Luisa Datang Lagi"Sial!"Umpat Sween saat Luisa menceritakan tentang kejadian di rumah sakit siang tadi.Tentang Laura yang mengusirnya dengan kasar saat dia memaksa untuk bertemu dengan Sean. Lerina tidak berkutik saat itu. Perasaannya campur aduk saat itu antara percaya atau tidak, namun juga takut kehilangan Sean."Jangan menyerah, setiap hari pergilah kesana, buat se-dramatis mungkin agar mereka percaya Kau ibunya. Aku yakin semakin lama mereka akan semakin goyah." Sween memandang kosong kedepan, seringai dendam muncul di wajahnya."Aku takut bertemu ibu tua itu lagi," ucap Luisa jujur, karena hanya Laura lah yang mengusirnya tadi, "wanita tua itu sangat tegas, dia sangat yakin aku bukan ibu cucunya," lanjutnya lagi.Sween menghela napasnya, "Itu hal biasa karena Kau tiba-tiba datang dan mengaku sebagai ibu kandung cucunya. Besok datang saja, hari senin putranya yang akan menjaga Sean," titah Sween lagi."Baiklah!" Luisa tidak mungkin menolak meski sudah malas kembali kesana, "Mm
Kebahagian Yang Kembali "Mommy!"Perasaan bahagia, haru, sulit untuk di jelaskan oleh kedua makhluk yang tengah berada di ruangan itu.Bagaimana tidak, mata kecil itu mengerjap pelan menampakkan perlahan pupilnya hingga terbuka sempurna."Sean!" Ah, Han tidak tahu harus apa, sekarang, seluruh jiwanya yang layu seakan tersirami oleh kesejukan pun dengan Laura yang sudah menangis di sudut kiri cucunya."Daddy!"Suara itu terdengar lirih. Han mengangguk dan mengambil tangan lembut nan kecil itu lalu menciumnya berulang kali.Laura menekan tombol untuk memanggil sang dokter. Tidak berapa lama dokter dan suster sudah berada di dalam. Selagi dokter memeriksa Sean, Laura mengirim pesan pada menantunya.["Lerina, datanglah kerumah sakit sekarang!"]Deg"Apa yang terjadi?" monolog Lerina. Jinli menatap dari kaca spion, "Jinli, kerumah sakit sekarang!" perintahnya dengan wajah khawatir.Untuk apa ibu mertuanya datang di saat masih pagi kerumah sakit. Meskipun tidak terlalu pagi. Sungguh Leri
Nomor Orang AsingSetelah Sean sembuh kini Kakek Zoku yang sakit. Ia terjatuh saat baru selesai menerima telepon dari nomor orang tak di kenal dan sekarang tidak sadarkan diri di rumah sakit.Kabar dari Ben membuat semuanya kembali bersedih lebih tepatnya khawatir terhadap Tetua Zoku tersebut.Rain terpaksa tinggal lagi di rumah, padahal baru sebentar bertemu Sean dengan adiknya. Mereka berlima pergi lagi ke rumah sakit."Tuan besar berada di ruang ICU, dokter hanya mengizinkan satu orang yang masuk ke dalam," ucap Ben yang memang menunggu kedatangan mereka."Apa yang terjadi Ben, kenapa ayah bisa jatuh?" Philip masih belum puas dengan jawaban Ben di telepon tadi. "Tuan besar sedang menerima telepon saat saya pergi ke dapur menyuruh pelayan menyiapkan makan untuk Tuan besar. Begitu saya kembali, Tuan besar sudah tergolek di sisi tempat tidurnya dan tidak sadarkan diri. Saya memanggil dokter kerumah, tapi kata dokter, Tuan besar harus segera datang bawa ke rumah sakit. "Siapa yang
Masa Lalu Sang Kakek Pada akhirnya, Antonio tetap akan di penjara. Pagi ini polisi akan menjemputnya ke rumah sakit. Berbagai upaya yang di lakukan oleh pengacaranya untuk memberikan keringanan hukuman terhadap Antonio, namun tidak berhasil, Han tidak bisa di suap dengan uang, begitupun dengan pengacaranya. Nyonya Esme mulai berkemas, dia akan kembali ke Minnesota siang ini. "Ibu, tidak mau mengantarku ke penjara?"Pertanyaan apa itu? Mana ada ibu yang tega mengantarkannya ke dalam kurungan jeruji besi. Esme tidak akan sanggup melihatnya.Wanita yang telah melahirkannya itu menggeleng seraya menatap Antonio.Antonio menghela napas, ia bangkit dari brankarnya lalu menghampiri ibunya yang sedang menggeser kopernya."Aku mengerti perasaan ibu." Antonio memeluk ibunya dari belakang, meletakkan dagunya di atas bahu sang ibu. Esme mengusap tangan yang melingkar di perutnya dengan lembut. Mau bagaimana lagi. Hukuman harus tetap di jalani. "Ini pelajaran buatmu, ibu harap Kau benar-bena
Luka Hati PhilipLerina menyambut suaminya yang baru saja kembali, Han memeluknya dan mengecup kening Lerina dengan lembut. Di hari minggu Lerina, Sean dan Rain hanya menghabiskan waktu di rumah."Bagaimana keadaan kakek, apa sudah ada perkembangan?" Mereka berjalan beriringan menuju ruang keluarga, dimana ada Sean dan Rain di sana yang sedang bermain bersama Ursula. Bayi itu terlihat aktif, tubuhnya selalu bergerak-gerak dan ingin mengambil apa saja yang ada di dekatnya."Aku menemui anak-anak dulu, setelah ini ada yang ingin aku bicarakan denganmu," katanya tanpa menjawab pertanyaan istrinya. Lerina mengambil Rain dari pangkuan pengasuhnya, "Sayang mommy!" Lerina merayunya dengan senyuman, Rain balas tertawa hingga membuat Han tak sabar untuk mengambilnya.Lerina menyerahkannya pada Han. Bayi itu di angkat tinggi ke atas seolah di terbangkan berulang kali. Rain tertawa senang, merasa melambung di udara. Han tidak tahan untuk mencium perut Rain yang menggemaskan. Lerina duduk di
Kejujuran SeanHan memakai penerbangan satu kali transit yang memakan waktu hampir dua puluh empat jam, ia sampai di The Fullerton Hotel. Memesan kamar lalu beristirahat hari ini, sebelum besok menemui Tommy.Ini pertama kali ia menginjakkan kaki di negeri yang terkenal dengan patung singanya.Han membaca lagi informasi yang diberikan oleh Markus, alamat perusahaan serta rumah Tommy.Matanya hampir terpejam saat ia mengingat belum memberikan kabar pada istrinya di rumah. Han mengambil ponselnya dan menekan video panggilan. Dengan satu kali panggilan Lerina sudah mengangkatnya, dia pun sedang menunggu kabar dari suaminya."Sayang, sudah lama sampai?" tanya Lerina yang tampak tersenyum di layar, ia tengah memangku Rain sedangkan Sean tidak terlihat."Ya, aku baru saja masuk hotel," jawab Han, "jagoan daddy, sudah minum susu?" Han menyapa bayinya yang tampak tak bisa diam, tangannya ingin menggapai-gapai laptop di hadapannya.“Ya, Dad, disini sudah jam sepuluh pagi disana pasti masih
Luka Hati TommyHan menyewa satu mobil di singapura agar memudahkannya pergi. Pagi ini dia akan datang ke perusahaan milik Tommy Bardi. Han menatap gedung tinggi di hadapannya. Tentu Tommy adalah orang kaya, mereka tidak kesusahan meski tidak tinggal bersama sang kakek.Han turun dari mobil dan melangkahkan kaki menuju lobby."Permisi!""Ya, ada yang bisa saya bantu?" balas resepsionis wanita dengan sopan seraya senyum."Saya ingin bertemu dengan pemilik perusahaan, Tommy Bardi," kata Han."Apa, Tuan sudah memiliki janji?""Belum," jawab Han jujur"Sebentar Tuan," resepsionis itu mengangkat gagang telpon dan menekan angka, tak berapa lama ia menatap Han. "Maaf, Tuan. Bos tidak bisa di temui, dia sedang sibuk." Resepsionis itu menyampaikan apa yang di katakan oleh sekretaris Tommy Bardi. "Kira-kira, kapan saya bisa menemuinya?" Han tidak menyerah, ia paham seorang bos besar tentu tidak mudah untuk di temui."Sebentar," katanya lagi dan kembali berbicara di telpon, terlihat sesekali i
Mendatangi Rumah Tommy"Dasar supir sialan! Bukannya menunggu aku disini!" umpat wanita tua yang rambutnya telah memutih semua. Sesekali ia membenahi kaca matanya. CkHan sudah keluar dari pusat perbelanjaan itu dan sedang mengamati wanita tua yang sedang kepayahan dengan belanjaannya yang banyak. Hati Han tergerak untuk membantu, sepertinya nenek itu ingin berjalan ke tepi jalan raya."Sini aku bantu, Nek!" kata Han hingga membuat sang nenek menoleh.Dia memperhatikan Han sebentar, "baiklah, aku hanya ingin memanggil taksi," katanya seraya menyodorkan belanjaannya pada Han.Pusat perbelanjaan itu memang sedikit jauh dari jalan besar, sangat sulit mencari taksi apa lagi untuknya yang sudah tua, tidak terlalu paham bila memesan melalui online."Ini semua karena supir itu. Hadehhh, entah kemana dia pergi?" Dia terus menggerutu sepanjang jalan. Han hanya tersenyum mendengarnya. Ia teringat dengan neneknya dulu yang sama cerewetnya dengan wanita tua ini. "Terima kasih anak muda! Untung