"Sayang, apa kamu yakin nggak mau magang di perusahaan Papa aja? Kamu bisa memilih posisi apa saja kalau di perusahaan Papa, sekalian belajar untuk membantu Abang," ujar Fatan pada Mentari, putri bungsunya yang sekarang sudah berusia 21 tahun. Mentari menghela nafas panjang lalu berjalan mendekati papanya dan melingkarkan tangannya di lengan kekar sang Papa. Kepalanya menyandar di bahunya lalu mendongak untuk melihat wajah pria yang menjadi cinta pertamanya itu. Meski sudah berusia 21 tahun, Mentari selalu bersikap manja pada semua penghuni rumah ini. Dia diperlakukan bak putri raja oleh kedua orang tua dan abangnya, Bintang."Papa sayang, Mentari mau usaha sendiri. Mentari nggak mau mengandalkan orang tua selamanya. Mentari mau cari pengalaman di luar. Merasakan bekerja dari bawah dan dikenal dunia sebagai Mentari Zulaikha Azizah. Bukan sebagai putri Papa." Gadis berjilbab itu keukeuh dengan pendiriannya. Sejak kecil Mentari sudah terlihat kuat dalam memegang prinsip. Tampaknya gen
Hari pertama magang, membuat Mentari sibuk hingga lupa makan. Mr. Revan seperti sengaja memberikan banyak tugas pada Mentari hingga membuat gadis kesayangan Fatan itu harus bolak-balik ke beberapa divisi. Tampaknya ucapan Mr. Revan untuk benar. Pria itu tak hanya membutuhkan kecerdasan otak melainkan ketangkasan dan kecepatan dalam bekerja. Bayangkan saja, dalam waktu 1 jam Mentari diharuskan meminta data ke beberapa divisi dan merangkumnya. Meski ngos-ngosan tapi gadis itu tidak menyerah. Baginya, ini justru adalah peluang untuk membuktikan pada bos galak itu kalau pakaian syar'i yang ia gunakan tidak membatasi ruang geraknya. "Mentari, kamu tidak makan siang dulu? Jam istirahat sudah hampir habis. Kalau kamu terlambat masuk lagi nanti Mr. Revan bisa marah," bisik Nita.Beruntung Mentari mendapatkan partner yang cukup baik dan ramah seperti Nita. Wanita yang sudah cukup lama menjadi asisten Mr. Revan itu membuat kerja Mentari terasa lebih ringan. Bukan hanya membantu menunjukkan be
Waktu sudah menunjukkan pukul empat sore. Para karyawan sudah bersiap untuk pulang termasuk Nita. Wanita itu sebenarnya tidak tega meninggalkan sekretaris magang tersebut sendirian. Namun dia sudah terlanjur janji dengan suaminya yang mengajak untuk memilih rumah idaman mereka. Ya, Nita adalah pengantin baru. Alasan Mr. Revan menginginkan asisten baru karena Nita akan segera resign. Namun sebelum wanita yang membersamainya itu benar-benar mengundurkan diri menjadi asistennya, lelaki itu meminta Nita unntuk mencari pengganti yang kompeten. Asisten yang mampu mengimbangi cara kerjanya seperti Nita. "Mentari, maafkan Mbak nggak bisa menemanimu sampai selesai. Kamu nggak papa, kan?" tanya Nita sembari memasukkan barang-barang bawaannya ke dalam tas. Mentari melempar senyum terbaiknya lalu mengangguk. "Nggak papa, Mbak Nita. Ini juga sudah hampir selesai kok. Setengah jam lagi insyaallah kelar."Nita tersenyum teduh. Tatapan wanita itu menyiratkan kekhawatiran tapi Mentari mencoba untuk
Bab 4"Astagfirullah. Apa memang segitu bencinya sama orang berhijab sampai-sampai sudah pulang pun masih harus tetap bekerja," demam Mentari membuat Papanya langsung menoleh."Ada apa sayang? Siapa yang menghubungi mu?" tanya Fatan. Mentari terlihat gugup dengan pertanyaan Papanya. Tentu saja dia nggak ingin Papanya tahu kalau yang menghubungi dirinya ada apa Bos killer, julukan mentari pada Mr Revan mulai saat ini. Namun Gadis itu juga tidak bisa berbohong pada Papanya alhasil dia hanya bisa menjawab, "bukan siapa-siapa kok, Pa."Fathan menoleh sejenak sembari memicingkan matanya curiga. Pasalnya pria itu samar tadi mendengar putrinya mengatakan sesuatu hanya saja memang tidak terlalu jelas."Yakin tidak ada masalah?""Iya, Papa Sayang."Tak berselang lama sebuah notifikasi kembali berbunyi. Bukan pesan singkat melainkan sebuah email masuk. Segera Mentari membuka email tersebut dan laki-laki ia hanya bisa menganga melihat beberapa file yang masuk sekaligus.Sebenarnya Mentari ingin
Mentari menarik nafas panjang lalu mulai mempresentasikan hasil kerjanya semalam. Tanpa keraguan sedikitpun gadis berhijab itu menyampaikan semua yang telah Ia buat dalam sebuah PowerPoint dengan lancar. Mesti gadis itu tidak melihat catatan tapi dia seperti mengingat semuanya.Jangan lupakan merawat wajah Mr Evan yang terkesima dengan pemaparan karyawan magang itu. Sejauh ini semua karyawan ketika mempresentasikan sesuatu pasti mereka akan melihat slide tapi gadis ini tanpa melihat pun dia bisa menjelaskan dengan begitu gamblang. 'Memang gadis ini cukup cerdas. Bagaimanapun aku harus mengakuinya,' batin Mr Revan.Cukup lama Mr Revan terdiam. Bukan karena mendengarkan penjelasan Mentari melainkan karena pikirannya sibuk sendiri. Sibuk menilai Mentari yang sejak awal sudah ia anggap sebelah mata hanya gara-gara penampilannya yang membuat dia sakit mata. Bagi pria tak beragama seperti dirinya tentu penampilan Mentari ini sangat membosankan. Tidak ada sisi menarik dari tubuhnya yang dit
Mentari tak menghiraukan ucapan bosnya. Gadis itu sudah menyelesaikan makan siangnya dan segera membereskan bekas makan miliknya sendiri. "Kamu mau kemana?" tanya Mr Revan dingin. "Maaf, Mister saya mau shalat dulu." Mentari membisikkan sesuatu pada pada Nita lalu keluar dari ruang bosnya.Mr Revan hanya bisa melihat punggung mentari yang semakin menjauh dan menghilang ditelan pintu. Pria itu mendengus kesal karena merasa ucapannya tak dihiraukan oleh di bawahanya."Orang seperti itu yang akan menjadi penggantimu?" tanya Mr Revan dingin. Nita tersenyum kikuk. Dia tahu bosnya selalu berusaha untuk mencari gara-gara agar Mentari mundur. Namun kita juga tahu bahwa atasannya itu sebenarnya mengagumi kecerdasan Mentari diam-diam. Kalau tidak Mana mungkin lelaki dingin itu berinisiatif untuk membeli banyak makanan dan mengajak Mentari makan bersama padahal bisa saja mereka langsung makan di tempat. Bagaimanapun Mr Revan adalah sosok dengan ego yang tinggi. Tidak mudah bagi lelaki itu un
"Maaf," ucap Mentari. Sejelas kemudian Gadis itu mendongak lalu kedua matanya membelalak karena ternyata orang yang ditabraknya adalah bosnya yang killer. Tatapan tajam pria itu seolah menguliti dirinya habis-habisan membuat mentari tak bisa berkutik lagi. "Dasar ceroboh!" Mr Evan meninggalkan Mentari yang sedang gemetaran.Entah sejak kapan pria itu berada di sana karena yang Mentari tahu dia sudah pulang lebih dulu. Setelah mobil yang ditumpangi oleh Mr Evan menghilang dari pandangan barulah Gadis itu tersadar lalu berjalan cepat menuju motor kesayangannya.Dengan senyum mengembang Mentari mengendarai motor matic merahnya dengan kecepatan sedang. Menikmati angin sore yang membelai wajahnya hingga membuat kerudung yang ia kenakan melambai-lambai indah. Untuk sesaat ia melupakan kejadian barusan yang membuatnya bergidik ngeri.Karena waktu masih sore Mentari sengaja mampir ke cafe langganan yang dulu pernah dia datangi saat masih kuliah bersama temannya, Nara. Kebetulan sebelum ia p
Mentari sekali lagi mematut dirinya di depan cermin. Kali ini dia memakai gamis warna hitam polos dan dilengkapi dengan blezzer warna denim. Kerudung pasmina motif abstrak menjadi pelengkap penampilannya saat ini. Gadis cantik itu memajukan wajahnya hingga mendekati cermin. Terlihat sekali lingkar hitam di sekitar kelopak matanya. Semalam bosnya yang galak dan diktator itu kembali mengganggu tidurnya dengan mengirim banyak file dan menyuruh Mentari untuk membuat materi presentasi dari file tersebut. Tepat pukul 2 dini hari Mentari selesai membuatnya dan langsung mengirim pada email bosnya. Tak berselang lama sang bos kembali menelpon dan memintanya untuk merevisi beberapa bagian. Alhasil Mentari baru bisa tidur pukul tiga pagi. Gadis itu nyaris tidak tidur semalaman dan hanya tidur sekitar 1 jam. Tak heran jika kini kedua matanya sudah mirip seperti panda."Aduh bagaimana ini menyiasatinya. Masa iya aku ke kantor dengan mata menghitam begini?" gumam Mentari. Gadis berhijab itu meli
"Aku nggak nyangka hubungan Kak Bintang sama Azkia bisa mulus dan lancar kaya jalan tol gini," gumam Mentari. Wanita itu cukup terkejut saat mendengar kabar dari Bintang mengenai acara pernikahan Bintang.Bintang tidak ingin menunda pernikahannya terlalu lama. Keluarga Bintang dan keluarga Azkia pun segera menyusun pesta pernikahan sederhana untuk meresmikan hubungan putra-putri mereka."Aku nggak mau buang-buang waktu. Aku takut Azkia berubah pikiran," sahut Bintang."Kak Bintang nggak maksa Azkia buat nerima Kak Bintang, kan?" tuduh Mentari."Kamu jangan sembarangan ngomong! Aku nggak maksa Azkia. Sekalipun Azkia nolak pun aku juga nggak akan marah kok," timpal Bintang.Saat ini Mentari tengah berada di rumah orang tuanya untuk membantu Bintang menyiapkan pernikahan Bintang. Wanita itu sibuk menolong Bintang membungkus barang-barang seserahan yang akan diberikan pada Azkia nanti."Apa acaranya nggak terlalu terburu-buru, Kak? Ada banyak hal yang harus kita siapin, tapi kita nggak pu
Azkia duduk termenung, memikirkan pertanyaan yang dilontarkan oleh Mentari tempo hari. Tak ada angin tak ada hujan, tiba-tiba Mentari menawarkan kakaknya pada Azkia.Azkia tidak menanggapi serius pertanyaan Mentari. Wanita itu hanya menjawab asal saat dirinya diberi pertanyaan mengenai Bintang.Azkia kira, Mentari hanya bercanda saat Mentari meminta Azkia menikah dengan Bintang. Namun, ternyata perkataan Mentari bukan sekedar gurauan belaka. Mentari bersungguh-sungguh, begitu pula dengan Bintang. Hari ini, Bintang mengajak Azkia bertemu untuk membahas hal ini. Karena Azkia belum memberikan jawaban pasti, Bintang ingin kembali menanyakan kesediaan Azkia untuk menjadi istrinya."Aku datang nggak, ya?" gumam Azkia ragu.Azkia tidak mengenal Bintang. Azkia juga baru beberapa kali berjumpa dengan Bintang.Wajar saja kalau wanita itu merasa ragu. Siapa orang yang ingin menikah dengan pria yang tidak dikenal. Pastinya Azkia tak mau memilih sembarang pria untuk dijadikan suami. Ada banyak ha
Aina tertawa. Penjelasan Revan membuat wanita itu langsung membuat kesimpulan."Maaf, Ma? Apa ada yang lucu? Kenapa Mama ketawa terus?" tanya Revan.Aina kembali tergelak. Kepolosan putri dan menantunya membuat wanita itu tak bisa berhenti tertawa."Maaf, Revan. Cerita kamu lucu banget. Mama nggak tahan pengen ketawa," sahut Aina."Bagian mana yang lucu?" batin Revan dengan wajah bingung. "Revan, tolong kamu bawa Mentari ke dokter kandungan," ucap Aina kemudian. "Dokter kandungan?""Percaya aja sama Mama. Bawa Mentari ke dokter kandungan, setelah itu kasih kabar ke Mama, ya?"***"Kamu kenapa bawa aku ke sini?" tanya Mentari kesal karena sudah dibohongi oleh Revan. Wajahnya sudah tak bersahabat. Bibir mengerucut dengan tatapan ingin marah. Namun ia tak mungkin mengungkapkan kemarahannya di depan suami karena ia yakin sang suami melakukan ini karena khawatir padanya.Saat ini pasangan suami istri itu tengah berada di rumah sakit dan hendak berjumpa dengan dokter kandungan, sesuai de
"Gimana? Kalian dapat kerak telurnya?" tanya Revan cemas."Maaf, Mister. Semua penjual kerak telur sudah tutup."Mentari mengomel begitu mendengar jawaban Revan. Mentari tak mau mendengar alasan apa pun. "Pokoknya aku mau kerak telur sekarang! Kalau Huby nggak bisa dapetin kerak telur, mendingan Huby tidur di luar aja!" omel Mentari."T-tapi, Huny ...."Brak! Mentari menutup pintu kamar dengan kencang setelah mengusir suaminya keluar dari kamar. Gara-gara kerak telur, Mentari marah pada Revan hingga Mentari tak mau tidur dengan Revan."Kerak telur sialan!" umpat Revan dongkol bukan main. "Cari kerak telur lagi sampai ketemu!" teriak Revan pada anak buahnya.***"Hoam!" Pagi-pagi sekali, Revan membuka mata setelah mendengar suara adzan subuh. Pria dengan kantung mata hitam itu perlahan bangkit dari sofa empuk yang menjadi alas tidurnya. Selama semalaman, Revan tidur di sofa ruang tengah usai dirinya diusir oleh Mentari.Tragedi kerak telur sudah menghancurkan istirahat Revan. Pria itu
"Tidur aja, Huny."Revan mengusap-usap kepala Mentari hingga akhirnya wanita itu terlelap. "Cepat sembuh ya, Huny. Kamu nggak boleh sakit," gumam Revan.Revan membenarkan selimut sang istri, kemudian beranjak meninggalkan kamar. Mau tak mau, Revan harus membawa seluruh pekerjaannya ke rumah. Meskipun tak bisa pergi ke kantor, tapi Revan tetap harus bertanggungjawab pada pekerjaannya."Aldo, hari ini saya kerja dari rumah. Tolong kasih saya update laporan setiap dua jam, ya?" perintah Revan pada sang sekretaris melalui sambungan telepon."Baik, Mister."***"Gimana keadaan kamu, Huny? Masih mual nggak?" tanya Revan pada Mentari.Gurat kekhawatiran tercetak jelas di wajah tampan Revan. Lelaki itu benar-benar spot jantung kala melihat sang istri bolak-balik ke kamar mandi untuk memuntahkan seluruh isi perutnya. Belum lagi wajah pucat sang istri membuat lelaki itu tak tega.Wajah Mentari masih pucat. Mual dan muntah yang dialami oleh wanita itu juga masih terasa. Mentari sudah meminum oba
Mentari merasa usahanya akan sia-sia jika pertemuan ini sampai gagal. Terpaksa, Mentari harus mengambil langkah besar demi masa depan kakak dan juga temannya."Azkia, boleh aku tanya sesuatu?" ucap Mentari."Tanya aja?""Gimana pendapat kamu tentang Kak Bintang? Apa menurut kamu Kak Bintang bisa jadi suami yang baik?" tanya Mentari pada Azkia.Wajah Azkia langsung memerah begitu ia mendapatkan pertanyaan yang cukup mengejutkan dari sang teman. "Tuan Bintang cukup mapan dan tampan. Pasti ada banyak perempuan yang mau dijadiin istri sama Tuan Bintang," sahut Azkia."Kalau kamu? Apa kamu mau jadi istrinya Kak Bintang?" tanya Mentari pada Azkia.***Pagi-pagi sekali, Mentari sudah bangun dari ranjang, kemudian berlari menuju ke kamar mandi. Wajah wanita itu terlihat pucat dan tubuh Mentari juga agak lemas. Perutnya seperti diaduk-aduk dan ada yang berdesakan untuk minta dikeluarkan. Karena sudah tak bisa lagi menahan, ia sampai melompati suaminya hingga membuat lelaki itu kaget dan terban
"Kamu mau dukung rencana aku, kan?" tanya Mentari pada Revan.Mana mungkin Revan mampu menolak permintaan dari istri kesayangannya. Tanpa banyak tanya lagi, Revan pun akhirnya memberikan izin pada Mentari untuk pergi bersama dengan Azkia, dan ia juga akan ikut membantu istrinya untuk menjalankan rencana Mentari."Aku akan melakukan apa pun untuk kamu."Mentari memeluk sang suami dengan wajah girang. "Terima kasih, Huby!"***"Azkia!" Mentari melambaikan tangan pada Azkia yang sudah menunggu dirinya di sebuah cafe yang ada di dalam mall.Sesuai dengan rencana, hari ini Mentari akan menghabiskan waktu dengan berjalan-jalan bersama dengan Azkia di area pusat perbelanjaan tersebut. Sebelum pergi, Mentari sudah mengingatkan suaminya untuk segera mengajak Bintang pergi ke mall yang ia datangi bersama Azkia."Kamu udah nunggu lama?" sapa Mentari berbasa-basi. Wanita itu menatap penampilan Azkia yang sangat anggun dan menawan. Sejak zaman kuliah dulu, Azkia memang cantik. Tak sedikit pria yan
Pertemuan antara Mentari dan Pak Tohar pun berlangsung cukup lama. Mentari dan Pak Tohar dapat cepat akrab dengan adanya Azkia yang menjembatani mereka. Selama pertemuan berlangsung, Bintang terus mencuri pandang ke arah Azkia, hingga membuat Mentari keheranan. Dari sorot mata pria itu, terlihat jelas kalau Bintang tengah menunjukkan ketertarikannya pada Azkia."Kenapa Kak Bintang lihatin Azkia mulu dari tadi? Apa mungkin Kak Bintang naksir sama Azkia?" batin Mentari curiga.Mentari berkali-kali memergoki sang kakak mencuri-curi pandang ke arah Azkia sampai pertemuan mereka berakhir. Hal ini pun membuat Mentari semakin yakin kalau Bintang memang tertarik pada Azkia."Kak bintang ketahuan banget sih kalau naksir Azkia," batin Mentari. "Apa aku coba jodohin mereka aja? Kak Bintang kan masih jomblo. Sudah saatnya juga untuk membina rumah tangga agar tidak pacaran dengan pekerjaannya terus. Kalau Azkia juga jomblo ... mereka pasti bisa jadi pasangan serasi."***"Huny, besok kan hari Ming
"Itu berkas buat besok? Kayaknya besok sibuk banget, ya?" tanya Revan pada Mentari yang nampak asyik menyiapkan banyak berkas. Pria itu menatap istrinya yang sibuk dengan perasaan berkecamuk. Ada rasa kasihan melihat istrinya berjibaku dengan pekerjaan padahal dirinya sangat mampu untuk mencukupi semua kebutuhan hidup sang istri. Bahkan apapun yang diminta oleh wanita yang dicintai itu bisa dia berikan sangat mudah. Namun ia juga tak bisa melarang sang istri bekerja karena itu adalah perusahaan istrinya sendiri. Pasangan suami istri baru itu sudah kembali dari acara bulan madu mereka. Setelah puas menikmati liburan di Dubai, kini waktunya mereka kembali beraktivitas seperti sebelumnya. Sebagai pimpinan perusahaan baru, sepertinya Mentari akan mulai disibukkan dengan pekerjaan yang menumpuk. "Iya, Huby. Besok aku ada pertemuan penting.""Pasti berat ya ngurus perusahaan sendiri seperti ini," komentar Revan. "Jangan terlalu capek, Huny. Kalau butuh bantuan katakan saja, suamimu ini b