Share

Luka yang Menganga

Penulis: Intan Resa
last update Terakhir Diperbarui: 2023-04-10 14:24:22

"Jual sayur tak seberapa uangnya, Mas. Apalagi tetangga sering berhutang dan tak tahu kapan dibayar. Mas juga dibilangin, jangan kasih utangan, tetap aja dikasih. Pokoknya Mas harus coba merantau. Kemarin ada orang yang cari anggota baru untuk memanen sawit," ujar Yunita tiga tahun lalu. 

Fajar yang berprofesi sebagai penjual sayur keliling menghembuskan napas kasar. Dia juga sudah tahu tentang tawaran pekerjaan ini dari salah seorang temannya. Sudah banyak yang pergi ke sana dan pulangnya mereka berhasil membangun rumah atau modal usaha. 

"Tapi Mas tak mau jauh dari kalian, Sayang. Kamu dan Hera di sini berdua, tak ada laki-laki. Mas cemas kalau ada orang yang berniat jahat karena tahu tak ada laki-laki di rumah ini."

"Haduh, Mas. Apa pernah kejadian di kampung ini penjahat masuk rumah? Berapa banyak janda di kampung ini, tak pernah ada berita maling. Kecuali barang diletakkan di luar semalaman, baru hilang," ujar Yunita mulai kesal. Fajar termasuk lelaki yang selalu ingin dekat dengan anak dan istri, ke warung kopi saja hanya sesekali agar bisa banyak mengobrol dengan Hera. 

Sengaja Yunita meminta sang suami bekerja cukup jauh karena dia tahu kalau jaraknya dekat, Fajar bisa sering pulang. 

"Baiklah, Mas akan pergi."

"Benarkah? Makasih, Sayang." Perempuan dengan rambut panjang bergelombang itu langsung mencium pipi sang suami. 

"Tapi kalian ikut, ya, Sayang. Di sana juga ada sekolah kok."

Yunita langsung cemberut, lalu membelakangi sang suami. 

"Katanya sayang pada kami, tapi berkorban seperti itu saja tak mau. Kalau ikut ke sana, apa gak kasihan sama Hera, Mas. Dia harus beradaptasi dengan lingkungan baru dan sekolahnya jauh pula."

Fajar bimbang. Kebahagiaan keluarga kecilnya adalah impian seorang suami. Melihat kesuksesan tetangga yang kerja di sana juga, dia memang tergiur. Tapi kebanyakan dari mereka pergi dengan keluarga karena para istri pun bisa bekerja. Dengan begitu, uang lebih cepat terkumpul. Namun, Yunita sudah jelas menolak untuk ikut. 

"Baiklah, Sayang. Mas akan merantau, tapi kamu harus janji."

Fajar berujar sembari memeluk istrinya dari belakang. Wanita yang tetap cantik dalam keterbatasan ekonomi itu langsung tersenyum semringah. 

"Janji apa, Mas?"

"Mas boleh pulang setahun sekali."

"Hah? Sayang ongkosnya, Mas. Lebih baik uangnya ditabung. Orang juga pulang sekali dua tahun, kadang sekali tiga tahun, Mas," protes Yunita. 

"Kalau begitu, tidak usah pergi sama sekali. Setahun saja adalah waktu yang cukup lama untuk menahan rindu"

"Jangan gitu dong, Mas. Oke, gak apa-apa," balas Yunita pasrah. 

"Kamu juga harus janji, kalian baik-baik di sini. Jaga dirimu, hatimu dan anak kita," tandas Fajar. 

"Pasti, Mas. Aku sayang kamu."

Percakapan malam itu pun berakhir di peraduan, meluapkan rasa cinta yang akan terpisah jarak dan waktu. 

Air mata meluncur tanpa permisi. Fajar menangis tanpa suara mengingat keharmonisan mereka dulu. Namun, sekarang istrinya yang penyayang telah memberikan perhatiannya pada seorang lelaki di hadapannya sendiri.

"Fajar, ayo masuk, Nak! Malu dilihat tetangga," ujar Bu Sumi. Tergopoh dia datang dari dapur karena mendengar teriakan putranya yang melengking. Beberapa tetangga kelihatan mengintip dari jendela rumah masing-masing. 

"Ya Allah, Nak. Tanganmu berdarah. Ayo kita obati."

Bu Sumi menarik pergelangan tangan Fajar. Hatinya cemas karena mengucur darah dari telapak tangan kanan putranya. 

Duduk di kursi plastik, Fajar masih menatap nanar ke arah pintu. Tak kelihatan Yunita datang untuk mengkhawatirkan dirinya yang sedang terluka akibat terlalu keras mengepalkan tangan hingga kuku melukai. 

Bu Sumi mengambil kain dan mengelap tangan Fajar. Wajah lelaki berusia 35 tahun itu tak sedikit pun meringis saat di teteskan getah pohon yang daunnya mirip daun singkong. Tumbuh sebatang di belakang rumah. Biasanya akan terasa perih bila di teteskan di luka, tapi akan cepat sembuh. 

"Sudahlah, Bu, tidak usah diobati. Ini tak sakit kok. Palingan juga dua hari ini sembuh sendiri. Yang sakit itu di sini," ujar Fajar, menekan dadanya. 

Bendera kuning tak hanya dipasang di depan rumah, tapi tertancap juga di hati. Cinta itu telah mati. 

Terdengar suara deru mobil, lalu perlahan menjauh. David telah pulang, barulah Yunita masuk. 

"Mas keterlaluan. Dia itu sepupu jauhku, teganya Mas memukulnya. Dia itu orang kaya dan punya banyak kerabat polisi. Kalau sampai Mas dipenjarakan, jangan salahkan aku," cetus perempuan yang dulu menerangi hati Fajar. Sekarang sudah gelap gulita. Padam seketika saat melihat kenyataan. 

"Sepupu? Sepupu yang menghangatkan badanmu?" desis Fajar, tak menoleh sama sekali. Sedikit tersenyum menutupi luka hatinya. 

"Jaga bicaramu, Mas. Selera humor Mas memang rendah sampai tak tahu kalau Mas David cuma bercanda." Yunita masih membela diri dan menyalahkankan suami. 

Bu Sumi mengelus dada dan tak tahu mau bicara apa lagi. Dia sendiri sangat kehilangan cucu pertamanya, apalagi seorang ayah yang begitu dekat dan manja dengan putrinya selamanya ini. Jarak yang memisahkan tak jadi penghalang. Hera sering cerita kalau mereka hampir setiap hari bertukar kabar dengan sang ayah. Ditambah lagi masalah ini, pastinya semakin kacaulah hati Fajar. 

"Heraaa! Lihat, Ibu bawa apa. Ayo cepetan keluar! Ini makanan kesukaan kamu, Sayang."

Yunita mengetuk pintu kamar gadis yang mewarisi kecantikannya. Tak ada sahutan. 

"Apa yang kamu lakukan pada anak kita, Mas? Apa kamu dan Ibu memarahinya sampai-sampai gak keluar kamar? Biasanya dia selalu rindu sama kamu dan bertanya kapan pulang," cecar Yunita, menatap sinis pada mertuanya. 

Seketika air mata Fajar luruh lagi, terbayang akan kondisi terakhir Hera yang sudah tak bisa memeluknya. Betapa tersiksanya gadis itu sebelum ajal menjemputnya. 

Bu Sumi mengusap-usap bahu Fajar, seolah mentransfer kekuatan. 

"Hera sudah meninggal 5 hari yang lalu, Yun. Ibu kecewa sama kamu. Kalau kamu mau pergi berhari-hari, kenapa tak titipkan dia ke rumah Ibu?"

Bu Sumi menutup wajah dengan kedua tangan. Kali ini dia tak bisa pura-pura kuat lagi. Wanita tua itu ikutan menangis bersama putranya. 

Kotak makanan di tangan Yunita terjatuh tanpa sadar. Tenggorokan rasanya tercekat. Lekas dia masuk ke kamar yang ternyata tak dikunci. Ya, di sana tak lagi ada anak gadisnya. Tidak mungkin lagi main di luar karena belakangan ini Hera lebih suka berkurung di kamar daripada bergaul dengan teman-temannya. 

"Heraaaaaa! Jangan tinggalin Ibu, Nak!" ratap Yunita, membuka lemari plastik motif hello kitty. Menciumi baju-baju kesukaan putri semata wayangnya. Penyesalan seorang Ibu yang tiada berguna lagi. 

Komen (1)
goodnovel comment avatar
Sarti Patimuan
Fajar yang malang merantau untuk.kebahagiaan keluarga tapi pulang.kehilangan buah hati nya
LIHAT SEMUA KOMENTAR

Bab terkait

  • Pulang Disambut Bendera Kuning   Pingsan

    "Tidak mungkin, ini tidak mungkin."Yunita meracau. Penampilannya sudah kacau dengan mekap luntur dan rambut berantakan."Mas, katakan kalau kamu cuma mau menghukummu, kan? Maaf karena aku tak ada di rumah saat kamu pulang. Katakan dimana Hera, Mas! Kumohon."Yunita masih mencoba berpikiran positif kalau ini cuma prank.Fajar dan ibunya masih sesenggukan. Tidak seharusnya saling menyalahkan dalam duka, tapi terlalu berat untuk menerima pahitnya kenyataan."Bu, kenapa banyak pengharum ruangan di kamar Hera? Biasanya dia tidak suka bau jeruk."Suaranya bergetar dan mulai melunak, menatap sang mertua dengan penuh harap."Cucu Ibu ditemukan dalam keadaan tak bernyawa dan sudah bau, Yun. Mungkin sudah beberapa hari, baru ketahuan tetangga," jawab Bu Sumi di sela tangis.Yunita kembali meraung-raung. Ini semua bukan mimpi.Dua minggu yang lalu, dia terlalu ingin liburan dengan teman-teman barunya. Sayang kalau tidak ikut, tapi bingung jika harus membawa Hera. Apalagi semua biaya liburannya

    Terakhir Diperbarui : 2023-04-10
  • Pulang Disambut Bendera Kuning   Tak Bisa Dimaafkan

    "Yunita, kamu kenapa, Sayang?" Tanpa sadar Fajar telah mencemaskan istrinya. Secuil rasa cinta itu masih ada."Ayo cepat bawa Yunita ke puskesmas, Fajar!" seru Bu Sumi, tak kalah cemas. Namun ada yang lebih ia khawatirkan kalau ini adalah puncak permasalahan bagi anak menantunya. Sebagai seorang ibu, ia merasa kalau ada sesuatu yang tak beres.Fajar berlari ke rumah tetangga untuk meminjam mobil. Mereka juga ikutan panik melihat raut wajah lelaki yang baru pulang merantau itu."Semoga tak terjadi apa-apaan, ya. Cepatlah bawa, minyaknya masih banyak.""Makasih, Pak. Saya pinjam dulu mobilnya.""Iya, sama-sama. Hati-hati dan jangan panik.""Iya, Pak. Maksih banyak." Ternyata tetangganya masih baik, sama seperti dulu."Jangan-jangan dia keguguran," celetuk seorang wanita seumuran Yunita yang tak sengaja mendengar penjelasan Fajar.Dulunya dia adalah teman akrab Yunita, tapi semenjak Fajar merantau dan dapat kiriman uang yang lumayan, perlahan hubungan mereka merenggang. Yunita sudah memi

    Terakhir Diperbarui : 2023-04-10
  • Pulang Disambut Bendera Kuning   Bercerai

    "Mau kemana kamu, Fajar?" Bu Sumi keheranan melihat wajah putranya yang tegang."Aku tak ingin kalau Yunita datang lagi ke rumah ini, Bu. Biar aku sendiri yang mengantar barang-barangnya ini."Perempuan tua yang hanya punya satu orang putra itu menghembuskan napas dengan kasar. Tidak tahu mau memberikan saran apa lagi."Hati-hati." Hanya sepatah kata itu yang keluar dari bibir Bu Sumi. Setelah anaknya pergi menggunakan mobil tetangga yang belum dikembalikan, wanita tua itu hanya bisa pasrah dan banyak berdoa agar Fajar tidak melakukan sesuatu yang membahayakan dirinya maupun orang lain. Dia tak ingin kalau harta satu-satunya harus mendekam di balik jeruji besi.Fajar adalah tipe suami yang penurut dan sangat mencintai pasangannya. Namun, jika sudah fatal bisa kalap."Maaf, dia sudah pulang, Pak. Tadi dijemput seorang temannya.""Baik, makasih."Fajar meninggalkan puskesmas dan segera mencari keberadaan Yunita. Dia belum menemukan petunjuk dimana ibu dari mendiang putrinya sekarang. Ta

    Terakhir Diperbarui : 2023-04-10
  • Pulang Disambut Bendera Kuning   Calon Adik Ipar

    Mama tidak bisa tinggal diam melihat anak mama babak belur begini. Katakan siapa yang melakukan ini, David! Mama akan penjarakan dia," seru perempuan berpenampilan modis yang tetap cantik di usia yang tak muda lagi. Bu Harum namanya. Begitu panik setelah seseorang mengabari kalau putranya masuk rumah sakit akibat berkelahi dengan seseorang. "Dia pasti tak sayang dengan hidupnya sampai-sampai ingin berurusan dengan keluarga Prayoga.""Sudahlah, Ma. Mama tidak usah cemas, aku baik-baik saja kok," balas David. Wajahnya sedikit meringis. Meskipun berusaha terlihat kuat, tapi kenyataan kalau seluruh badan terasa remuk. "Coba ceritakan, kenapa kamu bisa dihajar seperti ini?""Gak perlu dibahas lagi, Ma. Mana Yunita, Ma?""Yunita siapa? Mama tidak melihat siapa-siapa di sini," balas Bu Harum bingung. "Coba lihat di luar, Ma."Bu Harum menurut saja. Dia melihat seorang perempuan dengan penampilan semrawut sedang duduk di kursi tunggu.Terlihat cantik sih. Mungkin dia begini karena mengkh

    Terakhir Diperbarui : 2023-04-10
  • Pulang Disambut Bendera Kuning   Penjual Nasi Goreng

    "Silakan ambil saja yang kalian suka. Bebas," ujar Yunita ketika memasuki sebuah butik branded yang terkenal dengan harga-harganya yang mahal. Dulu dia harus mikir-mikir untuk beli satu stel baju mahal, bahkan harus mengabaikan pakaian putrinya yang kebanyakan sudah sempit demi pakaian incaran. Malu kalau tidak mengikuti trend teman-temannya.Sekarang dia bahkan bisa memborong sepuasnya."Jeng, boleh aku ambil dua?" tanya Heni."Khusus untuk kamu, ambil tiga juga boleh, Beb," balas Yunita santai."Ih, pilih kasih. Kami juga mau dong." Yang lainnya menimpali."Ya sudah, ambil saja. Aku keluar dulu, ya. Mas David ngajak ketemu sebentar di luar, kebetulan lagi ada urusan di daerah sini," ujar perempuan yang sudah naik kelas secara sosial itu.Senyumnya terkembang membaca pesan dari calon suaminya. David memang sangat mencintainya dan katanya sengaja menjumpai karena rindu.Yunita celingukan melihat sekeliling, tapi tidak ada mobil suaminya."Hai, Mbak," sapa seorang perempuan yang Yunita

    Terakhir Diperbarui : 2023-05-08
  • Pulang Disambut Bendera Kuning   Apes

    "Pedas atau sedang?""Eeh, se-sedang saja," balas Raya gelagapan. Tanpa sadar semua pembeli yang mengantri telah bubar. Penjualnya sangat cekatan rupanya. Tak menunggu lama, nasi goreng pinggir jalan itu sudah tersaji di depan Raya, lengkap dengan segelas air putih. Jiwa ala premannya ciut entah kemana saat si penjual duduk tepat di depannya. Menundukkan kepala sambil mengaduk-aduk nasi goreng yang masih mengepulkan asap.Seumur-umur, baru kali ini dia makan di tempat seperti ini. Jika makan di luar, selalu di restoran atau kafe yang terjamin kebersihan dan cara pengolahannya. Makanya saat mau bersedekah pun, dia tak segan merogoh uang untuk membeli makanan dari tempat yang mahal. Padahal kalau dipikir-pikir, lebih berguna memberikannya dalam bentuk uang seharga makanan itu. Akan cukup untuk beberapa kali makan. "Kenapa cuma dilihatin terus, Mbak? Kok gak dimakan? Keburu dingin gak enak loh," celetuk lelaki tadi yang terus mengajaknya bicara. Tinggal mereka bertiga di sana. "Eh, a

    Terakhir Diperbarui : 2023-05-11
  • Pulang Disambut Bendera Kuning   Rencana Untuk Raya

    "Maaf, harga nasi gorengnya cuma dua belas ribu. Ambil saja uangmu itu, saya kasih gratis karna tidak kamu habiskan. Jangan pernah datang kembali! Saya tak ingin berurusan dengan perempuan yang mulutnya tak ada rem," tegas Fajar dengan ekspresi datar. Pedas bercampur pahit rasanya tenggorokan. Sejujurnya Raya suka dengan nasi gorengnya, tapi dengan menghabiskannya sama saja artinya mengakui kalau makanan pinggir jalan yang dimasak dengan raut muka masam rasanya enak. Namun, dia sedikit lega karena dua orang itu tak memaki dengan kata-kata kasar atau menyakitinya. "Ambil saja ini untuk masnya. Anggap sebagai ganti rugi karena sudah memelintir tangan Mas ini," ujar Raya, menggeser lembaran uang merah itu ke dekat Hardi. "Bawa saja uangmu itu! Dia bukan orang miskin. Saya tak mau kalau istrinya salah paham karena menerima uang dari seorang wanita," tegas Fajar. Meskipun tidak keras suaranya, tapi intonasinya penuh penekanan. Raya mengambil cepat uang dan kunci mobilnya, lalu segera

    Terakhir Diperbarui : 2023-05-11
  • Pulang Disambut Bendera Kuning   Penyamaran

    "Mama? A-aku cuma ...."Suara Yunita menggantung di udara, menggaruk-garuk kepala yang tidak gatal. Setahunya Bu Harum sudah tidur, tapi sekarang berdiri tak jauh dari mereka. Habislah aku. "Mama senang mendengar ide cemerlang kamu. Mama sudah pusing melihat tingkah anak itu, kerjanya keluyuran terus. Sikapnya juga tak bisa kayak perempuan. Mama malu sering diledekin punya dua anak laki-laki," ujar perempuan yang mengenakan piyama itu. Menarik kursi dan duduk di dekat calon menantunya. "Dia pasti tak bisa nolak lagi. Soal cinta, bisalah itu tumbuh belakangan. Mama sama Papa dulu menikah tanpa cinta kok," imbuh Bu Harum. Dia sudah pusing dengan tingkah kedua anaknya yang sudah diatur. David sering kali bikin ulah dengan memacari istri atau tunangan orang lain. Tak jarang datang ke rumah memaki-maki mereka sekeluarga. Bikin malu memang. Kayak tak ada perempuan lain saja. Perempuan berambut pendek yang sebagian dicat dengan warna pirang itu sedikit lega karena David akhirnya menemu

    Terakhir Diperbarui : 2023-05-11

Bab terbaru

  • Pulang Disambut Bendera Kuning   Selesai

    Enam bulan berlalu dengan status sebagai duda, David perlahan menjadi insan yang lebih taat. Berkat kesabaran Hardi mengingatkannya agar salat. Tak lupa juga buku tuntunan salat jadi bacaan wajib David. Karena dasarnya dia waktu kecil adalah anak yang pintar mengaji, tak terlalu susah untuk mengembalikan kepingan ingatan. Apalagi diringi niat yang kuat. "Dav, sepertinya sudah saatnya kamu pergunakan ijazah kamu, deh. Aku yang cuma lulusan SMA sederajat tak merasa pantas punya pekerja seorang sarjana," ujar Hardi suatu hari. Dia merasa kalau David sudah benar-benar berubah dan saatnya dikembalikan ke tempat yang seharusnya. "Apa aku punya salah, Mas? Sampai-sampai harus dipecat dengan alasan seperti ini? Jika pun aku cari kerja di tempat lain, belum tentu dapat bos sebaik Mas Hardi," ujar David cemas. Sahabatnya Fajar tertawa sekilas, lalu menepuk bahu pekerjanya yang paling rajin. "Kamu tak salah apa-apa, Dav. Aku tahu kalau kamu sarjana dan kebetulan ada satu perusahaan yang lagi

  • Pulang Disambut Bendera Kuning   Taubat

    "Pulang atau kopermu kubuang ke jalan!" ancam David melalui sambungan telepon. Yunita kaget, kenapa tiba-tiba suaminya yang sudah lembut kembali ke sikap aslinya. Suka marah-marah. "Oke oke. Aku balik sebentar lagi.""Sekarang.""Nanti!"Yunita mematikan ponsel sepihak. Mendengar suara musik yang hingar bingar, David tak sabar menunggu. Tak yakin kalau Yunita akan secepatnya pulang. Tak butuh lama untuk menemukan tempat tongkrongan istrinya dan pertengkaran pun tak lagi terelakkan, terlebih David memergoki Yunita sedang bermesraan dengan seorang lelaki yang kelihatan jauh lebih tua, tapi berpenampilan kaya. "Aku ini suamimu, tapi beraninya kamu bermesraan dengan kakek-kakek tua itu," sergah David. Setelah sampai rumah, tak bisa dibendung lagi kemarahan itu. Sebuah vas bunga keramik pun melayang ke lantai, sengaja dilempar agak dekat dengan Yunita hingga dia bergidik ngeri. "Kamu mau membunuhku, Mas?""Iya, daripada kamu menodai kehormatanku sebagai suamimu. Jangan-jangan kamu sudah

  • Pulang Disambut Bendera Kuning   Pil KB

    Di warung nasi goreng, Raya dilayani bagai ratu. Ya, semenjak dikabarkan hamil, dia tak dibolehkan bekerja oleh sang suami. Usaha loundry tetap berjalan lancar karena asisten kepercayaan Raya tidak pernah mengecewakan. Usaha nasi goreng Fajar pun sudah menggeliat. Tempat jualan utama kini dengan menu beragam, mengontrak di sebuah ruko yang tak jauh dari loundry milik sang istri sehingga dengan mudah mengontrol usaha itu agar tetap kondusif. Sementara warung sederhana yang dulu masih tetap beroperasi dengan dua mantan preman sebagai tukang masaknya. "Mas, aku mual," keluh Raya. Kebetulan pelanggan lagi sepi. "Ayo kita ke rumah sakit, Dek. Tunggu, aku tutup warung dulu." Fajar hampir menyuruh satu karyawannya untuk menutup warung, tapi Raya tertawa dan mencubit lengan suaminya. "Aku cuma mual, Mas, bukan sakit. Kata bidan ini biasa. Tak perlu ke rumah sakit kali. Aku cuma pengen air hangat," kekeh Raya. "Baiklah, Sayang. Tapi kalau kamu ada keluhan lain yang lebih serius, kita perik

  • Pulang Disambut Bendera Kuning   David Jadi Kuli

    "Mau kemana kita ini, Mas?" cecar Yunita dengan wajah kesal. Semua impiannya jadi orang kaya telah hancur dalam sekejap. David memang tampan, tapi tidak akan bisa membahagiakan tanpa adanya uang. "Ke kontrakan kamulah. Belum habis bulannya, kan?" tanya David. Dia tak menoleh dan terus menarik kopernya, berjalan mendahului Yunita yang agak kesulitan berjalan karena masih menggunakan high heels. "Tapi aku udah ambil semua barangku dari sana, Mas. Mas kita balik lagi?" protes Yunita. Ia sedikit berlari agar bisa menyejajarkan langkah jenjang sanah suami. "Gak apa-apa. Kita ke sana lagi. Kita gak punya uang yang cukup untuk ngontrak lagi. Setidaknya untuk saat ini tak perlu mikirin uang kontrakan."Yunita menarik napas panjang. Ibu kontrakannya termasuk nyiyir karena sering menegurnya jika ketahuan mengizinkan David masuk ke rumah itu malam-malam. Dengan angkuhnya Yunita melempar kunci pada pemilik kontrakan dan mengatakan tak akan pernah kembali ke situ lagi. Seperti menjilat ludah

  • Pulang Disambut Bendera Kuning   Kenyataan Pahit

    "Keterlaluan, kamu jahat banget sih, Raya? Aku akan balas perbuatanmu hari ini!" seru Yunita, lalu berlari ke ke kamar mandi. Rasa panas mulai menjalar di sekujur tubuh yang terkena air cabe saos itu. Belum lagi mulut yang kepedasan. Mengguyur tubuh di bawah shower sekaligus meminum air mentah jadi solusi instan. Itu belum seberapa dibanding ulahmu pada keluargaku. Dasar benalu!Raya tersenyum puas, lalu melenggang ke kamar, menyusul sang suami. Namun, dia sedikit terkejut karena Fajar berdiri di dekat pintu."Loh, kok belum tidur, Mas?" tanya Raya kikuk. Biar bagaimanapun bencinya dia pada Yunita, tetap ingin terlihat lembut di mata suami. Tak ingin kalau Fajar mengecapnya sebagai wanita yang kasar. "Mas tidak ada lagi perasaan sama Yunita, Dek. Namun, Mas tak suka kalau kamu melakukan perbuatan yang menyakiti orang lain. Lebih baik menghindar dari masalah yang tak bermanfaat. Kita tak bisa mengubah seseorang seperti yang kita mau. Itu hak Allah sepenuhnya. Dinasehati dan didoakan

  • Pulang Disambut Bendera Kuning   Membalas Kesombongan Yunita

    "Aneh sekali. Bukannya kalian saling mencintai dan akan menikah? Lalu kenapa harus ada adegan pemaksaan begini? Palingan juga kalian melakukannya atas suka sama suka, tapi kamu pura-pura dilecehkan. Iya, kan?" tuduh Raya."Kamu juga perempuan, Ray. Tega sekali kamu menuduhku seperti itu," isak Yunita, masih bersembunyi di balik selimut. "Aku bicara fakta. Soalnya Mas David juga belum bangun sejak tadi, padahal sudah berkali-kali dibangunkan. Sepertinya dia kena efek pil tidur dosis tinggi," desis Raya. Benar-benar tak menyangka kalau akan terjadi kasus seperti ini, padahal kedua orang tua David sudah merestui sejak awal. Disuruh menikah secepatnya, tapi malah diundur-undur dengan alasan Raya harus duluan menikah. "Pa, banyak wartawan yang datang ke sini," ujar Fajar dan didengar oleh Raya. Dia meninggalkan Yunita dengan segala aktingnya dan menemui wartawan. Tak lupa mengunci pintu kamar dari luar karena tahu pemburu berita itu terkadang nekad. "Kami dengar, anak lelaki Pak Pratam

  • Pulang Disambut Bendera Kuning   Kasus David Ternyata

    "Dasar gadis kasar!" desis Yunita. Wajahnya geram, tapi tak berdaya untuk melawan. Betisnya sakit, lutut dan telapak tangan juga sedikit nyeri. Kalau dipaksakan melawan, bisa jadi Raya akan membuat tubuhnya semakin mengerikan. "Oh, Maaf. Aku bukan gadis lagi. Aku ini seorang istri sah dari Mas Fajar dan kami sudah menghabiskan malam bersama."Raya terkekeh. Semua pegawainya sudah ia suruh masuk sehingga tidak perlu tahu urusan pribadinya dengan pelanggan baru yang sok mengancam itu. "Apa? Tidak mungkin! Kamu pasti yang merayunya. Mas Fajar masih mencintaiku." "Kenapa tidak mungkin? Aku jauh lebih cantik dari kamu, Mbak. Kecantikanmu hanya dempulan dan mengundang syahwat lelaki. Jangan kira kalau suamiku masih terbayang akan masa lalunya, apalagi mencintai sampah kayak kamu! Mas Fajar sendiri yang memohon agar aku melayaninya dan aku mau karena kami saling cinta."Raya mengulum senyum. Jika dulu hanya sandiwara bermesraan di depan Yunita, sekarang sudah kenyataan. Tidak ada penyesal

  • Pulang Disambut Bendera Kuning   Balasan Untuk Pencari Masalah

    Jika dipikir-pikir, mustahil seorang Raya, anak pengusaha yang punya uang berlimpah harus menghabiskan malam pengantin di sebuah perkampungan. Untung saja rumah itu disulap bagai hotel mewah. Dalam hati yang rela, meraup kisah cinta nan indah. Itulah kenyataannya. "Gimana? Berhasil, kan?" goda Hasan saat Fajar keluar kamar pagi harinya dengan senyuman tipis di wajah. Cukup bisa menjelaskan kalau malam yang mereka lalui terasa indah."Mas Hasan bisa saja bikin istri saya jengkel, tapi sekaligus juga membuktikan cintanya pada saya. Apa ada yang menyuruhmu, Mas?" cecar Fajar dengan pandangan menyelidik. "Dibilang menyuruh sih enggak, tapi saya dengan kerelaan juga melakukan ini. Hardi, temanmu saat kerja di kebun sawit adalah sepupu istri saya. Tadi pagi Hardi cerita tentangmu dan mantan istri, lalu mengatakan kalau Mas Fajar dan istri lagi berkunjung ke kampung mantan. Jadi rencana dadakan ini direstui alam dengan turunnya hujan," kekeh Hasan.Fajar tersenyum seraya menggeleng-gelengk

  • Pulang Disambut Bendera Kuning   Terjebak Bersama

    Hati memang bisa berbolak-balik. Yang benci jadi cinta dan sebaliknya. Tapi hati tidak bisa pura-pura dan dipaksakan semau kita. Hanya lisan saja yang sering berdusta dan seenaknya ingin mempermainkan hati. Itulah yang Yunita lakukan. Fajar benci keadaan itu. Wanita yang rencananya akan menjadi istri pertama dan terakhir telah menusuk hati dengan belati tajam. Seolah hati bagai permainan, Yunita dengan mudah meminta rujuk. Sejak awal sudah jelas di mata itu tak ada lagi cinta, tapi sedikit penyesalan dan didominasi keegoisan.Saat hati bersiap membuka pintu untuk wanita bergelar istri sah, sang mantan mulai mengusik ketenangan jiwa. Andai saja sudah saling cinta dengan Raya, mungkin akan lebih mudah melawan ombak bersama-sama. "Apa kamu mencintaiku, Raya?" tanya Fajar setelah mereka memasuki mobil. Wanita berlipstik tipis itu tak menjawab, membuang muka ke jendela mobil. Seolah memberikan jawaban kalau dia tak akan mungkin jatuh cinta dengan sang suani.Fajar sadar kalau dia dan Ray

Pindai kode untuk membaca di Aplikasi
DMCA.com Protection Status