Home / Rumah Tangga / Pulang Ka Bako / Saling Membutuhkan

Share

Saling Membutuhkan

Author: Alfarin
last update Last Updated: 2023-08-25 11:09:27

"Nggak bisa di nego lagi?" tanya Fahri menatap nanar ke arah Dinda.

Dinda menggeleng disertai senyuman. "Kita balik, yuk! Nggak enak dari tadi jadi tontonan gratis." Dinda bangkit dari duduk. Sesaat kemudian meringis sembari memegangi perutnya yang semenjak tadi memang sudah terasa nyeri. Rasa nyeri itu semakin menjadi, menjalar hingga ke punggung dan kepalanya.

"Nda kenapa?" Fahri dengan penuh perhatian melingkarkan lengannya di bahu Dinda. Ia baru menyadari keringat yang membanjiri kening istrinya itu. Kini wajah Dinda yang berganti pias.

"Sakit datang bulan lagi?" tebak Fahri sembari mengusap peluh di kening Dinda, mengeratkan pelukannya ke bahu sang istri.

Hanya mengangguk yang bisa Dinda lakukan untuk menjawab pertanyaan Fahri. Dinda memang selalu merasakan nyeri hebat setiap tamu bulanannya datang. Yang ia butuhkan saat ini adalah, meminum obat pereda nyeri dan meringkuk di bawah selimut hangat.

"Bawa obat pereda nyerinya, nggak?" tanya Fahri kembali.

Dinda mendongak semba
Locked Chapter
Continue to read this book on the APP

Related chapters

  • Pulang Ka Bako   Mission Accomplished

    Dinda : [Mission accomplished ] Dinda menuliskan pesan pada grup Mission Impossible—yang baru dibentuk tadi pagi bersama keluarga Fahri. Dinda tak mengira misi mereka membuat Fahri bertekuk lutut akan berakhir secepat ini. Semua rencana yang telah mereka susun untuk beberapa bulan ke depan, tak jadi terlaksana. Dena : [Serius Ari udah nyerah, Nda?] Dena membalas pesan Dinda langsung ke kontaknya, alih-alih di grup mereka. Dinda : [Iya, Teh. Uda sampai pingsan segala tadi pas Nda kasih surat cerainya.]Dena : [🤣]Dena : [Ya Tuhan, drama apa yang dimainkan si Kampret itu.]Dena : [Pingsan kenapa dia? Aku pikir dia sakti mandraguna 🤣]Dinda melirik ke arah Fahri yang sudah tertidur pulas. Lelah jelas terjejak di wajah lelaki itu. Dinda membekap mulutnya untuk menahan tawa membaca balasan-balasan pesan dari Dena. Nyeri di perutnya sudah mereda setelah meminum obat pereda nyeri dan kompres hangat yang diberikan Fahri, ditambah pijatan penuh cinta, membuat rasa sakit itu hilang seketik

    Last Updated : 2023-08-26
  • Pulang Ka Bako   Indahnya Berdamai

    Saat terbangun, Fahri gelagapan karena sisi ranjang yang ditiduri Dinda telah kosong. Gegas Fahri bangkit dari baring menuju pintu kamar mandi dan mengetuk pintu yang terbuat dari kaca sandblasted di depannya dengan panik sambil memanggil nama Dinda. "Uda kenapa?" tanya Dinda saat membuka pintu kamar mandi dan melongokkan kepala yang terbungkus handuk. "Kebelet," ringis Fahri malu mengakui bahwa ia takut kembali ditinggalkan Dinda. Tentu saja gengsinya masih belum sepenuhnya hilang. Dinda mengulas senyum jail. "Bukan karena takut Nda tinggalin, kan?"Fahri cengengesan. "Salah satunya." Fahri dengan terpaksa mengakui, daripada Dinda kembali ngambek dan kembali pergi."Uda berangkat jam berapa?" tanya Dinda sebelum Fahri menutup pintu kamar mandi. Fahri urung menutup pintu. "Kemana?""Ngantor.""Uda nggak masuk hari ini, mau di sini aja dulu sama Nda.""Ih! Nda kan diklat, ngapain Uda di sini? Ntar bengong-bengong sendirian malah kesambet!""Kan ntar istirahat bisa ketemu lagi." Fah

    Last Updated : 2023-08-26
  • Pulang Ka Bako   Dimusuhi

    Dengan berat hati, akhirnya Fahri meninggalkan hotel setelah dipaksa Dinda untuk berangkat kerja. "Nggak baik melalaikan tanggung jawab, Uda. Jangan sampai perusahaan malah merugi kalau nggak diurus dengan baik." Begitu kata Dinda saat Fahri masih bersikeras untuk tinggal lebih lama di hotel bersama Dinda.Dinda mengantar Fahri hingga ke mobil. Bukan hanya Fahri, Dinda pun sebenarnya merasa berat hati berpisah setelah semalam lelaki itu memperlakukannya dengan baik, hingga nyeri haid yang begitu menyiksa tak lagi ia rasakan saat bangun pagi ini. "Hati-hati di jalan, Uda," ucap Dinda saat Fahri menyalakan mesin mobil. Fahri membalas dengan menunjuk pipinya dan menyodorkan ke arah Dinda. "Apaan?" tanya Dinda kemudian mengulum bibir. "Kiss," balas Fahri dengan senyum yang ditahan. Dinda menggeleng malu-malu. "Kan tadi udah.""Lagi.""Malu dilihat orang Uda.""Biarin, sama istri sendiri," ujar Fahri setengah memaksa. Setelah memastikan tak ada orang lain di sekitar mereka, buru-buru

    Last Updated : 2023-08-26
  • Pulang Ka Bako   Hari Terakhir Training

    "Gosip yang aku dengar, Pak Gibran di-cut jadi pemateri gara-gara masalah dengan suamimu kemarin," tukas Nunik saat Dinda mengungkapkan rasa penasaran akan absennya Gibran selama seminggu ini. Nunik memang selalu terdepan dalam mendapatkan informasi seputaran kabar yang off the record selama pelatihan."Makanya grup cewek-cewek fans Pak Gibran makin jutek sama kamu, idolanya sampai nggak ngisi kelas." Nunik terkekeh-kekeh saat mengatakan hal itu. Dari semua peserta pelatihan perempuan, hanya Nunik yang masih terasa bersikap netral pada Dinda. Sisanya ada yang terang-terangan menunjukkan rasa tak sukanya, ada pula yang hanya berani menyindir-nyindir."Tapi kok dari pihak panitia nggak ada konfirmasi ke aku, ya? Kan masalahnya juga belum jelas. Lalu kenapa Pak Gibran sendiri yang kena imbasnya." Dinda masih merasa janggal dengan absenya Gibran selama satu minggu ini. "Ya tetap saja Pak Gibran yang salah, sih. Seharusnya dia nggak main perasaan lah sama mentee¹, apalagi mentee-nya suda

    Last Updated : 2023-08-26
  • Pulang Ka Bako   Anxiety

    Dengan semangat yang sudah terisi penuh, hari ini Dinda bangun lebih pagi untuk menyiapkan segala keperluan Fahri dan dirinya berangkat kerja. Saat Fahri baru pulang dari mesjid, Dinda sudah berpakain rapi, menata sarapan di meja makan. Fahri tak tahan untuk tidak memeluk Dinda dari belakang, melabuhkan kecup di salah satu pipi mulus itu. Satu bulan penuh istrinya tidak berada di rumah, tempat itu terasa mati, dan kini terasa kembali hidup. "Uda buruan ganti pakaian, ntar kita kesiangan." Dinda melepas belitan lengan Fahri di pinggangnya dengan tawa geli."Duh! Yang nggak sabar mau ketemu Gibran," cibir Fahri dengan wajah cemberut. Dinda menghentikan langkahnya yang hendak ke pantry mengambil kopi yang baru ia seduh. Ia mengulas senyum, meskipun kesal, tetapi Dinda mulai mencandu ekspresi cemburu Fahri saat menyinggung Gibran. Sebaliknya Fahri, ia pun mencandu reaksi Dinda saat berkata, "Nda sayanganya cuma sama Uda. Jangan cemburu terus." Lalu Dinda menjangkau pipi Fahri dan sebuah

    Last Updated : 2023-08-27
  • Pulang Ka Bako   Hari Pertama Kerja

    "Hei, wajahnya jangan tegang gitu terus," sergah Fahri saat Dinda turun dari mobil. Dinda mengangguk dan mengulas senyum tipis. "Terima kasih sudah nganterin Nda kerja, Uda," balas Dinda sembari mengembuskan napas dan berusaha melepas apa yang terasa menekan dadanya."Nanti kabari kalau sudah pulang, biar uda jemput." Fahri sudah mulai tak ambil pusing dengan sikap Dinda yang terlihat tak biasa itu. Ia tak mau membuat Dinda makin tertekan dengan pertanyaan-pertanyaannya. Dinda kembali membalas dengan anggukan dan seulas senyum tipis, kemudian melambaikan tangan saat Fahri beranjak pergi. Dinda mengembuskan napas panjang dan menelan ludah untuk membasahi tenggorokan yang mendadak terasa kering. Jika biasa ia menyemangati diri dengan kalimat, "Ini hanya sementara, nggak perlu takut dikucilkan." Namun, kini kalimat itu seolah tak berarti lagi. Pekerjaan ini adalah hal yang ia idamkan semenjak dulu, tetapi insiden Fahri memukul Gibran yang terjadi minggu lalu seolah meruntuhkan segala

    Last Updated : 2023-08-27
  • Pulang Ka Bako   Kesan Buruk

    Dinda berusaha menanggapi kalimat sinis Vanya dengan memperlihatkan sikap santai. Seperti biasa, dia mengulas senyum dan menjawab, "Iya, Mba. Maaf suami saya sudah membuat kerusuhan minggu lalu, dia cemburuan banget. Padahal istrinya biasa aja, kalau secantik Mba Vanya, sih, wajar cemburuan kayak gitu, ya." Tipikal Dinda, yang berusaha menekan kuat rasa cemas yang mulai menyerang dengan selalu terlihat ceria. Vanya terkesiap mendapat tanggapan santai dari Dinda. Ia tak mengira karyawan baru yang berstastus masih dalam masa percobaan itu berani membalas kalimatnya sesantai itu. Perempuan berkulit putih itu kemudian mengulas senyum dengan menyelipkan rambutnya kebelakang telinga, sedikit salah tingkat. Ia tak menyadari kalimat sarkas yang Dinda lontarkan. Vanya celingak-celinguk memperhatikan sekitar, kemudian ia berkata dengan setengah berbisik ke arah Dinda. "Padahal tipe Pak Gibran itu kayak aku, lho." Vanya lalu mengulas senyum lebar. "Nah, kan. Mana mungkin Pak Gibran bakal melir

    Last Updated : 2023-08-28
  • Pulang Ka Bako   Penawar Cemas

    Saat berada di luar ruangan, mereka bertemu dengan beberapa karyawan dari divisi lain. Gina memperkenalkan Dinda dengan beberapa karyawan yang dikenal perempuan itu. Tiba-tiba salah seorang karyawan perempuan yang dikenalkan Gina berkata, "Eh, kalau nggak salah kamu cewek yang bikin heboh waktu diklat kemarin bukan? Yang jatuh ke kolam renang sampai bikin Pak Gibran panik, terus suami kamu sampai ngedatangin dan mukulin Pak Gibran, kan?"Dinda menggaruk kepalanya yang tak gatal saat mendengar pertanyaan panjang lebar dari rekan kerja yang baru ia kenal itu. "Tapi hebat lho, bukannya kamu yang kena skors malah Pak Gibran yang kena." Kalimat selanjutnya sukses membungkam Dinda. Rasa cemas itu kembali menyerang setelah tadi sempat terlupakan. Seharusnya hari pertama ini Dinda bisa menjalin hubungan baik dengan rekan kerjanya, tetapi karena insiden yang terjadi pada saat pelatihan, kesan pertama yang Dinda dapat malah terasa jauh dari kata baik. Hingga jam kerja berakhir, kalimat yang s

    Last Updated : 2023-08-28

Latest chapter

  • Pulang Ka Bako   New Parent

    Memasuki bulan keempat usia kandungannya, apa yang dikatakan Hendra saat di grup chat dulu terbukti. Sikap menyebalkan Dinda—yang membuat Fahri hampir menyesal dengan keinginannya memiliki anak—mulai mereda. Dinda yang bawel tetapi manis pun kembali."Nda mau dibawain apa nanti kalau uda pulang kerja?" tanya Fahri sembari mengusap perut Dinda yang mulai berisi. "Uda pulang dengan selamat saja, sudah cukup." Benar, kan? Dinda jauh lebih jinak dibanding awal hamil dulu. Senyum manis selalu merekah menghias bibirnya. Kini Fahri mulai bernapas lega. Bayangan indah memiliki momongan pun kembali menari-nari di benaknya."Wa aja kalau nanti mau dibawain apa, uda usahakan pulang cepat.""Nda nggak butuh apa-apa, Uda saja sudah cukup!"Duh! Lama-lama Fahri diabetes dengan sikap Dinda yang kembali manis seperti kembang gula di pasar malam, cerah, berwarna-warni. Sikap manis itu bertahan hingga akhir kehamilan. Bahkan saat hendak melahirkan pun, Dinda tidak berteriak histeris seperti dalam sin

  • Pulang Ka Bako   Pregnancy Confusion

    Fahri : Woi! Share pengalaman kalian ngadepin bini hamil. Akhirnya Fahri sudah tidak mampu menahan sendiri rasa frustrasi akibat tingkah Dinda yang akhir-akhir ini makin terasa tak masuk akal dan agak menyebalkan. Tengah malam membangunkan Fahri dan meminta dibelikan mie ayam, di mana tukang mie ayam yang diminta Dinda sudah tutup. "Ya Uda bangunin dong tukang mie ayamnya. Uda kan punya duit banyak, tinggal kasih lebih sama tukang mie ayamnya. Nda kan hamil anak Uda. Mana buktinya Uda cinta sama Nda, minta beliin mie ayam saja Uda nggak mau." Begitu kata Dinda ketika Fahri mengajukan alasan untuk menunda mengabulkan permintaannya. "Bukannya uda nggak mau, Nda. Ini pukul 12.00 malam, yang ada uda dikira maling, emangnya Nda mau uda dikeroyok massa?""Hilih! Dasar Uda lebay." Dan Dinda pun cemberut seharian, meskipun besok harinya Fahri bela-belain pulang kerja lebih awal demi membelikan Dinda mie ayam yang diminta istrinya itu. "Sekarang Nda lagi nggak pengen mie ayam, Uda makan sa

  • Pulang Ka Bako   Melanjutkan Hidup

    "Maaf, Pak, Bu. Kami sudah tidak menerima pasien baru lagi karena sudah mendekati jam tutup klinik." Kedatangan Fahri dan Dinda di klinik dokter kandungan, disambut wajah penuh sesal resepsionis klinik tersebut. "Tapi ini urgent, Mba!" Fahri masih berusaha menegosiasi. "Kalau kondisi gawat, bisa langsung ke UGD rumah sakit terdekat saja, Pak.""Sudahlah, Uda. Besok saja kita periksa," bujuk Dinda menarik lengan Fahri menjauh dari meja resepsionis. "Kalau buat konsultasi besok, bisa di-booking dulu, Bu." Tatapan resepsionis itu beralih ke arah Dinda yang tampak lebih memahami kondisi. "Iya—""Nggak usah! Kita cari klinik lain saja malam ini," potong Fahri dengan wajah kesal dan menarik Dinda keluar dari klinik. "Ini sudah malam, Uda. Pasti klinik yang lain juga sama, tidak mau menerima pasien lagi," tukas Dinda ketika mereka keluar dari lobi. "Kita cari sampai ada yang mau terima." Fahri bersikukuh. "Nggak mau! Nda capek!" Dinda menghempaskan tangannya yang digenggam Fahri. "Ken

  • Pulang Ka Bako   Kejutan Anniversary

    Dinda bersenandung kecil sambil menunggu Fahri pulang kerja. Ia kembali menata ulang beberapa sendok di meja makan yang telah dihias sedemikian rupa. Satu tahun kembali telah terlewati, hari ini tepat tiga tahun pernikahan mereka. Dinda sudah mempersiapkan hadiah untuk Fahri, dibungkus dalam sebuah kotak yang dikasih pita. Dinda membuka kembali kotak tersebut, senyum terkembang indah di bibirnya yang hanya dipoles lip gloss, membayangkan reaksi Fahri saat menerima hadiah yang ia berikan. Saat mendengar suara mesin mobil memasuki garasi, buru-buru Dinda menutup kembali kotak itu, dan menyimpannya ke dalam laci pantry. Ia akan memberikan hadiah spesial malam ini untuk suami tercinta setelah selesai makan malam. Dinda bergegas menyambut Fahri di depan pintu tatkala mendengar suara suaminya mengucapkan salam. "Wah! Masak apa, nih? Wangi banget!" komentar Fahri begitu pintu terkuak. "Nda masak Kalio¹ Ayam favorit Uda." Senyum puas terbit di bibir Dinda. Meskipun sikap Fahri sudah jauh b

  • Pulang Ka Bako   Grow Old With Me Please

    Keluar dari ruangan Bianca, Dinda mengeluarkan ponsel, memeriksa pesan dari Fahri, dan mengulas senyum tipis tatkala melihat nama Fahri tertera pada layar ponsel. Gegas Dinda membuka pesan dari Fahri. 14.00: [Nda, sepertinya uda telat jemput. Tadi ada meeting dadakan sama Om Syahrial. Kalau Nda nggak keberatan, naik taksi ke kantor uda.]Baru saja Dinda hendak mengetikkan balasan, suara Fahri dari arah parkiran memanggil. Terlihat sosok jangkung itu tergesa menyusul Dinda ke teras klinik. "Lho, katanya Uda nggak bisa jemput?" tanya Dinda sembari mengulas senyum. "Uda izin sebentar sama Om Syahrial.""Jadi ngerepotin." Dinda tersenyum semringah. Ada hangat yang terasa menjalar tatkala menyadari suaminya itu mengorbankan waktu demi memenuhi janji untuk menjemput. "Nda bisa naik taksi saja, padahal."Fahri merangkul pundak Dinda sembari berjalan beriringan menuju mobil. "Takut Nda nyasar."Dinda mencebik. "Ya nggak bakal nyasar, lah. Tinggal ketik alamat di aplikasi."Dinda duduk deng

  • Pulang Ka Bako   Konseling

    Di dalam kamar mandi, jemari Dinda bergetar memegang kemasan plastik yang berisi alat untuk pendeteksi kehamilan tersebut. Takut membelenggu hati Dinda. Ketakutannya bukan tanpa alasan, selama enam bulan belakangan ini, Dinda masih rutin mengkonsumsi antidepresan. Kehamilan ini di luar rencana. Dinda takut obat-obatan yang ia konsumsi selama beberapa bulan ini mempengaruhi janin yang mungkin saja sudah terlanjur hadir di rahimnya. "Nda!" Suara Fahri kembali terdengar dari luar. Panik kembali melanda pikiran Dinda. "Sebentar, Uda! Nggak sabar banget, sih!" Dinda kembali membalas dengan berteriak dan tanpa sengaja, Dinda menyenggol wadah yang telah berisi air seni yang akan digunakan untuk melakukan tes kehamilan tersebut. Tiba-tiba saja kesal melanda hati Dinda. Ia kemudian bergegas ke pintu, memberengut kesal saat melihat wajah Fahri yang hendak bertanya di depan pintu. "Belum!" ketus Dinda sebelum Fahri membuka suara, "katanya di kemasan itu sebaiknya dilakukan pagi hari." Dinda

  • Pulang Ka Bako   Harapan Fahri

    Lima Bulan Kemudian"Misi paket!" Dinda yang tengah duduk meleseh sambil mengutak-atik laptop di depan meja ruang keluarga, sontak bangkit, menyambar kerudung instan yang selalu ia sampirkan di sandaran kursi ruang keluarga, dan melesat keluar rumah. Kening Fahri berkerut, sudah tak terhitung paket yang datang semenjak ia kemarin ada di rumah. Bahkan di sudut ruang keluarga mereka, masih ada beberapa paket yang belum dibuka. Selama ini Fahri tak terlalu memusingkan hobi baru Dinda berbelanja online, tetapi melihat tumpukan paket yang belum tersentuh itu, membuat rasa penasaran Fahri terusik. Apakah ini salah satu efek gangguan yang diderita Dinda atau memang istrinya itu sedang melakukan balas dendam akibat dulu selalu menahan keinginan untuk memiliki sesuatu. Tak lama Dinda masuk dengan sebuah kotak besar di tangan. Melihat Dinda kepayahan membawa kotak itu, Fahri reflek bangkit dari duduk. Menawarkan diri membawakan kotak itu pada Dinda. "Nda belanja apa lagi ini?" Penasaran, akh

  • Pulang Ka Bako   Pulang Kampung

    "Nanti Snowy sama siapa di rumah kalau kita pulang kampung, Uda?" Pertanyaan tiba-tiba dari Dinda, membuat Fahri—yang hampir tertidur—kembali terjaga. Meskipun telah menjalani beberapa kali sesi terapi, tetapi Dinda masih saja sering membebani pikiran dengan hal-hal yang terkadang dianggap Fahri tidak terlalu penting. Seperti sekarang, Dinda malah tidak bisa ridur hanya karena memikirkan bagaimana nasib kucing peliharaannya itu ketika mereka berangkat ke kampung nanti. "Titipkan di pet hotel saja," putus Fahri berusaha menyabarkan diri dengan pertanyaan absurd Dinda. Matanya sudah berat, tubuhnya juga sudah lelah seharian dengan berbagai meeting bulanan dan tahunan di kantor dan ATPM¹."Tapi Nda takut Snowy nggak diurus dengan baik." Dinda kembali mengungkapkan kerisauannya. Fahri mengembuskan napas panjang, berusaha menyabarkan diri. Hanya masalah remeh, ia berpikir dengan cepat, mencari jalan keluar yang sekiranya membuat Dinda puas dan tak lagi mengajukan keberatan atas usulnya.

  • Pulang Ka Bako   Cinta Datang Terlambat

    Sekuat tenaga Dinda menahan lututnya yang terasa goyah, tatkala melangkahkan kakinya memasuki gedung yang memiliki 20 lantai tersebut. Tujuannya adalah ke lantai 5 gedung itu, menemui Gibran untuk membicarakan perihal surat pengunduran dirinya yang telah ia kirim satu bulan lalu. Dinda berusaha mengatur napas agar mampu menghirup udara dengan normal. Rasa takut terasa menjalar di sepanjang tulang punggungnya. Dingin, terasa hingga ke tengkuk. Sebenarnya perlakuan buruk yang ia terima selama beberapa bulan bekerja di perusahaan itu, belum seberapa dibanding perundungan yang Dinda terima semasa menduduki sekolah menengah atas dulu, tetapi tatapan dan kalimat intimidasi Vanya, seakan merobek-robek kepercayaan dan harga dirinya. Dinda merasa menjadi manusia tak berguna setiap kali ia melangkahkan kakinya di lantai 5 gedung itu. Di tengah rasa panik yang menyerang, kalimat Bianca kembali terngiang. "Kamu itu berharga, tidak ada yang boleh membuatmu merasa rendah."Berusaha menguatkan hat

DMCA.com Protection Status