"Kenapa ada benda seperti ini di dalam koper Mas Fatih?" batin Wulan cemas.'Milik siapa lingerie ini? Seandainya ini hadiah untukku tapi kenapa lingerie ini seperti bekas dipakai oleh seseorang. Tercium aroma parfum perempuan pada lingerie ini, dan kondom ini, untuk apa Mas Fatih bawa kondom saat ia tugas ke luar kota? Bukannya selama kita menikah ia tidak pernah memakai benda ini sekalipun? Lantas kenapa ia membawa benda sakral ini?' pikiran Wulan berkecamuk. Ia yakin ada sesuatu yang disembunyikan Fatih darinya. Sepertinya karena benda-benda ini Mas Fatih melarangku untuk membuka kopernya? Dia sengaja menyembunyikan semua ini dariku. Baiklah Mas, jika ini yang kamu mau, aku pastikan kau akan menyesal selamanya. Gegas Wulan membawa baju-baju kotor milik Fatih ke bawah, lalu mengembalikan paperbag pink itu ke tempat semula. Malam sudah semakin larut, ia harus segera tidur.***Pagi hari Wulan segera memasukan baju-baju kotor milik Fatih ke dalam mesin cuci, setelah itu ia bergegas
"Sialan! Kenapa Wulan lancang sekali membuka koper ku? Padahal sudah aku peringatkan jangan pernah sentuh koper itu. Argh Sial! Untung saja paper bag itu masih ada, semoga saja Wulan tidak mengecek isi di dalamnya," ucap Fatih memukul stir mobilnya. Pria itu menambah laju kecepatan, ia bahkan tidak memperdulikan lampu merah di depannya, berulang kali Fatih menerobos lampu lalu lintas itu.*"Fatih, kamu dimana?" ucap Bu Ratna di seberang telpon saat Fatih hendak memejamkan matanya."Aku masih di rumah ibu, baru saja aku mau tidur, ibu sudah menelpon," "Kamu tidur di rumah ibu?""Iya, aku malas tidur di rumah. Tingkah Wulan membuatku kesal,""Tuh kan' apa ibu bilang, istrimu itu memang kurang ajar, dia sudah banyak berubah akhir-akhir ini. Lebih baik segera kamu ceraikan dia, terus menikah dengan Eva!""Sudah berapa kali Fatih bilang, Fatih tidak mau menceraikan Wulan, bu! Bagaimanapun juga dulu Wulan sudah banyak membantu Fatih, dia tidak punya siapa-siapa, mana mungkin Fatih tega me
Wulan melengos meninggalkan Bu Ratna yang masih mematung, wanita paruh baya itu terlihat cemas. Ia takut kebusukannya selama ini akan terbongkar."Gawat, jika si Mbok melaporkan semuanya pada si Wulan, itu artinya Wulan sudah tau rencana jahatku padanya. Ini tidak bisa dibiarkan, sebelum si Wulan mengadu pada Fatih, aku harus terlebih dulu mengusir wanita karatan itu dari rumah ini!" batin Bu Ratna geram. "Bu! Kenapa masih berdiri disini? Ayo masuk!" ucap Fatih membangunkan lamunan Bu Ratna. "Gimana Ibu mau masuk, dari tadi istrimu itu tidak mempersilahkan ibu untuk masuk. Kamu lihat sendiri kan, dia nyelonong gitu saja meninggalkan ibu. Bukannya mengantar ibu ke kamar, malah pergi gitu aja!"Fatih membuang nafas kasar mendengar aduan ibunya. Ia yang memang tengah kesal kepada Wulan pun akhirnya berteriak memanggil istrinya."Wulan! Wulan! Cepat kemari!" "Ada apa sih, Mas? Ko teriak-teriak?" jawab Wulan bergegas menghampiri suaminya."Kamu dari mana aja? Kenapa kamu tidak mengajak i
Foto yang memperlihatkan Fatih tengah bercumbu dengan seorang wanita yang berpakaian sexy dengan belahan dada terbuka lebar. Seketika mata Wulan memanas, butiran bening lolos begitu saja dari pelupuk matanya. Saat ini hatinya begitu terluka, ia benar-benar tidak menyangka jika suami yang sangat ia sayangi bermain api di belakangnya. Wulan kembali menatap layar benda pipih di tangannya. Kali ini ia melihat sebuah foto yang memperlihatkan Fatih sedang menyerahkan sebuah paper bag kepada gadis itu. Wulan memperbesar gambarnya lalu berkata. "Tidak salah lagi, itu adalah paper bag berisi lingerie yang aku temukan di dalam koper Mas Fatih. Jadi wanita itu pemiliknya? Siapa sebenarnya wanita itu? Aku harus mencari tau siapa dia! Aku tidak akan tinggal diam, Mas. Selama ini kau selalu bilang, hanya aku wanita yang kau sayangi. Tapi nyatanya, kau berselingkuh dengan perempuan lain diluar sana, kita lihat saja' Mas, aku pastikan kau akan menyesal," ucap Wulan menyeka air matanya kemudian seg
"Ya allah, si Mbok kenapa, Buk? Apa yang telah terjadi dengan si Mbok? Kenapa si Mbok seperti ini?" ucap Wulan panik. Ia memberondong pertanyaan pada Ibu mertuanya. Tangannya segera merangkul kepala si Mbok yang tergeletak di lantai yang licin penuh dengan pecahan mangkuk berisi sayur dan lauk berhamburan di lantai."Pembantumu itu ceroboh, Wulan. Dia terjatuh saat akan membawa makanan ke meja makan," sahut Bu Ratna dengan entengnya. "Apa, terjatuh? Ko bisa?" tanya Wulan heran, ia menatap wajah Ibu mertuanya yang masih berdiri tanpa menolong."Ya jelas bisa lah, ini semua karena dia itu tidak becus kerja. Dia itu ceroboh, sudah berapa kali saya bilang, jangan mempekerjakan orang tua seperti dia. Kamu lihat sendiri' kan, semuanya jadi berantakan seperti ini? Dia itu hanya bisa menyusahkan saja!" Cerocos Bu Ratna tanpa ada rasa simpati sedikitpun.Tanpa mendengarkan celotehan Ibu mertuanya, Wulan segera beranjak dan berlari keluar meminta pertolongan para tetangga, beruntung mereka sig
Sore berganti malam, Wulan masih berada di rumah sakit menemani si Mbok. Berulang kali ia mengecek ponselnya, berharap suaminya segera menghubunginya. Tapi sepertinya itu tidak akan terjadi. Karena pesan yang ia kirim saja hanya dibaca, Fatih sama sekali tidak membalasnya. "Cepat sekali kamu berubah, Mas. Apa sebenarnya yang telah diberikan wanita itu padamu? Padahal–dulu kamu tidak pernah mengabaikan pesan dariku, tapi sekarang–ck, jangankan untuk membalas pesanku, untuk menerima panggilanku saja kau tidak mau," lirih Wulan dalam hati. "Non Wulan mau kemana?" tanya si Mbok saat Wulan beranjak dari duduknya."Wulan mau pulang sebentar, mau mandi dan bawa baju ganti untuk si Mbok. Nanti Wulan balik lagi kesini," "Tapi Non–dirumah tidak aman. Nyonya besar dan Non Sarah bisa saja mencelakai Non Wulan, sebaiknya Non Wulan jangan pulang sekarang, si Mbok khawatir Non," ucap Mbok Romlah cemas."Si Mbok tenang aja, Wulan akan baik-baik saja, Mbok tidak usah khawatir. Itu rumah Mas Fatih,
Wulan masuk ke dalam kamarnya, diikuti oleh Fatih yang mengekor di belakangnya. Pria itu tampak acuh, ia bahkan tidak menanyakan kondisi si Mbok. Padahal dulu ia sangat perhatian pada asisten rumah tangganya itu. Namun, akhir-akhir ini sikap Fatih benar-benar berubah. "Kamu nyari apa, Mas?" tanya Wulan pada suaminya yang terlihat mondar-mandir kebingungan."Handuk, dimana handuknya?" tanya Fatih yang mulai menanggalkan pakaiannya. Seketika terlihat noda merah di leher dan dada bidang pria itu. Wulan terbelalak, matanya memanas, dadanya terasa sesak. Ada rasa nyeri di relung hati terdalamnya."Wulan! Kamu budek apa gimana sih? Mana handuknya? Aku mau mandi, cepat ambilkan!" teriak Fatih membuat Wulan terperanjat dari lamunannya. Padahal hampir saja butiran bening itu lolos dari pelupuk wanita berhidung bangir itu."Se-sebentar Wulan ambilkan," sahutnya melengos keluar dari kamar. Wulan terisak, rasanya baru kemarin suaminya bersikap manis padanya tapi sekarang sikapnya telah berubah 1
Gegas Wulan keluar dari rumahnya menghampiri mobil taxi berwarna biru muda yang sudah menunggunya di depan.Tujuan utamanya adalah bertemu dengan Joko di restoran yang letaknya tak jauh dari rumah sakit. Setelah menembus kemacetan ia pun tiba di restoran khas Sunda itu. Kakinya melangkah pasti menuju meja VIP yang telah ia pesan. Disana Joko sudah menunggunya dengan sebuah bungkusan yang sudah di kemas rapih."Maaf menunggu lama, dijalan cukup macet," ucap Wulan menarik kursi dan duduk di depan pria berpenampilan preman itu."Tidak apa, Buk. Kebetulan saya juga baru tiba. Oh iya, ini barangnya sudah saya kemas sesuai permintaan ibu," "Bagus!" ucap Wulan tersenyum saat melihat apa yang ia dapatkan. Sebuah dompet, dua ponsel dan beberapa perhiasan yang jika dijual nilainya bisa mencapai puluhan juta.Wulan mengambil dompet dan ponselnya, kemudian memberikan perhiasan itu pada Joko."Ini bagian kamu!" ucap Wulan. "Ya-yang bener, Buk? I-ini semua buat saya?" sahut Joko dengan mata berb
"Wulan, apa kabar?" tanya Gio menatap wajah Wulan dengan jantung yang berdegup kencang. Ini adalah pertemuan pertama mereka setelah lama tak bertemu.Wulan masih berdiri mematung, rasa tak menyangka bisa bertemu lagi dengan Gio. Netra mereka saling bersitatap penuh makna. Entah, perasaan apa yang timbul. Yang jelas, saat ini Gio ingin sekali memeluk tubuh wanita yang sempat hilang itu, ingin rasanya Gio memeluk Wulan dan mengatakan jika ia sangat merindukannya dan tak ingin lagi jauh darinya. Namun, itu hanya angan-angan. Diantara mereka tidak ada ikatan apapun, tidak mungkin Gio lancang memeluk Wulan.Begitupun dengan Wulan, entah kenapa ia merasa kehilangan saat Gio memutuskan untuk pergi tanpa kabar. "Pak Gio kemana saja? Kenapa baru muncul?" tanya Wulan dengan suara serak. Rasa haru itu membuat netra mereka berdua berembun."Saya sibuk, banyak urusan. Tidak sempat mengunjungimu, pertanyan saya belum kamu jawab? Bagaimana kabarmu?""Seperti yang Bapak liat," sahut Wulan tersenyum.
"Baiklah, Wulan … jika itu permintaanmu agar kau mau memaafkan kejahatan keluargaku padamu, aku akan menceraikanmu," ucap Fatih pasrah."Tapi–bagaimana dengan kandunganmu?""Kau tidak usah khawatir, Mas. Sejujurnya aku tidak hamil. Aku hanya pura-pura hamil," jawab Wulan membuat Fatih bingung."Pura-pura hamil? Maksud kamu apa? Aku tidak mengerti Wulan," "Awalnya aku memang berniat untuk balas dendam dengan pura-pura hamil, aku ingin menjebloskan ibu dan Kakakmu ke penjara. Namun, hatiku tak tega jika ibu dan mbak Sarah yang sakit itu harus mendekam di jeruji besi, aku masih punya hati untuk tidak membalaskan dendamku. Tuhan tidak akan tidur, biar ia yang balas semuanya," ucap Wulan membuat Fatih tak berkutik. Ia tidak mungkin marah dan kesal kepada istri pertamanya itu. Karena Wulan sudah jauh lebih menderita dari pada rasa kecewanya karena ternyata Wulan tidak hamil.***Setelah kejadian itu Fatih pun mau mengabulkan permintaan Wulan. Setelah menandatangani surat gugatan perceraian
"Sepertinya ini sudah saatnya aku mengakhiri semuanya, aku harus segera lepas dari belenggu ini. Aku tidak ingin terus berada di bawah bayang-bayang Mas Fatih, aku harus selesaikan semua masalah ini sekarang juga," ucap Wulan. Ia berjalan menuruni anak tangga menuju ruang keluarga untuk menemui Fatih."Mas …" panggil Wulan pelan. "Bisa kita bicara sebentar, ada yang ingin aku sampaikan," ucap Wulan."Ada apa Wulan? Kenapa wajahmu serius sekali?" tanya Fatih penasaran."Ikut aku, Mas kita bicara di kamar Mbak Sarah." Wanita itu pun berjalan menuju kamar Sarah dan di ikuti oleh Fatih di belakangnya. "Ada apa Wulan? Kenapa kita harus berbicara disini?" Kali ini Fatih terlihat heran. Tak biasanya Wulan mengajak ia berbicara di kamar Sarah."Mas, aku ingin kamu lihat dan dengar semuanya, kau tau apa yang membuat Mbak Sarah lumpuh?" tanya Wulan dan langsung dijawab gelengan kepala oleh Fatih."Racun! Racun yang Mbak Sarah dan Ibu siapkan untuk aku, racun yang mereka pakai untuk membunuhku,
Belum juga bu Ratna selesai mencuci baju Eva, wanita itu sudah kembali berteriak."Ibu!""Ibuuuu! Denger nggak sih di panggil gak nyaut-nyaut! Cepet sini! Lelet banget sih jadi orang!""Ada apa lagi sih' Eva? Ibu kan lagi nyuci," jawab bu Ratna terpogoh-pogoh menghampiri wanita yang berkacak pinggang di hadapannya itu."Tuh liat! Mbak Sarah kencing di lantai! Gara-gara dia, semua ruangan ini jadi bau. Pusing tau nggak buk, pengen muntah nyium bau pesingnya," celoteh Eva menutup hidungnya."Astaga Sarah, ko bisa kamu kencingnya tumpah-tumpah kayak gini, pampers kamu penuh ya?" ucap Bu Ratna menghampiri Sarah yang duduk di kursi roda. "Makanya kalau udah tau pampersnya penuh tuh diganti, jangan dibiarkan gitu saja! Bau kan jadinya rumah ini. Cepet pel lagi, aku nggak mau rumah ini bau kayak comberan, pesing nggak karuan! Pokoknya sebelum Mas Fatih pulang rumah ini sudah harus wangi! Ngerti' bu?!" bentak Eva geram.Wulan hanya melihat pemandangan itu dari kejauhan. Miris! Itu yang ada d
'Apa?? Si rahim karatan itu hamil?? Gawat!! Jika si Wulan hamil, itu artinya pekerjaanku semakin banyak, Bagaimana ini?'"Ibu! Ibu kenapa tiba jatuh kayak gini? Ya ampun ibu, ayo bangun!" ucap Fatih menggandeng tubuh ibunya ke atas sofa.Nafas bu Ratna tersengal tak beraturan, wanita paruh baya itu terus saja memegangi dadanya. 'Mulai deh drama lagi, dasar nenek lampir!' Batin Wulan kesal."Dada ibu' Fatih, dada ibu sesak," ucap Bu Ratna menepuk-nepuk dadanya."Ko bisa sesak si Bu? Kan ibu nggak punya riwayat asma?" tanya Wulan penatap mertuanya itu dengan malas."Diam kamu, Wulan! Jangan banyak ngomong, saya tidak bicara sama kamu, saya bicara sama anak saya!" "Ibu jangan ngomong kayak gitu sama Wulan, dia itu lagi hamil. Dia nggak boleh stres, mulai sekarang kalau ngomong sama Wulan pelan-pelan aja, jangan bentak-bentak," "Kamu ini kenapa si Fatih? Ko malah jadi belain si Wulan? Aduh sakitt, bawa ibu ke rumah sakit Fatih, bawa ibu ke dokter," "Ada apa sih ini ribut-ribut? Ganggu
***Pagi hari"Wulan! Kamu lagi apa sih? Cepet sini, lama banget!" teriak Bu Ratna memanggil Wulan."Wulan kamu budek apa gimana sih? Cepet turun!" lagi Bu Ratna berteriak tapi Wulan tidak peduli."Ada apa sih bu, teriak-teriak terus dari tadi?" Fatih turun dan menghampiri ibunya."Ini lo, Fatih, si Wulan dipanggil dari tadi gak turun-turun, sampe capek ibu teriak," ucap Bu Ratna kesal."Memangnya ibu mau ngapain nyari Wulan?" "Ini lho, pampers nya Kakakmu belum di ganti, ibu mau nyuruh si Wulan untuk gantiin,""Kenapa gak ibu aja si' Bu yang ganti, kenapa harus nyuruh Wulan?""Biar si benalu itu ada gunanya! Nggak cuma numpang makan dan tidur doang! Dia itu harus tau diri, udah numpang hidup' masa iya nggak mau bantu," celoteh Bu Ratna panjang lebar."Udah ah, ibu mau sarapan dulu! Ntar kamu suruh tuh istrimu yang parasit itu urus Kakakmu!" titahnya. Ia pun bergegas ke meja makan untuk sarapan bubur ayam yang dibelikan oleh Fatih.Tak lama kemudian Wulan pun turun, dengan sempoyongan
Setelah Dokter mengumumkan kehamilan Eva, Bu Ratna terus saja mencemooh Wulan. Tiap hari Wulan akan dibanding-bandingkan dengan menantu kesayangannya itu. Bu Ratna memperlakukan Eva seperti ratu, apapun yang Eva suruh Bu Ratna akan senang hati melakukannya. "Mas, aku mau mangga muda dong, tolong suruh si Wulan atau ibu yang beliin," rengek Eva manja."Tapi ini kan sudah malam Eva, mana ada toko yang buka jam segini," sahut Fatih yang sedang memijat kaki istri mudanya itu. Pria itu melihat jam yang menempel di tembok sudah menunjukan pukul dua belas malam."Tapi Mas, aku maunya sekarang! Cepet bagunin Wulan suruh beli,""Ya sudah, biar Mas aja yang beli,""Gak mau! Aku maunya Wulan yang beli!" "Aduh Eva, kamu jangan aneh-aneh deh, ini kan sudah malam, lagian Wulan nggak bisa bawa mobil. Mana mungkin aku suruh dia keluar nyari mangga," "Dia kan bisa naik ojol, Mas, pokoknya aku nggak mau tau. Aku pingin makan mangga yang di belikan Wulan, titik!" ucap Eva tak mau di bantah.Dengan be
"Maksud ibu apa? Kenapa ibu bilang ini semua karena Wulan?" tanya Fatih. "Ibu! Kenapa ibu diam saja? Ayo jawab, Bu? Apa maksud ibu bilang seperti itu?" "I-ibu salah ngomong, Fatih. Ma-maksud ibu bukan k-karena Wulan, maksud ibu … " ucap Bu Ratna terjeda."Apa maksud ibu?" Fatih menatap ibunya penuh curiga."Ah, sudahlah Fatih, tidak usah dibahas lagi, lebih baik sekarang kita fokus saja pada Kakakmu, kita cari solusi biar dia cepet siuman," sahut Bu Ratna mengalihkan percakapan. Fatih terdiam, ia yakin ada yang tidak beres dengan ibunya. 'Ibu pasti merahasiakan sesuatu dariku, aku yakin' ini pasti ada hubungannya dengan Wulan,' batin Fatih menduga-duga.***Satu minggu sudah Sarah di rawat di rumah sakit, Dokter sudah menyampaikan bahwa Sarah akan lumpuh, terutama pada bagian wajah, kaki dan tangan, untuk saat ini ia harus menggunakan kursi roda karena Sarah dipastikan tidak akan bisa jalan. Tangan dan wajah pun mengalami kelumpuhan yang menyebabkan ia tidak akan bisa bicara karena
Fatih menggendong Sarah dan memindahkannya ke sofa. Bu Ratna bergegas mencari minyak angin dan mengolesi hidung Sarah. Namun, Sarah tak juga sadar."Aduh Fatih bagaimana ini? Sudah satu jam gak sadar juga kakakmu ini, ibu jadi cemas, kira-kira kenapa yah?""Ya udah Buk, kita bawa aja ke dokter. Siapa tau mbak Sarah bukan pingsan biasa. Soalnya tumben banget pingsan lama begini," usul Fatih. Akhirnya mereka pun memutuskan untuk membawa Sarah ke rumah sakit. Selama di rumah sakit Sarah di periksa oleh beberapa Dokter. Namun, sampai saat ini Sarah belum juga sadar. Bu Ratna begitu cemas, ia benar-benar khawatir dengan Sarah. Ia takut Sarah kenapa-kenapa. Apa lagi tempo hari Sarah pernah bilang kepada ibunya jika dia meminum sisa racun yang diberikan kepada Wulan. 'Apa mungkin ini efek racun itu? Apa mungkin racun itu sudah bekerja?' Batin Bu Ratna cemas."Ibu kenapa si? Gelisah terus dari tadi?" tanya Fatih pada ibunya yang terlihat sangat cemas tak seperti biasanya."Ibu takut, Fatih.