Dokter Rizal manggut-manggut mendengar penjelasan Fatan. "Aku mengerti. Nanti segera kuhubungi secepatnya kalau sudah dapat informasinya. Tapi ... ngomong-ngomong, kenapa baru sekarang? Ini sudah terlalu lama dan dokter kandungannya sudah ganti."Fatan mengusap wajahnya. "Entahlah. Baru kepikiran." Hanya itu jawaban Fatan karena dia masih belum yakin. Dia juga perlu berhati-hati menyelidiki masalah ini mengingat ini menyangkut nama baik seseorang. "Ok. Kuserahkan urusan ini sama kamu. Jangan mengecewakan aku!" Fatan berdiri dan menepuk pundak sahabatnya. Lalu pergi tanpa pamit.Bagi dokter Rizal hal itu sudah biasa. Sikap Fatan memang sedikit arogan dan bossi, jadi dia tidak terlalu memikirkannya. Padahal adiknya bekerja sebagai perawat di rumah sakit ini, tapi dia malah meminta bantuan pada sahabatnya. Mungkin karena kedudukan dan koneksi dokter Rizal yang lebih tinggi.Di Villa, Aina sedang sibuk di ruang kerjanya. Sejak Bintang berumur 3 tahun, Aina mulai merintis sekolah gartis
Terus memandangi wajah putra semata wayangnya yang tengah terlelap di atas ranjang pasien. Panasnya sudah mulai turun namun mulut bocah itu masih terus meracau memanggil-manggil papanya.Aina hanya bisa menitikkan air mata setiap kali mulut mungil Bintang menyebut papa. Andai Dia Tahu siapa bapaknya Bintang tidak peduli mau seperti apa reaksi orang itu dia pasti akan membawanya ke mari saat itu juga demi buah hatinya."Papa, Papa, Bintang mau ikut Papa," racau Bintang terus menerus.Aina semakin sakit mendengar racauan Bintang. Air matanya semakin deras membanjiri cadarnya yang semakin basah. "Sayang, Bintangnya mama ada Mama di sini, nak. Mama selalu ada di samping Bintang." Aina tak kuasa menahan sakit hingga nafasnya tersengal-sengal. Dalam hati ia terus berdoa memohon kepada sang pencipta agar putranya diberi kesembuhan. Dia juga tidak berharap banyak tentang laki-laki yang membuat bintang hadir ke dunia ini. Tanpa Aina sadari Laura berdiri di balik pintu yang sedikit terbuka me
Laura menemui seseorang yang bisa dipercaya untuk mencarikan data pasien 6 tahun yang lalu. Awalnya dia mengalami kesulitan mengingat tidak semua orang memiliki wewenang untuk mengakses data pasien. Akhirnya Laura menemui dokter Rizal. Gadis itu berpikir dengan meminta bantuan dokter Rizal dia akan bisa memperoleh informasi terkait data pasien dokter kandungan 6 tahun yang lalu."Boleh saya tahu kenapa kamu mencari data itu?" tanya dokter Rizal.Laura tampak berpikir menimbang-nimbang apakah dia harus menceritakan tujuannya ataukah tidak. Namun jika tidak dia tidak yakin dokter Rizal bisa membantu."Begini dok ada teman saya yang tiba-tiba hamil setelah datang dari dokter kandungan 6 tahun lalu. Dia bilang tidak pernah disentuh oleh laki-laki manapun dan saya juga percaya itu karena dia adalah gadis yang baik. Selama ini dia selalu menjunjung tinggi nilai akhlak dan selalu menutup auratnya. Dia tidak pernah berpacaran karena dalam keluarganya berpacaran itu hukumnya haram." Laura men
Aina segera menyelesaikan proses pembayaran di kasir lalu mendekati putranya yang hampir saja berlari menuju pintu, tempat di mana sosok pria berdiri di sana sambil menatapnya.Wanita bercadar itu tak suka putranya memanggil Papa pada sembarang orang. Terlebih orang itu adalah orang yang sama yang pernah membawa Bintang waktu di taman bermain."Sayang, Bintangnya Mama Kita pulang, yuk! Bintang 'kan harus banyak istirahat. Ingat pesan dokter, kan?" Aina bercangkok mensejajarkan tinggi badannya dengan Bintang. Ia menatap Bintang tepat pada manik matanya seolah berkata turuti keinginan mama karena mama tidak ingin kehilangan Bintang. Kesedihan tercetak jelas di mata Aina.Bintang mengangguk lalu merangkul leher mamanya. Beberapa detik kemudian tubuh mungil bintang terangkat hingga bocah itu memiliki kegirangan. Melupakan sosok yang masih berdiri kaku menatapnya sejak tadi.Aina berjalan melewati sosok pria asing di depan pintu tanpa menyapanya. Namun saat dirinya mau masuk ke dalam mobil
Fatan pulang dengan perasaan campur aduk. Ada rasa bahagia, sedih, juga kecewa menjadi satu. Bahagia karena akhirnya dia memiliki seorang Putra walaupun belum jelas keberadaannya. Sedih karena ternyata putranya tidak lahir dari rahim istrinya. Kecewa ternyata istrinya tidak melakukan program yang selama ini mereka rencanakan.Sepanjang jalan Fathan terus memikirkan bagaimana wajah anaknya. Sudah sebesar apa dia? Tinggal di mana sekarang? Dan bagaimana kehidupannya? Berbagai pertanyaan berkelindan di dalam otaknya memaksa Fathan untuk terus berpikir. Tiba-tiba bayangan anak kecil yang bernama Bintang muncul dalam benaknya.Dalam hati kecil Fathan berharap Bintang lah yang menjadi anaknya. Namun ia segera menepis pemikiran itu karena rasanya tak mungkin wanita bercadar itu adalah ibu dari anaknya. Akan mengerahkan mobilnya menuju kediaman orang tuanya. Dia sudah bertanya pada dokter Rizal tentang jadwal adiknya. Kebetulan hari ini Laura mendapat shift malam sehingga ia harus cepat-cepa
Semalaman Fathan sudah tidak bisa tidur. Ia membolak-balik posisi tidurnya hingga fajar menyingsing. Lelaki itu benar-benar sudah tidak sabar untuk segera berangkat ke rumah orang tua Aina. Bahkan dia memilih untuk menginap di rumah orang tuanya karena tak mau membuat mood-nya memburuk jika harus bertemu dengan istrinya.Pukul 07.00 ruang makan sudah terlihat rapi. Menu sarapan sudah terjejer di atas meja. Fathan melangkah menuju ruang makan dengan pakaian santai. Kaos hitam dengan kemeja putih polos yang tidak dikancing membuat pria itu tampil lebih fresh dan lebih mudah dari usianya. Jika biasanya dia selalu tampil dengan jas formal, kali ini Fathan sengaja ingin terlihat santai."Kamu mau ke mana pagi-pagi sudah terlihat rapi. Emangnya nggak kerja?" Tanya Pak Atmajaya, papanya Fatan."Hari ini Fathan mau keluar kota, Pa." "Kamu sedang ada masalah dengan istrimu? Kenapa dia tidak ikut menginap di sini semalam?" Mama Santi menata putranya curiga. Fathan menghilang nafas panjang lal
"Kurang ajar! Jadi kamu yang selama ini telah merusak anak gadisku?!" Happy Hanif langsung memukul wajah Fathan hingga pemuda itu tersungkur ke belakang. Selama 6 tahun Abi Hanif terus mencari siapa lelaki yang telah menudai Putri semata wayangnya. Ini lelaki itu datang sendiri. Hati bapak mana yang tidak terluka ketika buah hati yang dijaga seperti permata justru dirusak oleh seorang pria tidak bertanggung jawab."Apa orang kaya seperti kamu selalu bisa berbuat sesukanya termasuk merusak anak gadis orang?" Sekali lagi pukulan mendarat di wajah Fathan. Pewaris tunggal perusahaan itu tidak melawan sama sekali. Dia tahu pasti lebih Hanif murka karena putrinya hamil tanpa dinikahi. Fathan menunggu sampai emosi tapi Hanif mereda baru kemudian menjelaskan duduk permasalahannya.Tapi hanya kembali mengangkat tangannya hendak meninju perut Fatan. Namun Umi Widuri yang baru saja memperoleh kesadarannya setelah syok mendengar fakta itu segera mencegah suaminya berbuat anarkis."Abi tahan emo
Abi Hanif dan Umi Widuri terlihat sedih. Enam tahun tidak menyambangi putrinya, ternyata sudah terjadi perubahan yang sangat besar. Mereka bahkan hampir tidak mengenali sikap putrinya lagi. Namun, ini baru permulaan. Bukankah tujuan mereka ke sini untuk menghapus kesalahpahaman yang terjadi selama ini?Aina masih duduk di tempatnya sembari memandang punggung Bik Esih yang mulai menjauh. Sekuat tenaga dia menahan gemuruh dalam dadanya. Susah payah dia berjuang selama ini. Menjalani kandungan yang tidak mudah, juga harus menghadapi berbagai pertanyaan para tetangga yang selalu menanyakan di mana suamiya. Akhir-akhir ini Bintang pun juga mulai berulah dengan menanyakan papanya setiap saat. Sakitnya saat dituduh berzina saat itu masih terasa hingga kini. Lalu pengusiran secara halus yang dilakukan orang tuanya seperti taburan garam di atas luka menganga yang ia derita. Aina masih mengingat betul bagaimana Abinya terus menyalahkan dirinya tanpa mau mendengar penjelasan sedikitpun. Bahkan p
"Aku nggak nyangka hubungan Kak Bintang sama Azkia bisa mulus dan lancar kaya jalan tol gini," gumam Mentari. Wanita itu cukup terkejut saat mendengar kabar dari Bintang mengenai acara pernikahan Bintang.Bintang tidak ingin menunda pernikahannya terlalu lama. Keluarga Bintang dan keluarga Azkia pun segera menyusun pesta pernikahan sederhana untuk meresmikan hubungan putra-putri mereka."Aku nggak mau buang-buang waktu. Aku takut Azkia berubah pikiran," sahut Bintang."Kak Bintang nggak maksa Azkia buat nerima Kak Bintang, kan?" tuduh Mentari."Kamu jangan sembarangan ngomong! Aku nggak maksa Azkia. Sekalipun Azkia nolak pun aku juga nggak akan marah kok," timpal Bintang.Saat ini Mentari tengah berada di rumah orang tuanya untuk membantu Bintang menyiapkan pernikahan Bintang. Wanita itu sibuk menolong Bintang membungkus barang-barang seserahan yang akan diberikan pada Azkia nanti."Apa acaranya nggak terlalu terburu-buru, Kak? Ada banyak hal yang harus kita siapin, tapi kita nggak pu
Azkia duduk termenung, memikirkan pertanyaan yang dilontarkan oleh Mentari tempo hari. Tak ada angin tak ada hujan, tiba-tiba Mentari menawarkan kakaknya pada Azkia.Azkia tidak menanggapi serius pertanyaan Mentari. Wanita itu hanya menjawab asal saat dirinya diberi pertanyaan mengenai Bintang.Azkia kira, Mentari hanya bercanda saat Mentari meminta Azkia menikah dengan Bintang. Namun, ternyata perkataan Mentari bukan sekedar gurauan belaka. Mentari bersungguh-sungguh, begitu pula dengan Bintang. Hari ini, Bintang mengajak Azkia bertemu untuk membahas hal ini. Karena Azkia belum memberikan jawaban pasti, Bintang ingin kembali menanyakan kesediaan Azkia untuk menjadi istrinya."Aku datang nggak, ya?" gumam Azkia ragu.Azkia tidak mengenal Bintang. Azkia juga baru beberapa kali berjumpa dengan Bintang.Wajar saja kalau wanita itu merasa ragu. Siapa orang yang ingin menikah dengan pria yang tidak dikenal. Pastinya Azkia tak mau memilih sembarang pria untuk dijadikan suami. Ada banyak ha
Aina tertawa. Penjelasan Revan membuat wanita itu langsung membuat kesimpulan."Maaf, Ma? Apa ada yang lucu? Kenapa Mama ketawa terus?" tanya Revan.Aina kembali tergelak. Kepolosan putri dan menantunya membuat wanita itu tak bisa berhenti tertawa."Maaf, Revan. Cerita kamu lucu banget. Mama nggak tahan pengen ketawa," sahut Aina."Bagian mana yang lucu?" batin Revan dengan wajah bingung. "Revan, tolong kamu bawa Mentari ke dokter kandungan," ucap Aina kemudian. "Dokter kandungan?""Percaya aja sama Mama. Bawa Mentari ke dokter kandungan, setelah itu kasih kabar ke Mama, ya?"***"Kamu kenapa bawa aku ke sini?" tanya Mentari kesal karena sudah dibohongi oleh Revan. Wajahnya sudah tak bersahabat. Bibir mengerucut dengan tatapan ingin marah. Namun ia tak mungkin mengungkapkan kemarahannya di depan suami karena ia yakin sang suami melakukan ini karena khawatir padanya.Saat ini pasangan suami istri itu tengah berada di rumah sakit dan hendak berjumpa dengan dokter kandungan, sesuai de
"Gimana? Kalian dapat kerak telurnya?" tanya Revan cemas."Maaf, Mister. Semua penjual kerak telur sudah tutup."Mentari mengomel begitu mendengar jawaban Revan. Mentari tak mau mendengar alasan apa pun. "Pokoknya aku mau kerak telur sekarang! Kalau Huby nggak bisa dapetin kerak telur, mendingan Huby tidur di luar aja!" omel Mentari."T-tapi, Huny ...."Brak! Mentari menutup pintu kamar dengan kencang setelah mengusir suaminya keluar dari kamar. Gara-gara kerak telur, Mentari marah pada Revan hingga Mentari tak mau tidur dengan Revan."Kerak telur sialan!" umpat Revan dongkol bukan main. "Cari kerak telur lagi sampai ketemu!" teriak Revan pada anak buahnya.***"Hoam!" Pagi-pagi sekali, Revan membuka mata setelah mendengar suara adzan subuh. Pria dengan kantung mata hitam itu perlahan bangkit dari sofa empuk yang menjadi alas tidurnya. Selama semalaman, Revan tidur di sofa ruang tengah usai dirinya diusir oleh Mentari.Tragedi kerak telur sudah menghancurkan istirahat Revan. Pria itu
"Tidur aja, Huny."Revan mengusap-usap kepala Mentari hingga akhirnya wanita itu terlelap. "Cepat sembuh ya, Huny. Kamu nggak boleh sakit," gumam Revan.Revan membenarkan selimut sang istri, kemudian beranjak meninggalkan kamar. Mau tak mau, Revan harus membawa seluruh pekerjaannya ke rumah. Meskipun tak bisa pergi ke kantor, tapi Revan tetap harus bertanggungjawab pada pekerjaannya."Aldo, hari ini saya kerja dari rumah. Tolong kasih saya update laporan setiap dua jam, ya?" perintah Revan pada sang sekretaris melalui sambungan telepon."Baik, Mister."***"Gimana keadaan kamu, Huny? Masih mual nggak?" tanya Revan pada Mentari.Gurat kekhawatiran tercetak jelas di wajah tampan Revan. Lelaki itu benar-benar spot jantung kala melihat sang istri bolak-balik ke kamar mandi untuk memuntahkan seluruh isi perutnya. Belum lagi wajah pucat sang istri membuat lelaki itu tak tega.Wajah Mentari masih pucat. Mual dan muntah yang dialami oleh wanita itu juga masih terasa. Mentari sudah meminum oba
Mentari merasa usahanya akan sia-sia jika pertemuan ini sampai gagal. Terpaksa, Mentari harus mengambil langkah besar demi masa depan kakak dan juga temannya."Azkia, boleh aku tanya sesuatu?" ucap Mentari."Tanya aja?""Gimana pendapat kamu tentang Kak Bintang? Apa menurut kamu Kak Bintang bisa jadi suami yang baik?" tanya Mentari pada Azkia.Wajah Azkia langsung memerah begitu ia mendapatkan pertanyaan yang cukup mengejutkan dari sang teman. "Tuan Bintang cukup mapan dan tampan. Pasti ada banyak perempuan yang mau dijadiin istri sama Tuan Bintang," sahut Azkia."Kalau kamu? Apa kamu mau jadi istrinya Kak Bintang?" tanya Mentari pada Azkia.***Pagi-pagi sekali, Mentari sudah bangun dari ranjang, kemudian berlari menuju ke kamar mandi. Wajah wanita itu terlihat pucat dan tubuh Mentari juga agak lemas. Perutnya seperti diaduk-aduk dan ada yang berdesakan untuk minta dikeluarkan. Karena sudah tak bisa lagi menahan, ia sampai melompati suaminya hingga membuat lelaki itu kaget dan terban
"Kamu mau dukung rencana aku, kan?" tanya Mentari pada Revan.Mana mungkin Revan mampu menolak permintaan dari istri kesayangannya. Tanpa banyak tanya lagi, Revan pun akhirnya memberikan izin pada Mentari untuk pergi bersama dengan Azkia, dan ia juga akan ikut membantu istrinya untuk menjalankan rencana Mentari."Aku akan melakukan apa pun untuk kamu."Mentari memeluk sang suami dengan wajah girang. "Terima kasih, Huby!"***"Azkia!" Mentari melambaikan tangan pada Azkia yang sudah menunggu dirinya di sebuah cafe yang ada di dalam mall.Sesuai dengan rencana, hari ini Mentari akan menghabiskan waktu dengan berjalan-jalan bersama dengan Azkia di area pusat perbelanjaan tersebut. Sebelum pergi, Mentari sudah mengingatkan suaminya untuk segera mengajak Bintang pergi ke mall yang ia datangi bersama Azkia."Kamu udah nunggu lama?" sapa Mentari berbasa-basi. Wanita itu menatap penampilan Azkia yang sangat anggun dan menawan. Sejak zaman kuliah dulu, Azkia memang cantik. Tak sedikit pria yan
Pertemuan antara Mentari dan Pak Tohar pun berlangsung cukup lama. Mentari dan Pak Tohar dapat cepat akrab dengan adanya Azkia yang menjembatani mereka. Selama pertemuan berlangsung, Bintang terus mencuri pandang ke arah Azkia, hingga membuat Mentari keheranan. Dari sorot mata pria itu, terlihat jelas kalau Bintang tengah menunjukkan ketertarikannya pada Azkia."Kenapa Kak Bintang lihatin Azkia mulu dari tadi? Apa mungkin Kak Bintang naksir sama Azkia?" batin Mentari curiga.Mentari berkali-kali memergoki sang kakak mencuri-curi pandang ke arah Azkia sampai pertemuan mereka berakhir. Hal ini pun membuat Mentari semakin yakin kalau Bintang memang tertarik pada Azkia."Kak bintang ketahuan banget sih kalau naksir Azkia," batin Mentari. "Apa aku coba jodohin mereka aja? Kak Bintang kan masih jomblo. Sudah saatnya juga untuk membina rumah tangga agar tidak pacaran dengan pekerjaannya terus. Kalau Azkia juga jomblo ... mereka pasti bisa jadi pasangan serasi."***"Huny, besok kan hari Ming
"Itu berkas buat besok? Kayaknya besok sibuk banget, ya?" tanya Revan pada Mentari yang nampak asyik menyiapkan banyak berkas. Pria itu menatap istrinya yang sibuk dengan perasaan berkecamuk. Ada rasa kasihan melihat istrinya berjibaku dengan pekerjaan padahal dirinya sangat mampu untuk mencukupi semua kebutuhan hidup sang istri. Bahkan apapun yang diminta oleh wanita yang dicintai itu bisa dia berikan sangat mudah. Namun ia juga tak bisa melarang sang istri bekerja karena itu adalah perusahaan istrinya sendiri. Pasangan suami istri baru itu sudah kembali dari acara bulan madu mereka. Setelah puas menikmati liburan di Dubai, kini waktunya mereka kembali beraktivitas seperti sebelumnya. Sebagai pimpinan perusahaan baru, sepertinya Mentari akan mulai disibukkan dengan pekerjaan yang menumpuk. "Iya, Huby. Besok aku ada pertemuan penting.""Pasti berat ya ngurus perusahaan sendiri seperti ini," komentar Revan. "Jangan terlalu capek, Huny. Kalau butuh bantuan katakan saja, suamimu ini b