Lira gemetaran melihat Andreas yang menindih Lelaki itu dan memukulinya berkali-kali sampai seluruh wajah Lelaki itu lebam dan berdarah.
"Mau mati hah, berani menyentuh milikku !?" bentak Andreas sambil melayangkan pukulanya yang kesekian kali ke wajah Lelaki itu.
Entah Lelaki itu mabuk atau bagaiman, sudah di hajar sampai berdarah-darah masih juga tertawa.
Tamu yang lain berkumpul, tapi hanya melihat tanpa berusaha melerai. Malah yang Lira simpulkan, mereka seperti menimati adegan perkelahian itu.
"Udah, lah, Bro." Bryan yang bersandar pada meja bar berkata santai sambil meneguk vodka dari gelas kecil dan memainkan setelah isinya habis ia minum.
"Salah gue di mana, Bro ?" Lelaki yang tergeletak dengan darah mengalir dari hidung itu terkekeh. "Elu kan memang model nya sekali pakai." ia tertawa.
"Tapi bukan berarti elu bebas pegang punya gue." Andreas be
Kakak ?" Lira terkejut dan mundur selangkah melihat Johan yang berjalan ke arahnya."Dari mana, Lir ?" tanyanya. Johan terlihat baik-baik saja untuk ukuran orang yang baru keluar dari Rumah Sakit dan mengalami kecelakaan hebat. Mungkin karena memang sebenarnya lukanya tak fatal dan hanya menyisahkan sedikit goresan memajang bekas operasi pada kepala bagian depannya yang kini tertutup rambut."A, aku.." Lira gugup. Dia bukan orang yang pandai berbohong."Aku pulang sejak pagi dan ingin memberimu kejutan. Tapi kau baru pulang larut seperti ini." Ekspresi Johan entak kenapa membuat Lira merinding. "Apa wajah Kakak memang seperti ini ?" Lira bertanya dalam hati.Johan berhenti tepat di depannya. Lelaki yang malam ini memakai kaos warna putih dengan celana pendek selutut itu membungkukkan sedikit badannya untuk mencium aroma samar yang ia kenal.Lira mundur dan merapatkan tubuhnya. "A
Lira menjerit dan memukul Johan sekuatnya. Dia pertahankan mati-matian bajunya yang telah tercabik dan memperlihatkan sebagian tubuh indahnya."Kakaak !" Lira menjerit saat Johan menyatukan kedua tangan Lira ke atas dengan satu tangan. Sedangkan tangannya yang lain meremas dan mencium di mana Andreas meninggalkan tanda.Otaknya seperti berputar. Pandangan Lira serasa gelap menatap langit-langit kamarnya yang terasa remang padahal lampu menyala terang.Dia tak percaya." Kakak..ini bukan Kakak, ini bukan Kakak.." pikirannya terus menolak."Hai, Lir."Sapaan pertama Johan saat mereka pertama bertemu terbayang.Johan mencium dan menyesap semua bagian atas dari tubuh Lira. "Lembut sekali, Lir." matanya berkilat menatap di antara dua gundukan daging yang di penuhi tanda merah darinya. Di beberapa bagian bahkan terdapat bekas gigitan.
Obat bius ?" kening Sonia berkerut. "Untuk apa ?" tanyanya."Kau ingin memberikan atau tidak ?" Johan duduk bersandar pada meja sambil melipat kedua tangannya ke dada.Ini sudah masuk hari ke lima sejak Johan keluar dari Rumah sakit dan kini telah aktif Kuliah lagi. Seperti saat ini, mereka tengah di dalam ruang kelas Fakultas Kedokteran tempat Sonia mengambil jurusan."Apa kau membutuhkannya untuk Papa mu ?" selidik Sonia.Johan terkekeh.Sonia makin curiga. Sejak keluar dari Rumah Sakit mood Johan sangat baik. Bahkan ia bisa tersenyum dan ramah kepada semua orang yang berpapasan dengannya."Baiklah kau tidak mau membantu." Johan menyampirkan tas ranselny ke pundak sebelah kanan dan berdiri tegak, bersiap untuk pergi."Tunggu." cegah Sonia sambil meraih lengan Johan.Lelaki yang siang ini memakai kaos merah dan celan
Setengah jam kemudian Johan telah sampai di Rumah. Biasanya di halaman depan sudah menunggu Sopir yang bertugas membawa mobil nya ke garasi. Atau akan tampak beberapa Satpam dan Tukang kebun yang biasa merapikan taman. Tapi kali ini tak tampak siapa pun.Johan membuka pintu dan melangkah ringan. Sunyi tanpa ada seorang pun yang membuka kan pintu dan menyambutnya."Tuan Muda." seorang Pelayan wanita yang tempo hari memergoki Johan membunuh buruk kesayangan Ayahnya berjalan mendekat.Johan menoleh ke arahnya."Tadi pagi ada teman Nona Lira yang ke sini." ia menunduk.Bibir Johan menipis. Ia tahu itu Andreas. " Lalu kau bilang apa ?" tanyanya."Sesuai perintah Tuan Muda, saya mengatakan Nona Lira sedang berlibur." jawab si Pelayan wanita."Gadia pintar." Johan terkekeh.Kedua pipi Pelayan wanita itu memerah. Tapi d
Entah sudah berapa kali Johan memaksa Lira untuk memuaskan hasratnya. Selama hampir satu minggu Lira terkurung di dalam kamarnya sendiri yang berubah bak neraka dunia."Lir, kenapa kau enak sekali ?" suara Johan yang berada di atas dan tengah berbisik di telingannya membuat Lira gemetar dengan air mata yang meleleh deras.Lira sangat syok. Begitu syok sampai ia tidak bisa berbicara dan bertingkah seperti anak kecil yang ketakutan tiap waktu.Lira juga menjadi takut melihat sosoknya sendiri di cermin. Ia akan menjerit-jerit seperi orang gila saat tak sengaja melihat pantulan wajahnya di kaca.Bahkan untuk makan pun Lira tak sanggup, kecuali di bawah ancaman Johan dan lelaki itu pula yang menyuapinya sedikit demi sedikit.Hidup normal Lira serasa hilang dalam sekejam. Dan di gantikan mimpi buruk yang tak pernah terbayangkan.Lira berbaring telentang dengan mata
Lira berteriak histeris saat Johan menjulurkan tangan untuk meraihnya. Dia kembali menangis dan berusaha untuk melepaskan diri. Johan tersenyum lebar tanpa mau melepas pegangan tangannya pada pergelangan lengan Lira. "Ada apa Lira sayang ?" tanyanya ringan. Lira makin keras berteriak. Di pukulinya berkali-kali dada dan pundak Johan agar lelaki itu menjauh darinya. Tapi itu hanya serasa seperti kibasan ringan yang membuat Johan tertawa geli. "Ayo makan." wajah tampan dan suara ramah Johan masih terpampang di hadapan raut wajah Lira yang basah oleh air mata dan raut ketakutan. "Aku akan menyuapi mu, ya ?" Johan tersenyum lebar memperlihatkan deretan gigi putihnya yang rapi dan tak bercela. Lira mengeleng berkali-kali dengan suaranya yang mirip cicitan tikus karena begitu memelas dalam upaya melepaskan dirinya yang tak mungkin berhasil. Senyum Johan makin sumringah. Ia mel
Hujan rintik-rintik mengiringi kepulangan suami istri Prawira yang baru saja memarkirkan mobilnya di depan rumah.Supir pribadi mereka bergegas turun membukakan pintu untuk Sang Majikan."Selamat datang Tuan, Nyonya." Dua orang Pelayan wanita sudah menunggu untuk membawakan barang-barang mereka.Aji yang baru turun dari mobil mengerenyit. "Aku tidak pernah melihat kalian." ia berkata."Ada apa ?" tanya Liana yang terhalang Suaminya karena berhenti mendadak.Kedua Pelayan itu masih menunduk, pura-pura sibuk membantu si Supir yang mengeluarkan barang-barang dari bagasi mobil."Wajah mereka..aku jarang memperhatikan Pelayan. Tapi, aku kurang familiar dengan mereka." Aji mencermati.Istrinya ikut memperhatikan."Kami memang baru..." salah satu dari Pelayan itu menunduk dan akhirnya angkat bicara."Pap
Pasangan suami istri itu terkejut mendengar penuturan Johan."A'apa ?" Liana yang pertama berucap. Sedang suaminya masih membelalakkan mata menatap ke arah anak lelakinya."Lira sedang dekat dengan seorang." Johan mengulang kalimatnya. "Mungkin mereka berpacaran,atau..entahlah yang jelas mereka dekat." Johan berkata ragu."Siapa? Sejak kapan?" tanya Liana tak sabar.Johan menelan ludah. Ia seperti ragu untuk mengungkapkan. Dilirik Ayahnya yang masih menatap tajam ke arahnya. "Papa pasti tahu anak lelaki keluarga Marthadinata." ucap Johan perlahan.Aji kaget mendengarnya. Ia dan istrinya saling pandang, sebelum kembali melihat ke arah Johan."Lira dekat dengannya." lanjut Johan sambil menautkan jari-jemari tangannya gelisah."Yang mana ?" Aji akhirnya bersuara. "Yang aku tahu Adnan Marthadinata punya dua orang putra. Tapi yang sering ikut
"Semalam hujannya deras sekali,pohon di dekat rumahku sampai tumbang."seorang suster bercerita. "Padahal sudah masuk musim kemarau.Tapi masih hujan saja." rekannya menimpali. "Bikin malas berangkat shif pagi." ia tertawa. "Mendung memang paling enak buat rebahan." rekannya membenarkan dan ikut tertawa. Dua orang suster itu berjalan beriringan di koridor rumah sakit dengan beberapa pasien yang nampak di sekitar taman untuk menghirup udara segar. "Selamat pagi." dari arah berlawanan,seorang suster lain menyapa. "Selamat pagi." berbarengan mereka menyahut. Pasien yang berada di samping suster tersebut,ikut tersenyum kepada mereka berdua.
Pesta topeng yang di selengarakan di salah satu Hotel milik Keluarga Marthadinata itu begitu meriah.Penyanyi papan atas di undang untuk semakin menghangatkan suasaan.Pesta ulang tahun Perusahaan tahun ini memang spesial,sebab Pimpinan Perusahaan,yaitu Adnan Marthadinata,memperkenalkan menantu beserta cucu cantiknya.Di atas panggung dengan dekorasi hitam-emasnya,Andreas terlihat bahagia mengandeng istri mungilnya yang terlihat menawan dalam balutan gaun malam."Daddy,gendong."putri kecilnya yang bermata cokelat terang mirip dirinya merengek manja.Andreas yang dulu angkuh,terkesan tak peduli,serta seenaknya sendiri.Menjelma menjadi sosok Ayah yang penyayang.Dan itu sangat terlihat dari caranya memperlakukan gadis kecil tersebut.Pria berjas merah dan bertopeng badut itu
Asalamualaikum wr wb Apa kabar?Semoga kita semua masih di beri kesehatan di masa pandemik Covid 19,serta di mudahkan dalam memperoleh rizki. Bercerita tentang PSYCHOPATH LOVE,ini novel yang saya buat paling lama,hampir satu tahun dengan jumlah bab di bawah 90. Jujur saya sangat kesulitan dengan tokoh Johan yang dari awal kemunculan di Novel SEBENARNYA sudah sangat dark. Menulis adegan sadis dan berdarah-darah di Novel ini adalah yang pertama. Saya tertantang,bisa tidak feel dark ini sampai ke pembaca hanya lewat tulisan?(Kalau nonton kan sudah pasti langsung kerasa banget) Dan saya senang membaca beberapa komentar,yang merasakan ketegangan itu. Walaupun untuk saya sendiri,belum merasa berhasil 'menggambarkan' rasa ngeri itu lewat tulisan.🙈
POV Johan- Gelap, Takut, Punggungku sakit,habis di cambuk Papa. Pipi ku perih di pukul Kak James. Kepala ku pusing dan berdengung. Tolong aku... Tolong! Toloong..! .................... "Happy birthday to you...happy birthday to you...happy birthday,happy birthday...Happy birthday kakak.." Mataku silau oleh cahaya lilin yang tertancap di kue ulang tahun yang ia bawa. "Ayo,tiup lilinnya,Kak." ia menyodorkan kue itu ke arahku. "Aku yang membuat,di bantu Mama." adik tiriku itu masih tersenyum lebar. Aku terpana,jantungku berdebar.Selama 10 tahun aku hidup,baru kali ini ulang tahunku di rayakan. Biasanya Papa dan ke
"Kau bilang akan membantuku bebas,kan...?" bibir pucat Lira yang di poles lipstik warna merah oleh Sonia,berucap pelan. Kening Sonia berkerut.Dia sengaja mencoreng pipi Lira dengan lipstik,kemudian mendengus kesal. Lira yang memakai kebaya warna putih,dengan rambut panjang yang di sanggul sederhana,serta sisipan mawar merah,tak berusaha menghapus corengan lipstik yang seolah terlihat ia sedang tersenyum. "Kalau bisa,saat ini juga,aku ingin 'membebaskan' mu sampai dasar neraka." Sonia berkata bengis,persis di depan wajah Lira. Mata Lira meremang,namun ia tak berkata apa pun. "Kenapa kau tak ikut mati bersama anakmu?" Sonia menegakkan tubuhnya congkak.Ia meletakkan palette make up nya begitu saja ke atas meja. Sonia marah,
Adnan mendengarkan dengan kening berkerut dalam. Rendy yang berdiri di belakang Andreas mendesah beberapa kali. "Kenapa masih saja memohon untuk hal yang mustahil?" ucapnya dalam hati. "Johan yang menculik Lira.Dia juga memperkosanya sampai hamil dan anak yang di lahirkan tak selamat,karena Lira mengalami kekerasan fisik." berapi-api Andreas menerangkan di depan Ayahnya yang masih duduk tenang di kursi kebesaran. "Lira juga bilang,pasangan suami istri Prawira bukan meninggal karena kecelakaan seperti yang ada di berita,tapi karena di bunuh oleh Johan." ia melanjutkan. Ayahnya masih tak bergeming. Andreas menelan ludah.Raut wajahnya menyiratkan kekesalan,sebab respon yang di terima Ayahnya,jauh berbeda ketika se
Suara dentuman musik yang memekakan telingan tak mampu mengusik Andreas dari lamuannya tentang kejadian beberapa saat lalu."Lihat!" Rendy menunjukkan berita tentang kecelakaan suami-istri Prawira di ponsel.Andreas tertegun membaca isi berita tersebut."Begini mudahnya Johan membalikkan fakta atas kematian orang tuanya sendiri." Rendy kembali memperingati. "Sekarang,tak hanya gerombolan mafia di belakang Johan.Tapi,dia juga memiliki kekuasaan mutlak atas Prawira Enterprise!"Andreas meneguk gelas vodkanya sampai habis,dan menghisap lintingan ganjanya."Bro!" panggil Bryan dari lantai dansa. "Come on." ia bergoyang mengikuti ritme lagu bersama teman-teman wanitanya.Andreas menarik ujung bibirnya,lalu mengibaskan tangan. "Enak bener hidupn
Perlahan Lira membuka mata,dan mendapati langit-langit yang berwarna putih. Ia merasa tubuhnya begitu lemah,dengan bagian perut yang perih.Lira mulai mengingat-ingat kejadian apa saja yang menimpanya. Ia meneguk ludah dengan air mata meleleh,kala mengingat Ibunya yang di bunuh dengan kejam. Lira hendak bangkit,tapi perutnya begitu sakit. "Lira?" Andreas membuka pintu.Cepat-cepat ia menidurkan lagi Lira dan meninggikan posisi ranjang. "Kak Andreas.." bibir kering Lira berucap. "Kau baru saja di operasi.Kata Dokter,kau belum boleh bangun dan melakukan kegiatan berat apa pun minimal satu sampai dua hari." Andreas menjelaskan. Lira baru sadar,jika kini,ia berada di rumah sakit.Di r
Aku bukannya tak menyayangi anakku sendiri.Tapi rasa nyeri kehilangan ini,begitu menyakitkan.Aku berusaha meneggelamkan diri pada pekerjaan untuk melupakan.Tapi dirinya yang terus tumbuh dan semakin mirip dengan Anita-ku,begitu mengoyak perasaanku.Sakit..Sakit..Begitu sakit rasanya kehilangan pasangan hidup.***"Papa,bu guru bilang,gambarku bagus."bocah berseragam T.K itu sumringah memperlihatkan gambar rumah dengan dua saudara serta Ayahnya di depan pintu.Aji mengabaikan,melirik pun tidak.***"Papa,aku juara kelas!" dengan penuh semangat,Johan yang berseragam putih merah berlari menunjukkan nilai raportnya yang sempurna.Namun Aji hanya melihat