Share

Diasingkan

Author: Cahaya Asa
last update Last Updated: 2023-05-31 14:40:23

"Kalau sudah sadar, segera bangun dan pergi dari sini!" ucap Abi Hanif tegas membuat harapan Aina yang sempat melambung kembali terjun bebas. Rupanya Abi dan Ummi masih ingin membuangnya bahkan setelah Aina pingsan.

Dengan gerakan cepat Aina bangun lalu bersimpuh di kaki Abi Hanif. Menangis, meraung, memohon pengampunan.

"Maafkan Aina, Bi. Aina mohon jangan buang Aina, Bi. Aina nggak tahu bagaimana nasib Aina kelak kalau harus pergi dalam kondisi seperti ini," ucap Aina memelas.

"Kamu harus mempertanggungjawabkan perbuatanmu sendiri, Aina. Ini adalah hukuman karena kamu sudah mencoreng keluarga kita!"

"Tapi, Bi-"

"Abi rasa kamu tidak lupa hukuman apa yang pantas didapatkan oleh seorang pezina dalam agama kita! Karena sekarang tidak ada yang bisa menegakkan hukuman itu, maka Abi yang akan membuatmu sadar atas perbuatanmu!" Abi Hanif memalingkan wajahnya agar tidak goyah.

Sebagai ayah yang telah mendidik buah hatinya, tentu tidak mudah melakukan hal ini. Lelaki itu bahkan merasakan sakit yang luar biasa ketika mengetahui fakta bahwa putri satu-satunya hamil di luar nikah padahal tanggal pernikahannya telah ditentukan.

"Baik, kalau ini sudah jadi keputusan Abi dan Ummi. Aina akan pergi dari rumah ini. Maafkan Aina, Bi, Mi. Aina akan buktikan kalau Aina tidak pernah melakukan perbuatan keji itu," ucap Ania akhirnya.

Gadis itu dengan berat hati menarik koper yang masih berdiri kokoh di samping pintu. Sebelum pergi ia mencium tangan kedua orang tuanya bergantian. Air mata mengiringi kepergian Aina ke tempat pengasingan.

Sebuah mobil sudah menunggu di depan untuk membawa Aina. Dengan langkah berat gadis itu berjalan menjauhi rumah yang selama ini telah menyimpan banyak kenangan. Aina tak mau menoleh lagi ke belakang karena khawatir hatinya akan goyah.

"Bi, putri kita, Bi. Tolong lakukan sesuatu untuk putri kita agar dia tidak pergi, Bi," bujuk Ummi Widuri dengan mata basah. Wanita paruh baya itu tak kuasa menahan kesedihan karena harus melepaskan putrinya dengan cara seperti ini.

"Serahkan semua ini pada Allah, Mi. Abi yakin dengan cara begini Aina akan menyadari kesalahannya." Abi Hanif menutup pintu karena tak ingin menyaksikan kepergian putrinya. Sungguh, jika boleh memilih Abi Hanif juga tak rela melepaskan putrinya. Dia ingin mendekap buah hatinya dan menyampaikan padanya jika dia sangat mencintai dan menyayanginya.

Di dalam mobil Aina terus menangis. Bahkan kini dia berani mengeraskan suaranya dan meraung-raung hingga membuat sopir yang membawanya tak tega melihatnya.

"Sabar, Non. Allah tidak membebani hambanya di luar batas kemampuan. Percayalah, Non Allah pasti punya rencana indah atas ujian yang Non hadapi saat ini. Apapun itu, Mang Udin hanya bisa mendoakan semoga Non Aina selalu dalam lindungan-Nya." Do'a tulus dari sopir pribadi keluarga Abi Hanif sedikit membuat Aina tenang.

"Terima kasih, Mang," ucap Aina.

Setelah menempuh 2 jam perjalanan akhirnya Aina tiba di sebuah villa yang berada di pedesaan. Bahkan jarak antar rumah satu dengan rumah lainnya cukup jauh sehingga villa ini terkesan terpencil.

Jika dilihat dari penampakannya, villa megah itu terlihat berbeda dengan rumah-rumah lainnya yang sederhana. Bangunan dua lantai dengan dikelilingi pagar itu seperti rumah seorang juragan dibanding dengan rumah lainnya.

"Kita sudah sampai, Non," ucap Mang Udin membuyarkan lamunan Aina.

"I-iya, Mang." Aina turun perlahan. Tatapan matanya terpaku pada bangunan megah di hadapannya. Ada perasaan damai ketika melihat pemandangan sekeliling yang hijau karena banyak tumbuh pepohonan.

"Selamat datang, Non!" sapa wanita paruh baya dan suaminya menyambut kedatangan Aina.

"Terima kasih, Bik, Mang," balas Aina dengan senyum hangatnya.

Aina tak perlu berkenalan lagi dengan pasangan suami-istri itu karena mereka memang sudah kenal sebelumnya. Mereka dulu pernah bekerja di rumah keluarganya tapi setelah villa ini dibangun mereka ditugaskan untuk menjaga villa ini.

Mang Asep membawakan koper-koper Aina sedangkan Bik Esih membimbing Aina untuk masuk ke tempat tinggalnya yang baru. Jika sebelumnya Aina merasa dibuang dan diasingkan, kini dia justru merasa bersyukur dikirim ke sini karena gadis itu bisa membesarkan anaknya tanpa harus mendengar gosip-gosip tetangga.

"Non Aina mau di kamar yang mana?" tanya Mang Udin. Lelaki itu harus memastikan dulu kamar mana yang akan ditempati majikannya agar tidak salah meletakkan barang-barangnya.

Aina mengedarkan pandangannya ke seluruh penjuru rumah. Ini adalah pertama kalinya Aina datang ke sini karena villa ini memang tergolong masih baru. Namun semua perabot rumah sudah lengkap.

Ia membuka salah satu kamar di dekat tangga. Lalu masuk dan memeriksa semuanya. Beberapa menit kemudian dia kembali keluar.

"Aina ingin kamar yang langsung menghadap ke matahari pagi, Mang."

"Oh, kalau gitu di atas aja, Non. Pas banget ada balkonnya juga. Jadi kalau pagi Non Aina bisa berjemur di balkon sambil menikmati pemandangan gunung yang terlihat dari sana," usul Mang Udin.

Aina tersenyum di balik cadarnya. Lalu mengangguk dan mengikuti langkah Mang Udin dan Bik Esih.

***

"Sudahlah, Mi. Jangan menangis terus, kita do'akan putri kita baik-baik saja. Abi juga sudah membawakan banyak uang cash di dalam koper Aina tanpa sepengetahuannya. Dengan uang tersebut, Aina tak perlu ke kota untuk mengambil uang ke ATM jika butuh belanja." Abi Hanif tahu kalau sang istri masih merasa kehilangan karena putri satu-satunya harus dia ungsikan.

"Tapi bagaimana dia bisa menghadapi masa-masa sulit kehamilannya sendirian, Bi. Ummi nggak tega," lirih Ummi Widuri.

"Kita do'akan saja. Semoga dengan begini putri kita bisa menyadari kesalahannya dan bertaubat pada Allah." Suara Abi Hanif berubah dingin.

Setiap kali mengingat putrinya yang dia percaya hamil di luar nikah, lelaki paruh baya itu ingin sekali melampiaskan amarahnya. Namun melihat kondisi sang istri yang terpuruk, dia harus bisa menahan semuanya.

Beberapa hari kemudian, Ummi Widuri masuk rumah sakit. Terlalu banyak berpikir membuatnya tidak bisa makan dan tidur dengan benar.

Tiba-tiba terdengar suara salam dan pintu terbuka. Spontan pasangan suami istri tersebut langsung menoleh ke arah sumber suara.

"Pak Karim, Bu Sinta, kok repot-repot," ucap Abi Hanif menyalami Pak Karim lalu menerima buah tangan dari Bu Sinta.

Setelah saling menanyakan kabar, mendadak suasana menjadi hening ketika Pak Karim menanyakan keberadaan Aina.

"Bagaimana kalau pernikahan putra putri kita dimajukan saja, Pak? Niat baik jangan ditunda-tunda," ucap Pak Karim membuat Abi Hanif dan istri gugup.

"Aduh, maaf, Pak Karim. Sebelumnya saya sekeluarga mohon maaf yang sebesar-besarnya. Tak pantas sebenarnya saya mengatakan hal ini di sini. Tapi ... dengan terpaksa saya harus mengatakannya." Abi Hanif menatap istrinya sekilas lalu kembali menatap tamunya dengan tatapan tak nyaman.

"Loh, emangnya kenapa, Pak Hanif? Kenapa gugup begitu?"

"Sekali lagi mohon maaf, Pak Karim. Tapi putri kami membatalkan perjodohan ini. Dia belum siap menikah," ujar Abi Hanif mencoba tenang.

"Apa? Tidak bisa begitu dong, Pak! Anak kami sudah jauh-jauh pulang dari luar negeri masa dibatalkan? Pokoknya pernikahan tetap harus dilaksanakan!"

"Tapi, ..."

Related chapters

  • Putra Hartawan dari Rahim Perawan   Bukan Anak Pujan

    "Pak Hanif, kami sudah sangat percaya sama Anda. Kita juga sudah sepakat jika putra saya pulang dari luar negeri pernikahan putra putri kita segera dilaksanakan. Sekarang putra saya sudah pulang dan dia sendiri yang meminta acara pernikahan dimajukan. Lalu apa masalahnya sekarang? Putri Anda juga sudah wisudah, kan?" desak Pak Karim.Abi Hanif menghela napas panjang. Tak tahu harus memulai dari mana untuk mengatakan alasan pembatalan perjodohan mereka. Tidak mungkin juga dia harus berkata jujur jika putrinya hamil. Susah payah dia menutupi aib tersebut, tidak mungkin dia membukanya begitu saja. "Sekali lagi mohon maafkan kami, Pak Karim. Putri saya ... dia ... pergi," lirih Abi Hanif.Sekali lagi pasangan suami-istri yang berada di hadapannya itu kaget. Pasalnya, Abi Hanif terkenal sangat ketat dalam mendidik putri semata wayangnya. Tidak mungkin putrinya bisa pergi begitu saja."Maksud Pak Hanif apa? Aina kabur begitu?"Abi Hanif terdiam sejenak. Ia melirik sang istri seolah meminta

    Last Updated : 2023-05-31
  • Putra Hartawan dari Rahim Perawan   Masih Menjadi Misteri

    Aina merasakan kepalanya sangat berat. Aroma minyak kayu putih terasa sangat menyengat di hidungnya. Mendadak perutnya kembali mual. Namun ia juga merasakan kedua matanya sangat berat untuk dibuka."Non, Non Aina! Non Aina sudah sadar?" Bik Esih menatap majikannya dengan mata berbinar."Alhamdulillah, akhirnya kamu sadar, Ai. Hampir saja aku membawamu ke puskesmas kalau tidak sadar juga," ujar Bidan Andini. Aina menatap Bidan Andini dan Bik Esih bergantian lalu menatap perutnya yang masih rata. Ucapan Bidan Andini kembali terngiang membuatnya kembali bergidik. "Kamu kenapa, Ai? Apa ada yang kamu rasakan sekarang?" "Nggak kok, Mbak. Cuma lagi pusing aja." Aina mencoba untuk bersikap biasa saja. "Baiklah, kalau gitu nanti obatnya diminum, ya? Jangan lupa makan yang banyak. Makan yang kamu ingin, nggak usah ditahan-tahan," nasehat Bidan Andini.Aina mengangguk lalu tersenyum. Bik Esih mengantar Bidan Andini sampai pagar setelah semua urusan selesai. "Non, mau Bibik buatin sesuatu? B

    Last Updated : 2023-05-31
  • Putra Hartawan dari Rahim Perawan   Kupikir Dia Berbeda

    "Danis nggak habis pikir, Bi. Aina ... bisa melakukan hal itu. Kupikir dia gadis shalehah yang selalu terjaga. Kupikir dia akan menjaga kesuciannya untuk imam yang akan menikahinya. Ternyata harapanku terlalu tinggi ya, Bi?" Danis menunduk lesu. Pria mana yang tak kecewa jika gadis yang akan dinikahinya tiba-tiba menghilang dan alasan menghilangnya karena telah hamil. Danis sendiri sudah sangat yakin mencintai sosok Aina, putri seorang pemilik yayasan pendidikan. Tak hanya memiliki akhlak yang baik, Aina selama ini juga dikenal sebagai gadis yang cerdas. Penampilannya selalu tertutup karena takut apa yang dimiliki dilihat oleh laki-laki non mahram. Namun berita yang baru saja Danis dengar mematahkan sayah harapannya untuk membina rumah tangga bersama wanita yang akan membersamainya di dunia hingga menuju ke surga. "Danis pikir Aina berbeda dengan gadis-gadis di luaran sana yang tergoda gaya hidup bebas. Ternyata sikapnya yang lembut serta penampilannya hanya menutupi sifat aslinya

    Last Updated : 2023-05-31
  • Putra Hartawan dari Rahim Perawan   Provokasi

    Abi Hanif merangsek ke depan dan menghalangi orang-orang yang hampir kalap tersebut. "Tunggu! Kalau ada masalah kita bicarakan baik-baik, jangan main hakim sendiri!" ucap Abi Hanif tenang. "Halah, dasar munafik! Nggak usah didengerin! Ayo bakar saja gedung ini! Jangan sampai kita mendapatkan azab karena dosa zina yang dilakukan oleh putri ketua yayasan ini! Ayo semuanya, kita bakar saja!" Seorang pria dengan wajah garang dan rambut agak gondrong memprovokasi warga. "Tunggu dulu! Apa untungnya bagi kalian kalau gedung ini dibakar? Apa kalian ingin putra-putri kalian berhenti sekolah?" Abi Hanif berbicara dengan sangat tenang. Tidak takut dengan semua kemarahan warga karena dia tahu ada seseorang yang sengaja memprovokasi mereka. Mendadak suasana yang semula riuh menjadi hening. Kemarahan yang semula membara perlahan padam mendengar pertanyaan dari Abi Hanif. "Siapa yang mau ikut saya ke dalam? Ayo kita bicarakan baik-baik." Abi Hanif menatap satu per satu pria di barisan paling de

    Last Updated : 2023-06-16
  • Putra Hartawan dari Rahim Perawan   Bedrest

    Bik Esih tergopoh-gopoh membuka pintu karena bel pintu terus-terusan berbunyi dan terpaksa meninggalkan Aina sendirian di kamar dalam keadaan pingsan."Nyo-nyonya?" "Kenapa lama sekali, Bik? Di mana Aina?" Ummi Widuri Tempak gusar.Wanita berhijab itu tidak tenang sejak semalam. Bayangan wajah putri semata wayangnya terus emmbayang di pelupuk mata hingga terpaksa dia datang tanpa memberi tahu suaminya."Non Aina di atas, Nyonya." Sikap Bik Esih yang mencurigakan membuat Ummi Widuri segera berlari menuju kamar terdekat. Dia pikir putrinya akan memilih tinggal di lantai satu mengingat sedang hamil muda. Ternyata semua kamar di lantai satu kosong. Saking paniknya, dia sampai lupa menanyakan pada Bik Esih di mana kamar putrinya."Nyonya, Non Aina ada di kamar atas!" ucap Bik Esih yang tiba-tiba muncul dari dapur membawa baskom berisi air dan kain kecil.Tepat saat Ummi Widuri menapakkan kakinya di anak tangga pertama, seorang bidan masuk diiringi Mang Asep."Sayang, kamu kenapa, Nak?" U

    Last Updated : 2023-06-17
  • Putra Hartawan dari Rahim Perawan   Perasaan Aneh

    Aina masih terbayang wajah pria yang membuat jantungnya berdetak ketika di pintu rumah sakit tadi. Gadis yang sebentar lagi akan menjadi ibu tunggal bagi anaknya itu meraba dada kirinya. Detak jantung Aina tak biasa. Rasa mual yang semula sering menyiksa, mendadak hilang. Bahkan dia menginginkan makan sesuatu hanya dengan mengingat aroma yang ditinggalkan pria tak dikenal itu."Mang Asep, nanti tolong berhenti di rumah makan seafood, ya. Tiba-tiba Aina ingin makan cumi krispi," ucap Aina."Siap, Non. Laksanakan!" jawab Mang Asep sembari menyetir. Bik Esih tersenyum karena akhirnya Aina mau minta makan setelah tiga bulan ini hampir tidak ada makanan yang benar-benar masuk ke lambungnya. Karena setiap kali mencoba makan, detik itu juga langsung dimuntahkan. Mobil berbelok ke sebuah restoran seafood. Aina turun ditemani Bik Esih. Entah dapat dorongan dari mana, Aina ingin sekali makan di tempat."Bik, Ai mau makan di sini. Bibik temenin Ai makan, ya?" Bik Esih mengangguk. Apapun yang

    Last Updated : 2023-06-18
  • Putra Hartawan dari Rahim Perawan   Berjuang Berdua

    "Hati-hati!"Suara bariton dari pria bertubuh tegap itu masuk ke rungi Aina. Spontan ia segera menegakkan tubuhnya karena merasakan sentuhan dari seorang pria tak dikenal. "Terima kasih," ujar Aina lalu membungkuk sekejap dan memilih pergi tanpa menoleh lagi. Sementara pria yang barusan menolongnya menatap kepergian Aina dan kedua tangannya yang masih di udara bergantian. Ada getaran aneh yang menjalar di sekujur tubuh pria itu. Malam hari Aina tampak gelisah dalam tidurnya. Bayangan seorang pria yang menggendong bayi mungil hadir dalam mimpinya. Lalu pria tersebut tersenyum pada Aina."Astaghfirullah!" Aina terbangun. "Ternyata aku mimpi," gumam Aina.Memikirkan apa yang ada dalam mimpinya barusan membuat jantung Aina berdetak kencang. Bayi dan pria itu, kenapa seperti nyata? Aina menatap jam dinding, ternyata waktu menunjukkan pukul 3 dini hari. Gegas Aina bangun dan ke kamar mandi. Tak berselang lama gadis itu keluar dengan wajah yang sudah segar.Aina berdiri di atas sajadah. Me

    Last Updated : 2023-06-19
  • Putra Hartawan dari Rahim Perawan   Bintang untuk Aina

    "Siapkan operasi, sekarang!" perintah dokter. "Baik, Dok."Aina yang mendengar hanya bisa pasrah. Tak peduli apapun caranya, yang penting bayi dan kandungannya bisa lahir dengan selamat. Sembari berdoa dalam hati, ia memasrahkan urusannya ini pada Allah. "Keluarga Nyonya Ainun!" Seorang perawat memanggil.Mang Asep dan Bik Esih segera mendekat. "Kami, Sus. Apa bayinya sudah lahir?" tanya Bik Esih dengan tatapan cemas."Belum. Bayinya terlilit tali pusat dan membutuhkan tindakan operasi. Kami butuh persetujuan dari pihak keluarga. Apa suaminya sudah datang?" tanya perawat itu.Bik Esih dan suaminya saling pandang. Mereka menelan ludahnya yang sama-sama terasa susah. Bik Esih meminta pendapat suamiya memalui tatapan mata."Suaminya sedang di luar negeri, Sus. Tidak memungkinkan untuk datang sekarang," ucap Mang Asep beralasan. Tidak mungkin dia mengatakan kalau Aina belum menikah. Karena itu akan membuat citra Aina yang berhijab menjadi buruk."Kalau begitu, apakah Bapak dan Ibu ini o

    Last Updated : 2023-06-20

Latest chapter

  • Putra Hartawan dari Rahim Perawan   Bab 79

    "Aku nggak nyangka hubungan Kak Bintang sama Azkia bisa mulus dan lancar kaya jalan tol gini," gumam Mentari. Wanita itu cukup terkejut saat mendengar kabar dari Bintang mengenai acara pernikahan Bintang.Bintang tidak ingin menunda pernikahannya terlalu lama. Keluarga Bintang dan keluarga Azkia pun segera menyusun pesta pernikahan sederhana untuk meresmikan hubungan putra-putri mereka."Aku nggak mau buang-buang waktu. Aku takut Azkia berubah pikiran," sahut Bintang."Kak Bintang nggak maksa Azkia buat nerima Kak Bintang, kan?" tuduh Mentari."Kamu jangan sembarangan ngomong! Aku nggak maksa Azkia. Sekalipun Azkia nolak pun aku juga nggak akan marah kok," timpal Bintang.Saat ini Mentari tengah berada di rumah orang tuanya untuk membantu Bintang menyiapkan pernikahan Bintang. Wanita itu sibuk menolong Bintang membungkus barang-barang seserahan yang akan diberikan pada Azkia nanti."Apa acaranya nggak terlalu terburu-buru, Kak? Ada banyak hal yang harus kita siapin, tapi kita nggak pu

  • Putra Hartawan dari Rahim Perawan   Bab 78

    Azkia duduk termenung, memikirkan pertanyaan yang dilontarkan oleh Mentari tempo hari. Tak ada angin tak ada hujan, tiba-tiba Mentari menawarkan kakaknya pada Azkia.Azkia tidak menanggapi serius pertanyaan Mentari. Wanita itu hanya menjawab asal saat dirinya diberi pertanyaan mengenai Bintang.Azkia kira, Mentari hanya bercanda saat Mentari meminta Azkia menikah dengan Bintang. Namun, ternyata perkataan Mentari bukan sekedar gurauan belaka. Mentari bersungguh-sungguh, begitu pula dengan Bintang. Hari ini, Bintang mengajak Azkia bertemu untuk membahas hal ini. Karena Azkia belum memberikan jawaban pasti, Bintang ingin kembali menanyakan kesediaan Azkia untuk menjadi istrinya."Aku datang nggak, ya?" gumam Azkia ragu.Azkia tidak mengenal Bintang. Azkia juga baru beberapa kali berjumpa dengan Bintang.Wajar saja kalau wanita itu merasa ragu. Siapa orang yang ingin menikah dengan pria yang tidak dikenal. Pastinya Azkia tak mau memilih sembarang pria untuk dijadikan suami. Ada banyak ha

  • Putra Hartawan dari Rahim Perawan   Bab 77

    Aina tertawa. Penjelasan Revan membuat wanita itu langsung membuat kesimpulan."Maaf, Ma? Apa ada yang lucu? Kenapa Mama ketawa terus?" tanya Revan.Aina kembali tergelak. Kepolosan putri dan menantunya membuat wanita itu tak bisa berhenti tertawa."Maaf, Revan. Cerita kamu lucu banget. Mama nggak tahan pengen ketawa," sahut Aina."Bagian mana yang lucu?" batin Revan dengan wajah bingung. "Revan, tolong kamu bawa Mentari ke dokter kandungan," ucap Aina kemudian. "Dokter kandungan?""Percaya aja sama Mama. Bawa Mentari ke dokter kandungan, setelah itu kasih kabar ke Mama, ya?"***"Kamu kenapa bawa aku ke sini?" tanya Mentari kesal karena sudah dibohongi oleh Revan. Wajahnya sudah tak bersahabat. Bibir mengerucut dengan tatapan ingin marah. Namun ia tak mungkin mengungkapkan kemarahannya di depan suami karena ia yakin sang suami melakukan ini karena khawatir padanya.Saat ini pasangan suami istri itu tengah berada di rumah sakit dan hendak berjumpa dengan dokter kandungan, sesuai de

  • Putra Hartawan dari Rahim Perawan   Bab 76

    "Gimana? Kalian dapat kerak telurnya?" tanya Revan cemas."Maaf, Mister. Semua penjual kerak telur sudah tutup."Mentari mengomel begitu mendengar jawaban Revan. Mentari tak mau mendengar alasan apa pun. "Pokoknya aku mau kerak telur sekarang! Kalau Huby nggak bisa dapetin kerak telur, mendingan Huby tidur di luar aja!" omel Mentari."T-tapi, Huny ...."Brak! Mentari menutup pintu kamar dengan kencang setelah mengusir suaminya keluar dari kamar. Gara-gara kerak telur, Mentari marah pada Revan hingga Mentari tak mau tidur dengan Revan."Kerak telur sialan!" umpat Revan dongkol bukan main. "Cari kerak telur lagi sampai ketemu!" teriak Revan pada anak buahnya.***"Hoam!" Pagi-pagi sekali, Revan membuka mata setelah mendengar suara adzan subuh. Pria dengan kantung mata hitam itu perlahan bangkit dari sofa empuk yang menjadi alas tidurnya. Selama semalaman, Revan tidur di sofa ruang tengah usai dirinya diusir oleh Mentari.Tragedi kerak telur sudah menghancurkan istirahat Revan. Pria itu

  • Putra Hartawan dari Rahim Perawan   Bab 75

    "Tidur aja, Huny."Revan mengusap-usap kepala Mentari hingga akhirnya wanita itu terlelap. "Cepat sembuh ya, Huny. Kamu nggak boleh sakit," gumam Revan.Revan membenarkan selimut sang istri, kemudian beranjak meninggalkan kamar. Mau tak mau, Revan harus membawa seluruh pekerjaannya ke rumah. Meskipun tak bisa pergi ke kantor, tapi Revan tetap harus bertanggungjawab pada pekerjaannya."Aldo, hari ini saya kerja dari rumah. Tolong kasih saya update laporan setiap dua jam, ya?" perintah Revan pada sang sekretaris melalui sambungan telepon."Baik, Mister."***"Gimana keadaan kamu, Huny? Masih mual nggak?" tanya Revan pada Mentari.Gurat kekhawatiran tercetak jelas di wajah tampan Revan. Lelaki itu benar-benar spot jantung kala melihat sang istri bolak-balik ke kamar mandi untuk memuntahkan seluruh isi perutnya. Belum lagi wajah pucat sang istri membuat lelaki itu tak tega.Wajah Mentari masih pucat. Mual dan muntah yang dialami oleh wanita itu juga masih terasa. Mentari sudah meminum oba

  • Putra Hartawan dari Rahim Perawan   Bab 74

    Mentari merasa usahanya akan sia-sia jika pertemuan ini sampai gagal. Terpaksa, Mentari harus mengambil langkah besar demi masa depan kakak dan juga temannya."Azkia, boleh aku tanya sesuatu?" ucap Mentari."Tanya aja?""Gimana pendapat kamu tentang Kak Bintang? Apa menurut kamu Kak Bintang bisa jadi suami yang baik?" tanya Mentari pada Azkia.Wajah Azkia langsung memerah begitu ia mendapatkan pertanyaan yang cukup mengejutkan dari sang teman. "Tuan Bintang cukup mapan dan tampan. Pasti ada banyak perempuan yang mau dijadiin istri sama Tuan Bintang," sahut Azkia."Kalau kamu? Apa kamu mau jadi istrinya Kak Bintang?" tanya Mentari pada Azkia.***Pagi-pagi sekali, Mentari sudah bangun dari ranjang, kemudian berlari menuju ke kamar mandi. Wajah wanita itu terlihat pucat dan tubuh Mentari juga agak lemas. Perutnya seperti diaduk-aduk dan ada yang berdesakan untuk minta dikeluarkan. Karena sudah tak bisa lagi menahan, ia sampai melompati suaminya hingga membuat lelaki itu kaget dan terban

  • Putra Hartawan dari Rahim Perawan   Bab 73

    "Kamu mau dukung rencana aku, kan?" tanya Mentari pada Revan.Mana mungkin Revan mampu menolak permintaan dari istri kesayangannya. Tanpa banyak tanya lagi, Revan pun akhirnya memberikan izin pada Mentari untuk pergi bersama dengan Azkia, dan ia juga akan ikut membantu istrinya untuk menjalankan rencana Mentari."Aku akan melakukan apa pun untuk kamu."Mentari memeluk sang suami dengan wajah girang. "Terima kasih, Huby!"***"Azkia!" Mentari melambaikan tangan pada Azkia yang sudah menunggu dirinya di sebuah cafe yang ada di dalam mall.Sesuai dengan rencana, hari ini Mentari akan menghabiskan waktu dengan berjalan-jalan bersama dengan Azkia di area pusat perbelanjaan tersebut. Sebelum pergi, Mentari sudah mengingatkan suaminya untuk segera mengajak Bintang pergi ke mall yang ia datangi bersama Azkia."Kamu udah nunggu lama?" sapa Mentari berbasa-basi. Wanita itu menatap penampilan Azkia yang sangat anggun dan menawan. Sejak zaman kuliah dulu, Azkia memang cantik. Tak sedikit pria yan

  • Putra Hartawan dari Rahim Perawan   Bab 72

    Pertemuan antara Mentari dan Pak Tohar pun berlangsung cukup lama. Mentari dan Pak Tohar dapat cepat akrab dengan adanya Azkia yang menjembatani mereka. Selama pertemuan berlangsung, Bintang terus mencuri pandang ke arah Azkia, hingga membuat Mentari keheranan. Dari sorot mata pria itu, terlihat jelas kalau Bintang tengah menunjukkan ketertarikannya pada Azkia."Kenapa Kak Bintang lihatin Azkia mulu dari tadi? Apa mungkin Kak Bintang naksir sama Azkia?" batin Mentari curiga.Mentari berkali-kali memergoki sang kakak mencuri-curi pandang ke arah Azkia sampai pertemuan mereka berakhir. Hal ini pun membuat Mentari semakin yakin kalau Bintang memang tertarik pada Azkia."Kak bintang ketahuan banget sih kalau naksir Azkia," batin Mentari. "Apa aku coba jodohin mereka aja? Kak Bintang kan masih jomblo. Sudah saatnya juga untuk membina rumah tangga agar tidak pacaran dengan pekerjaannya terus. Kalau Azkia juga jomblo ... mereka pasti bisa jadi pasangan serasi."***"Huny, besok kan hari Ming

  • Putra Hartawan dari Rahim Perawan   Bab 71

    "Itu berkas buat besok? Kayaknya besok sibuk banget, ya?" tanya Revan pada Mentari yang nampak asyik menyiapkan banyak berkas. Pria itu menatap istrinya yang sibuk dengan perasaan berkecamuk. Ada rasa kasihan melihat istrinya berjibaku dengan pekerjaan padahal dirinya sangat mampu untuk mencukupi semua kebutuhan hidup sang istri. Bahkan apapun yang diminta oleh wanita yang dicintai itu bisa dia berikan sangat mudah. Namun ia juga tak bisa melarang sang istri bekerja karena itu adalah perusahaan istrinya sendiri. Pasangan suami istri baru itu sudah kembali dari acara bulan madu mereka. Setelah puas menikmati liburan di Dubai, kini waktunya mereka kembali beraktivitas seperti sebelumnya. Sebagai pimpinan perusahaan baru, sepertinya Mentari akan mulai disibukkan dengan pekerjaan yang menumpuk. "Iya, Huby. Besok aku ada pertemuan penting.""Pasti berat ya ngurus perusahaan sendiri seperti ini," komentar Revan. "Jangan terlalu capek, Huny. Kalau butuh bantuan katakan saja, suamimu ini b

Scan code to read on App
DMCA.com Protection Status