sudah semakin pintar, Pa. Nilainya selalu bagus dalam mata pelajaran. Jika Papa masih hidup, Papa pasti akan sangat bangga pada Kenzie,” ucap Mahesa sambil menceritakan soal Kenzie pada makam ayah kandungnya.Riana yang berjongkok di samping Mahesa pun tersenyum tipis. Tangan kanannya mengusap punggung Mahesa.Riana tahu bagaimana perasaan Mahesa saat ini.Meskipun lelaki itu mencoba untuk menampilkan senyum di wajahnya, tetap saja Mahesa tak bisa menutupi matanya yang berkaca-kaca.“Kau pasti sangat merindukan Papa, ya?” tanya Riana sambil berbisik di telinga Mahesa.Mahesa menangkap tangan Riana yang menye
Satu tahun kemudian…Mobil mewah Mahesa berhenti di pekarangan depan sebuah panti asuhan yang bernama ‘Muara Kasih Bunda’.Begitu turun dari mobil, mereka langsung disapa oleh pemilik panti yang bernama Bu Yani.Sambil menggendong Anna yang sudah berusia satu tahun, Riana berjalan beriringan dengan Mahesa memasuki panti asuhan tersebut yang tampak ramai oleh suara anak-anak balita yang sedang bermain dan berlalu Lalang.“Silakan Tuan, Nyonya.” Bu Yani mempersilakan mereka untuk masuk ke sebuah kamar dimana terdapat seorang anak laki-laki berusia satu tahun lebih yang tertidur di atas ranjang.Riana menghela napas melihat betapa pulasnya balita lucu tersebut. Di tangannya tergenggam sebuah kalung berbandul dinosaurus.Riana tersenyum. Ia tahu siapa yang memberikan kalung dinosaurus itu pada anak laki-laki tersebut.“Andra sedang tidur. Tapi dia sudah tidur dari setengah jam yang lalu. Jika Tuan Mahesa dan Nyonya Riana mau bicara dengannya, saya akan bangunkan dia,” kata Bu Yani yang be
“Aku akan memberikan nama Anna,” jawab Riana yang kemudian membuat kening Mahesa mengernyit.“Anna? Hanya Anna saja?”Riana menggelengkan kepala. “Nama panjangnya bisa kau yang berikan. Aku hanya ingin dia diberi nama Anna.”Mahesa tersenyum. Kemudian mengangguk-anggukan kepala, lalu lelaki tampan itu pun berpikir sejenak.“Anna? Baiklah. Aku harus mencari nama panjang yang sesuai dengan nama depannya. Tapi apa ya?” gumam Mahesa sambil mengurut dagunya dengan ibu jari dan telunjuk.“Ah, aku tahu. Bagaimana kalau Annastasya Anderson?” tanya Mahesa sambil memberikan usul nama yang menurutnya paling bagus.“Annastasya?” ulang Riana.Mahesa mengangguk. “Ya. Yang penting nama panggilannya tetap Anna, kan?”Mendengar itu, Riana kemudian mengangguk setuju. “Itu nama yang cantik. Aku sangat menyukainya.”“Ya. Nama yang cantik. Secantik orangnya,” balas Mahesa sambil tersenyum lebar.“Tuan, Nyonya, bayinya sudah dimandikan. Sekarang dia sudah siap untuk menyusu pada ibunya,” kata seorang pera