“Saya suka dengan seorang gadis dan ingin lebih dekat dengan dia gitu,” jawabnya malu-malu. “Nah berarti elo modus kan untuk melakukan sesuatu?” tanyanya pria bertato itu. “Ya nggak juga sih Bang tapi namanya anak muda wajar kan Bang, ada usaha untuk mendekati gadis yang diincarnya?” bela Arlan.Mereka terdiam sejenak. “Hemm ... oke, karena elo jujur kasih tahu kita nggak apalah kalau elo boleh ngambil itu penumpang kita, tapi enggak ada yang gratis lah,” jawabnya dengan penuh semangat.“Maksud Abang?” Arlan mengerutkan dahinya.“Elo boleh ambil itu penumpang asalkan elo harus kasih kita duit setiap elo narik penumpang itu nggak banyak cuma lima puluh ribu setiap elo narik jalan sama dia, bagaimana kalau setuju silakan kalau nggak jangan harap bisa bawa penumpang itu di sini!” pinta orang bertato itu. “Kalau itu mah gampang lah Bang, tapi tolong jagain dia buat saya Bang, nanti uangnya saya tambahkan, maksudnya jangan sampai dia ikut sama yang lain. Dan kalau perlu Abang bisa menja
“Mas ini pintar gombal ya, pasti sudah banyak gadis yang sudah terjerat dengan rayuan Mas itu,” sahut Yumi ikut tersenyum.Arlan melihat untuk pertama kalinya senyuman manis itu yang terukir indah diri sudut bibirnya itu. “Tidak ada yang mau dengan saya apalagi berpenampilan seperti ini, kalau menghina ya banyak, tapi saya tidak peduli selama mereka tidak keterlaluan membuly , saya abaikan saja, kita berangkat?” Arlan mengingatkan kalau dirinya harus segera pergi untuk mencari pekerjaan.“Oh iya Mas maaf kok malah kita ngobrol, tapi saya nggak pergi ke cafe itu, saya sudah dipecat dari sana tapi bos cafe itu sangat baik dia merekomendasikan saya untuk bekerja di sebuah hotel besar, sebenarnya saya nggak terlalu suka bekerja di hotel tapi saya butuh uang untuk pengobatan bapak, kita berangkat?” Kini Ayumi yang meminta Arlan pergi. “Hati-hati di jalan ya Mas bro,” teriak Jarwo membuat Yumi bingung. Pegangan yang erat ya Neng, nanti takut jatuh,” timpa Udin mengingatkan sambil terke
“Ya Tuhan, benarkah itu Allisa? Kenapa aku malah mengkhawatirkan dia? Kita sudah berpisah dan sebentar lagi surat perceraian itu akan selesai, tapi ...” Hati Arlan kembali dilema setelah melihat wanita yang pernah singgah di hatinya itu dibawa pergi dengan sebuah mobil. Arlan mengejar mobil itu dengan cepat. Terlihat sekilas kalau Allisa atau siapa pun itu berontak. Setidaknya ada dua orang yang memegangi tubuhnya dan satu lagi tiba-tiba saja berusaha mencekoki sesuatu ke mulut Allisa sehingga wanita itu tersedak dan lama-lama kesadaran wanita itu hilang seketika.“Kenapa juga kita harus membawa wanita ini?” tanya orang itu dengan wajah sangarnya. “Ini perintah Bos, yang penting kita sudah melakukan apa yang dia mau. Dia memang cantik sekali, tubuhnya sangat menggairahkan bagaimana kalau kita cicipi dulu, bos kita tidak akan tahu kan?” usul preman satunya lagi. “Kamu sudah nggak waras Bro, meskipun Bos tidak bersama kita, tapi dia itu mempunyai indera ke enam, dan jika sampai keta
Dua puluh menit kemudian Arlan telah sampai di rumah sakit. Susah payah pria tampan itu membawa Allisa karena memakai motor, tapi tenaganya masih bisa mengangkat tubuh semampai Allisa. Dia lalu membaringkannya di kereta dorong yang dibawa oleh dua suster. “Pastikan dia tidak tahu siapa yang telah membawanya ke sini dan jika siuman dan bertanya siapa yang telah menyelamatkan bilang saja Tuan Elang yang tidak sengaja menemukan dia di rumah sakit, oke?” pinta Arlan kepada dokter yang memeriksa Allisa. “Baik Tuan, sesuai perintah Anda,”sahut Dokter Erwin. Setelah menyelesaikan prosedur rumah sakit, akhirnya Arlan pergi dari rumah sakit meninggalkan Allisa begitu saja, meskipun dalam hatinya masih ada rasa kasih sayang dan cinta sedikit untuk wanita yang pernah singgah di hatinya selama tiga tahun lamanya. “Cari tahu ke mana si bajingan itu, temukan dan bawa dia ke markas , aku ingin mengulitinya!” “Baik Bos!”Arlan menghubungi salah satu anak buahnya yang bernama Dino. Dengan cepat
“Apakah kamu berniat membantu Allisa untuk keluar dari masalah ini? Dia terlalu bodoh atau polos sih, mau saja menuruti keinginan Bima, atau kamu mungkin dulu tidak bisa memuaskannya di ranjang sehingga dia mencari pelampiasan dengan pria lain untung saja dia tidak memilih aku,” gerutu Panji di dengar oleh Arlan membuat Panji mendapatkan tatapan tajam yang ingin menusuk dirinya.“Hanya bercanda, Arlan. Lagian kamu bisa membantunya keluar dari bayangan Bima dalam wujudmu seperti ini, bukan?” lanjut Panji lagi.“Ya, selain balas dendam aku ingin Allisa tidak melakukan hal itu lagi, tapi untuk kembali bersama lagi mungkin ....”“Kamu tidak mencintainya lagi? Atau karena kamu sudah mendapatkan yang baru? Ayumi Lestari nama yang cantik secantik orangnya, kan?” goda Panji sambil terkekeh. “Apakah aku harus mengingatkan kamu apa yang aku lakukan jika aku marah?” sindir Arlan seketika membuat Panji sedikit syok. “Tidak .... Baiklah sekarang aku hanya ingin memberitahukan kalau orang yang b
Panji kembali fokus untuk memberikan pekerjaan untuk Ayumi. Dia berusaha untuk tidak terpesona dengan Ayumi seorang gadis cantik yang sederhana. Keputusan yang tepat jika Ayumi memakai masker mungkin ada mata jahil yang akan terpesona dengan Ayumi juga selain dia. Setelah selesai memberikan tugas, Panji batu ingat kalau dia mempunyai stok masker di laci mejanya. Dia lalu memberikannya kepada Ayumi. Gadis cantik itu menerimanya dan langsung memakainya. Ayumi pun segera melaksanakan tugasnya dengan baik sesuai arahan Panji.Sementara itu Arlan sudah bersiap untuk meeting dengan Daniel, pria yang membeli tubuh Allisa. Arlan berusaha untuk bersikap tenang meskipun hatinya sudah panas dan ingin sekali memberikan pukulan di wajah pria patuh baya itu. Tepat jam dua siang tamu yang ditunggu pun telah datang ke hotel. Daniel Danu Praja pria paru baya yang berusia lima pulih tahun itu ternyata tidak sendiri datang. Ada seorang gadis cantik berpakaian seksi super ketat yang menemani pria i
Mendengar ucapan itu membuat hati Sheila panas dan ingin sekali melayangkan tangannya ke wajah tampan Arlan tapi melihat isyarat dari papanya Sheila pun mengurungkan niatnya. Hanya bisa memendam rasa itu yang seakan-akan telah menghinanya secara terang-terangan. “Maaf Pak Radit, saya akan menyetujui permintaan Bapak untuk merevisi proposal ini dan kami janji akan membuat Bapak terkesan. Beri kami waktu dua hari saja untuk mengkaji kembali proposal kami dan kami janji tidak akan mengecewakan untuk kedua kalinya,” ucap Pak Daniel melunak. “Baiklah, saya bukan orang yang tidak menghargai kerja keras orang lain selama orang itu mau menerima kritikan dan masukan dari saya. Tepat di hari itu saya akan memutuskan apakah perusahaan Anda layak berdampingan dengan perusahaan saya atau tidak, permisi!” Lagi-lagi sikap Arlan membuat mereka geram tapi mereka harus bersabar karena proyek ini sangat dikejar oleh Daniel. “Terima kasih, Pak Radit, kalau begitu kami permisi, selamat siang!” Daniel i
Langkahnya sedikit melambat karena dia sendiri pun bingung ingin menanyakan sesuatu kepada siapa. Namun, pada saat tiba di bagian pantri Ayumi pun melihat ada seseorang di sana yang sedang menyiapkan minuman entah untuk siapa.Bunyi ketukan pintu terdengar sehingga orang itu pun menoleh ke belakang. “Permisi Bu, saya mengganggu sebentar,” ucap Ayumi ramah.“Ya, ada apa ya?” tanya wanita paru baya itu lagi dengan membalasnya ramah juga dan mempersilakan masuk ke dapur. “Maaf, saya ingin bertanya sesuatu karena saya masih baru kerja mulai hari ini dan tadi saat ada di ruangan Pak Panji, saya menerima telepon, ucapan memberi perintah untuk pergi ke ruangan nya, tapi saya bingung ruangan yang mana, belum saya mau bertanya tiba-tiba saja sudah terputus,” jelas Ayumi bingung.Sedangkan wanita paru baya itu begitu menyimak apa yang disampaikan Ayumi sambil manggut-manggut seakan mengerti siapa yang dimaksud oleh Ayumi.“Wah, kamu harus hati-hati dengan pria itu. Wajahnya memang tampan r
“Kenapa harus bertanya?” kesal Bima kembali. “Maaf, soalnya Masnya galak. Apakah Mas baru berkelahi atau dihajar orang sih, sebentar, tunggu di sini,” ucapnya sembari pergi meninggalkan Bima sementara. Bima memperhatikan gerak gerik gadis polos itu. Seketika terukir sebuah senyuman kecil dari sudut bibirnya. Tak lama kemudian Ayumi datang dengan membawa kotak p3k yang dia pinjam dari kantin rumah sakit. Dia langsung mengobati dan membersihkan luka di wajah Bima dengan cekatan setelah meminta izin kepada Bima. Pria itu pun hanya mengangguk patuh ketika tangan lembut itu menyentuh kulitnya. “Siapa gadis ini begitu perhatian ? Enggak takut sama sekali dengan orang asing? Bisa saja kan berbuat jahat dengannya? Dan apalagi ... hemm ...” Bima kembali memperhatikan wajah lembut Ayumi yang begitu polos. Lagi-lagi pikirannya kembali jahat.“Sudah!’ Ayumi telah selesai mengobati Bima.“Terima kasih, dan ...“Maaf Mas, saya permisi dulu, sering-sering diobati lukanya, atau periksa ke dokter
Ayumi duduk di samping tempat tidur ayahnya. Menatap sendu wajah orang tua itu yang semakin tirus. Tanpa terasa air matanya mengalir begitu saja membasahi wajahnya yang cantik. ”Seandainya ibu masih hidup pasti bapak tidak seperti ini. Seandainya waktu bisa diputar kembali aku bisa berani menolak permintaan bapak untuk menduakan Ibu. Dan sekarang istri kedua bapak pun pergi dengan laki-laki lain. Entah di mana mereka sekarang aku juga tidak tahu nomor telepon mereka. Ah kenapa aku malah memikirkan mereka? Mungkin sekarang mereka bahagia dengan kehidupan barunya,” gumam Ayumi dalam hati. Tak lama kemudian, tubuh orang tua itu sedikit bereaksi. Ayumi menyadarinya dan begitu bahagia karena ayahnya sudah siuman. Mata sayu itu perlahan-lahan terbuka. Dan tentu saja yang dilihat adalah putri tersayangnya yang selalu ada untuk orang tua itu. Wajah Pak Amin masih terlihat sedikit pucat tapi dia berusaha untuk bisa tetap tersenyum.“A—ayumi?” suara serak tapi pelan masih terdengar oleh Ay
Tangannya mengepal kuat dengan hati yang masih kesal dan marah, tapi dia berusaha untuk menahannya sebelum semua terbongkar siapa dirinya yang sebenarnya. Sepanjang jalan Arlan terus menggerutu saat mengingat apa yang dikatakan oleh Allisa.“Dia pikir siapa? Berani sekali meminta lebih,” rutuknya kesal.“Kamu pikir aku akan menerima kamu, Allisa? Setelah apa yang kamu lakukan kepadaku? Setelah Bima jatuh miskin kamu ingin menempelku seperti benalu? Jangan pernah bermimpi untuk bisa kembali denganku, apalagi setelah kamu tahu siapa aku sebenarnya! Suamimu yang culun yang selalu kamu anggap rendah dan sampah bisa berubah oh bukan hanya menyembunyikan identitas saja,” lanjutnya lagi. Arlan masih terlihat marah sampai-sampai tidak melihat jalan, hingga akhirnya dia pun tak sengaja menabrak seseorang sehingga mereka saling berpapasan.“Augh ... Maaf Om saya tidak sengaja dan ...” Ucapannya menggantung dan bahkan terkejut saat melihat orang yang dia tabrak tanpa sengaja. Begitu juga deng
Suasana kembali hening sesaat seakan mulut mereka terkunci. Bima terduduk lemas tak berdaya setelah mendengar apa yang dikatakan boleh Arlan. Sedang pria tampan itu tersenyum puas melihat lawannya sudah tak mempunyai harga diri lagi untuk bisa mengangkat kepalanya. Setelah permintaan Arlan itu, dia pun pergi meninggalkan Bima dan Allisa. Bima memang meminta untuk bicara berdua saja untuk terakhir kalinya. Meskipun diizinkan Arlan tetap mengamati gerak-gerik Bima dari pantauan Arlan. Pria itu masih menunggunya di luar dengan tenang duduk dan mengutak-atik ponsel canggihnya.Di dalam kamar Allisa. Bima menatap sendu kondisi Allisa. Meskipun sudah terlihat baik-baik saja tapi luka lebam di wajah cantik Allisa masih terlihat. “Sayang, aku ...” “Mas, aku enggak ingin mendengar apa pun dari mulut kamu itu! Aku baru menyadari kalau cinta kamu itu palsu . Kamu hanya ingin memanfaatkan aku saja. Kenapa aku terlalu mencintai kamu sehingga aku enggak bisa membedakan antara yang salah da
“Penyesalan selalu datang terlambat, selalu saja terjadi. Nasi telah menjadi bubur dan itu juga tidak bisa dikembalikan seperti bentuk nasi lagi kan? Jadi jika kamu ingin berubah harus dari hati bukan karena orang lain. Katakan Allisa kenapa kamu ingin berubah? Apakah karena saya? Kamu sudah tidak mencintai suamimu sendiri? Kamu sangat mencintai orang lain? Saya tahu kamu adalah kekasihnya Bima, kan?” tanya Arlan menatapnya tajam.Allisa terdiam sesaat tapi dia berani menatap mata Arlan lebih dalam lagi. “A—aku sangat mencintai Bima daripada suamiku sendiri. Mas Arlan adalah pria yang baik dan sepertinya aku tidak pantas untuknya sehingga aku melakukan semua ini berselingkuh agar Mas Arlan menceraikan aku. Dia terlalu baik,” jelasnya dengan suara pelan.“Kamu mencintai Bima? Sangat bodoh! Kamu hanya dimanfaatkan olehnya tapi kamu sepertinya lebih nyaman dengan pekerjaan kamu sekarang, kan?” tanya Arlan menegaskan.“A—aku ....”“Apa kamu sekarang menyukai saya atau uang say, Allisa?”
“Kalian harus mengganti rugi karena sudah membuat saya marah. Pikirkan hukuman apa yang pantas untuk kalian, kamu tenang saja Bima dalam perjalanan menuju ke sini, saya ingin tahu dari mulutnya sendiri. Sementara itu kamu boleh keluar sebentar dan jangan berusaha kabur dari sini karena banyak anak buah saya yang siap akan mematahkan kaki kamu jika berusaha kabur, kamu mengerti?” ancamnya lagi “Ba—baik Tuan, permisi!” Doni keluar dari ruangan Allisa. Kini tinggal Arlan dan Allisa berada dalam satu ruangan itu. Arlan menatap tajam tapi entah kenapa wajah sayu Allisa menyihirnya kembali untuk merasa kasihan.Tidak bisa dipungkiri kalau Allisa adalah cinta pertamanya bahkan dia rela melakukan apa saja untuk bisa mendapatkan cinta Allisa, tapi wanita itu malah mempermainkan hatinya. Bahkan dia pun berani menipu cinta Arlan setalah pria itu tidak mempunyai apa-apa dan buta.“Terima kasih Tuan, karena Anda sudah menyelamatkan saya, dan apa yang harus saya berikan sebagai imbalan atau bala
“Tenang Arlan, kenapa kamu yang malah salah tingkah sih? Dia bakalan nggak tahu siapa kamu asalkan bisa memperlihatkan wibawa kamu,” tegur hatinya berkala. Arlan berusaha mengatur napasnya. Dia lalu berdiri dan berani menatap Ayumi yang sudah mendekati dan memandang wajah tampan itu. Seakan tersihir oleh pesona masing-masing sehingga mereka pun saling beradu tatap. Namun, sesaat Ayumi menyadari tindakan konyolnya yang mendekati Arlan. “Maaf Pak, saya telah lancang menatap Anda seperti itu. Saya tidak ada maksud untuk menggoda Anda, tolong jangan pecat saya. Hanya saja wajah Bapak tidak asing bagi saya atau mungkin hanya kembar saja, permisi!” Ayumi merutuk dirinya dan langsung ke luar dengan napas tersengal-sengal. “Apa yang kamu lakukan Yumi, kenapa kamu sangat berani menatap Bos kamu seperti itu? Mudah-mudahan dia tidak marah, ya Allah!” lirihnya masih begitu syok dengan apa yang dia lakukan sekarang.Hatinya berdegup kencang tapi sesaat kemudian Ayumi merasakan kalau dia perna
Langkahnya sedikit melambat karena dia sendiri pun bingung ingin menanyakan sesuatu kepada siapa. Namun, pada saat tiba di bagian pantri Ayumi pun melihat ada seseorang di sana yang sedang menyiapkan minuman entah untuk siapa.Bunyi ketukan pintu terdengar sehingga orang itu pun menoleh ke belakang. “Permisi Bu, saya mengganggu sebentar,” ucap Ayumi ramah.“Ya, ada apa ya?” tanya wanita paru baya itu lagi dengan membalasnya ramah juga dan mempersilakan masuk ke dapur. “Maaf, saya ingin bertanya sesuatu karena saya masih baru kerja mulai hari ini dan tadi saat ada di ruangan Pak Panji, saya menerima telepon, ucapan memberi perintah untuk pergi ke ruangan nya, tapi saya bingung ruangan yang mana, belum saya mau bertanya tiba-tiba saja sudah terputus,” jelas Ayumi bingung.Sedangkan wanita paru baya itu begitu menyimak apa yang disampaikan Ayumi sambil manggut-manggut seakan mengerti siapa yang dimaksud oleh Ayumi.“Wah, kamu harus hati-hati dengan pria itu. Wajahnya memang tampan r
Mendengar ucapan itu membuat hati Sheila panas dan ingin sekali melayangkan tangannya ke wajah tampan Arlan tapi melihat isyarat dari papanya Sheila pun mengurungkan niatnya. Hanya bisa memendam rasa itu yang seakan-akan telah menghinanya secara terang-terangan. “Maaf Pak Radit, saya akan menyetujui permintaan Bapak untuk merevisi proposal ini dan kami janji akan membuat Bapak terkesan. Beri kami waktu dua hari saja untuk mengkaji kembali proposal kami dan kami janji tidak akan mengecewakan untuk kedua kalinya,” ucap Pak Daniel melunak. “Baiklah, saya bukan orang yang tidak menghargai kerja keras orang lain selama orang itu mau menerima kritikan dan masukan dari saya. Tepat di hari itu saya akan memutuskan apakah perusahaan Anda layak berdampingan dengan perusahaan saya atau tidak, permisi!” Lagi-lagi sikap Arlan membuat mereka geram tapi mereka harus bersabar karena proyek ini sangat dikejar oleh Daniel. “Terima kasih, Pak Radit, kalau begitu kami permisi, selamat siang!” Daniel i