Begitu selesai melakukan tes dan Dokter Park mengatakan semuanya baik, Marcus dan Rachel pergi meninggalkan rumah sakit. Mereka akan kembali ke rumah sakit beberapa hari lagi untuk proses selanjutnya.
Setelah sampai di rumah, Rachel kembali diminta masuk ke dalam kamar. Namun, kali ini Rachel menahan pintu ketika akan ditutup oleh William. “Bolehkah aku meminta ponselku? Aku ingin menelepon adikku,” ucap Rachel yang sejak berada di tempat ini tidak memiliki akses berkomukasi dengan dunia luar.
“Maaf, hanya Tuan Cho yang bisa memberikan hal itu. Istirahatlah.”
“Tapi, sekarang hari ulang tahun adikku. Aku sudah berjanji sebelumnya akan ke Busan, tapi aku tidak bisa menepati janji, jadi biarkan aku menelepon adikku. Aku tidak akan mengatakan apa-apa tentang hal ini, atau tentang Marcus. Aku mohon.” Rachel kembali berusaha mendapat salah satu haknya sebagai manusia.
“Aku akan mengatakan ini pada Tuan Cho, semoga dia mengerti. Sekarang, istirahatlah. Jika merasa bosan, kau boleh keluar dari kamar untuk jalan-jalan di dalam rumah. Aku tidak akan mengunci pintu kamar, jadi kau tidak perlu khawatir. Ini adalah perintah dari Tuan Cho. Aku permisi.” William tersenyum pada Rachel, lalu menutup pintu agar dia bisa istirahat.
Rachel benci ini. Entah atas dasar apa segala hal yang ia lakukan kini harus dengan persetujuan Marcus. Bukan ia yang ingin Marcus membantunya, tapi pria itu yang datang begitu saja lalu membuatnya memiliki hutang yang harus dibalas dengan rahimnya. Bukankah itu terlalu kejam?
“Aku ingin keluar dari sini. Aku ingin pulang.” Rachel menyandarkan tubuhnya di pintu, hingga akhirnya duduk dan memeluk kedua lututnya. Isak tangis terdengar jelas di kamar ini, tapi tetap tidak ada siapa pun yang bisa menolong Rachel.
••••
Pada saat malam hari, pukul 9 malam, turun hujan dan seorang wanita berjalan seorang diri sambil membawa payung dari tempat kerjanya. Wanita bernama Hana ini sudah biasa melewati jalan ini, tapi entah kenapa sekarang tiba-tiba merasa ada yang aneh di sini, rasanya seperti ada yang mengikutinya. Tapi, ketika Hana membalikan badannya tidak ada siapa pun.
Hana mempercepat langkahnya karena mulai takut walau tidak ada siapa-siapa di belakangnya. Namun, secara tiba-tiba seseorang dari belakang membekap mulut Hana dan menyeretnya ke tempat sepi.
Dalam waktu sekejap si orang misterius yang memakai pakaian serba hitam itu telah berhasil mengikat kedua tangan dan kaki Hana, lalu menyumpal mulut Hana dengan stokingnya sendiri. Pria itu membuka topi dari jas hujan yang ia kenakan, membuat Hana terkejut karena ternyata pria yang menculiknya adalah pria yang meminta maaf padanya tadi siang, setelah tidak sengaja menabraknya.
“Kau tahu? Siapa pun itu, kau harus menerima permintaan maaf dari seseorang yang sudah tulus berkata maaf padamu. Bersikap lebih sopan itu penting dan jika tidak maka inilah akibatnya,” ucap Louis, kemudian menyalakan sebatang rokok dan menyemburkan asapnya ke wajah Hana, wanita yang sudah sangat ketakutan.
“Aku harus menghukummu.” Louis tersenyum pada Hana. Seperti orang yang tidak punya perasaan, kini Louis dengan sengaja melukai wajah Hana menggunakan api dari rokoknya.
Sakit sekali rasanya, tapi Hana tidak bisa berteriak minta tolong, hanya ada air mata dan tatapan ketakutan dari mata Hana. Tidak pernah Hana sangka ucapan sinisnya akan dibalas oleh hal seperti ini. Andai waktu bisa diulang, ia berjanji akan berbicara dengan lebih baik.
“Apa sangat sakit? Kasihan sekali, wajah cantikmu sudah cacat sekarang. Kau pasti ingin mengulang waktu dan berjanji akan berbicara lebih baik pada orang lain. Mati saja, maka kau bisa belajar di kehidupan selanjutnya.” Dengan nada suara rendah, tapi menakutkan. Begitulah cara bicara Louis saat ini.
“Sebelum kau mati, ayo sedikit bermain.” Louis merobek baju yang Hana kenakan dan memperlihatkan dada wanita itu yang terbungkus bra berwarna putih.
••••
“Tuan, saya lupa menyampaikan kalau kemarin, Rachel ingin meminta ponsel untuk menelepon adiknya yang sedang berulang tahun.”
Marcus yang baru saja membuka pintu mobil menoleh pada William. “Tidak akan kuberikan. Aku tidak ingin baik pada wanita,” ujar Marcus, lalu masuk ke dalam mobilnya.
“Tapi, ini penting untuk menjaga agar dia tidak tertekan. Dokter Park mengatakan program bayi tabung tidak akan berjalan lancar jika calon ibunya stres atau tertekan.” William kembali bicara, tapi Marcus tidak peduli dan malah pergi.
William terlihat menghela napas. “Aku sudah melakukan yang terbaik,” gumam William yang memang tidak bisa berbuat banyak.
••••
Tidak ada telepon yang bisa Rachel gunakan di rumah Marcus. Gerak geriknya pun selalu diawasi oleh pengawal Marcus, membuat Rachel tidak bisa berbuat apa-apa, selain berjalan-jalan di dalam rumah besar Marcus hingga akhirnya menemukan sebuah ruangan besar yang terlihat gelap.
“Tidak ada yang memberimu izin masuk ke sana.” Terdengar suara dingin milik Marcus Cho. Sesaat setelahnya, Marcus menarik Rachel dari ambang pintu ruangan gelap itu.
Marcus menyudutkan Rachel ke tembok dan memberikan tatapan dingin pada wanita itu. “Apa William tidak mengatakan kalau kau hanya boleh jalan-jalan, bukan masuk ke sembarang ruangan?” nada bicara Marcus benar-benar menakutkan sekarang.
“Apa yang kau sembunyikan di ruangan itu?” Rachel balik bertanya pada Marcus.
“Kenapa kau ingin tahu? Lebih baik jangan mengurus sesuatu yang bukan urusanmu. Mengetahui banyak hal hanya akan membuatmu berada dalam bahaya.” Entah apa maksud ucapan Marcus yang satu ini, Rachel sungguh tidak mengerti.
Rachel tidak berkata apa-apa lagi, terlepas dari betapa besar keinginannya untuk tahu isi di dalam ruangan itu. Marcus terlalu menakutkan sekarang, sampai menatap matanya pun ragu untuk Rachel lakukan.
“Apa yang membuatmu tidak stres atau tertekan?” lalu secara tiba-tiba kalimat ini keluar dari mulut Marcus.
Rachel yang tadinya tidak menatap Marcua, kini seketika menatap pria itu. “Kenapa tiba-tiba ....”
“Katakan saja! Aku tidak ingin kau stres, lalu program bayi tabung terganggu dan akhirnya aku harus tinggal lebih lama denganmu. Itu sangat menyebalkan!” Marcus menyela ucapan Rachel. Marcus tidak tahu kalau sifatnya yang seperti ini saja sudah bisa membuat Rachel stres.
“Lepaskan aku. Ada banyak wanita diluar sana, kau bisa meminta mereka mengandung anakmu. Aku tidak bisa melakukan ini.” Rachel tidak sadar bahwa kalimat ini adalah kesalahan besar.
Dengan kasarnya Marcus mencengkram dagu Rachel. Ia sudah bertanya baik-baik dan sangat kesal karena mendapat jawaban seperti itu. “Kau lupa ancamanku? Atau kau pikir, aku main-main dengan ancamanku? Jangan memancing amarahku. Aku bisa hilang kendali jika dibuat marah oleh makhluk yang paling kubenci.”
“Tolong perlakukan aku dengan lebih baik. Jangan menambah kenangan burukku tentang pria. Aku hanya akan meminta itu.” Rachel memohon karena dagunya terasa sakit akibat cengkeraman Marcus.
Kenangan buruk tentang pria. Mendengar kalimat itu membuat Marcus langsung berpikir bahwa Rachel pasti selalu diperlakukan buruk oleh pria. Tapi, Rachel tidak terlihat seperti membenci pria. Bagaimana cara Rachel melakukan itu?
••••
Di tempat lain, Louis baru saja kembali ke rumahnya dan langsung mencuci pisau yang penuh dengan darah. Begitu selesai, Louis meletakkan pisaunya di atas meja yang ada di kamarnya. Kini, Louis mengeluarkan kotak yang telaknya tersembunyi.
Dalam kotak itu terlihat banyak foto Rachel. Foto itu Louis dapat dari hasil menguntit Rachel. Dan ya, Louis tahu siapa satu-satunya saksi mata yang melihatnya membunuh seseorang. “Kenapa harus kau yang melihat kelakuan burukku? Maaf, karena telah membuat matamu ternodai, Sayang,” ujar Louis, lalu mengecup foto Rachel layaknya pria yang terobsesi pada seorang wanita.
“Dimana kau sekarang? Kenapa kau tidak ada di tempatmu? Apa kau pergi bersama pria lain? Tidak. Kau hanya boleh menjadi milikku, atau kau harus mati agar tidak dimiliki pria lain. Jangan khawatir, aku pasti akan menemukanmu.” Louis tersenyum sembari menatap foto Rachel.
******
Bersambung ....
Air mata Rachel menetes begitu saja ketika mendengar lagu milik Younha yang berjudul Wasted diputar pada salah satu program TV yang ia tonton. Seseorang pernah berjanji padanya, seperti dalam lirik lagu itu, dia berkata tidak akan pernah meninggalkannya walau semua orang di dunia ini meninggalkannya. Tapi pada akhirnya, orang itu tidak menepati janjinya, dia menghilang begitu saja tanpa ada kabar sampai sekarang. Rachel meremas tangannya, terutama jari manisnya tempat cincin indah melingkar di sana sejak 4 tahun yang lalu. Cincin itu tidak pernah sekalipun Rachel lepaskan karena masih berharap orang yang memasangkan cincin itu akan kembali dan memeluknya dengan erat. Marcus yang baru saja selesai mandi dan turun dengan rambut yang masih setengah basah tampak terdiam saat melihat Rachel duduk di depan TV dengan bahu yang bergetar seperti orang menangis. Tidak, bukan sepertinya, tapi dia memang menangis, ia bisa mendengar isak tangis
Masyarakat Korea kembali digemparkan oleh penemuan jasad wanita yang kondisinya sama seperti korban kasus pembunuhan dan pemerkosaan yang sampai sekarang belum terpecahkan. Pipi korban dilukai, kemudian diperkosa dan setelahnya dibunuh bahkan lidahnya dipotong. Polanya sama, hingga pihak kepolisian membuat kesimpulan bahwa ini adalah pembunuhan berantai. Rachel melihat berita ini di TV. Ketakutan seketika terlihat di wajahnya. Pembunuh itu telah kembali setelah hampir 3 tahun tidak pernah membunuh. Ia yakin ini adalah orang yang sama jika melihat caranya menghabisi si korban. “Dia kembali," Rachel bicara dengan sangat pelan. Sementara di kantor, Marcus juga sudah mengetahui berita itu melalui ponselnya. Cara pembunuhan yang sama, maka pastilah dilakukan oleh orang yang sama. Entah apa yang ada di dalam pikiran pembunuh itu sampai membunuh wanita. Ia memang benci pada wanita, tapi tidak sampai pada tahap membunuh
Kedua mata Rachel membulat, tidak percaya dengan apa yang baru saja didengarnya. Pria psycho itu mengajaknya berkencan dan itu pasti hanya untuk tidur bersama. Sungguh, Marcus benar-benar tidak waras. “Aku yang punya masalah denganmu.” “Kalau begitu, lebih baik kau diam saja! Kau pikir, kepalaku tidak sakit mendengar celotehanmu? Cepat tidur!” walau pernah berjanji akan bersikap lebih baik pada Rachel, pada kenyataannya kadang sikap Marcus masih sama saja. “Aku belum mengantuk,” ucap Rachel ketus. Ia ingin keluar dari kamar, sebab sangat muak satu kamar dengan Marcus. “Kau berani ....” “Kau ingin membuatku stres, lalu keguguran? Baiklah, teruslah berteriak padaku.” Rachel menyela ucapan Marcus, hingga membuat pria itu tertegun. “Keluarlah. Aku tunggu di sini.” Marcus memperhalus nada bicaranya. Sedang
Langit musim semi terlihat cerah hari ini, udara di Nami Island juga sangat segar hingga membuat Rachel menghirup oksigen sebanyak mungkin, lalu menghembuskannya sembari tersenyum. Ia tahu Marcus melakukan semua ini demi calon anak yang ada di kandungannya, bukan karena pandangan pria itu telah berubah terhadap wanita. Tidak apa-apa, ia memiliki keyakinan kalau perlahan Marcus pasti bisa berhenti melihat wanita sebagai makhluk yang menjijikan dan harus dijauhi. “Nami Island sangat indah,” ucap Rachel dan terdengar sampai ke telinga Marcus, karena pria itu berdiri di sebelahnya. “Biasa saja. Bagiku, tidak ada tempat indah di dunia ini.” Dan Marcus menyahuti ucapan Rachel dengan kalimat seperti itu. Ia baru saja berbagi pandangannya tentang dunia. Wanita cantik ini berdecak pelan mengetahui begitu cara Marcus memandang dunia. Pantas saja dia tidak pernah terlihat bahagia walau hanya sekali
Bukan perkara mudah bagi Marcus untuk membuat Rachel tetap merasa aman setelah kejadian di Nami Island. Dari Nami Island hingga sampai di rumah dan sekarang sudah pukul 8 malam, wanita itu tidak pernah sekalipun melepaskan genggaman tangannya. Rachel selalu menempel padanya seakan rasa aman itu hanya ada padanya. Sedangkan Marcus tidak bisa berbuat apa-apa, selain tetap membiarkan Rachel terus menempel padanya. Ia sudah tahu apa yang terjadi, jadi bisa memahami bagaimana perasaan Rachel. Maka dari itu, ia akan melupakan sejenak rasa bencinya, sebab ini juga menyangkut anaknya. “Lebih baik kau mandi dulu, lalu tidur," ucap Marcus, tapi Rachel menggeleng. “Bagaimana jika dia tiba-tiba muncul di kamar mandi? Lalu ....” “Dia tidak akan bisa masuk ke rumahku. Aku juga sudah memerintahkan beberapa orang yang sangat ahli untuk mencari keberadaannya. Aku akan menunggumu
Ini masih terlalu siang untuk minum alkohol, tapi Marcus baru saja meneguk habis minuman beralkohol yang ada di dalam gelas itu. Setelah pembicaraan dengan Rachel tadi dan diakhiri oleh dirinya yang terdiam, pikirannya menjadi agak tidak fokus sekarang. Ia tidak mengerti kenapa harus wanita yang membuatnya merasa nyaman. Kenapa bukan sesuatu yang bisa dibeli dengan uang dan tidak memiliki kemungkinan menyakitinya? “Lihatlah dirimu. Kau pikir, pria sepertimu pantas untuk Jira?” “Wajahmu terlihat menakutkan.” “Dia sungguh saudaranya Alex? Kenapa Alex bisa memiliki saudara seperti itu?” Semua kalimat menyakitkan yang Marcus terima di hari ulang tahunnya terus terngiang bersama dengan tawa murid wanita yang mengejeknya. Bahkan bayangan saat pacarnya tidur dengan Alex lagi-lagi muncul di benaknya. Ini memuakkan dan menyakitkan hingga Marcus membanting gelas di
Louis baru saja menyalakan satu batang rokok, sembari berjalan keluar dari tempatnya berbelanja tadi. Beberapa bahan makanan sudah ada di dalam kantong plastik yang ada di tangannya. Tidak ada yang mencurigakan darinya, pria ini terlihat seperti orang ramah bahkan tidak ragu membantu seorang nenek yang kesulitan menyeberang jalan. Ada senyuman di bibir Louis, ditambah tatapan hangat yang akan membuat siapa pun yakin bahwa ia adalah pria baik-baik. Jika sekarang kalian mengatakan bahwa pria ini adalah seorang psikopat, maka mungkin tidak akan ada satu pun orang akan percaya. Pada kenyataannya, psikopat adalah seseorang yang tahu betul tentang keramahan. Namun, kemarahan psikopat sangatlah menyeramkan. Dalam perjalanan pulang, Louis melihat nenek yang tadi ia bantu menyeberang di bentak oleh seorang laki-laki muda karena tidak sengaja ditabrak. Laki-laki muda itu mengatakan sedang buru-buru. Dia terus membentak tanpa peduli tentang sang nene
Jira tidak pernah menyangka akan melihat Marcus sangat berbeda setelah sekian lama berpisah. Yang ia tahu, pria itu adalah sosok pria yang hangat, bukan dingin seperti sekarang ini. Marcus seharusnya adalah orang yang enak diajak bicara, tapi saat ini menatap mata Marcus saja ia merasa takut. Seperti ada kilatan petir di matanya yang bisa menyambar siapa pun jika berani menatap mata itu. “Apa maksud ucapanmu? Aku punya anak?” Marcus bertanya pada Jira. Lagi-lagi, Jira merasa kalau Marcus sangatlah berbeda. Ini seperti bukan Marcus yang ia kenal. Tidak begini cara bicara Marcus yang ia kenal. “Ada apa denganmu? Kau tidak seperti Marcus yang dulu.” “Jawab saja pertanyaanku!” Marcus meninggikan suaranya. Ia tidak akan pernah lupa pada Jira, tidak akan sampai kapan pun, begitu juga dengan masa lalu menyakitkan yang membuatnya tidak bisa lagi menjadi Marcus yang dulu.
Setelah banyak waktu berlalu, kini Marcus tidak dapat menahan senyuman bahagianya saat bersama wanita yang berhasil mengubur dalam-dalam kebenciannya. Saat ini, Marcus menidurkan Rachel di atas ranjang, lalu naik ke atas tubuh wanita cantik itu. Marcus membelai pipi Rachel, sedangkan bibirnya mulai mencium hangat bibir wanita itu. Ini adalah ciuman menuntut, Rachel bisa merasakannya. Tidak masalah, karena Rachel akan memberikan apapun yang Marcus inginkan. Tangan Marcus yang tadi membelai pipi Rachel, kini perlahan turun untuk membuka kancing baju sang istri dan bibirnya pindah ke dada Rachel yang mulai terlihat karena kancing bagian atas bajunya sudah terbuka. Marcus menatap Rachel saat satu tanganya membuka satu persatu kancing baju istrinya, lalu pria ini memberikan senyum nakalnya setelah berhasil membuka semua kancing baju Rachel. Marcus membisikan sesuatu di telinga Rachel yang membuat mata wanita cantik itu membulat. “Jangan main-main! Jukyung
Pada akhirnya, Hong Seung Jo dan Jang Min Ji dijatuhi hukuman mati atas kejahatan mereka. Tidak hanya Seung Jo dan Min Ji, tapi pria yang memperkosa korban juga telah ditangkap dan dijatuhi hukuman penjara. Itu setimpal untuk segala perbuatan mereka. Min Ji hanya bisa menangis ketika dirinya dijatuhi hukuman mati. Kalau saja waktu bisa diulang, maka Min Ji tidak akan pernah terlibat dalam kejahatan Seung Jo. Namun, nasi sudah menjadi bubur. Mengulang waktu adalah hal yang tidak mungkin bisa dilakukan. Sedangkan Seung Jo hanya memperlihatkan ekspresi datar saat dibawa keluar dari ruang sidang. Walau terlihat datar, bukan berarti Seung Jo tidak merasakan apa-apa. Mata Seung Jo terlihat sembab karena menangis semalaman setelah membaca buku diary milik ibunya yang dikirim oleh Aaron. Seung Jo tidak pernah mengira jika ibunya ternyata merasa sangat bersalah padanya. Kalimat di lembar terakhir yang membuat air mata Seung Jo tumpah dan akhirnya menangis semalaman pa
Seung Jo sadar jika dirinya diikuti oleh Tae Woo. Ini membuatnya mengumpat, lalu menambah kecepatan mobilnya. Namun, Seung Jo harus mengakui bahwa Tae Woo sangat handal dalam mengemudi hingga sangat sulit untuk melarikan diri darinya. Saat ini, Tae Woo masih terhubung dengan Marcus untuk memberitahu pria itu harus ke arah mana. Dan Marcus yang satu mobil dengan Seo Woo memacu mobilnya dengan kecepatan sangat gila. Sejujurnya, Seo Woo takut dengan kecepatan mobil Marcus, tapi kondisi saat ini sangat darurat. Memacu mobil dalam kecepatan pelan bukanlah pilihan terbaik. Marcus tidak mengerti kenapa selalu ada saja yang berhasil membawa Rachel menjauh darinya saat segala usaha sudah ia lakukan agar Rachel baik-baik saja. Sudah ada empat pengawal, mana mungkin Rachel bisa dibawa pergi oleh seorang pria tua? Lagipula, apa masalah pria itu dengan Rachel? Marcus sudah mengetahui ke arah mana mobil yang membawa Rachel pergi, jadi ia tahu bagaimana cara agar bisa cepat
3 bulan kemudian .... Hari pernikahan itu akhirnya tiba. Hari di mana Marcus akan menjadikan Rachel sebagai satu-satunya wanita yang akan ia cintai seumur hidupnya. Ini adalah keajaiban bagi Marcus, karena tidak pernah sekalipun ia ingin menikah setelah mendapatkan trauma itu, tapi Rachel telah mengubah segalanya. Tidak ada banyak orang yang hadir, hanya teman Marcus, psikiater yang menangani pria itu, Seo Woo serta anggota timnya, keluarga Rachel dan tentunya keluarga Marcus. Dibanding mengundang banyak orang, Marcus lebih memilih memperbanyak pengamanan yang dibantu oleh pihak kepolisian. Marcus tidak ingin Seung Jo mendapat kesempatan untuk melakukan kejahatan karena yakin pria itu pasti selalu mengawasi semua yang ia lakukan. Benar, Seung Jo memang selalu mengawasi semua yang dilakukan oleh Marcus dan selalu mencari celah agar pernikahan ini tidak terjadi. Seperti ucapan Seung Jo sebelumnya bahwa Rachel akan tewas sebelum pernikahan terjadi. Wanita itu ti
Waktu terus berlalu dan tidak ada yang berubah, yaitu pencarian William tidak menemukan titik terang. Min Ji mulai kehilangan harapan bahwa William akan datang menyelamatkannya, sedangkan di sisi lain hukuman telah berada di depan matanya. Tidak ada pilihan lain bagi Min Ji, selain mengatakan yang sebenarnya. Setelah keluar dari rumah sakit, Min Ji langsung dibawa ke kantor polisi bahkan langsung masuk ruang interogasi. Sudah tidak ada lagi jalan keluar, karena William telah membuangnya, Min Ji sadar akan hal itu. Tapi, kenapa William seperti tidak memiliki rasa takut jika semuanya akan terbongkar? Baiklah, jika William memang ingin semua ini terbongkar, maka Min Ji akan membongkar semuanya. Min Ji mulai dari siapa William sebenarnya. “William bukanlah identitas aslinya. Dia adalah Hong Seung Jo, anak haram Hong Min Jeong, ibu dari Rachel dan Yuna.” Min Ji menceritakan bahwa kedua orang tuanya mengangkat Seung Jo sebagai anak saat dia berusia 12 tahun, lalu 6
Saat ini, Rachel sedang menatap Byeol yang masih mendapat perawatan intensif dan Marcus berdiri di belakang kursi roda wanita cantik karena ikut menatap putri kecilnya. Sebenarnya, keadaan Rachel belum begitu baik, tapi dia sangat ingin melihat Byeol, dan Marcus tidak bisa menolaknya. “Dia sangat cantik, kan?” ucap Marcus yang kini berjongkok di sebelah kursi roda Rachel. “Ya, dia sangat cantik. Kita harus memikirkan nama yang bagus untuknya. Dia lahir lebih cepat dari yang diperkirakan. Byeol sungguh akan baik-baik saja, kan?” Rachel menoleh pada Marcus dengan wajah khawatirnya. Ibu mana yang tidak khawatir jika anaknya terlahir prematur. Semua ibu pasti akan sangat khawatir. “Byeol akan baik-baik saja. Dia masih butuh perawatan intensif karena lahir sebelum waktunya dan setelah beberapa waktu kita bisa membawanya pulang. Jangan khawatir.” Marcus percaya bahwa anaknya adalah anak yang kuat, walau lahir prematur. Byeol memiliki harapan hidup sangat tinggi.
Sudah 48 jam berlalu dan tidak ada tanda kalau Rachel akan sadarkan diri. Sedangkan Byeol keadaannya membaik walau lahir dalam kondisi prematur. Saat ini, Rachel dan Byeol sedang berjuang untuk bertahan hidup, sedangkan Marcus bolak balik ke tempat perawatan Byeol juga Rachel. Itu adalah rutinitas Marcus selama dua hari ini. Tidak pernah sekalipun pria ini pergi dari rumah sakit karena sang ibu selalu membawakan semua keperluannya. Sementara William, pria itu terakhir terlihat di sebuah apotek setelah terlibat kecelakaan. Itu diketahui dari rekaman kamera pengawas yang ada di sana. Sampai detik ini, belum diketahui lagi keberadaannya. Lalu, Min Ji, wanita itu masih belum mengatakan apa-apa, jadi belum ada kepastian apa yang sebenarnya terjadi dua hari yang lalu, juga tentang kenapa video pemerkosaan dari beberapa wanita yang menjadi menjadi korban pembunuhan ada dalam laptop Min Ji. “Aku ingin bertemu dengan Min Ji.” Marcus bicara pada Seo Woo yang datang menemuinya.
Mobil yang dikendarai oleh Min Ji melaju dengan kecepatan tinggi, sedangkan di kursi belakang, William sedang berusaha mengikat kedua tangan Rachel, lalu menutup mulutnya dengan lakban. Dari tempat pertama ke tempat kedua setidaknya butuh waktu 25 menit. Sebentar lagi, kira-kira 10 menit lagi mereka akan sampai, tapi vertigo Min Ji kambuh di saat yang tidak tepat. “Kau kenapa? Vertigo?” tanya William khawatir. “Aku rasa ...” Min Ji belum selesai menjawab pertanyaan William dan mobil sudah tidak bisa lagi ia kendalikan, hingga akhirnya terguling di jalan raya. Rachel adalah orang yang mengalami luka paling parah, sebab sebelumnya sudah terluka. Dengan kedua tangan yang terikat Rachel menyentuh perutnya. “Byeol ...” Rachel berucap dalam hati dan akhirnya tidak sadarkan diri. William melirik ke arah Min Ji yang masih sadarkan diri, tapi tidak bisa bergerak karena sepertinya meng
Mobil Marcus berhenti di depan sebuah rumah dan pria ini tidak langsung turun dari mobilnya, ia tampak diam selama beberapa saat karena belum punya cukup keyakinan untuk melakukan ini. Namun, ia tidak ingin menyesal karena tidak memperhatikan ibunya. Setelah hampir 10 menit Marcus hanya diam di dalam mobil, kini ia keluar dari dan berjalan menuju ke rumah ibunya. Rasa marah itu belum hilang dari hatinya, tapi Marcus tidak ingin terus terjebak dalam rasa marah. Ia juga perlu meminta restu atau Rachel tidak akan mau menikah dengannya. Baru saja Marcus akan menekan bel, pintu sudah lebih dulu terbuka. Memperlihatkan Seo Yi yang terkejut melihat kehadiran Marcus. Seo Yi baru saja akan mememui putranya itu untuk menanyakan hasil autopsi Alex, tapi dia sudah muncul di sini. “Ibu baru akan menemuimu dan kau ....” “Tinggallah denganku.” Marcus menyela ucapan ibunya, hingga membuatnya sangat terkejut. “Apa?” tanya Seo Yi yang takut salah dengar.