Lira berteriak histeris saat Johan menjulurkan tangan untuk meraihnya. Dia kembali menangis dan berusaha untuk melepaskan diri.
Johan tersenyum lebar tanpa mau melepas pegangan tangannya pada pergelangan lengan Lira. "Ada apa Lira sayang ?" tanyanya ringan.
Lira makin keras berteriak. Di pukulinya berkali-kali dada dan pundak Johan agar lelaki itu menjauh darinya. Tapi itu hanya serasa seperti kibasan ringan yang membuat Johan tertawa geli.
"Ayo makan." wajah tampan dan suara ramah Johan masih terpampang di hadapan raut wajah Lira yang basah oleh air mata dan raut ketakutan. "Aku akan menyuapi mu, ya ?" Johan tersenyum lebar memperlihatkan deretan gigi putihnya yang rapi dan tak bercela.
Lira mengeleng berkali-kali dengan suaranya yang mirip cicitan tikus karena begitu memelas dalam upaya melepaskan dirinya yang tak mungkin berhasil.
Senyum Johan makin sumringah. Ia mel
Hujan rintik-rintik mengiringi kepulangan suami istri Prawira yang baru saja memarkirkan mobilnya di depan rumah.Supir pribadi mereka bergegas turun membukakan pintu untuk Sang Majikan."Selamat datang Tuan, Nyonya." Dua orang Pelayan wanita sudah menunggu untuk membawakan barang-barang mereka.Aji yang baru turun dari mobil mengerenyit. "Aku tidak pernah melihat kalian." ia berkata."Ada apa ?" tanya Liana yang terhalang Suaminya karena berhenti mendadak.Kedua Pelayan itu masih menunduk, pura-pura sibuk membantu si Supir yang mengeluarkan barang-barang dari bagasi mobil."Wajah mereka..aku jarang memperhatikan Pelayan. Tapi, aku kurang familiar dengan mereka." Aji mencermati.Istrinya ikut memperhatikan."Kami memang baru..." salah satu dari Pelayan itu menunduk dan akhirnya angkat bicara."Pap
Pasangan suami istri itu terkejut mendengar penuturan Johan."A'apa ?" Liana yang pertama berucap. Sedang suaminya masih membelalakkan mata menatap ke arah anak lelakinya."Lira sedang dekat dengan seorang." Johan mengulang kalimatnya. "Mungkin mereka berpacaran,atau..entahlah yang jelas mereka dekat." Johan berkata ragu."Siapa? Sejak kapan?" tanya Liana tak sabar.Johan menelan ludah. Ia seperti ragu untuk mengungkapkan. Dilirik Ayahnya yang masih menatap tajam ke arahnya. "Papa pasti tahu anak lelaki keluarga Marthadinata." ucap Johan perlahan.Aji kaget mendengarnya. Ia dan istrinya saling pandang, sebelum kembali melihat ke arah Johan."Lira dekat dengannya." lanjut Johan sambil menautkan jari-jemari tangannya gelisah."Yang mana ?" Aji akhirnya bersuara. "Yang aku tahu Adnan Marthadinata punya dua orang putra. Tapi yang sering ikut
Mereka terus masuk ke lorong dengan penerangan remang-remang. Semakin ke dalam, mulai terdengar keramaian dari suara orang-orang yang bersorai dan berteriak.Semakin terang dan luas area yang mereka jajaki. Terlihatlah sebuah tempat mirip area tinju lengkap dengan ring ditengah dan deretan kursi penonton yang mengelilingi.Di atas ring tampak dua orang pria bertopeng dengan beberapa bagian tubuhnya yang terluka saling menendang dan memukul."Aku kira kau akan melewatkan kesempatan ini." seorang pria gempal berjas hitam dengan topeng menyeramkan menutupi separuh wajahnya menghadang langkah mereka."Mana mungkin aku melewatkan uang yang pasti jadi milikku." Johan berkata ringan.Pria itu tertawa terbahak. "Aku bertaruh banyak untukmu, Joker. Jangan kecewakan aku." ia menyalakan cerutunya."Aku pastikan kau akan semakin kaya dengan bisnis ini Mr Jack." Joh
Hampir tidak ada peraturan dalam pertandingan brutal tersebut selain di larang memukul wajah dan area vital. Lainnya bebas. Bahkan jika salah satu petarung meninggalpun, akan ada pihak yang membereskan tanpa si lawan harus susah-susah bertanggung jawab atas kematianya.Miris? Ya, semua kembali ke uang yang berkuasa. Dalam semalam seorang gelandangan yang pandai ilmu bela diri dan ikut terjun ke dalam turnamen dan memenagkannya, niscaya esoknya dia akan menjadi kaya raya.Jadi jangan heran jika seorang Johan yang walaupun terlahir dari keluarga mampu, namun minim uang jajan, bisa membelikan Sonia satu unit Apartemen lengkap dengan isinya pasca pembunuhan yang mereka lakukan pada Ayah tiri Sonia.BUAAAKK!!Sebuah pukulan di dada langsung di layangkan Dog begitu tanda pertandingan di mulai berbunyi. Johan oleng, namun tidak sampai membuatnya ambruk. Ia hanya terdorong sampai batas ring dan langsung berp
Johan memainkan gepokan uang berwarna merah yang memenuhi tas ransel berwarna hitam di pangkuannya.Sesekali ia tertawa senang mengingat moment penghabisan Dog yang mati kutu di bawah kakinya.Puas menimang dan iseng mengelap keringat yang mengalir di dahi dengan lembar uang seratus ribuan itu, Johan menutup resleting tas ransel penuh uang tersebut dan melempar ke jog belakang."Aku bahagia sekali malam ini." ia menyandarkan diri pada jog mobil sambil tersenyum lebar ke arah Sonia yang masih sibuk dengan jarum suntik dan obat."Aku tingkatkan dosisnya, karena lukamu cukup parah." Sonia berkata dengan wajah serius. Ia tak menanggapi Johan yang membelai-belai rambut panjangnya dan mencium dengan gaya di buat-buat untuk melucu.Tapi bagi Sonia yang telah melihat luka yang ada hampir di semua bagian perut,dada dan punggung Johan, tak ada rasa gembira sedikitpun. Kecuali cemas dan kha
"LIRAAA..!" Liana bangkit dari tidur dan berteriak. Tangannya meraih kegelapan kamar tidur mewahnya yang kesemua lampu telah di matikan."Liana ?" Aji yang tidur di sebelah kaget dan ikut terbangun. "Kau mimpi buruk?"tanyanya sambil merangkul dan menenangkan istrinya yang berkeringat dingin dengan pandangan syok."Lira.." ia menangis. "Aku bermimpi Lira berada di tempat yang sangat gelap." ia memandang Suaminya dengan air mata berderai. "Dia menangis dan menjerit-jerit memanggilku." ucap Liana mencoba kuat meskipun rongga dadanya sesak oleh kekalutan. "Tapi saat aku berusaha menolong, Lira semakin menjauh dan makin masuk ke dalam lorong gelap yang dalam. Lira..dia terlihat sangat menderita." Liana terisak, hatinya rapuh membayangkan seandainya itu bukan hanya sebuah mimpi. Tapi pertanda buruk akan keselamatan putrinya.Aji segera memeluknya. "Tenanglah, itu hanya mimpi buruk karena kau terlalu memikirkan Lira."&nbs
Liana menyalakan saklar lampu, membuat ruang tidur anaknya tersebut terang benderang.Hatinya teremas ngilu melihat kamar Lira yang tertata rapi dan masih tampak sama seperti saat terakhir ia ingat.Ia berjalan perlahan menelusuri barang-barang Lira yang berjajar di dalammya. Sampai ia berhenti pada potret ukuran 4R yang berada di atas meja belajar.Potret diri Lira dan Johan yang tengah tertawa. Liana tersenyum mengingat moment ketika Lira lulus SMP dan di hari yang sama pesawat yang mereka naiki delay. Jadilah perwakilan keluarga hanya Johan, karena dua kakaknya yang lainpun sangat sibuk dan baru mengucapkan selamat pada malam harinya ketika mereka merayakan dengan makan malam."Sejak dulu Johan memang yang paling sayang pada Lira."Liana berguman lalu di letakkan kembali figura photo tersebut pada tempatnya.Suasana begitu tenang dengan hanya terdengar suara detak jam wek
Bagaimana pun kita akan ke rumah keluarga Prawira untuk menjelaskan." Adnan memutuskan."Nggak!" Andreas menolak keras. Ia menyandarkan punggungnya ke kursi sambil menyandarkan kepalanya pada tangan.Ayahnya masih diam memandang. Sedang Rendy berpikir keras mencari jalan tengah supaya Tuan mudanya itu mau menurunkan sedikit egonya dalam keadaan seperti ini."Aku kan sudah bilang nggak tahu di mana Lira. Buat apa aku ke sana?" wajah Andreas makin masam."Lebih baik turuti saja." Rendy berkata pelan, hampir seperti bisikan."Ogah." ucap Andreas dengan kening berkerut karena Rendy tak membelanya."Nanti malam kita ke rumah keluarga Prawira." Adnan bangkit dari duduknya."Aku sudah memutuskan, aku harap nanti malam kalian bersiap untuk ke sana."Andreas mengangga memandang Ayahnya yang mengabaikan perkataannya dan langsung berjalan menunju pin
"Semalam hujannya deras sekali,pohon di dekat rumahku sampai tumbang."seorang suster bercerita. "Padahal sudah masuk musim kemarau.Tapi masih hujan saja." rekannya menimpali. "Bikin malas berangkat shif pagi." ia tertawa. "Mendung memang paling enak buat rebahan." rekannya membenarkan dan ikut tertawa. Dua orang suster itu berjalan beriringan di koridor rumah sakit dengan beberapa pasien yang nampak di sekitar taman untuk menghirup udara segar. "Selamat pagi." dari arah berlawanan,seorang suster lain menyapa. "Selamat pagi." berbarengan mereka menyahut. Pasien yang berada di samping suster tersebut,ikut tersenyum kepada mereka berdua.
Pesta topeng yang di selengarakan di salah satu Hotel milik Keluarga Marthadinata itu begitu meriah.Penyanyi papan atas di undang untuk semakin menghangatkan suasaan.Pesta ulang tahun Perusahaan tahun ini memang spesial,sebab Pimpinan Perusahaan,yaitu Adnan Marthadinata,memperkenalkan menantu beserta cucu cantiknya.Di atas panggung dengan dekorasi hitam-emasnya,Andreas terlihat bahagia mengandeng istri mungilnya yang terlihat menawan dalam balutan gaun malam."Daddy,gendong."putri kecilnya yang bermata cokelat terang mirip dirinya merengek manja.Andreas yang dulu angkuh,terkesan tak peduli,serta seenaknya sendiri.Menjelma menjadi sosok Ayah yang penyayang.Dan itu sangat terlihat dari caranya memperlakukan gadis kecil tersebut.Pria berjas merah dan bertopeng badut itu
Asalamualaikum wr wb Apa kabar?Semoga kita semua masih di beri kesehatan di masa pandemik Covid 19,serta di mudahkan dalam memperoleh rizki. Bercerita tentang PSYCHOPATH LOVE,ini novel yang saya buat paling lama,hampir satu tahun dengan jumlah bab di bawah 90. Jujur saya sangat kesulitan dengan tokoh Johan yang dari awal kemunculan di Novel SEBENARNYA sudah sangat dark. Menulis adegan sadis dan berdarah-darah di Novel ini adalah yang pertama. Saya tertantang,bisa tidak feel dark ini sampai ke pembaca hanya lewat tulisan?(Kalau nonton kan sudah pasti langsung kerasa banget) Dan saya senang membaca beberapa komentar,yang merasakan ketegangan itu. Walaupun untuk saya sendiri,belum merasa berhasil 'menggambarkan' rasa ngeri itu lewat tulisan.🙈
POV Johan- Gelap, Takut, Punggungku sakit,habis di cambuk Papa. Pipi ku perih di pukul Kak James. Kepala ku pusing dan berdengung. Tolong aku... Tolong! Toloong..! .................... "Happy birthday to you...happy birthday to you...happy birthday,happy birthday...Happy birthday kakak.." Mataku silau oleh cahaya lilin yang tertancap di kue ulang tahun yang ia bawa. "Ayo,tiup lilinnya,Kak." ia menyodorkan kue itu ke arahku. "Aku yang membuat,di bantu Mama." adik tiriku itu masih tersenyum lebar. Aku terpana,jantungku berdebar.Selama 10 tahun aku hidup,baru kali ini ulang tahunku di rayakan. Biasanya Papa dan ke
"Kau bilang akan membantuku bebas,kan...?" bibir pucat Lira yang di poles lipstik warna merah oleh Sonia,berucap pelan. Kening Sonia berkerut.Dia sengaja mencoreng pipi Lira dengan lipstik,kemudian mendengus kesal. Lira yang memakai kebaya warna putih,dengan rambut panjang yang di sanggul sederhana,serta sisipan mawar merah,tak berusaha menghapus corengan lipstik yang seolah terlihat ia sedang tersenyum. "Kalau bisa,saat ini juga,aku ingin 'membebaskan' mu sampai dasar neraka." Sonia berkata bengis,persis di depan wajah Lira. Mata Lira meremang,namun ia tak berkata apa pun. "Kenapa kau tak ikut mati bersama anakmu?" Sonia menegakkan tubuhnya congkak.Ia meletakkan palette make up nya begitu saja ke atas meja. Sonia marah,
Adnan mendengarkan dengan kening berkerut dalam. Rendy yang berdiri di belakang Andreas mendesah beberapa kali. "Kenapa masih saja memohon untuk hal yang mustahil?" ucapnya dalam hati. "Johan yang menculik Lira.Dia juga memperkosanya sampai hamil dan anak yang di lahirkan tak selamat,karena Lira mengalami kekerasan fisik." berapi-api Andreas menerangkan di depan Ayahnya yang masih duduk tenang di kursi kebesaran. "Lira juga bilang,pasangan suami istri Prawira bukan meninggal karena kecelakaan seperti yang ada di berita,tapi karena di bunuh oleh Johan." ia melanjutkan. Ayahnya masih tak bergeming. Andreas menelan ludah.Raut wajahnya menyiratkan kekesalan,sebab respon yang di terima Ayahnya,jauh berbeda ketika se
Suara dentuman musik yang memekakan telingan tak mampu mengusik Andreas dari lamuannya tentang kejadian beberapa saat lalu."Lihat!" Rendy menunjukkan berita tentang kecelakaan suami-istri Prawira di ponsel.Andreas tertegun membaca isi berita tersebut."Begini mudahnya Johan membalikkan fakta atas kematian orang tuanya sendiri." Rendy kembali memperingati. "Sekarang,tak hanya gerombolan mafia di belakang Johan.Tapi,dia juga memiliki kekuasaan mutlak atas Prawira Enterprise!"Andreas meneguk gelas vodkanya sampai habis,dan menghisap lintingan ganjanya."Bro!" panggil Bryan dari lantai dansa. "Come on." ia bergoyang mengikuti ritme lagu bersama teman-teman wanitanya.Andreas menarik ujung bibirnya,lalu mengibaskan tangan. "Enak bener hidupn
Perlahan Lira membuka mata,dan mendapati langit-langit yang berwarna putih. Ia merasa tubuhnya begitu lemah,dengan bagian perut yang perih.Lira mulai mengingat-ingat kejadian apa saja yang menimpanya. Ia meneguk ludah dengan air mata meleleh,kala mengingat Ibunya yang di bunuh dengan kejam. Lira hendak bangkit,tapi perutnya begitu sakit. "Lira?" Andreas membuka pintu.Cepat-cepat ia menidurkan lagi Lira dan meninggikan posisi ranjang. "Kak Andreas.." bibir kering Lira berucap. "Kau baru saja di operasi.Kata Dokter,kau belum boleh bangun dan melakukan kegiatan berat apa pun minimal satu sampai dua hari." Andreas menjelaskan. Lira baru sadar,jika kini,ia berada di rumah sakit.Di r
Aku bukannya tak menyayangi anakku sendiri.Tapi rasa nyeri kehilangan ini,begitu menyakitkan.Aku berusaha meneggelamkan diri pada pekerjaan untuk melupakan.Tapi dirinya yang terus tumbuh dan semakin mirip dengan Anita-ku,begitu mengoyak perasaanku.Sakit..Sakit..Begitu sakit rasanya kehilangan pasangan hidup.***"Papa,bu guru bilang,gambarku bagus."bocah berseragam T.K itu sumringah memperlihatkan gambar rumah dengan dua saudara serta Ayahnya di depan pintu.Aji mengabaikan,melirik pun tidak.***"Papa,aku juara kelas!" dengan penuh semangat,Johan yang berseragam putih merah berlari menunjukkan nilai raportnya yang sempurna.Namun Aji hanya melihat