Breaking news yang baru saja berlangsung dan menampilkan foto Larasati, membuat Mila syok dan histeris. Jeritan Mila menarik perhatian Robert yang sedang duduk memangku Alisa di ruang tamu. Begitu juga dengan Larasati yang terkejut mendengar teriakan sang ibu.“Mam, ada apa?” tanya Larasati ketika sudah berada di dekat Mila.Robert yang juga sudah berada di ruang tengah, tampak kebingungan melihat Mila yang menangis tersedu-sedu. Padahal tadi saat dia datang, wanita usia senja itu tampak biasa saja.“Apa yang kamu lakukan sebenarnya, Laras? Jadi kamu berniat kabur dengan Robert, begitu? Polisi sedang memburu kamu sekarang. Tadi ada breaking news, yang memberitahu kalau kamu yang nggak memenuhi panggilan pihak kepolisian. Ada apa ini sebenarnya, Laras? Semenjak bersama Andi hidup kamu kacau. Karir kamu juga berantakan karena video yang viral itu. Sekarang kamu dicari polisi pula. Kalau begitu, tinggalkan Alisa di sini. Jangan ikut sertakan Alisa dalam persoalan kamu!” tegas Mila.“Mam,
Hanum benar-benar merasakan menemukan dunianya kembali setelah kembali ke rumah yang menjadi istananya. Selama hampir dua minggu berada di rumah sakit, membuatnya stres juga karena yang dia lihat hanya sebatas ruang kamar yang berwarna putih dan beraroma obat-obatan. Meski tangan kanannya masih digips, tapi tak masalah bagi Hanum. Dia bisa menggunakan tangan kirinya, atau dibantu oleh perawat yang dia sewa.“Rafi, Mama mau mengadakan acara makan malam bersama keluarga, sebagai bentuk rasa syukur bahwa Mama telah pulih dan bisa selamat dari kecelakaan itu,” tutur Hanum pada saat dia sedang rebahan di sofa di ruang keluarga, sambil menonton tayangan TV. Dia sengaja rebahan di ruang keluarga, karena bosan selama ini rebahan di dalam kamar.“Ya sudah, Mama sebutkan siapa saja yang akan diundang? Nanti biar aku yang menghubungi mereka. Lalu, apa Papa akan diundang juga?” ucap Rafi dengan tatapan lekat pada sang mama.“Yang diundang, Tante Anita dan suaminya. Lalu keluarga Mama, dan teman k
Esok harinya, Larasati sudah siap dengan penampilan yang berbeda. Rambut hitamnya dia cukur pendek dan dia warnai dengan warna burgundi. Dia juga membuat tahi lalat palsu di hidungnya. Dia juga memakai soflens berwarna hazel. Menyamarkan netra nya yang berwarna gelap.“Bagaimana penampilanku sekarang ini, Rob? Apakah sudah meyakinkan?” tanya Larasati. Dia memutar tubuhnya, agar Robert dapat menilai penampilannya secara keseluruhan.“Perfect! Penyamaran kamu ini sangat sempurna, Laras. Ops, maaf, Karin.” Robert berkata sambil terkekeh.Larasati tersenyum semringah dan melangkah mendekati Robert seraya berkata, “Terima kasih atas segalanya, Rob. Aku nggak akan bisa melakukan ini sendirian.”“Aku lakukan ini karena aku mencintai kamu,” sahut Robert dengan suara lembut mendayu-dayu.Robert lalu merengkuh tubuh molek Larasati ke dalam pelukan. Dia lalu memagut bibir ranum wanita pujaan hatinya itu dengan lembut. Hingga akhirnya pagutan itu terlepas ketika denting jam dinding menyadarkan ke
Sekretaris Andi lantas minta tolong pada karyawan lainnya, untuk membantu mengangkat tubuh Andi yang terkapar di lantai. Setelah itu, dia menelepon rumah sakit minta agar dikirim mobil ambulans.“Kapan Pak Andi pingsannya, Mbak?” tanya seorang karyawan pria ketika sudah tiba di ruangan Andi.“Saya nggak tahu kapan pastinya. Saat saya masuk kemari untuk minta tanda tangan, Pak Andi sudah ada di lantai dalam keadaan pingsan,” sahut sang sekretaris.Tubuh Andi lantas digotong oleh dua karyawan pria, dan diletakkan di atas sofa panjang. Beberapa menit kemudian, mobil ambulans pun tiba di kantor itu. Dua petugas mobil ambulans lalu bergegas naik ke lantai, di mana ruangan Andi berada dengan membawa brankar.Setibanya di ruangan Andi, petugas itu sigap menggotong Andi dan meletakkan tubuh yang lemah itu di atas brankar. Kemudian membawanya turun menuju ke mobil ambulans, yang terparkir di depan lobi kantor itu. Dua orang karyawan pria ikut serta mendampingi Andi ke rumah sakit.“Mbak, sebai
Hanum menatap anak lelakinya itu dengan senyuman. Dia sangat paham kalau Gilang tampak kesal.“Sabar ya, Nak. Kamu dapat pahala lho kalau mengurusi papa. Meski papa sudah menyakiti kita, tapi kamu nggak bisa menghindar dari kenyataan kalau Andi Sanjaya adalah papa kandung kamu, Gilang. Ayo, sekarang kamu pesankan kamar rawat untuk papa! Ini ambil kartu ATM dari dompet Mama. Pin nya kamu sudah tahu kan. Tempo hari saat Mama dirawat di rumah sakit, kamu dan Rafi gantian kan menggunakan kartu ATM Mama. Jadi masih ingat dong pin nya, Lang,” ucap Hanum, yang diangguki oleh Gilang.Gilang lalu meraih dompet sang mama dari dalam tas. Kemudian dengan memperlihatkannya pada Hanum, dia mengambil kartu ATM tersebut.“Aku ke bagian administrasi dulu ya, Ma. Terus Mama sendiri akan duduk di sini saja?” ujar Gilang setelah mengembalikan dompet sang mama ke dalam tas.“Ya, Mama masuk lah menemui papa kamu ke ruang itu,” sahut Hanum dengan dagu terarah ke ruangan, di mana kini Andi berada.Gilang men
Setelah selesai urusan dengan kliennya, Rendy segera bergerak menuju ke kantor Andi setelah mendapatkan alamatnya dari Larasati.“Pak Andi sedang dirawat di rumah sakit karena terkena serangan jantung mendadak,” ucap resepsionis ketika Rendy telah tiba di kantor itu.“Oh, sudah berapa lama dirawatnya?” tanya Rendy dengan tatapan lekat pada wanita itu.“Baru hari ini. Tadi pagi pingsan di kantornya, dan langsung dibawa oleh dua orang karyawan ke rumah sakit. Menurut kabar yang saya dengar, itu karena penangkapan istri mudanya kemarin sore di bandara. Sepertinya Pak Andi syok,” jelas wanita itu panjang lebar tanpa diminta oleh Rendy.Rendy menghela napas panjang mendengar penjelasan itu.“Baik, terima kasih atas penjelasannya, Mbak. Saya permisi dulu. Oh iya, kalau boleh tahu di mana Pak Andi dirawatnya? Bisa disebutkan nama rumah sakitnya, Mbak?” sahut Rendy, yang diangguki oleh resepsionis itu.“Bisa.” Resepsionis itu lantas memberitahu rumah sakit tempat Andi dirawat. Tapi, hanya seb
Rendy terkesiap. Pria itu tak menyangka kalau Andi yang masih belum pulih seratus persen itu, akan menceraikan istrinya.Begitu juga dengan ketiga anak Andi, yang tak menyangka kalau papa mereka akan menalak Larasati, setelah melihat betapa bucin Andi pada wanita itu.“Bapak serius?” tanya Rendi memastikan.“Apa saya kelihatan main-main sekarang? Kesehatan saya memang masih belum pulih, tapi saya sanggup menalak perempuan nggak tahu diri itu. Andaikan terjadi sesuatu pada kesehatan saya setelah ini, toh saya masih berada di rumah sakit. Sehingga bisa langsung diberikan pertolongan,” sahut Andi dengan nada suara meninggi, karena kesal.“Baik, kalau begitu saya hubungkan dengan ponselnya Ibu Mila karena menurutnya, beliau akan menjenguk Larasati. Semoga saja Bu Mila sudah tiba di sana. Jadi kita bisa berinteraksi melalui video call,” ucap Rendy pada Andi.Andi mengangguk dan berusaha mengatur napasnya yang memburu.“Pa, minum dulu,” ucap Amelia. Dia menyodorkan segelas air minum pada sa
Petugas polisi bergegas menghampiri sel tahanan dan mengamankan Larasati, agar tak menyakiti diri sendiri.“Lepaskan! Lepas!” teriak Larasati semakin kencang dan terus berontak, berusaha melepaskan diri.“Makanya diam, dan jangan menyakiti diri sendiri dengan membenturkan diri ke dinding!” sentak petugas polisi.Larasati akhirnya bisa dikendalikan. Dirinya pun merasa lelah dan sakit pada bagian kepalanya, karena ulahnya yang menjambak serta membenturkan kepala ke dinding.Di saat yang sama, Rendy tiba di kantor polisi. Dia yang mendengar kabar kalau Larasati histeris di sel tahanan, sangat terkejut dan minta segera dipertemukan dengan kliennya itu. Rendy menunggu Larasati di ruang besuk dengan perasaan cemas.“Ya Tuhan, apa yang terjadi, Bu Laras?” tanya Rendy, ketika Larasati tiba di ruangan dengan rambut acak-acakan dan wajah yang sembab.Larasati terdiam. Tatapannya pun kosong.“Saya akan telepon keluarga Bu Laras,” imbuh Rendy. Dia lalu bergegas menghubungi Mila dan menceritakan k
Amelia sontak tersipu mendengar penuturan sang kakak. Wajahnya pun merona. “Cie, merah lho wajahnya si Amel. Nggak sangka kalau dia naksir sama si dosen itu. Nggak apa itu, Mel. Paling selisih usianya maksimal sepuluh tahun. Masih wajar itu menurut aku. Masih banyak yang selisihnya di atas sepuluh tahun. Ayo, Mel, aku dukung deh! Kayaknya orangnya baik,” ucap Gilang antusias. “Dia itu yang tolongin Amel saat mau dikerjai sama keponakannya Larasati, Lang,” celetuk Rafi. “Nah, keren itu. Sudah kelihatan tipe melindunginya. Nanti nggak apa deh kalau kamu duluan, Mel. Kakak sih belakangan nggak apa-apa. Lagi pula aku belum punya calonnya,” ucap Gilang dengan senyum menggoda pada sang adik. Wajah Amelia semakin memerah dan dia jadi salah tingkah. “Kita pulang saja sekarang, yuk! Ngobrol soal begini di tempat umum. Nanti kalau kedengaran orang, bagaimana? Malu tahu, Kak,” sahut Amelia. Dia lantas berjalan mendahului kedua kakaknya, karena merasa malu ketahuan isi hatinya oleh dua kakakn
Hanum mengulum senyuman. Dia lalu menarik leher Andi dan mendekatkan telinga pria itu ke bibirnya. Dia lalu berbisik di sana.Kedua kelopak mata Andi membuka sempurna karena terkejut dengan apa yang Hanum bisikkan.“Kamu serius, Num? Nggak sedang bercanda?” tanya Andi dengan wajah memelas.“Iya, aku serius. Masak aku bohong sih, Mas. Aku ini kan belum menopause. Jadi masih kedatangan tamu bulanan lah. Aku tadi di kamar mandi baru tahu, kalau malam ini mendadak kedatangan tamu bulanan. Untung tadi sudah salat isya.” Hanum berkata sambil mengulum senyuman karena melihat wajah frustrasi Andi.“Sabar ya, Mas. Minggu depan deh baru bisa. Sekarang puasa dulu, ya. Sekalian menguji hati kamu, apa masih kuat menunggu satu minggu lagi?” imbuh Hanum yang masih mengulum senyumannya.Andi menghela napas. Dia berguling ke samping tubuh Hanum, dan memosisikan tubuhnya miring. Menghadap sang istri yang juga dalam posisi yang sama seperti dirinya. Tatapan mata mereka bertemu, dan saling mentransfer ra
Maya terdiam sambil mengaduk-aduk makanannya. Dia tiba-tiba saja menjadi tak berselera makan.Nadya yang melihat ekspresi sang mama, merasa bersalah karena terkesan dirinya memaksakan kehendak. Dia lalu memegang jemari tangan Maya dan mengusap lembut punggung tangan sang mama.“Aku minta maaf kalau perkataan tadi membuat Mama merasa nggak nyaman. Abaikan saja omongan aku tadi, Ma. Aku nggak memaksa Mama agar bisa memaafkan papa,” ucap Nadya lirih dan dengan nada yang tercekat, menahan tangis.Maya menoleh pada anak gadisnya. Dia melihat wajah cantik Nadya yang kini muram.‘Apa aku yang selama ini egois, mementingkan perasaanku sendiri tanpa memikirkan perasaan Nadya? Apa aku terlalu keras hati, sehingga sulit untuk memaafkan Mas Bima? Apakah sebenarnya Nadya merindukan papanya?’ ucap Maya dalam hati.“Nad, jawab pertanyaan Mama dengan jujur ya, Sayang,” ucap Maya dengan nada suara pelan.“Iya, Ma. Mama mau tanya apa?”“Apa kamu...merindukan papa kamu?”Nadya tak langsung menjawab. Dia
‘Jadi Hanum berencana akan rujuk dengan Andi. Sepertinya aku sia-sia saja selama ini mendekatinya. Lebih baik aku pulang saja sekarang. Mumpung belum ada yang tahu kehadiranku di sini. Mungkin Hanum memang bukan jodohku,’ ucap Sadewa dalam hati.Sadewa lalu dengan perlahan mundur teratur dari teras rumah Sawitri. Dia memutuskan pergi dari rumah itu karena tak ingin mendengar percakapan mereka. Dia memilih untuk lapang dada membuang jauh angannya terhadap Hanum, wanita yang dia suka sejak lama.“Mas Dewa, mau ke mana?” tanya seorang wanita, yang membuat Sadewa menghentikan langkah.Sadewa lalu menoleh dan melihat Lestari yang kini berdiri di jarak beberapa langkah di belakangnya.“Eh, Tari. Aku mau pulang. Nggak enak kalau mengganggu acara keluarga. Di ruang tamu sedang serius kayaknya,” sahut Sadewa terus terang, setelah dia membalikkan tubuhnya hingga posisinya kini berhadapan dengan Lestari.“Nggak mau mampir sekedar menyapa ibuku, Mas?” tanya Lestari lagi. Dia memandang Sadewa deng
Andi menangkap tubuh Hanum yang terhuyung ke depan, agar tak tersungkur di lantai.“Hati-hati dong, kalau sampai jatuh di lantai kan sakit nanti,” ucap Andi lembut ketika tubuh Hanum sudah berada dalam dekapannya.“Ish, kamu ini cari alasan saja, Mas. Sudah lepasin tangan kamu!” ujar Hanum dengan mata yang melotot pada Andi.“Kenapa memangnya?” tanya Andi dengan tatapan lugu.“Berlagak nggak paham, pura-pura tanya pula,” sungut Hanum kesal. Dia lalu berusaha untuk melepaskan diri dari dekapan Andi. Namun, Andi sepertinya menahan lengannya agar bisa lebih lama memeluk sang mantan.Di saat yang sama, Amelia muncul di tempat itu. Gadis itu terkesiap hingga mulutnya terbuka sempurna, kala melihat kedua orang tuanya tengah berpelukan. Itu menurut penilaiannya, karena dia tak tahu awal mula kejadian sang mama berada dalam dekapan papanya.“Cieee...rujuk ini ceritanya. Kapan peresmiannya? Terus kalau rujuk, aku bakalan dapat adik nggak?” goda Amelia dengan tawanya.“Adik? Memangnya kamu masi
“Iya, Bu Hanum. Tante Nita yang merekomendasikan katering Ibu. Katanya, katering Ibu sudah terjamin kualitasnya. Saya mencari jasa katering, untuk acara ulang tahun pernikahan orang tua saya. Ini saya lakukan sebagai hadiah di pernikahan mereka yang ketiga puluh. Oh iya, nama saya Fariz,” sahut Fariz dengan senyuman.“Fariz ini yang tempo hari menolong Amel lho, Num. Dia seorang dosen yang pintar ilmu bela diri, sehingga bisa mengalahkan si Roy,” timpal Andi, yang membuat Hanum terkesiap.“Oh ya? Wah, saya ucapkan banyak terima kasih deh sama kamu ya, Fariz. Lalu mengenai kateringnya, kapan acara ulang tahun pernikahan orang tua kamu? Apa kamu mau test food dulu, supaya yakin dengan makanannya?” sahut Hanum kalem.“Saya percaya kok dengan kualitas kateringnya Bu Hanum. Kalau Tante Nita sudah merekomendasikan sesuatu, itu artinya sudah ok. Jadi nggak perlu test food lagi, Bu. Lalu mengenai jadwal acaranya, itu dua minggu lagi. Sengaja saya jauh-jauh hari sudah cari kateringnya, supaya
Hanum mundur satu langkah. Andi pun bergerak maju mendekat. Begitu terus, hingga akhirnya punggung Hanum menempel pada dinding. Tak ada ruang untuk dirinya mundur lagi.“Mas! Sudah lah kamu pulang saja sana. Kamu pastinya capek kan, dan perlu istirahat juga. Jangan sampai penyakit jantung kamu kumat gara-gara kecapekan,” ucap Hanum dengan jantung yang bertalu-talu saat ini.“Aku sehat kok, Num. Aku juga nggak terlalu capek kok. Di rumah Nadya kan tadi hanya ngobrol saja. Lalu yang bawa mobil, si Rafi. Aku hanya duduk manis di sebelahnya. Kalau mengantuk sih, iya. Aku boleh kan istirahat di sini dulu, di kamar tamu,” sahut Andi dengan tatapan penuh harap.“Ya sudah, kalau mau istirahat di kamar tamu. Langsung saja ke sana. Kamu kan sudah tahu letaknya,” sahut Hanum. Dia lalu mendorong dada Andi agar menjauhinya. Dia merasa canggung juga berada di jarak yang begitu dekat dengan mantan suaminya.Namun di luar dugaan Hanum, tangan Andi menangkap tangan Hanum yang mendorong dadanya. Dia ba
Hanum yang terkesiap hanya bisa menghela napas panjang. Dia lalu memandang ke arah Bima yang masih menatap Maya, yang sedang memberi kode agar sikap Bima lebih ramah pada tamu mereka.Setelah beberapa detik, Maya kembali menatap Hanum dan Andi. Wanita yang diperkirakan usianya sebaya dengan Andi, lantas tersenyum pada kedua calon besannya itu.“Maaf ya, Pak, Bu. Papanya Nadya sedang kurang enak badan. Jadi reaksinya seperti tadi. Mari, silakan masuk!” ucap Maya ramah, dan dengan senyum yang tersungging di bibirnya. Dia sengaja memberikan alasan itu agar bisa dimaklumi oleh tamunya. Maya tak tahu saja, kalau Andi dan Hanum telah mengetahui penyebab sikap Bima tadi.“Oh, lagi kurang enak badan. Iya, nggak apa-apa. Kami maklum kok, Bu. Saya juga kalau kurang enak badan, suka begitu sikapnya. Iya kan, Ma,” sahut Andi dengan senyuman. Dia menoleh pada Hanum yang mengulum senyumannya mendengar penuturan mantan suaminya, yang masih menyebut kata ‘Ma’ pada dirinya.‘Aih, Mas Andi ini serba me
“Baik, Om, sepulang dari sini nanti, saya akan beritahu orang tua saya. Insya Allah, mereka bersedia datang kemari dan kenalan dengan Om Bima,” ucap Rafi, yang membuat lamunan Nadya buyar.Bima tersenyum seraya berkata, “Pastinya mau dong kenalan sama Om. Kalau nggak mau, Om nggak akan restui hubungan kalian.”Bima memang bercanda mengucapkan kalimat itu. Dia juga mengucapkannya sambil tersenyum. Namun, tetap saja membuat hati Rafi ketar-ketir.“I-iya, Om. Tolong restui dong. Saya dan Nadya serius lho, Om,” sahut Rafi yang sontak membuat Bima tertawa.“Iya...makanya nanti kenalan dulu. Biar enak ngomong soal kelanjutan hubungan kalian, iya kan,” ucap Bima setelah tawanya reda.Sementara itu, Maya yang rupanya menguping pembicaraan Rafi dan Bima lantas menampakkan dirinya di ruang tamu.Rafi yang melihat kedatangan Maya, lalu berdiri dan menghampiri wanita itu. Dia lalu mencium punggung tangan Maya dengan takzim.“Ada apa ini, Rafi?” tanya Maya pura-pura tak tahu. Dia lalu duduk di sof