Tiga hari sudah berlalu sejak kejadian yang menghebohkan itu dan seperti katanya, Rai sama sekali tidak peduli dengan wanita itu. Tapi kabar mulai menyebar di kastelnya, para pelayan dan juga prajurit mulai membicarakan keberadaan wanita itu.
Tentu saja hal ini membuat Rai gerah, mau tidak mau dia harus memikirkan cara untuk menghentikan omong kosong ini sebelum menyebar lebih luas, atau parahnya menyebar ke Klan Raltz dan Waltz.
"Albert!" seru Rai.
"Ya, Rai," balasnya.
"Bagaimana dengan wanita itu? Dia belum mati juga?" dan Al pun menggelengkan kepalanya.
"Sial! Bagaimana bisa dia tetap hidup! Sekuat apapun tubuhnya, dia tidak akan bisa menghadapi racun dari taringku, dia akan tetap mati dalam waktu tiga hari! Tapi ini sudah lebih dari tiga hari dan dia masih hidup!?"
"Bahkan sistem tubuhnya kembali normal, benar-benar tidak bisa dipercaya," ucap Al menambahi kenyataan bahwa wanita itu memang aneh.
"Cepat bawa dia ke
PRANG!Sebuah suara mengejutkan mereka. Karena terus saja saling dorong-dorongan, akhirnya tidak sengaja Ika menyenggol sebuah vas yang ada di meja. Namun, bukan itu saja yang mengejutkan.Ada hal yang lebih mengejutkan, dan itu adalah karena wanita yang tadi berdiri di sebelah Al sudah berpindah ke tempat Rika dan Riki berada untuk melindungi mereka dari vas yang terjatuh."Apa yang terjadi!?" ucap Rai menghampiri mereka dengan wajah menampilkan ekspresi marah.Ika tidak menjawab, dia hanya menangis di pelukan wanita aneh ini, sepertinya Ika benar-benar terkejut. Iki pun hanya diam tidak jauh dari tempat Ika menangis. Dia sama sekali tidak bergerak."Iki! Ada apa ini!? Jelaskan padaku!" bentak Rai.Bentakan tersebut membuat Iki langsung menangis. Anak ini juga dalam posisi terkejut, namun Rai malah membentaknya. Suasana akhirnya menjadi kacau dengan suara tangisan yang terdengar saling menyahut.Takut dengan
Karena kaki wanita ini terluka, dan juga karena perintah Rai untuk mengobatinya. Akhirnya mau tidak mau, Al harus menggendong dan membawa wanita ini ke kamar, sedangkan Iki dan Ika membuntutinya dari belakang dengan wajah khawatir. Sesampainya di kamar, Al langsung menurunkan wanita ini ke atas tempat tidur. Lalu ia pergi mengambil hal-hal yang diperlukan untuk mengobati luka di kakinya. Sedangkan Iki dan Ika tinggal di kamar. "Kak... Iki minta maaf," ucap Iki setelah Al pergi. "Ika juga minta maaf, gara-gara Ika kakak jadi terluka seperti ini," sambung Ika. "Kami janji tidak nakal lagi, tapi jangan bawa kami ke Klan Raltz lagi," tambah Iki. Wanita ini terlihat bingung. Baginya yang seorang manusia, dia sama sekali tidak begitu mengerti mengenai vampir, apalagi Klan Raltz yang mereka sebutkan. Tapi dia tahu, tinggal di tempat asing bukan hal yang menyenangkan. "Bilang Kak Rai jangan marah sama kami. Kakak istrinya Kak
Krreettt. Al membuka pintu dan membawa obat-obatan di tangannya. "Aku hanya menemukan ini. Sisanya kau akali saja," ucapnya lalu meletakkan apa yang dia bawa ke hadapan wanita ini. "Hanya ini??? Kau mencarinya dari tadi dan hanya membawa ini saja, Al?" kata Iki mengomentari Al yang hanya membawa obat merah, kapas, dan juga kain kasa. "Oi! Panggil aku Kak Albert! Kau vampir kecil tidak tahu sopan santun!" omelnya. "Sopan santun itu hanya untuk manusia," balas Iki. "Kau dan dia sama saja, sama-sama arogan!" "Kak Diana apa ini cukup?" tanya Ika mengabaikan keduanya. "Huh? Diana? Siapa Diana?" heran Al. Ika mengarahkan telunjuknya ke Diana, "Namanya Diana Charlotte. Kau tidak tahu itu?" Al terkejut. Bagaimana vampir kembar ini nama wanita ini, sedangkan selama ini dia hanya menutup mulutnya rapat-rapat. Sejak kedatangannya, dia hanya membuka mulut untuk mengatakan hal tidak berguna.
Malam semakin larut, namun rembulan masih setia memberikan sinarnya. Udara yang berembus pun kian dingin, membuat hangatnya perapian yang ada di rumah-rumah dunia manusia menjadi tidak terasa. Namun, berbeda dengan Kastel Haltz yaitu dunia vampir. Tidak ada satu pun perapian yang dinyalakan di sini. Bagi mereka—vampir, hal ini sangat tidak berguna karena dengan ada atau tidak adanya api, mereka tetap tidak akan merasakan dingin karena tubuh mereka adalah dingin itu sendiri. "Jadi dia berbicara dengan si kembar?” tanya Rai. "Aku juga cukup terkejut. Tapi dia benar-benar berbicara,” balas Al. Saat ini Rai dan Al hanya sedang berdua di ruang singgasana, tanpa adanya pelayan ataupun prajurit yang berjaga. Mereka berbicara empat mata. Dalam keadaan seperti ini, Al akan melepaskan segala panggilan hormatnya untuk Rai. Ia akan berbicara seleluasa mungkin dan Rai tidak ada masalah untuk itu. Ia bahkan merasa ini menarik, karena ada vampir yan
Al terus menelusuri gelapnya Hutan Silver dengan kecepatan vampirnya. Ia bergerak seperti bayangan. Al bahkan tidak menoleh sedikit pun atau berhenti, matanya hanya menatap lurus ke depan. Setelah sampai di perbatasan antara Hutan Silver dengan dunia manusia, Al berhenti sejenak untuk menghela napas dan mengamati keadaan. Ia melihat intens ke sungai yang berada di hadapannya yang juga merupakan batas alami pemisah kedua wilayah tersebut. "Sudah lama aku tidak kembali ke sana," ucapnya. Al lalu melanjutkan kembali perjalanannya hingga akhirnya tiba di sebuah bar yang terletak cukup jauh dari perbatasan ini. Bar yang cukup klasik yang berada di wilayah utara dunia manusia. *** Kring. Lonceng pintu terdengar ketika Al mendorong pintu bar. Seorang wanita tua yang sedang melayani para tamu langsung melihat ke arahnya. Dengan santai, Al berjalan masuk dan duduk di kursi kosong, tepat di
Fajar sudah menyingsing, dan satu per satu manusia mulai keluar dari rumahnya untuk beraktivitas. Ada yang bersiap untuk bekerja, ada yang ingin ke pasar dengan keranjang di tangannya, ada pula yang sedang membangunkan anaknya untuk segera bangun, dan hal-hal lainnya yang biasa dilakukan para manusia di pagi hari. Sedangkan Al duduk di tepi kolam air pancur berbentuk lingkaran yang terletak di tengah kota. Dengan pakaian berwarna hitam yang hampir menutupi seluruh tubuhnya, Al hanya diam memperhatikan, mendengar dan membaui sekitarnya. Beberapa manusia yang lewat memperhatikannya, ini karena Al yang terlihat mencurigakan. Namun, mungkin juga karena ketampanannya yang seperti pria-pria bangsawan pada masa lampau, meski ia lebih sering menunduk. "Sepertinya mereka sudah selesai memanggangnya," ujar Al beranjak menuju ke toko roti. Tidak lama, dengan sekantong kertas cokelat berisikan beberapa potong roti yang baru matang, Al keluar dari
Diana terbangun di kamarnya dalam keadaan kedinginan dan kelaparan. Ini dunia vampir, tentu saja dia tidak akan bisa menemukan makanan manusia di sini, kemarin saja yang dia makan hanya sebuah apel.Tentu saja sebutir apel tidak akan cukup untuk memenuhi rasa laparnya, dan kastel yang terletak di dalam Hutan Silver dengan rimbunnya pepohonan ini membuat udara menjadi semakin dingin, membuat rasa laparnya semakin menjadi-jadi."Apa aku juga harus meminum darah manusia sekarang? Ini tandanya aku berubah jadi vampir bukan?" batin Diana, namun dengan cepat dia mengenyahkan pikirannya."Baiklah, aku akan berkeliling. Lagi pula... apa ini?" gumam Diana merasakan sentuhan kain bertekstur di kakinya. Ia mengambil kain-kain tersebut dan memperhatikannya dengan saksama. "Pakaian...?""Ini terlihat indah dan glamor. Apa vampir selalu mengenakan pakaian seperti ini?" tanyanya mengingat Rai juga mengenakan pakaian yang terlihat mewah dan glam
Gail lalu memperhatikan lembaran foto-foto yang ada di tangannya. Seorang wanita yang cukup berumur, seorang wanita dan laki-laki, rumah yang cukup besar, dan rumah lain yang dipenuhi oleh para wanita. Gail lalu mulai menjelaskan foto-foto tersebut, satu demi satu. "Wanita ini adalah Lisa Periska, ibu dari Diana," ucap Gail menjelaskan foto pertama. "Suaminya sudah lama meninggal. Dia mempunyai dua anak lain, Vina adalah anak pertama dan Edison adalah anak kedua," lanjutnya menjelaskan foto yang kedua. "Mereka tinggal di sebelah utara kota, dan inilah rumah mereka, cukup besar untuk keluarga dengan peringkat ke enam," jelasnya untuk foto yang ketiga. "Peringkat...?" tanya Al. "Kau mungkin sudah lupa, jadi akan aku ingatkan kembali. Peringkat yang aku maksud adalah sebuah peringkat berdasarkan kekayaan dan juga kekuasaan. Dengan kata lain, keluarga Diana merupakan keluarga yang cukup terhormat di kota ini. Dia dan keluarganya b
Halo semuanya! Saya Selist Emerald Valley, penulis dari novel Pure Blood. -Terima kasih untuk kalian para pembaca yang sudah mencintai dan membaca Pure Blood sampai akhir! Ini adalah akhir dari Pure Blood! Saya harap kalian menyukai Pure Blood dan para tokoh di dalamnya! - Tanpa adanya dukungan dari para sahabat dekat saya, tentu saja Pure Blood tidak akan pernah ada! Terima kasih untuk HAKUJI dan Affifah, kalian memang yang terbaik!!! -Senang rasanya mempublikasikan Pure Blood di Goodnovel, selain bisa menjangkau lebih banyak pembaca, Pure Blood juga bisa diakses dengan mudah, baik menggunakan aplikasi maupun website Goodnovel.-Pure Blood merupakan novel pertama saya, sekaligus debut karya pertama saya di dunia penulis dan novelis. Dari dulu hingga sekarang, Pure Blood selalu menjadi bagian utama dan penting dari kehidupan saya dan karir saya sebagai penulis dan juga novelis.-Rencananya, Pure Blood akan menjadi novel s
Lub. Dub. Lub. Dub. Lub. Dub.Suara detak jantung terdengar saling berirama. “Apa kamu mendengarnya?” dan sosok yang sedang ditanya ini menganggukkan kepalanya.Terlihat Diana yang masih berada di tempat tidur. Ia tidak bergerak dan juga tidak bernapas. Tubuhnya sedingin es, dan wajahnya sepucat salju.Ika menatap Iki, “Jadi, apa seorang vampir yang merupakan anggota keluarga utama dapat mendengarkan bunyi detak jantung seorang vampir?”“Aku rasa begitu, Ika,” jawab Iki menjawab pertanyaan kembarannya.“Apa sejak pertama, Kak Diana juga dapat mendengarnya?”“Shhh... Ika!” seru Iki.“Ada apa?” tanya Ika tidak mengerti.“Kita tidak bisa memanggilnya dengan Kak Diana. Itu sangat tidak sopan, Ika.”“Ah... ya... Aku lupa, maaf.”Ika lalu duduk di atas tempat tidur dan menyentuh tangan Diana, “
Kevin mencari keberadaan Pine dan menemukannya. “Pine, apa yang kamu lakukan di sana?” tanya Kevin.Pine berbalik dan tersenyum, “Hanya berpikir.”Kevin menghela napasnya, “Jangan terus menyalahkan dirimu, ini bukan salahmu,” dan Pine hanya menganggukkan kepalanya.Hap!Dua tangan kecil memeluk erat kaki Kevin dari belakang, “Ayah!”Kevin langsung menggendong anak ini, “Ada apa pangeran? Bukankah pangeran seharusnya bersama Julio?”Dan yang disebut namanya datang dengan tergesa-gesa, “Maafkan saya Yang Mulia, tapi pangeran berlari terlalu cepat!” ujar Julio.Pine mendekat dan menjentikkan jarinya pelan ke kening anak ini, “Regis...”Regis pun mengerutkan bibirnya, “Aku hanya bermain, Ibu. Tapi Julio sudah terlalu tua untuk mengejarku.”Julio memandang Regis dengan wajah tidak percaya, “Apa..
Dalam tidurnya, tangan dan kaki pria ini dirantai ke tempat tidur. Ia bagaikan seorang tawanan. Wajahnya terlihat pucat dan ia memiliki luka yang berada di sekujur tubuhnya.Walaupun begitu, sang kupu-kupu tetap mendekatinya, karena ia dapat mencium harum bunga Lily dari tubuhnya. Bau ini sangat kuat, membuat kupu-kupu mengira bahwa ia baru saja mendarat ke atas bunga.---“Kita harus menghentikan perjanjian ini, Christ. Kembalikan pria itu, aku tidak mau berhubungan dengan Harawaltz, apalagi dengan si pemimpin gila,” jelas Bianca.“Kau takut dengannya?”“Dengan Rai?”Christ menggeleng, “Dengan pria itu?”“Tidak.”“Lalu?”“Aku hanya tidak suka melihat pria itu ada di paviliun, apalagi Ben dan Dominic memperlakukannya bagaikan seorang tawanan.”Christ tersenyum, “Kau terlalu bermurah hati, Bianca. Mereka bisa saja men
Sebuah kastel megah yang berdiri di wilayah timur. Kastel yang terlihat sangat sepi dan hanya ada dijaga oleh beberapa vampir ini merupakan tempat tinggal bagi keluarga utama Klan Waltz serta para pengikutnya.Pada bagian belakang kastel terdapat sebuah paviliun sederhana, namun sangat tertutup. Bangunannya tampak masih kokoh, namun terlihat tidak terawat dengan tumbuhan yang menjalar di tembok, dedaunan di sekeliling bangunannya, dan tidak adanya penghuni kastel yang berkeliaran di sana.Klan Waltz sendiri terkenal sebagai klan yang kejam, memiliki persentase darah murni sebanyak sepuluh persen, dan juga mereka jarang berkomunikasi dengan vampir lainnya tanpa jalur formal dan tanpa adanya kepentingan.Christ Wilson de Waltz adalah nama vampir yang memimpin Klan Waltz. Tidak ada banyak informasi mengenai dirinya, ataupun bagaimana rupanya. Sama seperti klannya, Christ adalah vampir yang tertutup.Sama seperti pemimpinnya, mereka—par
Tiga bulan sudah berlalu. Saat ini, hujan turun dengan lebatnya. Petir menyambar hebat dan menghanguskan pohon mangga kesukaan Diana. Namun, di tengah derasnya hujan, semua orang masih berkumpul di ruang singgasana. Mereka berada di sana karena merasakan sesuatu akan terjadi, termasuk Allan dan Gail.“Kau ada di sini juga?” tanya Gail.“Kastel mendadak kosong, dan aku liat semuanya berkumpul di sini, jadi aku datang. Bagaimana denganmu?” jawab Allan.“Sama sepertimu.”Perlahan, dua vampir yang menempati tempat tidur yang ada di sana membuka matanya. Dengan manik mata yang berwarna merah darah, mereka melihat ke arah langit-langit, mencoba mengumpulkan kesadaran mereka."Pine!!!" seru Kevin langsung memeluk tubuhnya.Pine hanya terdiam, ia lalu terduduk, begitu pun dengan Rai. Mereka masih berusaha beradaptasi dengan hal yang terjadi. Sementara itu, Al berdiri di sebelah Rai dan melihatnya
Sebulan sudah berlalu sejak kejadian yang mengguncang Kastel Haltz terjadi. Rai dan Pine masih berada di tempat tidur yang ada di tengah-tengah ruang singgasana. Semua vampir baik Haltz dan Raltz berkumpul tanpa tahu harus melakukan apa.Walaupun Diana telah memberikan seluruh darahnya untuk mereka, mereka tidak langsung pulih. Butuh waktu untuk mengadaptasi semuanya, terlebih darah yang mereka terima adalah darah vampir yang memiliki kemurnian seratus persen.Tidak ada satu pun vampir yang pernah mengalami kejadian ini. Mereke menunggu tanpa batas waktu dan hanya bisa berharap keadaan bisa lebih baik.Sementara itu, Kevin dan Al setia berada di samping orang yang paling berharga untuk mereka. Kevin berdiri di sebelah tempat tidur Pine, dan Al berdiri di sebelah tempat tidur Rai.Sedangkan Julio berada tidak jauh di sana untuk melindungi tuannya. Allan dan Gail pun masih ada di kastel, meski mereka manusia, tidak ada satu pun vampir
Kevin dan Al langsung terdorong mundur karena atmosfer kuat tiba-tiba menerjang mereka. Sementara itu, para vampir di sana tidak dapat berbuat apapun. Mereka tertahan dan hanya bisa terdiam merunduk.Bersama dengan air mata yang terus mengalir, Diana melukai kedua telapak tangannya secara bergantian. Kemudian ia mengarahkan tetesan darah dari tangannya ke luka di dada Pine dan Rai yang baru saja ia buat.Diana terus saja mengepalkan tangannya dengan sangat erat. Membuat darah miliknya dengan deras keluar dan jatuh ke luka tersebut. "Jika harus ada yang mati. Maka itu adalah aku," batin Diana berbicara.Vero melihatnya dengan cemas, "Dia akan mati! Yang Mulia akan mati jika terus mengeluarkan darahnya!!!" paniknya.Vero mencoba menghentikannya. Namun sia-sia karena kekuatan Diana tidak membiarkan siapa pun untuk mengganggunya. Diana terus mengepalkan tangannya, membuat setiap darah dalam tubuhnya keluar."Kau melakukann
Dengan rambut yang berantakan, wajah kusam, dan tanpa alas kaki. Diana berjalan mendekati Pine dan Rai berada. Ekspresinya terlihat kosong. Pikirannya terus memutar kejadian-kejadian yang ia lewati bersama mereka. Perlahan air mata membasahi pipinya. Semakin lama semakin deras."Namaku Diana Charlotte, sekarang namamu adalah Dion Charlotte."Kenangan ketika Pine memberikannya nama untuk pertama kali kembali terputar di pikiran Diana, membuatnya langsung jatuh ke lantai. Kenangan ketika Rai mengajaknya untuk menjadi bagian dari hidupnya juga terputar."Hiduplah sekarang dalam duniaku. Jadikan hidupmu menjadi bagian dari hidupku.”Diana sama sekali tidak bisa membendung tangisannya. Ia tertunduk dan menangis dalam diam. Kesedihannya sangat terasa, membuat semua orang yang ada di sana ikut merasakannya.Diana memegangi dadanya. Rasa sesak langsung menyerangnya. "Kenapa ini selalu terjadi? Ini seharusnya tidak terjadi!" serunya d