Anda Sudah Bangun Dengan perasaan sedih akhirnya Rivera menuruti permintaan Antonio, semata ia lakukan karena tidak ingin menyusahkan Dimitri. Rivera tidak ingin egois, biarlah ia mengorbankan perasaannya sendiri demi keluarga Dimitri. Di dalam pesawat bahkan ia tidak berbicara, Rivera hanya peduli pada bayinya saja meski begitu Antonio tidak pernah bosan menawarkannya apapun meski semuanya di tolak oleh Rivera.Hingga urusan mengganti popok, Antonio sudah mendekatkan diapers tanpa diminta oleh Rivera. Sejujurnya ia masih tidak nyaman berada di dekat pria yang pernah mematahkan hatinya lebih dari sekali itu. Mereka tiba sore hari dan disambut oleh seluruh keluarga di rumah Antonio. Banyak hadiah untuk Rivera, di antaranya perhiasan dan masih banyak lagi. Mereka bergantian menggendong Baby Alyona. Rivera tetap tersenyum meskipun hatinya sedih saat ini memikirkan keadaan Dimitri. Perhiasan pun tidak dapat mengobati perasaannya saat ini. Dimana tempat ia seharusnya berada, namun
Romantisme Han Dan Lerina Hari itu Rivera terlihat pucat, tubuhnya lesu, di tambah Alyona yang sedikit rewel. Antonio yang melihat itu datang menghampirinya. Gerakan Rivera yang tengah menggendong bayinya terhenti, ketika Antonio sudah berdiri di dekatnya."Wajahmu sangat pucat, kita pergi sekarang ya!" ucap Antonio seraya mengusap peluh di dahi sang istri. Mata Rivera terlihat sayu, ia mengangguk pelan. Antonio ingin mengambil alih bayi mereka. "Biar aku saja," tolak Rivera karena dia, tahu Antonio akan menyetir nanti.Antonio menggeleng, "Aku saja," katanya. Akhirnya Rivera menyerahkan Alyona pada ayahnya. Dia mengambil tas dan mengikuti Antonio yang telah berjalan ke mobil. Rupanya Antonio mempekerjakan seorang supir ia membukakan pintu untuk Rivera.Perlakuan Antonio sangat manis, mereka duduk di belakang.Kepala Rivera terasa semakin pusing hingga ia ingin memejamkan matanya. Antonio yang menyadari hal itu, menarik pelan kepala istrinya agar bersandar di lengannya saja.
Dendam Untuk Philip Kedua orang itu memasang kuda-kuda dengan mata menyorot tajam. Sarra terlihat acuh, tangannya, bersedekap."Sebaiknya tidak perlu adu kekuatan, pergilah katakan pada Paula agar berhenti menggangguku!" ucap Sarra. Kalau bisa tidak dengan kekerasan kenapa tidak. Pikirnya."Hah hah haha! Tidak perlu sombong untuk menutupi rasa takutmu. Its ok, tapi mari ikut dengan kami!" Mereka tentu tidak bodoh, tugas utama mereka adalah menangkap Sarra dan membawanya pada Paula. Yah, meskipun harus dengan pemaksaan dan sedikit kekerasan."Sayangnya aku tidak berminat bertemu dia." Sarra menggedikkan kefua bahunya tepat setelah itu dengan gerakan cepat salah satu dari mereka menyerang Sarra dengan tinju.Sarra merunduk lalu dengan cepat kakinya berpurar di bawah hingga menyebabkan pria itu jatuh terjengkang.Sarra berdiri dan membetulkan bajunya. Satu pria lagi ingin menyergapnya dari belakang. Sarra berputar dan menjulurkan tangannya hingga pukulan pria itu tidak mengenainya.A
Ketakutan Antonio Rivera tidak melakukan banyak hal, bukan karena tidak bisa, namun Antonio selalu mengawasinya, setiap dirinya ingin turun, suaminya langsung siaga bertanya apa maunya.Bukannya senang, yang ada justru Rivera merasa bosan dan jengah."Stop Antonio!" pekik Rivera. Ia sudah tidak tahan lagi dengan keposesifan pria itu."A-aku hanya ingin membantumu, katakan saja apa maumu, akan aku ambilkan."Dia ini tidak peka atau memang sangat keterlaluan."Jangan samakan aku dengan Alyona."Harusnya Antonio paham dengan kalimat itu, namun dia menanggapinya berbeda."Tentu saja tidak, Sayang. Alyona masih bayi dan Kau sudah besar." Jawaban memang benar, tapi semakin membuat Rivera kesal."Minggir!" Rivera sudah tidak tahan lagi."Mau kemana? Kau ingat kata dokter harus istirahat."Rivera bertambah pusing jadinya, "Antonio sebaiknya urusi pekerjaanmu, biar aku dan pengasuh yang mengurus Alyona," tegas Rivera."Lalu siapa yang mengurusmu?" CkPertanyaan macam apa itu. Rivera r
Jangan Terlalu Naif Paula berdiri menatap keluar dari dinding kaca pembatas kolam renang. Sebisa mungkin ia menjaga emosinya.Pertanyaan Harry barusann sangat mengejutkannya, "Dia berani mengatakan fitnah demi menggagalkan rencana pernikahanmu? Ibu kecewa, Harry. Kau dan Patricia lebih mempercayainya."Paula mengusap air matanya dengan jari, pertanda wanita itu menangis, entah untuk apa? Yang pasti hanya demi membuat Harry percaya padanya.Patricia sangat tidak sabar melihatnya, "Ibu, tidak mungkin Sarra mengarang cerita. Apa lagi kejadian itu sudah lebih dari tiga puluh tahun yang lalu." Sungguh ia tidak ingin mempercayainya.Paula memutar tubuhnya dan menatap penuh wajah Harry, "Lihat, Harry! Adikmu menuduh ibu berbohong. Sejahat itukah aku di mata Kalian? Hiks his hiks!" Tangis Paula semakin menjadi."Ibu, Patricia tidak menuduh, dia hanya ingin kejujuran." Harry ingin menjadi penengah, sungguh ia pun tidak ingin menyakiti hati sang ibu lagi."Sudah, cukup! Kalian berdua sama s
Nona Sarra, Lari! Setelah puas menangis Sarra beranjak meninggalkan pintu. Ia masuk ke dalam kamar.Treet treetGetar dari ponselnya terdengar, Sarra segera mengambil benda pipih itu dan mengangkatnya saat melihat nama si pemanggil. "Halo!" sapanya."Nona, di luar ada lima orang yang mencurigakan, dua orang tidak jauh dari apartemen, Nona. Selebihnya ada di luar sedang mengawasi," lapor Tobias sang bodyguard."Paula memang sagat keterlaluan," rutuk Sarra, "Sepertinya ini bukan hanya ancaman biasa." Sarra berasumsi sendiri. Paula semakin menjadi, apa maksudnya dengan mengirim lima orang anak buah."Apa perlu kami mengusirnya?" tanya bodyguardnya setelah agak lama tidak ada tanggapan dari Sarra. "Tidak perlu. Suruh Kimmy datang, aku ingin keluar dari sini!" perintah Sarra."Baiklah!" Tobias mematikan sambungan dan segera mengatakannya pada Kimmy. Sarra membersihkan dirinya sambil menunggu kehadiran bodyguard wanitanya.Tobias mengalihkan tatapan anak buah Paula saat Kimmy aka
Lupakan Harry! Malam itu juga, Sarra menghubungi Lerina, meminta bantuan agar kakak iparnya itu mau menolongnya."Bagaimana aku harus menanyakannya?" Lerina sendiri bingung harus memulai dari mana dan lagi Philip tentu akan bertanya kenapa Lerina bertanya tentang masa lalunya."Aku butuh bantuanmu, Kak. Ini penting untuk mengetahui masa lalu itu. Apa kakak tahu, Paula selalu berusaha mencelakaiku." Sarra memilih jujur dengan Lerina karena ia yakin hanya kakak iparnya ini saja yanv bisa ia bagi tentang rahasia."Astaga! Sarra sebaiknya Kau pulang dan lupakan Harry!" Lerina jadi takut membayangkannya. Ia jadi menyesal telah membantu Sarra untuk pergi."Please!" mohon Sarra lagi, "ini harus, segera di akhiri," katanya lagi."Dengan mengorbankan nyawamu?" Lerina menolak dengan tegas, "tidak Sarra, cepat kembali sebelum keluaga kita mengetahuinya." Lerina terdengar marah."Kakak, ini sudah terlanjur, Paula sudah terlalu jauh mengusik ketenanganku." Sarra tetap bersikeras."Di duni
Keresahan Laura Semua orang yang telah menjauh dari gedung, menatap pada ketinggian, pasalnya waktu sepuluh menit yang terdengar tadi sudah hampir habis.Terjadi ketegangan di setiap mereka, tatkala waktu terus berjalan tak terkecuali Kimmy dan Tobias tanpa sadar saling memeluk erat."Bagaimana nasib Sarra?" ucap Kimmy yang sudah menangis. Meski baru bertemu sebentar tetap saja ia sangat khawatir.Paula sudah tidak berdaya lagi membayangkan Harry yang akan tewas terpanggang api. Ia luruh ke tanah, namun sebelum itu Rodriguz menahan tubuhnya, ia menarik Paula ke dalam pelukannya.Perasaannya hancur karena ia sendirilah yang merencanakan semua ini, membuat Sarra tewas dengan terbakar di gedung tua yang jauh dari jangkauan manusia. Semuanya berubah di akhir, Harrynya, Harrynya datang dan ingin menyelamatkan putri dari orang yang paling ia benci.Tiba-tiba Paula tersadar, ia menjauhkan dirinya dari Rodriguz, matanya menyalang murka pada pria itu. Paula mengacungkan telunjuknya tepa