Share

Putra Tersembunyi sang Presdir Mandul
Putra Tersembunyi sang Presdir Mandul
Penulis: pramudining

1. Kejutan Hari Pertama

Penulis: pramudining
last update Terakhir Diperbarui: 2024-10-29 19:42:56

"Bapakmu itu panutan kami, jika sampai anak gadisnya hamil tanpa adanya suami sungguh sangat memalukan!"

"Betul itu! Untuk apa dia mengajarkan norma serta syariat pada anak-anak kami jika mendidik anaknya sendiri menjadi baik tidak bisa?" timpal salah satu tetangga yang malam itu berada di rumah Bunga dengan seluruh warga termasuk ketua RT.

Berbondong-bondong para tetangga menyerang Bunga yang saat itu tengah hamil delapan bulan agar keluar dari desanya.

Kehamilan anak guru gaji itu merupakan aib bagi warga desa yang masih menjunjung tinggi adat dan norma.

Mereka bahkan tak segan menyeret Bunga beserta orang tuanya untuk segera meninggalkan desa--tempat kelahirannya--tanpa mau mendengar penjelasan sama sekali.

"Unda, cantik banget, sih. Mau ke mana?" tanya seorang bocah lima tahun yang membuat Bunga tersadar dari lamunan.

Enam tahun berlalu dari kejadian buruk itu dan Bunga bersyukur karena mempertahankan Fatih saat dia dimaki banyak orang.

Karena anaknya itu pula, sosok Bunga Annisa Rukmantara yang mandiri dan kuat muncul. 

Perempuan berhijab itu pun tersenyum. "Sayang, kamu lupa apa yang Bunda katakan semalam. Besok, Fatih sudah mendaftar sekolah dan semua itu membutuhkan biaya yang cukup besar. Jadi, hari ini bunda harus datang ke kantornya Tante Shaqina jika ingin uang yang cukup banyak untuk biaya sekolah. Bunda nggak bisa bekerja dari rumah lagi," ucapnya sembari mengelus puncak kepala sang putra.

"Oh," ucap Fatih, "Terus aku ke sekolahnya sama siapa, Unda?"

"Sama Nenek, Sayang. Unda yang antar, pulangnya juga Unda yang jemput. Tapi, yang nemeni di sekolah nenek."

"Hmm." Tangan Fatih bersedekap dengan mata berputar seperti orang dewasa yang sedang memikirkan masalah berat. "Oke, deh."

"Anak baik dan pintar. Sore nanti pengen dibawain apa?" Mengelus rambut, satu-satunya buah hati yang paling berharga dalam hidup Bunga.

"Fatih nggak minta apa pun, Nda. Unda pulang tepat waktu sudah cukup, kok."

Bunga kembali terenyuh dengan sikap dewasa putranya. Mencium sekali lagi  sebelum berangkat. Selesai menutup mahkota kepalanya, perempuan itu memanggil sang ibu.

"Ya, Nak," sahut wanita dengan keriput yang mulai jelas terlihat. Meski enam tahun ini hidupnya selalu diliputi kesedihan sejak kematian sang suami, dia tetap menampilkan senyum terbaik di depan putri semata wayangnya.

"Bunga mau berangkat sekarang, Bu. Semua uang untuk keperluan Fatih ada di laci. Ibu ambil saja misal dia mau minta jajan. Bunga usahakan pulang nggak terlalu sore," kata perempuan berjilbab yang kini siap berangkat bekerja.

"Iya, Nduk. Kamu hati-hati, ya. Jangan buat kesalahan pas mendesain baju pesanan pelanggan-pelanggan butiknya Shaqina." Tangannya terulur supaya dicium putri semata wayangnya.

Tak lama kemudian, seseorang mengetuk pintu.

"Sepertinya, taksi online yang Bunga pesan sudah datang. Aku berangkat dulu, ya, Bu." Mencium pipi sang ibu kanan dan kiri. Setelahnya, Bunga meninggalkan rumah kontrakannya.

Tepat pukul delapan, Bunga sudah sampai di depan sebuah butik dengan brand nama pemiliknya sendiri. Langkah perempuan itu mantap memasuki butik. Beberapa pegawai yang berjaga di depan menyapa dan tersenyum.

"Assalamualaikum, Mbak. Tumben, nih. Pagi-pagi sudah ke butik?" kata salah satu karyawan dengan rambut lurus, panjang sebahu.

Bunga tersenyum dan menjawab. "Big boss minta aku datang tiap hari sekarang, Mbak. Kalau nggak dituruti bisa kena PHK aku."

"Ehem."

Suara dehaman terdengar di belakang Bunga.

"Orang yang dimaksud sudah ada di sini. Jangan berani-beraninya menggosip, ya." Jilbab pashmina modern yang dililitkan ke bagian leher serta setelan tunik dan kulot tampak elegan dipakai oleh wanita itu.

Shaqina, sahabat Bunga ketika SMA dulu sekaligus perempuan yang telah membantu kesulitan-kesulitannya selama beberapa tahun ke belakang, tampak merengut.

"Cantik banget big bos satu ini," ucap Bunga. Mendekat dan merangkul sang sahabat agar tidak marah.

"Karyawan tidak boleh merayu bosnya, ya." Shaqina pura-pura marah.

"Oke, aku nggak akan merayu Bu Bos lagi," ucap Bunga. Kemudian dia menjabat tangan sahabatnya dan mencium pipi kanan kiri. Salah satu karyawan yang menyapa Bunga tadi tersenyum melihat keakraban keduanya. Dalam hati, memuji sifat baik dan ramah si bos cantik.

"Ke ruanganku, ya," pinta Shaqina.

Menganggukkan kepala, Bunga segera mengikuti langkah sahabatnya. Sesampainya di sebuah ruangan bernuansa baby pink dengan taburan bunga di dindingnya, Shaqina meletakkan tasnya sembarangan. Duduk bersandar dengan kaki Kakan menimpa kaki kiri, dia menghela napas lelah.

"Kenapa, Bu?" tanya Bunga penasaran.

"Capek tau ngurus pelanggan satu ini."

"Siapa, sih?" Bunga meletakkan tangan kanannya di dagu atas meja. "Perempuan yang waktu itu pesen gaun untuk acara ulang tahun pernikahannya?"

"Aku nggak tahu. Kan, selama ini aku belum pernah bertemu dengan para pelanggan yang memesan gaun di butik ini. Kamu lupa, kalau aku bekerja di balik layar?"

Shaqina menepuk keningnya sendiri. "Sorry, aku lupa karena baru mendapat telpon dari pelanggan itu."

"Banyak-banyak istighfar, deh. Supaya sabarmu ditambah untuk menghadapinya."

"Oke, Sayang. Kamu memang sahabat terbaik. Selalu mengingatkan tentang kebaikan." Shaqina mencolek dagu sahabat itu.

"Idih, geli," kata Bunga, "udah ah, galaunya. Ruanganku di mana, nih?"

Sekali lagi, Shaqina menepuk keningnya. Saking gugup dan khawatir memikirkan pertemuan dengan pelanggan butiknya yang cerewet itu.

"Ruangannya di sini aja, sih. Kita berbagi aja. Aku tidak bisa jauh-jauh darimu."

Bunga mengamati ruangan Shaqina sekarang. Hanya, ada satu meja dan kursi untuk bekerja.

"Tenang, bentar lagi ada yang ngirim meja supaya kamu nyaman kerjanya dan menghasilkan desain baju yang disukai para pelangganku." Seperti mengerti kebingungan sahabatnya gadis berjilbab itu berkata demikian.

"Oke, deh. Sekarang, apa yang harus aku kerjakan?" kata Bunga.

Tidak mungkin dia berdiam diri di butik, sedangkan niatnya adalah bekerja, kan?

"Kita tunggu pelanggan itu. Setelahnya baru kerjakan pesanan yang diminta olehnya. Mereka sedang dalam perjalanan ke sini."

"Baiklah. Aku ke pantry dulu, mau bikin kopi. Kamu mau?" Bunga berdiri dan membenarkan gamisnya.

"Boleh, deh."

Tangan Bunga sudah mencapai gagang pintu, tetapi sebuah ketukan menginterupsinya.

Segera saja, perempuan berjilbab itu memutar kenop setelah menengok pada Shaqina.

Pintu terbuka, wajah perempuan berambut panjang hampir sepinggang dengan model bergelombang di bagian bawah terlihat. Bunga menatap takjub perempuan di depannya itu. Kulit putih bersih dengan body mirip model papa atas membuat Bunga mendongakkan kepala ketika akan menyapa.

"Boleh saya masuk?" tanya perempuan yang belum dikenal oleh Bunga itu dengan nada meremehkan.

"Hello? Ditanya, kok bukannya jawab malah bengong?" ketusnya lagi.

"Boleh, Bu. Si--silakan," jawab Bunga terbata.

Ia pun menggeser posisi supaya perempuan itu masuk.

Hanya saja, jantung Bunga berlompatan melihat sosok di belakang perempuan itu--Yusuf.

Mantan suaminya ada di sana!

Anehnya, pria itu berjalan melewatinya begitu saja mengikuti perempuan tadi, seolah tak mengenal Bunga.

Kala mereka melewati Bunga, dia pun mematung.

Berbagai perasaan berkumpul menjadi satu.

"Di mana menantu saya tadi?" 

Pertanyaan wanita paruh baya yang baru masuk ke butik menyadarkan Bunga dari lamunan.

Jari jempolnya otomatis menunjuk ruangan Shaqina. 

Kali ini, segala potongan puzzle tiba-tiba tersusun. 

"Jadi, dia sudah punya istri lagi?" gumam Bunga tanpa sadar.

Bab terkait

  • Putra Tersembunyi sang Presdir Mandul   2. Ancaman

    Segala macam pikiran berkecamuk pada diri Bunga. Sekian tahun tak berteu ternyata Yusuf sudah memiliki seorang istri. Bunga berjalan gontai ke arah pantry. Ia bahkan hampir menabrak salah satu karyawan butik."Maaf ... maaf," kata Bunga menyadari kekeliruannya."Tidak apa-apa, Mbak." Salah satu karyawan butik itupun berlalu pergi meninggalkan Bunga yang masih bengong. Mengusap kasar wajahnya, Bunga mencoba mendoktrin pikirannya supaya tetap fokus dalam bekerja. Sudah selama ini tidak bertemu dengan lelaki itu, tentu saja semua sudah berubah. Wajar jika dia sudah menikah. Begitulah pemikiran yang ditanamkan si perempuan untuk menyikapi lelaki yang ditemuinya tadi.Baru menyelesaikan kopi yang dibuat untuknya, Bunga mendapat pesan dari Shaqina agar segera ke ruangannya. Ibu satu anak itupun menghela napas sebelum masuk. Dia meletakkan beberapa cangkir kopi yang dibuat tadi di meja.Hanya saja, tangan Bunga gemetar tatkala melihat cincin yang tersemat di jari manis lelaki yang ditem

  • Putra Tersembunyi sang Presdir Mandul   3. Kalut

    Pagi-pagi sekali, Bunga sudah disibukkan dengan Fatih. Bocah kecil yang belum genap berumur lima tahun itu ribut sejak sebuah untuk menyiapkan keperluan sekolahnya. Fatih sangat antusias memulai harinya yang baru."Nda, nanti berangkatnya naik apa?" tanya Fatih."Naik motor, Sayang." Bunga mengambil tas dan memanggil ibunya untuk berangkat."Memangnya Unda sudah beli?" Fatih bahkan sampai mendongak dan memiringkan kepala untuk mendengar jawaban Bunga.Mencubit pelan pipi balita gembul itu, Bunga pun menjawab, "Sudah, dong. Memangnya Fatih nggak tahu? Motornya, kan, kemarin sore dianter sama pihak dealer."Si kecil menggelengkan kepala. "Nenek kok nggak ngasih tahu Fatih kalau Unda beli motor?" Menatap pada neneknya yang sudah rapi dengan gamis batik baru."Fatih kemarin tidur pas motornya datang. Udah, yuk berangkat. Semakin banyak pertanyaan, Bundamu akan semakin lama berangkat kerjanya."Mengangguk patuh, si kecil pun mengikuti langkah bunda dan neneknya ke luar rumah. Selama perjal

  • Putra Tersembunyi sang Presdir Mandul   4. Heboh

    Sedikit gemetar, tangan Bunga mulai memencet tombol mesin EDC di depannya. Perempuan itu masih sangat hafal dengan pin yang disebutkan sang pemilik kartu. Suara print out dari mesin kecil itu keluar. Bunga melirik putranya yang tersenyum begitu bahagia ketika dia telah membayar biaya sekolah dengan mudah.Namun, senyum Bunga luntur ketika mengingat seseorang yang memberikan kartu tersebut. Apalagi ketika nominal pembayaran tersebut keluar. Cukup banyak untuk ukuran kebutuhannya sebagai seorang perempuan yang hidup sendiri."Kartu ATM siapa yang kamu berikan pada petugas tadi, Nduk? Kenapa Ibu nggak pernah melihatnya," tanya perempuan paruh baya di sebelah Bunga."Nanti, Bunga akan cerita, Bu. Sekarang, kita pulang karena aku harus kerja. Ada pelanggan butik yang harus aku temui. Dia sangat cerewet sekali. Kasihan jika Shaqina sendirian menghadapinya." Mereka bergegas kembali ke parkiran ketika semua syarat-syarat pendaftaran sekolah sudah diselesaikan. Sesampainya di rumah, Bunga la

  • Putra Tersembunyi sang Presdir Mandul   5. Pencarian

    Di sisi lain, perempuan Kamila menuju ruangan Purnama.Dia pun masuk, tanpa mengetuk pintu."Papa sudah hubungi Rudy untuk menyelediki masalah yang Mama katakan di telpon tadi, kan?" tanya Kamila tanpa mengucap salam."Mama itu kurang kerjaan banget, sih. Lagian kenapa mesti menghubungi Rudy untuk masalah sepele seperti ini. Memang rekening siapa yang mau Mama retas?""Anakmu, Mama curiga. Sejak kejadian itu," kata Kamila. Pandangannya lurus ke depan, mengenang kejadian enam tahun silam. "Curiga kenapa? Yusuf tidak berbuat macam-macam bahkan berselingkuh dari istrinya saja tidak pernah. Lalu, kenapa Mama mencurigai rekeningnya?" Purnama masih kekeh untuk tidak mengabulkan permintaan sang istri. Menyuruh Rudy untuk meretas rekening seseorang, terlalu beresiko baginya. Jika menyangkut konsumen yang menunggak payment di perusahaan, mungkin Purnama bisa melakukannya. Akan tetapi, ini rekening pribadi seseorang, meskipun milik anaknya sendiri."Papa tidak akan mengerti. Pokoknya, kalau

  • Putra Tersembunyi sang Presdir Mandul   6. Teka-teki

    Pagi-pagi sekali, Bunga sudah menyiapkan bekal untuk Fatih, sedangkan ibunya tengah menyapu. Si kecil sendiri, tengah mandi saat ini.Fatih terbiasa melakukan semua hal sendirian sejak berumur empat tahun. Bocah itu begitu pengertian melihat orang tua serta neneknya yang sibuk dengan kegiatan masing-masing setiap hari. Hal itu kini cukup meringankan bundanya.Setengah jam kemudian, Fatih keluar dengan dandanan yang sudah rapi. "Unda, aku sudah siap berangkat ke sekolah." Bocah itu memutar-mutar badannya memperlihatkan seragam serta tas baru yang kemarin diberikan pihak sekolah.Bunga memperhatikan si kecil dengan sangat detail, dari ujung kaki hingga kepala. Namun, ketika matanya menatap dasi, seketika tawa menguar."Unda kenapa ketawa?" Mata Fatih menyipit. Kedua tangannya menyilang di depan dada. Bukannya berhenti, Bunga malah mengeraskan tawa. Fatih mulai mengerucutkan bibir dengan kaki menghentak-hentak. Bunga pun menyadari kesalahannya dan sebisa mungkin menghentikan tawa. "Say

  • Putra Tersembunyi sang Presdir Mandul   7. Semakin Membingungkan

    Irsan mendelik mendengar perintah Yusuf. Belum juga hilang rasa terkejut dan kekepoannya, tangan sang sahabat sudah lebih dulu menghapus rekaman CCTV pada jam tersebut. "Kamu kenapa, Suf?" Irsan mulai panik melihat butiran keringat yang bermunculan di wajah sahabatnya. "Ambilkan obatku, San," suruh lelaki dengan kulit kuning langsat. Yusuf menunjuk jas yang tadi dilepas dan ditaruh di sofa.Tanpa banyak pertanyaan, Irsan dengan cepat mengambil Jaz hitam dan merogoh setiap sakunya demi menemukan obat yang dibutuhkan. "San, cepat sedikit," ucap Yusuf. Suaranya terdengar lemah, bergetar seakan seluruh tenaganya habis.Memberikan obat yang dibutuhkan, Irsan mengambilkan sahabatnya air putih. "Apa masih sering terjadi seperti ini?""Sudah lama tidak terjadi, tapi ada satu kondisi yang tidak bisa aku prediksi." Yusuf merebahkan tubuhnya pada sofa dibantu Irsan. "Tolong jangan katakan apa pun jika Papa dan Mama bertanya." Perlahan kesadaran Yusuf menghilang, matanya mulai terpejam. Irsan

  • Putra Tersembunyi sang Presdir Mandul   8. Mulai Terkuak

    "Kenapa terkejut seperti itu, San? Apakah permintaan Tante terlalu berat untukmu?" Irsan menelan ludah, tersenyum kecut ketika tatapan Kamila dirasa terlalu menakutkan. Lalu, lelaki yang masih betah menjomblo di antara ketiga sahabatnya itu menganggukkan kepala. "Boleh, Tan. Silakan saja jik ingin melihat rekaman CCTV.""Bisa kamu tunjukkan rekaman di jam sembilan," pinta Kamila dengan wajah serius."Bisa, Tan." Irsan mulai menghidupkan layar rekaman CCTV di komputer yang ada di mejanya.Kamila mendekat dan mengamati setiap gerakan yang terekam oleh CCTV. Mata awas melihat semua adegan di dalamnya. Namun, tak satu pun yang bisa memuaskan rasa ingin tahunya. "Putar lebih awal bisa, San. Rekaman sebelum jam yang Tante sebutkan tadi."Irsan kembali mematuhi permintaan Kamila. Dia memutar sejak gerbang sekolah dibuka oleh Satpam. Kamila menatap layar monitor lebih saksama. Beberapa orang tua berdatangan mengantarkan anak mereka untuk mendaftar. Senyum perempuan paruh baya itu terbit.D

  • Putra Tersembunyi sang Presdir Mandul   9. Ultah Pernikahan

    Hari berganti, Yusuf dan Kamila berlomba-lomba mencari tahu siapa sebenarnya Bunga dan Fatih. Beberapa kali bahkan perempuan paruh baya itu sengaja mendatangi sekolah Irsan, hanya untuk bertemu dengan Fatih secara diam-diam. Beberapa kali bahkan senngaja membelikan aneka makanan ringan untuk bocah menggemaskan itu. Tiap kali selesai bertemu dengan Fatih, Kamila akan merasakan kebahagiaan yang tidak bisa digambarkShan.Seperti siang ini, Kamila mendatangi kantor sang suami setelah melihat Fatih dan membelikan mainan bocah lucu nan menggemaskan berkulit kuning langsat dengan lesung pipi. Istri Purnama itu bahkan sempat merekam dan mengambil potret ketika Fatih bermain bersama teman-temannya. Ketika tak mendapati sang suami berada di ruangannya, Kamila memutar video rekaman yang didapatnya tadi.Tawa menguar ketika Fatih membagikan makanan yang diberi oleh Kamila pada beberapa sahabatnya. Si kecil bahkan dengan riangnya membuka mainan yang dibawakan dan memainkannya dengan semua sahabat.

Bab terbaru

  • Putra Tersembunyi sang Presdir Mandul   68. Kebahagiaan Sejati

    Happy Reading*****Kegagalan meneguk indahnya malam pertama setelah sekian lama keduanya terpisah membuat Bunga begitu canggung saat ini. Walau berkali-kali Yusuf mengatakan tidak masalah, tetapi tetap saja perempuan itu merasa bersalah. Di saat sang suami sedang berada di puncak gairahnya terpaksa harus padam karena tamu bulanan Bunga datang lebih awal."Sini, Sayang," panggil Yusuf menepuk bagian pahanya."Mas, ih. Aku kan nggak bisa itu.""Tidak masalah. Walau tidak bisa masak kamu mau jauhi Mas, Yang.""Maaf, ya, Mas. Aku sudah membuatmu kecewa.""Tidak masalah, Sayang. Kita bisa mengulangnya di lain waktu. Mau jalan-jalan ke luar? Besok, kita pasti sibuk dan tidak memiliki kesempatan untuk berduaan.""Gimana bisa keluar kalau kuncinya saja dibawa Mama, Mas."Yusuf menepuk kening. Lupa jika seluruh keluarganya telah mengurung mereka di kamar tersebut. "Jadi, apa yang harus kita lakukan saat ini.""Nggak ada," jawab Bunga. Perempuan itu sengaja menjauhi sang suami. Duduk di sofa,

  • Putra Tersembunyi sang Presdir Mandul   67. Hari itu Tiba

    Happy Reading*****Sore sekitar pukul enam, keluarga Prayoga sudah berada di kediaman mereka. Tak membuang waktu lagi, Yusuf dilarikan ke rumah sakit tempat sang dokter praktek. Ada banyak harapan dari seluruh anggota keluarga tersebut atas kesembuhan Yusuf. Pemeriksaa panjang dan melelahkan akan segera mereka hadapi setelah Yusuf masuk ke ruang sang dokter. "Unda, Ayah sebenarnya sakit apa?" tanya si mungil yang sejak tadi berusaha menahan rasa ingin tahunya karena semua orang dewasa sibuk membicarakan sang ayah. "Ayah nggak sakit, Sayang. Cuma kelelahan saja.""Apa Ayah bekerja terlalu berat? Bisakah Fatih membantu pekerjaan Ayah supaya nggak kelelahan lagi seperti sekarang?"Kalimat demi kalimat yang terlontar dari bibir mungil itu terdengar oleh Purnama dan Jafar. Keduanya lantas tersenyum dengan kepala menggeleng-geleng. "Apa Ayah harus membawanya ke kantor sejak dini," ujar Jafar pada sang putra. "Lebih cepat lebih baik. Fatih itu persis Yusuf. Semangatnya untuk membantu p

  • Putra Tersembunyi sang Presdir Mandul   66. Mendekati Kebahagiaan

    Happy Reading*****Pletak .... Satu sentilan mendarat di kening sang direktur yang terkenal pandai dan selalu berhasil dalam bisnisnya. Namun, entah mengapa pikirannya menjadi buntu ketika dihadapkan pada persoalan asmara. "Apa?" kata Yusuf tak terima diperlakukan kurang ajar oleh sahabatnya."Kamu memang tidak mengingat tragedi pelecehan itu atau pura-pura bodoh. Mana mungkin aku menyukai istri sahabatku sendiri. Yang benar saja, tunanganku sekarang sudah amat sangat sempurna," seloroh Irsan. Dia masih mengawasi Bunga. Takut perempuan itu berbuat nekat jika langsung menolong.Yusuf terdiam beberapa saat, memaksa memorinya untuk mengingat semua kejadian yang telah terlewat. Berhasil, kenangan demi kenangan beberapa hari lalu serta seluruh kejadian bagaimana keluarganya mengenal Bunga hadir dalam ingatan. Namun, menit berikutnya lelaki itu merasakan kepalanya berputar."San, tolong!" ucap Yusuf lirih.Irsan menoleh pada sahabatnya dan segera berteriak sekencang mungkin memanggil nam

  • Putra Tersembunyi sang Presdir Mandul   65. Bingung

    Happy Reading*****Pagi-pagi sekali, setelah melakukan salat subuh berjemaah dengan para sahabatnya. Yusuf dan Bunga dikejutkan dengan kehadiran Purnama beserta seluruh keluarga besar keluarga Prayoga termasuk putra mereka. Kemarin malam, setelah melakukan panggilan video dan mengetahui kondisi kesehatan Yusuf, mereka sekeluarga tidak bisa duduk diam ataupun tidur nyenyak.Jafar bahkan langsung meminta asisten pribadinya untuk memesan tiket penerbangan ke Bali. Malam itu juga, lewat tengah malam, mereka sekeluarga menyusul Bunga."Eyang, Papa?" ucap Yusuf dengan bola mata terbuka sempurna. Detik berikutnya, lelaki itu melirik sang istri. "Eyang, aku bisa jelaskan siapa Bunga."Yusuf mengajak rombongan keluarganya masuk dan duduk di sofa. Para sahabatnya melihat dari jarak yang tidak begitu jauh sambil menggelengkan kepala."Ayah, kenapa nggak mau nyapa? Fatih kangen." Bukannya Jafar atau Purnama yang menjawab pertanyaan lelaki tampan itu, tetapi seorang anak kecil. Yusuf mengerutkan

  • Putra Tersembunyi sang Presdir Mandul   64. Mungkinkah Ingatannya Kembali?

    Happy Reading*****Bunga menatap panik pada sang suami. Dia telah berteriak minta tolong pada dua sahabat ayahnya Fatih. Namun, Yusuf masih tetap berteriak dan berjalan ke tengah pantai.Entah apa yang terjadi dengan sang suami. Padahal, Bunga cuma ingin mengambil kerang dan segera kembali ke sisi Yusuf saat ombak yang datang terlihat sangat besar. Akan tetapi, sng suami malah berteriak keras memperingatkan dan berlari ke tengah pantai."Berhenti, Suf. Ada apa denganmu?" tanya Fawas. Sekuat tenaga, lelaki itu mengejar. Irsan dan Shaqina bahkan menghentikan kegiatan pemotretan karena takut terjadi sesuatu dengan sahabatnya."Ya Allah, Mas. Kamu kenapa sebenarnya?" kata Bunga. Dia terus berteriak memanggil Yusuf. Pergerakannya kalah cepat karena tubuh mungil si wanita.Ombak yang begitu besar menghantam Yusuf. Beruntung, Fawas sudah memegang tangan lelaki itu. Mereka berdua terseret beberapa meter ke tengah pantai. "Suf, sadar," ucap Fawas. Lelaki itu terpaksa menampar sahabatnya. Pan

  • Putra Tersembunyi sang Presdir Mandul   63. De Javu

    Happy Reading*****Kelima rombongan Aghista pun melihat ke arah pandang ibu satu anak tersebut. Yusuf bahkan dengan cepat menutup mata sang istri dengan tangannya, sedangkan Shaqina terpaksa harus memalingkan muka. Malu sekali dengan adegan dua orng dewasa di depan mereka saat ini. "Cih, belum ada satu menit mengatakan akan melindungi Bunga dari gangguan lelaki manapun, tapi kelakuannya yang sekarang sungguh memalukan," kata Irsan. "Namanya bajingan, selamanya tidak akan pernah berubah," tambah Shaqina cukup keras hingga dua orang yang sedang melakukan adegan dewasa berciuman tersebut menoleh. Mata Damar membulat sempurna bahkan dia langsung mendorong perempuan yang tadi menjadi partner ya berciuman. "Jangan salah paham Bunga," kata Damar, "kamu tahu siapa dia. Sejak dulu, dia sudah mengejarku. Entah bagaimana dia bisa tahu, aku sedang ada kerjaan di sini.""Untuk apa kamu menjelaskan semua itu pada kekasihku?" tanya Yusuf. Tangannya sudah disingkirkan dari wajah sang istri."Mas

  • Putra Tersembunyi sang Presdir Mandul   62. Kalah Telak

    Happy Reading*****Bunga menatap suaminya yang tersenyum ketika melihat ekspresi terkejut Damar. "Mas, kamu nggak melakukan hal-hal menakutkan seperti janjimu tadi, kan?" tanya Bunga. Dia, hanya ingin memastikan bahwa suaminya tidak bertindak apa pun juga saat ini. Sungguh, keluarga Prayoga itu sangat menakutkan jika sudah merasa disakiti atau terancam. Seperti kasus Yudhistira dan Adhisti. Sepupu Yusuf itu, tega memasukkan si ibu hamil ke penjara berserta ayahnya sendiri. Padahal jelas-jelas mereka sudah meminta maaf. Kejadian pelecehan beberapa waktu lalu juga membuat Jafar marah besar. Lelaki sepuh tersebut bahkan meminta putrinya untuk bercerai dengan Iskandar. Tidak ada toleransi jika menyangkut nama baik dan rasa sakit yang dialami keluarga Prayoga. Semua harus dibayar sepadan. Sungguh, melihat wajah semringah sang suami. Bunga khawatir dengan keadaan Damar. Bukan karena dia menaruh hati pada lelaki tersebut, tetapi lebih kepada rasa kemanusiaan. "Hal-hal menakutkan gimana

  • Putra Tersembunyi sang Presdir Mandul   61. Pertengkaran Kecil

    Happy Reading*****"Kekanakan bagaimana?" jawab Damar, "aku cuma ingin melindungimu dari lelaki tidak baik ini."Kalimat Damar membuat Yusuf membulatkan mata. "Kita baru sekali bertemu. Jangan menyimpulkan sesuatu yang belum kamu ketahui kebenarannya," ucap suami Bunga. "Kebenaran apalagi yang perlu aku ketahui. Ekspresi wajah Bunga, jelas sangat tidak nyaman dengan perlakuanmu," jawab Damar. Masih kukuh dengan pendapat awal yang dilihatnya tadi. "Diam, Mar. Kamu terlalu jauh mencampuri urusan pribadiku," sahut Bunga. Kilat amarah itu jelas ditampakkan olehnya pada lelaki yang sejak tadi berusaha mendekatinya."Hah!" ucap sang lelaki sedikit terkejut dengan protes yang Bunga lakukan. "Kamu tidak perlu takut seperti itu, Bunga. Aku selalu siap ketika ada lelaki yang mengganggumu." Suara Damar mulai meninggi membuat orang-orang di dalam pesawat melihat ke arah mereka bertiga.Shaqina yang duduk dua kursi di belakang Yusuf dan Bunga, meminta ijin pada Irsan. "Permisi, Mas.""Mau ke ma

  • Putra Tersembunyi sang Presdir Mandul   60. Posesif

    Happy Reading*****"Hai, Sayang. Kenapa berhenti?" ucap Yusuf tak tahan melihat sikap si lelaki yang cari-cari perhatian pada istrinya.Bunga tersenyum menatap sang suami. "Mas, kenalkan. Ini sahabat kami bertiga pas masih SMA dulu.""Hmm," jawab Yusuf tanpa berniat untuk berjabat tangan. Bunga menyadari sikap tidak suka yang ditunjukkan sang suami. Dia pun menggandeng tangan Yusuf posesif. "Mar, kenalin dia ini ....""Saya calon suaminya," ucap Yusuf. Tampang sengaja dibuat mode dingin. "Oh, rupanya sudah punya clon suami. Aku kira kamu masih sendiri." Sengaja mengedipkan sebelah mata, lelaki itu seakan memancing emosi Yusuf. "Kenalkan, saya Damar. Salah satu direksi sekaligus Direktur dari Akasurya Grup."Fawas menarik garis bibir. Seolah mengejek nama perusahaan yang disebutkan barusan. "Jika kamu mengaku direktur Akasurya Grup, lalu siapa Ganandra?""Nah, benar. Tidak perlu sok ngaku-ngaku, deh. Ganandra itu adalah direktur utama Akasurya Grup," tambah Irsan. Dia sengaja merapa

DMCA.com Protection Status