Masa Lalu Sang Kakek Pada akhirnya, Antonio tetap akan di penjara. Pagi ini polisi akan menjemputnya ke rumah sakit. Berbagai upaya yang di lakukan oleh pengacaranya untuk memberikan keringanan hukuman terhadap Antonio, namun tidak berhasil, Han tidak bisa di suap dengan uang, begitupun dengan pengacaranya. Nyonya Esme mulai berkemas, dia akan kembali ke Minnesota siang ini. "Ibu, tidak mau mengantarku ke penjara?"Pertanyaan apa itu? Mana ada ibu yang tega mengantarkannya ke dalam kurungan jeruji besi. Esme tidak akan sanggup melihatnya.Wanita yang telah melahirkannya itu menggeleng seraya menatap Antonio.Antonio menghela napas, ia bangkit dari brankarnya lalu menghampiri ibunya yang sedang menggeser kopernya."Aku mengerti perasaan ibu." Antonio memeluk ibunya dari belakang, meletakkan dagunya di atas bahu sang ibu. Esme mengusap tangan yang melingkar di perutnya dengan lembut. Mau bagaimana lagi. Hukuman harus tetap di jalani. "Ini pelajaran buatmu, ibu harap Kau benar-bena
Luka Hati PhilipLerina menyambut suaminya yang baru saja kembali, Han memeluknya dan mengecup kening Lerina dengan lembut. Di hari minggu Lerina, Sean dan Rain hanya menghabiskan waktu di rumah."Bagaimana keadaan kakek, apa sudah ada perkembangan?" Mereka berjalan beriringan menuju ruang keluarga, dimana ada Sean dan Rain di sana yang sedang bermain bersama Ursula. Bayi itu terlihat aktif, tubuhnya selalu bergerak-gerak dan ingin mengambil apa saja yang ada di dekatnya."Aku menemui anak-anak dulu, setelah ini ada yang ingin aku bicarakan denganmu," katanya tanpa menjawab pertanyaan istrinya. Lerina mengambil Rain dari pangkuan pengasuhnya, "Sayang mommy!" Lerina merayunya dengan senyuman, Rain balas tertawa hingga membuat Han tak sabar untuk mengambilnya.Lerina menyerahkannya pada Han. Bayi itu di angkat tinggi ke atas seolah di terbangkan berulang kali. Rain tertawa senang, merasa melambung di udara. Han tidak tahan untuk mencium perut Rain yang menggemaskan. Lerina duduk di
Kejujuran SeanHan memakai penerbangan satu kali transit yang memakan waktu hampir dua puluh empat jam, ia sampai di The Fullerton Hotel. Memesan kamar lalu beristirahat hari ini, sebelum besok menemui Tommy.Ini pertama kali ia menginjakkan kaki di negeri yang terkenal dengan patung singanya.Han membaca lagi informasi yang diberikan oleh Markus, alamat perusahaan serta rumah Tommy.Matanya hampir terpejam saat ia mengingat belum memberikan kabar pada istrinya di rumah. Han mengambil ponselnya dan menekan video panggilan. Dengan satu kali panggilan Lerina sudah mengangkatnya, dia pun sedang menunggu kabar dari suaminya."Sayang, sudah lama sampai?" tanya Lerina yang tampak tersenyum di layar, ia tengah memangku Rain sedangkan Sean tidak terlihat."Ya, aku baru saja masuk hotel," jawab Han, "jagoan daddy, sudah minum susu?" Han menyapa bayinya yang tampak tak bisa diam, tangannya ingin menggapai-gapai laptop di hadapannya.“Ya, Dad, disini sudah jam sepuluh pagi disana pasti masih
Luka Hati TommyHan menyewa satu mobil di singapura agar memudahkannya pergi. Pagi ini dia akan datang ke perusahaan milik Tommy Bardi. Han menatap gedung tinggi di hadapannya. Tentu Tommy adalah orang kaya, mereka tidak kesusahan meski tidak tinggal bersama sang kakek.Han turun dari mobil dan melangkahkan kaki menuju lobby."Permisi!""Ya, ada yang bisa saya bantu?" balas resepsionis wanita dengan sopan seraya senyum."Saya ingin bertemu dengan pemilik perusahaan, Tommy Bardi," kata Han."Apa, Tuan sudah memiliki janji?""Belum," jawab Han jujur"Sebentar Tuan," resepsionis itu mengangkat gagang telpon dan menekan angka, tak berapa lama ia menatap Han. "Maaf, Tuan. Bos tidak bisa di temui, dia sedang sibuk." Resepsionis itu menyampaikan apa yang di katakan oleh sekretaris Tommy Bardi. "Kira-kira, kapan saya bisa menemuinya?" Han tidak menyerah, ia paham seorang bos besar tentu tidak mudah untuk di temui."Sebentar," katanya lagi dan kembali berbicara di telpon, terlihat sesekali i
Mendatangi Rumah Tommy"Dasar supir sialan! Bukannya menunggu aku disini!" umpat wanita tua yang rambutnya telah memutih semua. Sesekali ia membenahi kaca matanya. CkHan sudah keluar dari pusat perbelanjaan itu dan sedang mengamati wanita tua yang sedang kepayahan dengan belanjaannya yang banyak. Hati Han tergerak untuk membantu, sepertinya nenek itu ingin berjalan ke tepi jalan raya."Sini aku bantu, Nek!" kata Han hingga membuat sang nenek menoleh.Dia memperhatikan Han sebentar, "baiklah, aku hanya ingin memanggil taksi," katanya seraya menyodorkan belanjaannya pada Han.Pusat perbelanjaan itu memang sedikit jauh dari jalan besar, sangat sulit mencari taksi apa lagi untuknya yang sudah tua, tidak terlalu paham bila memesan melalui online."Ini semua karena supir itu. Hadehhh, entah kemana dia pergi?" Dia terus menggerutu sepanjang jalan. Han hanya tersenyum mendengarnya. Ia teringat dengan neneknya dulu yang sama cerewetnya dengan wanita tua ini. "Terima kasih anak muda! Untung
Dia Bukan Ayahku! Lerina menatap Kakek Zoku dengan perasaan iba. Kondisinya sangat lemah, setiap makanan yang di makannya selalu berakhir keluar dari mulut.Entah sudah berapa dokter yang mereka datangkan untuk memeriksanya sekaligus membujuk agar ia mau dibawa ke rumah sakit, namun nihil. Kakek Zoku tetap bersikukuh ingin di rumah.Mirisnya lagi, setiap ia tertidur, bibirnya selalu menggumamkan nama Tommy.Lerina memilih keluar setelah kakek tertidur, bersamaan dengan Ben yang baru saja datang.Dari mimik Ben, Lerina sudah bisa menebak hasilnya. Pria itu pergi membujuk ayah dan ibu mertuanya. "Ayah dan ibu masih tidak mau menjenguk kakek?" Meski sudah paham, namun ia tetap bertanya. Ben mengangguk membenarkan. "Nyonya Laura sebenarnya sangat ingin datang, tapi Tuan Philip mengancamnya." Yah, Ben mendengar langsung apa yang di katakan oleh Tuan Philip pada istrinya tadi. Apa bila Laura nekat pergi maka mereka akan bercerai saat itu juga. Laura tidak punya pilihan, selain hanya men
Peternakan Kuda Pagi-pagi sekali Han dan Lerina kembali ke Minnesota. Rain dan Sean tinggal di rumah besar Kakek Zoku bersama kedua pengasuh mereka. Kali ini mereka sengaja pergi berdua karena ingin berbicara serius dengan kedua orangtua.Sesampainya di sana, mereka di sambut oleh pelayan, "Tuan muda, Tuan dan Nyonya tidak ada di rumah," kata pelayan itu langsung begitu melihat siapa yang datang. Han dan Lerina saling menatap."Kemana ayah dan ibu?" tanya Lerina kembali menatap pelayan wanita itu."Mereka tidak mengatakan apapun, Nyonya muda," jawab pelayan itu, kali ini tatapannya ke bawah. Sebenarnya dia tahu, tapi Tuannya melarang untuk mengatakannya karena saat melihat mobil Han dan Lerina datang ia langsung menghubungi Tuannya. "Anda pasti tahu, katakan saja dimana mereka!" Han tidak percaya begitu saja.Kedua tangan pelayan itu saling bertaut, sesungguhnya dia ingin jujur."Cepat katakan?" Han terlihat tidak sabaran hingga membuat pelayan itu semakin merunduk gugup. Lerina
Membujuk PhilipLerina masih terpaku menatap suaminya yang sudah berlalu menunggangi kuda hitam miliknya."Lerina, ayo masuk!" Tampak Laura keluar dari dalam rumah sederhana berpagar kayu tersebut. Lerina mendekatinya."Ibu!" sapanya lalu mereka saling berpelukan, "aku terlalu senang melihat kuda-kudanya, jadi lupa menyapa Ibu." Lerina merasa dirinya tidak sopan. "Tidak apa-apa, ibu senang kalau kamu menyukainya," Laura membimbing tangan Lerina. Mereka masuk ke dalam rumah."Kalau saja Rain dan Sean ikut, pasti mereka juga senang." Lerina sedikit menyesal telah meninggalkan kedua anaknya di Dellwood."Tentu saja," balas Laura. Mereka duduk di meja makan, terlihat seorang wanita sedang menyiapkan hidangan di atas meja. Wanita yang tinggal di peternakan.Laura mengajaknya makan. "Sean sering kesini, Bu?" Lerina bertanya di sela-sela kegiatan mereka."Kalau mereka ke Minnesota, Han pasti membawanya kesini," jawab Laura."Memangnya mereka tinggal dimana?" Lerina memang tidak begitu tah