Share

Provokasi

Author: Cahaya Asa
last update Last Updated: 2023-06-16 17:49:24

Abi Hanif merangsek ke depan dan menghalangi orang-orang yang hampir kalap tersebut.

"Tunggu! Kalau ada masalah kita bicarakan baik-baik, jangan main hakim sendiri!" ucap Abi Hanif tenang.

"Halah, dasar munafik! Nggak usah didengerin! Ayo bakar saja gedung ini! Jangan sampai kita mendapatkan azab karena dosa zina yang dilakukan oleh putri ketua yayasan ini! Ayo semuanya, kita bakar saja!" Seorang pria dengan wajah garang dan rambut agak gondrong memprovokasi warga.

"Tunggu dulu! Apa untungnya bagi kalian kalau gedung ini dibakar? Apa kalian ingin putra-putri kalian berhenti sekolah?" Abi Hanif berbicara dengan sangat tenang. Tidak takut dengan semua kemarahan warga karena dia tahu ada seseorang yang sengaja memprovokasi mereka.

Mendadak suasana yang semula riuh menjadi hening. Kemarahan yang semula membara perlahan padam mendengar pertanyaan dari Abi Hanif.

"Siapa yang mau ikut saya ke dalam? Ayo kita bicarakan baik-baik." Abi Hanif menatap satu per satu pria di barisan paling depan.

"Sudah nggak usah bernegosiasi! Kami tahu kalau putri Anda hamil di luar nikah! Apa pantas seorang pendidik melakukan perbuatan keji seperti itu?" Tiba-tiba seseorang yang berdiri di barisan paling belakang berteriak lantang.

"Baik, apa mau kalian?" Abi Hanif masih terlihat tenang. Tidak terpengaruh sama sekali dengan teriakan-teriakan yang menghina putrinya.

"Dia harus dicambuk karena sudah berani berbuat dosa!"

Abi Hanif tersenyum. "Silakan lakukan kalau bapak-bapak memang tidak pernah berbuat dosa. Apa ada diantara kalian yang benar-benar tidak berbuat dosa?"

Kasak-kusuk terdengar makin riuh. Orang yang semula berteriak lantang mendadak bungkam.

"Saya tahu putri saya mungkin sudah berbuat dosa. Itulah sebabnya saya mengasingkan dia di tempat yang jauh. Jadi tidak usah khawatir bapak-bapak akan terdampak dari perbuatan putri saya. Andai negeri ini menerapkan hukum sesuai agama kita, saya juga tidak keberatan putri saya mendapatkan cambukan untuk membersihkan dosanya."

Setelah mengatakan hal itu Abi Hanif balik badan dan masuk ke gedung yayasan yang sengaja ditutup dari dalam karena para karyawan tak berani menghadapi kemarahan warga. Satu per satu warga yang berkumpul pergi dengan membawa penyesalan dalam hati mereka.

Meskipun masalah itu sudah terselesaikan, Abi Hanif masih belum bisa tenang. Nama baiknya yang sudah dia jaga, nyatanya tetap hancur juga. Setitik rindu menyergap dalam hatinya. Putri semata wayangnya yang tidak pernah pergi jauh darinya, kini harus berjamaah sendiri dengan kehamilan yang masih belum diketahui hasil perbuatan siapa.

"Arman, apa sudah ada perkembangan?" tanya Abi Hanif setelah memasuki ruangannya.

"Maafkan saya, Pak. Sampai saat ini belum ada petunjuk."

Abi Hanif menghela napas panjang. Masalah yang membuat putrinya harus diasingkan benar-benar menguras tenaga dan pikirannya. Sebagai ayah yang membesarkan dan menjaga Aina selama 21 tahun lebih, tentu tidak percaya jika putrinya berani berbuat sekeji itu. Namun dia juga tak memiliki bukti kuat tentang misteri kehamilan putrinya.

Sementara kehidupan Aina di pengasihan juga terbilang susah. Aina mengalami hiper emesis sehingga membuat berat badannya turun drastis. Tak ada makanan yang bisa dimakan kecuali air putih. Itupun setelah beberapa menit akan dimuntahkan kembali.

"Coba makan lagi ya, Non," bujuk Bik Esih yang tak tega melihat putri kesayangan tuan besarnya terlihat sangat lemas.

"Nggak bisa, Bik. Perut Aina sangat mual."

"Dicoba dulu, Non. Habis itu minum obat anti mualnya, ya. Katakan sama Bibik, Non Aina mau makan apa?" Bik Esih tidak menyerah. Wanita paruh baya itu tak tega melihat kondisi Aina yang memprihatinkan.

Aina mencoba membayangkan makanan yang menggugah seleranya. Namun semua makanan yang dulu menjadi favoritnya justru membuatnya sangat mual saat baru memikirkannya.

"Entahlah, Bik. Aina rasanya benci sama makanan."

"Aduh, Non jangan begitu. Non harus memikirkan dedek bayi yang ada dalam kandungan Non juga. Kalau hanya mikirin diri sendiri aja, kasihan yang di dalam perut, Non. Bagaimanapun dia punya hak hidup dan punya hak untuk mendapatkan nutrisi untuk tumbuh, Non," bujuk Bik Esih lagi.

Aina mengelus perutnya yang sudah terasa keras meskipun belum terlalu menonjol. Ada perasaan aneh ketika membayangkan sebentar lagi akan ada seorang bayi yang lahir dari rahimnya. Bayi yang kehadirannya sudah mengubah masa depannya. Menjungkirbalikkan kehidupan Aina yang semula damai dan tanpa kendala.

"Bibik, Aina harus apa? Kenapa Aina harus hamil dengan cara seperti ini, Bik? Aina bahkan tidak pernah tahu bagaimana caranya dia bisa ada di dalam perut Aina." Gadis berhijab itu menangisi nasibnya yang tragis. Hamil di luar nikah tanpa tahu siapa bapak dari anak yang di kandungnya.

"Sudah, Non. Jangan menyesali takdir yang sudah terjadi. Walau bagaimanapun caranya dia hadir, Non harus tetap menerimanya dengan ikhlas dan lapang dada. Jangan sampai Non membenci darah daging Non sendiri karena kebencian Non pada takdir ini."

Aina yang selama ini lebih banyak diam memendam semuanya sendiri, akhirnya menumpahkan semua di hadapan Bik Esih. Tidak mudah bagi Aina menanggung beban ini di saat dirinya sedang membawa nama baik keluarganya.

"Tapi gara-gara kehadirannya Abi dan Ummi harus menanggung malu, Bik. Semua orang yang dulu menghormati Abi kini pasti mencelanya. Apa salah Aina sampai Allah memberi ujian seberat ini, Bik?" Aina meraung-raung. Sesuatu yang tidak pernah dia lakukan selama ini.

"Istighfar, Non. Istighfar. Jangan sampai kemarahan Non pada takdir ini memberi celah pada iblis untuk menguasai hati Non yang bersih. Jangan biarkan setan mengambil alih akal Non sehingga Non menghujat Allah. Istighfar, Non. Istighfar!" Bik Esih meraih tubuh Aina dan membawanya ke dalam pelukan.

Aina merasakan ketenangan dalam pelukan Bik Esih. Kehangatan dan kenyamanan yang seharusnya dia dapatkan dari uminya di saat dia sedang butuh perlindungan dan dukungan. Nyatanya kedua orang tuanya justru memilih untuk membuangnya di sini.

Aina terus menumpahkan kesedihannya dalam dekap hangat pembantunya itu. Cukup lama dia menangis, menguras air matanya hingga tiba-tiba Bik Esih merasakan tubuh Aina semakin melemas.

"Non! Non Aina!" Bik Esih menepuk-nepuk pipi Aina pelan. Karena tidak ada respon, dia memanggil suaminya.

"Kang! Tolong panggilkan Bu bidan, Kang! Non Aina pingsan lagi!" teriak Bik Esih sembari mencoba untuk membatingkan Aina.

Dalam kekalutan itu, tiba-tiba Bik Esih dikejutkan oleh bunyi bel pintu. Bik Esih kebingungan karena dia tak ingin meninggalkan Aina sendiri. Namun bel itu terus berbunyi sampai membuat telinganya pengang.

"Aduh, siapa sih yang bertamu. Kenapa datang di situasi yang tidak tepat begini!"

Related chapters

  • Putra Hartawan dari Rahim Perawan   Bedrest

    Bik Esih tergopoh-gopoh membuka pintu karena bel pintu terus-terusan berbunyi dan terpaksa meninggalkan Aina sendirian di kamar dalam keadaan pingsan."Nyo-nyonya?" "Kenapa lama sekali, Bik? Di mana Aina?" Ummi Widuri Tempak gusar.Wanita berhijab itu tidak tenang sejak semalam. Bayangan wajah putri semata wayangnya terus emmbayang di pelupuk mata hingga terpaksa dia datang tanpa memberi tahu suaminya."Non Aina di atas, Nyonya." Sikap Bik Esih yang mencurigakan membuat Ummi Widuri segera berlari menuju kamar terdekat. Dia pikir putrinya akan memilih tinggal di lantai satu mengingat sedang hamil muda. Ternyata semua kamar di lantai satu kosong. Saking paniknya, dia sampai lupa menanyakan pada Bik Esih di mana kamar putrinya."Nyonya, Non Aina ada di kamar atas!" ucap Bik Esih yang tiba-tiba muncul dari dapur membawa baskom berisi air dan kain kecil.Tepat saat Ummi Widuri menapakkan kakinya di anak tangga pertama, seorang bidan masuk diiringi Mang Asep."Sayang, kamu kenapa, Nak?" U

    Last Updated : 2023-06-17
  • Putra Hartawan dari Rahim Perawan   Perasaan Aneh

    Aina masih terbayang wajah pria yang membuat jantungnya berdetak ketika di pintu rumah sakit tadi. Gadis yang sebentar lagi akan menjadi ibu tunggal bagi anaknya itu meraba dada kirinya. Detak jantung Aina tak biasa. Rasa mual yang semula sering menyiksa, mendadak hilang. Bahkan dia menginginkan makan sesuatu hanya dengan mengingat aroma yang ditinggalkan pria tak dikenal itu."Mang Asep, nanti tolong berhenti di rumah makan seafood, ya. Tiba-tiba Aina ingin makan cumi krispi," ucap Aina."Siap, Non. Laksanakan!" jawab Mang Asep sembari menyetir. Bik Esih tersenyum karena akhirnya Aina mau minta makan setelah tiga bulan ini hampir tidak ada makanan yang benar-benar masuk ke lambungnya. Karena setiap kali mencoba makan, detik itu juga langsung dimuntahkan. Mobil berbelok ke sebuah restoran seafood. Aina turun ditemani Bik Esih. Entah dapat dorongan dari mana, Aina ingin sekali makan di tempat."Bik, Ai mau makan di sini. Bibik temenin Ai makan, ya?" Bik Esih mengangguk. Apapun yang

    Last Updated : 2023-06-18
  • Putra Hartawan dari Rahim Perawan   Berjuang Berdua

    "Hati-hati!"Suara bariton dari pria bertubuh tegap itu masuk ke rungi Aina. Spontan ia segera menegakkan tubuhnya karena merasakan sentuhan dari seorang pria tak dikenal. "Terima kasih," ujar Aina lalu membungkuk sekejap dan memilih pergi tanpa menoleh lagi. Sementara pria yang barusan menolongnya menatap kepergian Aina dan kedua tangannya yang masih di udara bergantian. Ada getaran aneh yang menjalar di sekujur tubuh pria itu. Malam hari Aina tampak gelisah dalam tidurnya. Bayangan seorang pria yang menggendong bayi mungil hadir dalam mimpinya. Lalu pria tersebut tersenyum pada Aina."Astaghfirullah!" Aina terbangun. "Ternyata aku mimpi," gumam Aina.Memikirkan apa yang ada dalam mimpinya barusan membuat jantung Aina berdetak kencang. Bayi dan pria itu, kenapa seperti nyata? Aina menatap jam dinding, ternyata waktu menunjukkan pukul 3 dini hari. Gegas Aina bangun dan ke kamar mandi. Tak berselang lama gadis itu keluar dengan wajah yang sudah segar.Aina berdiri di atas sajadah. Me

    Last Updated : 2023-06-19
  • Putra Hartawan dari Rahim Perawan   Bintang untuk Aina

    "Siapkan operasi, sekarang!" perintah dokter. "Baik, Dok."Aina yang mendengar hanya bisa pasrah. Tak peduli apapun caranya, yang penting bayi dan kandungannya bisa lahir dengan selamat. Sembari berdoa dalam hati, ia memasrahkan urusannya ini pada Allah. "Keluarga Nyonya Ainun!" Seorang perawat memanggil.Mang Asep dan Bik Esih segera mendekat. "Kami, Sus. Apa bayinya sudah lahir?" tanya Bik Esih dengan tatapan cemas."Belum. Bayinya terlilit tali pusat dan membutuhkan tindakan operasi. Kami butuh persetujuan dari pihak keluarga. Apa suaminya sudah datang?" tanya perawat itu.Bik Esih dan suaminya saling pandang. Mereka menelan ludahnya yang sama-sama terasa susah. Bik Esih meminta pendapat suamiya memalui tatapan mata."Suaminya sedang di luar negeri, Sus. Tidak memungkinkan untuk datang sekarang," ucap Mang Asep beralasan. Tidak mungkin dia mengatakan kalau Aina belum menikah. Karena itu akan membuat citra Aina yang berhijab menjadi buruk."Kalau begitu, apakah Bapak dan Ibu ini o

    Last Updated : 2023-06-20
  • Putra Hartawan dari Rahim Perawan   Bintang dalam Kegelapan

    Aina tersenyum menatap wajah Bintang, putranya yang tengah terlelap. Ada perasaan asing yangvtak bisa digambarkan. Jemari lentik wanita itu terulur untuk mengelus pipi putranya yang sudah terlihat gembil. "Terima kasih sudah hadir dalam hidup Mama, Sayang. Selamanya kamu akan menjadi bintang dalam hidup Mama," gumam Aina. Aina kembali tersenyum. Wajah Bintang memang tidak mirip dengan Aina. Hidungnya sangat mancung dengan mata tajam. Bahkan di usianya yang baru 3 tahun, alisnya sudah tumbuh lebat dan indah. Bibirnya bocah itu berwarna merah alami. Sekilas memang mirip anak-anak Korea. Bintang mengoletkan tubuhnya merasa terusik dengan perlakuan Aina. Buku matanya yang panjang mengibas-ngibas hingga mata berwarna hazl itu terbuka."Mama?" Suara khas anak kecil membuyarkan lamunan Aina. "Eh, bintangnya Mama. Kok bangun? Kamu terganggu ya, Nak?" Aina mengangkat tubuh Bintang yang terasa agak berat dan memangkunya."Haus, Mama," ucap Bintang serak. Aina mengulurkan tangannya dan mera

    Last Updated : 2023-06-21
  • Putra Hartawan dari Rahim Perawan   Ingin Papa

    "Sayang, kamu nggak papa, Nak?" Aina segera membawa pergi Bintang. Meninggalkan seorang pria asing yang hanya bisa diam terpaku melihat kepergian Aina sambil menggendong putranya."Mama, itu tadi papanya Bintang, ya?" tanya Bintang polos.Aina menghentikan langkahnya. Lalu menatap mata jernih Bintang yang berkaca-kaca. Ada rasa nyeri tiba-tiba menyeruak dalam dada Aina. Hal yang paling ditakutkan Aina adalah ketika Bintang membahas papanya. "Bukan, Sayang. Papanya Bintang kan sudah di surga. Itu tadi hanya orang asing yang ngaku-ngaku jadi papa Bintang. Lain kali kalau ada orang asing yang tidak dikenal ngajakin Bintang, tolak aja ya, Sayang. Takutnya kalau orang itu mau menculik Bintang."Bocah kecil itu mengangguk. Bintang memang cerdas. Bahkan cara dia bicara dan memahami perkataan Mamanya melebihi usianya. Akhirnya, Aina membawa Bintang pulang padahal mereka baru datang. Rencananya untuk bermain terpaksa dia urungkan karena kedatangan pria asing yang entah siapa namanya itu."Say

    Last Updated : 2023-06-22
  • Putra Hartawan dari Rahim Perawan   Bintangku Meredup

    Dokter Rizal manggut-manggut mendengar penjelasan Fatan. "Aku mengerti. Nanti segera kuhubungi secepatnya kalau sudah dapat informasinya. Tapi ... ngomong-ngomong, kenapa baru sekarang? Ini sudah terlalu lama dan dokter kandungannya sudah ganti."Fatan mengusap wajahnya. "Entahlah. Baru kepikiran." Hanya itu jawaban Fatan karena dia masih belum yakin. Dia juga perlu berhati-hati menyelidiki masalah ini mengingat ini menyangkut nama baik seseorang. "Ok. Kuserahkan urusan ini sama kamu. Jangan mengecewakan aku!" Fatan berdiri dan menepuk pundak sahabatnya. Lalu pergi tanpa pamit.Bagi dokter Rizal hal itu sudah biasa. Sikap Fatan memang sedikit arogan dan bossi, jadi dia tidak terlalu memikirkannya. Padahal adiknya bekerja sebagai perawat di rumah sakit ini, tapi dia malah meminta bantuan pada sahabatnya. Mungkin karena kedudukan dan koneksi dokter Rizal yang lebih tinggi.Di Villa, Aina sedang sibuk di ruang kerjanya. Sejak Bintang berumur 3 tahun, Aina mulai merintis sekolah gartis

    Last Updated : 2023-06-23
  • Putra Hartawan dari Rahim Perawan   Kamu Tahu Ayahnya Bintang?

    Terus memandangi wajah putra semata wayangnya yang tengah terlelap di atas ranjang pasien. Panasnya sudah mulai turun namun mulut bocah itu masih terus meracau memanggil-manggil papanya.Aina hanya bisa menitikkan air mata setiap kali mulut mungil Bintang menyebut papa. Andai Dia Tahu siapa bapaknya Bintang tidak peduli mau seperti apa reaksi orang itu dia pasti akan membawanya ke mari saat itu juga demi buah hatinya."Papa, Papa, Bintang mau ikut Papa," racau Bintang terus menerus.Aina semakin sakit mendengar racauan Bintang. Air matanya semakin deras membanjiri cadarnya yang semakin basah. "Sayang, Bintangnya mama ada Mama di sini, nak. Mama selalu ada di samping Bintang." Aina tak kuasa menahan sakit hingga nafasnya tersengal-sengal. Dalam hati ia terus berdoa memohon kepada sang pencipta agar putranya diberi kesembuhan. Dia juga tidak berharap banyak tentang laki-laki yang membuat bintang hadir ke dunia ini. Tanpa Aina sadari Laura berdiri di balik pintu yang sedikit terbuka me

    Last Updated : 2023-06-24

Latest chapter

  • Putra Hartawan dari Rahim Perawan   Bab 79

    "Aku nggak nyangka hubungan Kak Bintang sama Azkia bisa mulus dan lancar kaya jalan tol gini," gumam Mentari. Wanita itu cukup terkejut saat mendengar kabar dari Bintang mengenai acara pernikahan Bintang.Bintang tidak ingin menunda pernikahannya terlalu lama. Keluarga Bintang dan keluarga Azkia pun segera menyusun pesta pernikahan sederhana untuk meresmikan hubungan putra-putri mereka."Aku nggak mau buang-buang waktu. Aku takut Azkia berubah pikiran," sahut Bintang."Kak Bintang nggak maksa Azkia buat nerima Kak Bintang, kan?" tuduh Mentari."Kamu jangan sembarangan ngomong! Aku nggak maksa Azkia. Sekalipun Azkia nolak pun aku juga nggak akan marah kok," timpal Bintang.Saat ini Mentari tengah berada di rumah orang tuanya untuk membantu Bintang menyiapkan pernikahan Bintang. Wanita itu sibuk menolong Bintang membungkus barang-barang seserahan yang akan diberikan pada Azkia nanti."Apa acaranya nggak terlalu terburu-buru, Kak? Ada banyak hal yang harus kita siapin, tapi kita nggak pu

  • Putra Hartawan dari Rahim Perawan   Bab 78

    Azkia duduk termenung, memikirkan pertanyaan yang dilontarkan oleh Mentari tempo hari. Tak ada angin tak ada hujan, tiba-tiba Mentari menawarkan kakaknya pada Azkia.Azkia tidak menanggapi serius pertanyaan Mentari. Wanita itu hanya menjawab asal saat dirinya diberi pertanyaan mengenai Bintang.Azkia kira, Mentari hanya bercanda saat Mentari meminta Azkia menikah dengan Bintang. Namun, ternyata perkataan Mentari bukan sekedar gurauan belaka. Mentari bersungguh-sungguh, begitu pula dengan Bintang. Hari ini, Bintang mengajak Azkia bertemu untuk membahas hal ini. Karena Azkia belum memberikan jawaban pasti, Bintang ingin kembali menanyakan kesediaan Azkia untuk menjadi istrinya."Aku datang nggak, ya?" gumam Azkia ragu.Azkia tidak mengenal Bintang. Azkia juga baru beberapa kali berjumpa dengan Bintang.Wajar saja kalau wanita itu merasa ragu. Siapa orang yang ingin menikah dengan pria yang tidak dikenal. Pastinya Azkia tak mau memilih sembarang pria untuk dijadikan suami. Ada banyak ha

  • Putra Hartawan dari Rahim Perawan   Bab 77

    Aina tertawa. Penjelasan Revan membuat wanita itu langsung membuat kesimpulan."Maaf, Ma? Apa ada yang lucu? Kenapa Mama ketawa terus?" tanya Revan.Aina kembali tergelak. Kepolosan putri dan menantunya membuat wanita itu tak bisa berhenti tertawa."Maaf, Revan. Cerita kamu lucu banget. Mama nggak tahan pengen ketawa," sahut Aina."Bagian mana yang lucu?" batin Revan dengan wajah bingung. "Revan, tolong kamu bawa Mentari ke dokter kandungan," ucap Aina kemudian. "Dokter kandungan?""Percaya aja sama Mama. Bawa Mentari ke dokter kandungan, setelah itu kasih kabar ke Mama, ya?"***"Kamu kenapa bawa aku ke sini?" tanya Mentari kesal karena sudah dibohongi oleh Revan. Wajahnya sudah tak bersahabat. Bibir mengerucut dengan tatapan ingin marah. Namun ia tak mungkin mengungkapkan kemarahannya di depan suami karena ia yakin sang suami melakukan ini karena khawatir padanya.Saat ini pasangan suami istri itu tengah berada di rumah sakit dan hendak berjumpa dengan dokter kandungan, sesuai de

  • Putra Hartawan dari Rahim Perawan   Bab 76

    "Gimana? Kalian dapat kerak telurnya?" tanya Revan cemas."Maaf, Mister. Semua penjual kerak telur sudah tutup."Mentari mengomel begitu mendengar jawaban Revan. Mentari tak mau mendengar alasan apa pun. "Pokoknya aku mau kerak telur sekarang! Kalau Huby nggak bisa dapetin kerak telur, mendingan Huby tidur di luar aja!" omel Mentari."T-tapi, Huny ...."Brak! Mentari menutup pintu kamar dengan kencang setelah mengusir suaminya keluar dari kamar. Gara-gara kerak telur, Mentari marah pada Revan hingga Mentari tak mau tidur dengan Revan."Kerak telur sialan!" umpat Revan dongkol bukan main. "Cari kerak telur lagi sampai ketemu!" teriak Revan pada anak buahnya.***"Hoam!" Pagi-pagi sekali, Revan membuka mata setelah mendengar suara adzan subuh. Pria dengan kantung mata hitam itu perlahan bangkit dari sofa empuk yang menjadi alas tidurnya. Selama semalaman, Revan tidur di sofa ruang tengah usai dirinya diusir oleh Mentari.Tragedi kerak telur sudah menghancurkan istirahat Revan. Pria itu

  • Putra Hartawan dari Rahim Perawan   Bab 75

    "Tidur aja, Huny."Revan mengusap-usap kepala Mentari hingga akhirnya wanita itu terlelap. "Cepat sembuh ya, Huny. Kamu nggak boleh sakit," gumam Revan.Revan membenarkan selimut sang istri, kemudian beranjak meninggalkan kamar. Mau tak mau, Revan harus membawa seluruh pekerjaannya ke rumah. Meskipun tak bisa pergi ke kantor, tapi Revan tetap harus bertanggungjawab pada pekerjaannya."Aldo, hari ini saya kerja dari rumah. Tolong kasih saya update laporan setiap dua jam, ya?" perintah Revan pada sang sekretaris melalui sambungan telepon."Baik, Mister."***"Gimana keadaan kamu, Huny? Masih mual nggak?" tanya Revan pada Mentari.Gurat kekhawatiran tercetak jelas di wajah tampan Revan. Lelaki itu benar-benar spot jantung kala melihat sang istri bolak-balik ke kamar mandi untuk memuntahkan seluruh isi perutnya. Belum lagi wajah pucat sang istri membuat lelaki itu tak tega.Wajah Mentari masih pucat. Mual dan muntah yang dialami oleh wanita itu juga masih terasa. Mentari sudah meminum oba

  • Putra Hartawan dari Rahim Perawan   Bab 74

    Mentari merasa usahanya akan sia-sia jika pertemuan ini sampai gagal. Terpaksa, Mentari harus mengambil langkah besar demi masa depan kakak dan juga temannya."Azkia, boleh aku tanya sesuatu?" ucap Mentari."Tanya aja?""Gimana pendapat kamu tentang Kak Bintang? Apa menurut kamu Kak Bintang bisa jadi suami yang baik?" tanya Mentari pada Azkia.Wajah Azkia langsung memerah begitu ia mendapatkan pertanyaan yang cukup mengejutkan dari sang teman. "Tuan Bintang cukup mapan dan tampan. Pasti ada banyak perempuan yang mau dijadiin istri sama Tuan Bintang," sahut Azkia."Kalau kamu? Apa kamu mau jadi istrinya Kak Bintang?" tanya Mentari pada Azkia.***Pagi-pagi sekali, Mentari sudah bangun dari ranjang, kemudian berlari menuju ke kamar mandi. Wajah wanita itu terlihat pucat dan tubuh Mentari juga agak lemas. Perutnya seperti diaduk-aduk dan ada yang berdesakan untuk minta dikeluarkan. Karena sudah tak bisa lagi menahan, ia sampai melompati suaminya hingga membuat lelaki itu kaget dan terban

  • Putra Hartawan dari Rahim Perawan   Bab 73

    "Kamu mau dukung rencana aku, kan?" tanya Mentari pada Revan.Mana mungkin Revan mampu menolak permintaan dari istri kesayangannya. Tanpa banyak tanya lagi, Revan pun akhirnya memberikan izin pada Mentari untuk pergi bersama dengan Azkia, dan ia juga akan ikut membantu istrinya untuk menjalankan rencana Mentari."Aku akan melakukan apa pun untuk kamu."Mentari memeluk sang suami dengan wajah girang. "Terima kasih, Huby!"***"Azkia!" Mentari melambaikan tangan pada Azkia yang sudah menunggu dirinya di sebuah cafe yang ada di dalam mall.Sesuai dengan rencana, hari ini Mentari akan menghabiskan waktu dengan berjalan-jalan bersama dengan Azkia di area pusat perbelanjaan tersebut. Sebelum pergi, Mentari sudah mengingatkan suaminya untuk segera mengajak Bintang pergi ke mall yang ia datangi bersama Azkia."Kamu udah nunggu lama?" sapa Mentari berbasa-basi. Wanita itu menatap penampilan Azkia yang sangat anggun dan menawan. Sejak zaman kuliah dulu, Azkia memang cantik. Tak sedikit pria yan

  • Putra Hartawan dari Rahim Perawan   Bab 72

    Pertemuan antara Mentari dan Pak Tohar pun berlangsung cukup lama. Mentari dan Pak Tohar dapat cepat akrab dengan adanya Azkia yang menjembatani mereka. Selama pertemuan berlangsung, Bintang terus mencuri pandang ke arah Azkia, hingga membuat Mentari keheranan. Dari sorot mata pria itu, terlihat jelas kalau Bintang tengah menunjukkan ketertarikannya pada Azkia."Kenapa Kak Bintang lihatin Azkia mulu dari tadi? Apa mungkin Kak Bintang naksir sama Azkia?" batin Mentari curiga.Mentari berkali-kali memergoki sang kakak mencuri-curi pandang ke arah Azkia sampai pertemuan mereka berakhir. Hal ini pun membuat Mentari semakin yakin kalau Bintang memang tertarik pada Azkia."Kak bintang ketahuan banget sih kalau naksir Azkia," batin Mentari. "Apa aku coba jodohin mereka aja? Kak Bintang kan masih jomblo. Sudah saatnya juga untuk membina rumah tangga agar tidak pacaran dengan pekerjaannya terus. Kalau Azkia juga jomblo ... mereka pasti bisa jadi pasangan serasi."***"Huny, besok kan hari Ming

  • Putra Hartawan dari Rahim Perawan   Bab 71

    "Itu berkas buat besok? Kayaknya besok sibuk banget, ya?" tanya Revan pada Mentari yang nampak asyik menyiapkan banyak berkas. Pria itu menatap istrinya yang sibuk dengan perasaan berkecamuk. Ada rasa kasihan melihat istrinya berjibaku dengan pekerjaan padahal dirinya sangat mampu untuk mencukupi semua kebutuhan hidup sang istri. Bahkan apapun yang diminta oleh wanita yang dicintai itu bisa dia berikan sangat mudah. Namun ia juga tak bisa melarang sang istri bekerja karena itu adalah perusahaan istrinya sendiri. Pasangan suami istri baru itu sudah kembali dari acara bulan madu mereka. Setelah puas menikmati liburan di Dubai, kini waktunya mereka kembali beraktivitas seperti sebelumnya. Sebagai pimpinan perusahaan baru, sepertinya Mentari akan mulai disibukkan dengan pekerjaan yang menumpuk. "Iya, Huby. Besok aku ada pertemuan penting.""Pasti berat ya ngurus perusahaan sendiri seperti ini," komentar Revan. "Jangan terlalu capek, Huny. Kalau butuh bantuan katakan saja, suamimu ini b

Scan code to read on App
DMCA.com Protection Status