Sesuai pesan dari Aina mang Asep benar-benar tidak mau memberikan informasi apapun tentang keberadaannya. Aina sudah menceritakan semuanya tentang Fathan pada mang Asep dan Bik Esih sehingga kedua orang itu mengerti jika akhirnya Aina memilih untuk pergi dari sini.Setelah kedatangan Fatan beberapa hari yang lalu, Aina tidak tidur semalaman memikirkan langkah apa yang harus ia tempuh. Wanita bercadar itu tak mau Bintangnya diambil oleh Fatan. Laki-laki yang tiba-tiba datang dan mengakui Bintang sebagai putranya. Aina meyakini satu hal, bahwa anak yang lahir di luar nikah bernazab pada ibunya. Tidak ada hak apapun bagi Fatan untuk mengakui Bintang sebagai anaknya sekalipun secara biologis membuktikan kalau dia ayahnya. Aina tak mau hidupnya yang sudah tertata kbali berantakan jika menerima kehadiran Fatan dalam lingkaran hidupnya.Aina juga tak mau membuat anak semata wayangnya berharap banyak soal "papa" yang selalu diinginkannya. Putri ketua yayasan itu khawatir Bintang akan dijadik
Sudah ter hampir 3 bulan terlewati, tapi belum ada tanda-tanda Aina ditemukan. Wanita satu anak itu seperti hilang ditelan bumi. Usaha yang dilakukan badan seolah sia-sia. Padahal dia sudah mengerahkan banyak orang untuk menyelidiki. Tak terhitung lagi jumlah uang yang dikeluarkan untuk membayar orang-orang tersebut.Di saat pria itu sedang berada di titik hampir menyerah tiba-tiba salah seorang anak buahnya memberikan kabar yang mengejutkan. "Pak Fatan, saya baru saja melihat seorang wanita bercadar dengan anak laki-laki di sebuah mall. Ini saya sedang mengikutinya," lapor Dio, salah satu orang kepercayaan Fatan."Kirim lokasinya saya akan meluncur sekarang!" jawab Fatan lalu menutup sambungan telepon. Setelah mendapatkan titik lokasi yang disebutkan oleh Dio, Fatan mengajak Marvel untuk menuju alamat mall yang disebutkan. Contoh lelaki itu sudah berdebar-debar tak karuan membayangkan pertemuannya dengan Aina dan Bintang.Ketika mobil sudah terparkir di basement mall, Fatan segera
"Alhamdulillah mereka tidak mengenali kami," gumam Aina. Kini Aina dan Bintang sudah berada di dalam taksi menuju tempat persembunyiannya. Beruntung bintang tidak membuat ulah dan sangat kooperatif dalam menjalankan perannya. Bocah kecil itu juga tidak banyak bertanya karena ayah sudah menjelaskan alasan mereka harus menghindari Fathan. Di dalam mobil Aina berulang kali menoleh ke belakang khawatir ada yang mengikuti. Namun kekhawatirannya tidak terjadi. Allah masih melindungi mereka sehingga bisa selamat dari kejaran orang-orang Fatan. "Mbak, kita sudah sampai," ucap sopir taksi membuyarkan lamunan Aina. "Iya, Pak terima kasih." Aina menyodorkan selembar uang 50.000 kepada sopir taksi tersebut. "Ini belanjaannya, Mbak. Mau saya antar sampai ke unitnya, Mbak?" "Tidak usah Pak terima kasih atas bantuannya." Aina membawa kantong belanja yang cukup besar di tangan kanan dan kirinya. Sementara bintang membantu membawakan tongkat seks kecil yang berisi makanan ringan untuk cemilan
Fathan tersenyum smirk membayangkan Aina terkejut melihat kedatangannya. Dalam hati ia bersumpah tidak akan melepaskan Aina lagi ketika nanti sudah ditemukan. Iya segera mengabari kedua orang tuanya jika keberadaan Aina sudah ditemukan. Awalnya Fathan ingin segera mendatangi apartemen Aina. Namun atas saran kedua orang tuanya Fathan mengurungkan niat itu. "Lebih baik kamu berdiam diri dulu Tan. Biarkan dia melaksanakan aktivitasnya dengan tenang. Kamu tidak mau dia kabur lagi, kan?" Bu Yunita menatap putranya melalui layar ponsel.Saat ini Fathan melakukan panggilan video kepada kedua orang tuanya. "Aku sudah menghabiskan banyak waktu untuk mencari keberadaannya, Ma. Kali ini aku tak akan membiarkan dia kabur lagi!" "Kalau gitu jangan mengejarnya. Kamu harus bisa mendekatinya secara pelan-pelan. Jika kamu terus mengawasinya dan mengejarnya seperti itu dia pasti akan kabur lagi dan mungkin untuk yang kedua Kamu tidak akan pernah bisa menemukannya." Fathan tampak berpikir. Lalu man
Melihat kedatangan Aina, rombongan keluarga beranggotakan 3 orang tersebut tersenyum. Bu Yunita yang paling antusias menyambut kedatangan Aina. Bahkan ia sampai maju dan merentangkan tangan untuk memeluknya."Aina sayang, kamu gimana kabarnya, Nak?" tanya Bu Yunita sembari memeluk tubuh Aina. Kejadian tiba-tiba itu membuat Aina linglung untuk sementara. Wanita bercadar itu hanya diam kaku tanpa bisa berkata apa-apa. Otaknya berusaha untuk mencerna kenapa Ibu dari sahabatnya bisa ada di sini. Tentu saja Aina tidak lupa wanita yang tengah memeluknya ini adalah wanita yang dulu sering memintanya untuk membantu Laura mengerjakan tugas semasa masih SMA. Dulu Aina adalah seorang bintang kelas. Dia sangat cerdas sehingga teman-temannya sering meminta bantuan untuk mengerjakan tugas. Dan karena Aina adalah seorang pemurah maka dia tidak keberatan membantu teman-temannya hal itu yang membuat dia disukai oleh banyak orang."Aina Sayang, kamu gimana kabarnya, Nak?" ulang Bu Yunita karena Aina
Perdebatan sengit tak bisa terelakkan. Aina tetap pada pendiriannya sedangkan keluarga Kusumo tetap tidak mau mengalah juga. * Adalah cucu mereka secara biologis. Keluarga kaya raya seperti mereka tidak rela membiarkan darah dagingnya hidup tanpa pengasuhan mereka."Aila tolonglah jika kamu memang tidak mau menikah dengan Fathan karena kamu tidak mencintainya setidaknya lakukan ini demi Bintang. Dia butuh sosok ayah, Aina," bujuk Pak Aryo. Aina masih bergeming. Berusaha untuk menetralkan perasaannya yang mulai campur aduk. "Maaf, Om kalau memang dia mau bertanggung jawab kenapa baru sekarang? Kenapa tidak dari dulu? Ke mana saja dia saat saya harus menanggung luka karena diusir oleh kedua orang tuaku sendiri. Ke mana saja dia saat saya tidak memiliki pegangan karena hamil tanpa suami? Ke mana saja dia saat saya harus menanggung malu membesarkan anak saya seorang diri? Saya harus terasing dari keluarga saya sendiri. Saya juga terpaksa harus mengubur cita-cita demi membesarkan anak ya
"Tuan, Nyonya Aina mencari donatur untuk sekolah rintisan yang dia dirikan. Apa Tuan mau berpartisipasi?" Marfel menyodorkan berkas penyelidikan yang diminta Fatan."Hem." Fatan menerima berkas tersebut. Membacanya dengan saksama tanpa ada yang terlewat sedikitpun. Senyumnya terbit ketika menerima informasi yang akan menjadi jalan baginya mendekati Aina. "Berikan dana paling besar dan buat atas nama perusahaan lain yang tidak terkoneksi dengan Wijaya Group. Jangan sampai dia tahu kalau saya yang membantunya," ucap Fatan.Marvel mengangguk tapi tetap berdiri di tempatnya seolah ingin menyampaikan sesuatu lagi. Namun dia ragu-ragu untuk mengutarakan pendapatnya karena takut mood bosnya anjlok lagi. Sejak menemukan Bintang, mood pimpinannya itu mudah sekali berubah. Selain itu juga jadi lebih sensitif dan mudah marah pada setiap karyawan yang melakukan kesalahan kecil. Fatan mendongak ketika merasakan keberadaan asistennya yang masih di tempat."Apa lagi?" tanya Fatan ketus. Marvel t
Bintang mengerjakan matanya. Kedua matanya terlihat bergerak-gerak dengan bibir menahan senyum. Ada rasa takut yang menggelayut tapi rasa ingin mendekat pada pria itu jauh lebih besar. Setiap kali melihat Bintang selalu merasa lelaki itu adalah papanya. Dan ketika telinganya baru saja mendengar pria dewasa itu menyebut dirinya "papa" ada rasa yang membuncah dalam dada bocah berusia 6 tahun itu. Bintang ingin berlari menumpahkan kerinduannya pada sosok papa selama ini. Namun dia tak berani membuat mamanya kecewa karena sepertinya mamanya tidak menyukai lelaki dewasa itu."Bintang! Sini, Nak! Ini Papa!" ulang Fatan.Aina langsung mendelik ketika pria itu dengan lancang membujuk Bintang. Bahkan tanpa izin Fatan memberi tahu Bintang siapa dirinya. "Mama, benarkah dia papaku? Kata Mama Papaku sudah di surga. Kenapa Om ini selalu bilang dia papaku?" Bintang menatap mamanya dan Fatan bergantian."Tolong jangan memberi harapan palsu pada anakku! Anda tahu di mana jalan keluarnya kan?" Aina
"Aku nggak nyangka hubungan Kak Bintang sama Azkia bisa mulus dan lancar kaya jalan tol gini," gumam Mentari. Wanita itu cukup terkejut saat mendengar kabar dari Bintang mengenai acara pernikahan Bintang.Bintang tidak ingin menunda pernikahannya terlalu lama. Keluarga Bintang dan keluarga Azkia pun segera menyusun pesta pernikahan sederhana untuk meresmikan hubungan putra-putri mereka."Aku nggak mau buang-buang waktu. Aku takut Azkia berubah pikiran," sahut Bintang."Kak Bintang nggak maksa Azkia buat nerima Kak Bintang, kan?" tuduh Mentari."Kamu jangan sembarangan ngomong! Aku nggak maksa Azkia. Sekalipun Azkia nolak pun aku juga nggak akan marah kok," timpal Bintang.Saat ini Mentari tengah berada di rumah orang tuanya untuk membantu Bintang menyiapkan pernikahan Bintang. Wanita itu sibuk menolong Bintang membungkus barang-barang seserahan yang akan diberikan pada Azkia nanti."Apa acaranya nggak terlalu terburu-buru, Kak? Ada banyak hal yang harus kita siapin, tapi kita nggak pu
Azkia duduk termenung, memikirkan pertanyaan yang dilontarkan oleh Mentari tempo hari. Tak ada angin tak ada hujan, tiba-tiba Mentari menawarkan kakaknya pada Azkia.Azkia tidak menanggapi serius pertanyaan Mentari. Wanita itu hanya menjawab asal saat dirinya diberi pertanyaan mengenai Bintang.Azkia kira, Mentari hanya bercanda saat Mentari meminta Azkia menikah dengan Bintang. Namun, ternyata perkataan Mentari bukan sekedar gurauan belaka. Mentari bersungguh-sungguh, begitu pula dengan Bintang. Hari ini, Bintang mengajak Azkia bertemu untuk membahas hal ini. Karena Azkia belum memberikan jawaban pasti, Bintang ingin kembali menanyakan kesediaan Azkia untuk menjadi istrinya."Aku datang nggak, ya?" gumam Azkia ragu.Azkia tidak mengenal Bintang. Azkia juga baru beberapa kali berjumpa dengan Bintang.Wajar saja kalau wanita itu merasa ragu. Siapa orang yang ingin menikah dengan pria yang tidak dikenal. Pastinya Azkia tak mau memilih sembarang pria untuk dijadikan suami. Ada banyak ha
Aina tertawa. Penjelasan Revan membuat wanita itu langsung membuat kesimpulan."Maaf, Ma? Apa ada yang lucu? Kenapa Mama ketawa terus?" tanya Revan.Aina kembali tergelak. Kepolosan putri dan menantunya membuat wanita itu tak bisa berhenti tertawa."Maaf, Revan. Cerita kamu lucu banget. Mama nggak tahan pengen ketawa," sahut Aina."Bagian mana yang lucu?" batin Revan dengan wajah bingung. "Revan, tolong kamu bawa Mentari ke dokter kandungan," ucap Aina kemudian. "Dokter kandungan?""Percaya aja sama Mama. Bawa Mentari ke dokter kandungan, setelah itu kasih kabar ke Mama, ya?"***"Kamu kenapa bawa aku ke sini?" tanya Mentari kesal karena sudah dibohongi oleh Revan. Wajahnya sudah tak bersahabat. Bibir mengerucut dengan tatapan ingin marah. Namun ia tak mungkin mengungkapkan kemarahannya di depan suami karena ia yakin sang suami melakukan ini karena khawatir padanya.Saat ini pasangan suami istri itu tengah berada di rumah sakit dan hendak berjumpa dengan dokter kandungan, sesuai de
"Gimana? Kalian dapat kerak telurnya?" tanya Revan cemas."Maaf, Mister. Semua penjual kerak telur sudah tutup."Mentari mengomel begitu mendengar jawaban Revan. Mentari tak mau mendengar alasan apa pun. "Pokoknya aku mau kerak telur sekarang! Kalau Huby nggak bisa dapetin kerak telur, mendingan Huby tidur di luar aja!" omel Mentari."T-tapi, Huny ...."Brak! Mentari menutup pintu kamar dengan kencang setelah mengusir suaminya keluar dari kamar. Gara-gara kerak telur, Mentari marah pada Revan hingga Mentari tak mau tidur dengan Revan."Kerak telur sialan!" umpat Revan dongkol bukan main. "Cari kerak telur lagi sampai ketemu!" teriak Revan pada anak buahnya.***"Hoam!" Pagi-pagi sekali, Revan membuka mata setelah mendengar suara adzan subuh. Pria dengan kantung mata hitam itu perlahan bangkit dari sofa empuk yang menjadi alas tidurnya. Selama semalaman, Revan tidur di sofa ruang tengah usai dirinya diusir oleh Mentari.Tragedi kerak telur sudah menghancurkan istirahat Revan. Pria itu
"Tidur aja, Huny."Revan mengusap-usap kepala Mentari hingga akhirnya wanita itu terlelap. "Cepat sembuh ya, Huny. Kamu nggak boleh sakit," gumam Revan.Revan membenarkan selimut sang istri, kemudian beranjak meninggalkan kamar. Mau tak mau, Revan harus membawa seluruh pekerjaannya ke rumah. Meskipun tak bisa pergi ke kantor, tapi Revan tetap harus bertanggungjawab pada pekerjaannya."Aldo, hari ini saya kerja dari rumah. Tolong kasih saya update laporan setiap dua jam, ya?" perintah Revan pada sang sekretaris melalui sambungan telepon."Baik, Mister."***"Gimana keadaan kamu, Huny? Masih mual nggak?" tanya Revan pada Mentari.Gurat kekhawatiran tercetak jelas di wajah tampan Revan. Lelaki itu benar-benar spot jantung kala melihat sang istri bolak-balik ke kamar mandi untuk memuntahkan seluruh isi perutnya. Belum lagi wajah pucat sang istri membuat lelaki itu tak tega.Wajah Mentari masih pucat. Mual dan muntah yang dialami oleh wanita itu juga masih terasa. Mentari sudah meminum oba
Mentari merasa usahanya akan sia-sia jika pertemuan ini sampai gagal. Terpaksa, Mentari harus mengambil langkah besar demi masa depan kakak dan juga temannya."Azkia, boleh aku tanya sesuatu?" ucap Mentari."Tanya aja?""Gimana pendapat kamu tentang Kak Bintang? Apa menurut kamu Kak Bintang bisa jadi suami yang baik?" tanya Mentari pada Azkia.Wajah Azkia langsung memerah begitu ia mendapatkan pertanyaan yang cukup mengejutkan dari sang teman. "Tuan Bintang cukup mapan dan tampan. Pasti ada banyak perempuan yang mau dijadiin istri sama Tuan Bintang," sahut Azkia."Kalau kamu? Apa kamu mau jadi istrinya Kak Bintang?" tanya Mentari pada Azkia.***Pagi-pagi sekali, Mentari sudah bangun dari ranjang, kemudian berlari menuju ke kamar mandi. Wajah wanita itu terlihat pucat dan tubuh Mentari juga agak lemas. Perutnya seperti diaduk-aduk dan ada yang berdesakan untuk minta dikeluarkan. Karena sudah tak bisa lagi menahan, ia sampai melompati suaminya hingga membuat lelaki itu kaget dan terban
"Kamu mau dukung rencana aku, kan?" tanya Mentari pada Revan.Mana mungkin Revan mampu menolak permintaan dari istri kesayangannya. Tanpa banyak tanya lagi, Revan pun akhirnya memberikan izin pada Mentari untuk pergi bersama dengan Azkia, dan ia juga akan ikut membantu istrinya untuk menjalankan rencana Mentari."Aku akan melakukan apa pun untuk kamu."Mentari memeluk sang suami dengan wajah girang. "Terima kasih, Huby!"***"Azkia!" Mentari melambaikan tangan pada Azkia yang sudah menunggu dirinya di sebuah cafe yang ada di dalam mall.Sesuai dengan rencana, hari ini Mentari akan menghabiskan waktu dengan berjalan-jalan bersama dengan Azkia di area pusat perbelanjaan tersebut. Sebelum pergi, Mentari sudah mengingatkan suaminya untuk segera mengajak Bintang pergi ke mall yang ia datangi bersama Azkia."Kamu udah nunggu lama?" sapa Mentari berbasa-basi. Wanita itu menatap penampilan Azkia yang sangat anggun dan menawan. Sejak zaman kuliah dulu, Azkia memang cantik. Tak sedikit pria yan
Pertemuan antara Mentari dan Pak Tohar pun berlangsung cukup lama. Mentari dan Pak Tohar dapat cepat akrab dengan adanya Azkia yang menjembatani mereka. Selama pertemuan berlangsung, Bintang terus mencuri pandang ke arah Azkia, hingga membuat Mentari keheranan. Dari sorot mata pria itu, terlihat jelas kalau Bintang tengah menunjukkan ketertarikannya pada Azkia."Kenapa Kak Bintang lihatin Azkia mulu dari tadi? Apa mungkin Kak Bintang naksir sama Azkia?" batin Mentari curiga.Mentari berkali-kali memergoki sang kakak mencuri-curi pandang ke arah Azkia sampai pertemuan mereka berakhir. Hal ini pun membuat Mentari semakin yakin kalau Bintang memang tertarik pada Azkia."Kak bintang ketahuan banget sih kalau naksir Azkia," batin Mentari. "Apa aku coba jodohin mereka aja? Kak Bintang kan masih jomblo. Sudah saatnya juga untuk membina rumah tangga agar tidak pacaran dengan pekerjaannya terus. Kalau Azkia juga jomblo ... mereka pasti bisa jadi pasangan serasi."***"Huny, besok kan hari Ming
"Itu berkas buat besok? Kayaknya besok sibuk banget, ya?" tanya Revan pada Mentari yang nampak asyik menyiapkan banyak berkas. Pria itu menatap istrinya yang sibuk dengan perasaan berkecamuk. Ada rasa kasihan melihat istrinya berjibaku dengan pekerjaan padahal dirinya sangat mampu untuk mencukupi semua kebutuhan hidup sang istri. Bahkan apapun yang diminta oleh wanita yang dicintai itu bisa dia berikan sangat mudah. Namun ia juga tak bisa melarang sang istri bekerja karena itu adalah perusahaan istrinya sendiri. Pasangan suami istri baru itu sudah kembali dari acara bulan madu mereka. Setelah puas menikmati liburan di Dubai, kini waktunya mereka kembali beraktivitas seperti sebelumnya. Sebagai pimpinan perusahaan baru, sepertinya Mentari akan mulai disibukkan dengan pekerjaan yang menumpuk. "Iya, Huby. Besok aku ada pertemuan penting.""Pasti berat ya ngurus perusahaan sendiri seperti ini," komentar Revan. "Jangan terlalu capek, Huny. Kalau butuh bantuan katakan saja, suamimu ini b