Louis baru saja menyalakan satu batang rokok, sembari berjalan keluar dari tempatnya berbelanja tadi. Beberapa bahan makanan sudah ada di dalam kantong plastik yang ada di tangannya. Tidak ada yang mencurigakan darinya, pria ini terlihat seperti orang ramah bahkan tidak ragu membantu seorang nenek yang kesulitan menyeberang jalan.
Ada senyuman di bibir Louis, ditambah tatapan hangat yang akan membuat siapa pun yakin bahwa ia adalah pria baik-baik. Jika sekarang kalian mengatakan bahwa pria ini adalah seorang psikopat, maka mungkin tidak akan ada satu pun orang akan percaya. Pada kenyataannya, psikopat adalah seseorang yang tahu betul tentang keramahan. Namun, kemarahan psikopat sangatlah menyeramkan.
Dalam perjalanan pulang, Louis melihat nenek yang tadi ia bantu menyeberang di bentak oleh seorang laki-laki muda karena tidak sengaja ditabrak. Laki-laki muda itu mengatakan sedang buru-buru. Dia terus membentak tanpa peduli tentang sang nenek yang sudah berulang kali minta maaf.
“Kenapa ada banyak orang kehilangan sopan santun sekarang? Buru-buru? Aku benci mendengar alasan itu. Menerima permintaan maafnya jauh lebih mempersingkat waktu dari pada marah-marah. Orang sepertimu yang harus dikurangi di dunia ini. Pasti seru menghabisi laki-laki untuk pertama kalinya.” Louis bergumam pelan, lengkap dengan senyuman iblis yang ditujukan pada laki-laki tadi.
••••
“Kopi Anda, Tuan,” ucap William sambil meletakkan kopi di atas meja Marcus.
“Kemarin, kau ke rumahku?” biasanya, Marcus tidak pernah menyahut saat William berkata seperti tadi, karena merasa itu tidak perlu. Tapi hari ini, ia memiliki sesuatu untuk ditanyakan.
“Ya. Ada beberapa pekerjaan yang ....”
“Aku melakukan apa pada Rachel?” Marcus menyela ucapan William. Ia tidak peduli dengan tujuan pria itu datang ke rumahnya. Ia hanya ingin tahu apa yang telah ia lakukan pada Rachel sampai dituduh melakukan pelecehan, bahkan Rachel tidak mau tidur satu ranjang dengannya, walau telah dipaksa. Karena Rachel sedang hamil, maka ia mengalah dan tidur di kamarnya sendiri walau jelas rasanya tidak nyaman seperti biasanya.
“Kemarin, Anda ....”
Kemarin ....
Marcus menyetel lagu milik Zico yang berjudul Any Song dengan volume kencang hingga membuat Rachel keluar dari kamar karena merasa tidak nyaman. Di saat bersamaan, William baru saja tiba di rumah besar ini dengan beberapa file penting di tangannya dan ia melihat Marcus sedang menari dalam keadaan mabuk.
“Marcus, bisakah ....”
“Kau sangat cantik. Aku akan memberikan satu ciuman padamu.” Marcus tidak hanya menyela ucapan Rachel, tapi juga dengan lancang mencium bibir wanita cantik itu.
Rachel jelas sangat terkejut dengan apa yang baru saja terjadi padanya. Tidak berbeda jauh dengan Rachel, William juga terlihat terkejut melihat Marcus tiba-tiba mencium seorang wanita. William tidak tahu ternyata hubungan Marcus dan Rachel sedekat ini.
“Tuan ....”
“Pergi! Aku hanya ingin bersamanya, bukan denganmu!” kini, Marcus menyela kalimat William dengan bentakannya.
“Apa yang kau lakukan?! Kenapa kau melecehkanku?!” Rachel bertanya pada Marcus dan setelahnya langsung mengusap bibirnya. Ini tidak benar. Pria itu tidak pantas melakukan ini padanya.
“Apa kau ingin melihat isi ruangan pribadiku? Ayo, akan aku tunjukan padamu.” Marcus tidak menjawab pertanyaan Rachel, melainkan justru menarik tangan Rachel dan mengajaknya ke ruangan yang sebelumnya ada larangan keras untuk siapa pun tidak boleh masuk ke sana.
“Tuan, Anda ....”
“Aku bilang pergi! Aku hanya ingin bersamanya. Mengganggu saja!” ketika William kembali mencoba bicara, saat itu juga Marcus dengan cepat menyela kalimatnya.
“Ayo, aku akan menunjukkan kehebatan tersembunyiku.” Marcus membuka pintu ruangan pribadinya yang sangat rahasia, lalu mengajak Rachel masuk dan dengan cepat menutup pintu agar William tidak bisa masuk.
••••
Setelah mendengar cerita William yang sangat detail hingga membuat Marcus bisa membayangkan kegilaannya, sang tokoh utama dalam kilas balik cerita mabuk, yaitu Marcus saat ini sedang berada di atap kantornya.
Marcus meremas rambutnya dan memaki dirinya sendiri yang bisa-bisanya menjadi gila di depan Rachel, bahkan sampai menciumnya. Karena itulah Rachel merasa dilecehkan. Setelah tahu hal ini, ia merasa tidak sanggup menatap mata Rachel lagi. Mulutnya terus berkata membenci wanita, tapi ia malah mencium wanita. Benar-benar menyebalkan.
“Aku tidak percaya sudah mempermalukan diriku sendiri. Kau membenci wanita! Wanita sudah menertawakanmu! Kenapa kau malah menciumnya?! Bodoh!” Marcus kembali memaki dirinya sendiri.
“Tuan Cho.”
“Kau mengagetkanku!” Marcus memegangi dadanya setelah kaget karena kemunculan William.
“Maafkan saya. Di pintu masuk ada seorang wanita yang bersikeras ingin bertemu dengan Anda, walau saya sudah dikatakan bahwa wanita tidak diperbolehkan masuk.” William menjelaskan maksud kedatangannya.
“Aku tidak peduli siapa dia. Aku tidak ingin bertemu dengan wanita. Usir saja," ucap Marcus tegas.
“Tapi, wanita itu mengatakan kalau Anda sangat menyukainya. Anda yakin tidak ingin bertemu dengannya? Dia bernama Park Jira.” William tahu Darren sangat benci pada wanita. Tapi, wanita di luar itu sepertinya sangat ingin bertemu dengan Marcus, seakan ada urusan yang sangat penting.
Ekspresi wajah Marcus seketika berubah setelah mendengar nama Jira. Meski begitu, bukan berarti ia ingin bertemu wanita itu. Kakinya bahkan tidak melangkah sedikit pun untuk pergi ke tempat Jira.
“Tuan ....”
“Usir dia! Aku benci pada wanita. Aku tidak memiliki alasan untuk bertemu dengannya.” Marcus pergi meninggalkan atap setelah lagi-lagi menyela kalimat William.
Setelah mendapat perintah dari Marcus, William langsung turun menemui Jira, wanita yang terus memaki petugas keamanan karena mengatakan perusahaan ini tidak menerima seorang wanita. Bagi Jira, itu adalah alasan yang sangat konyol. Seumur hidup Jira, baru sekarang ia mendengar peraturan konyol seperti ini.
“Marcus sangat mengenalku, kami bahkan pernah ... tidak, aku tidak boleh mengatakan itu. Pokoknya, aku sangat dekat dengan Marcus dan dia pernah menyatakan cinta padaku. Bagaimana mungkin dia tidak ingin bertemu denganku? Kau bohong, kan?” Jira tidak percaya pada ucapan William yang mengatakan kalau Marcus tidak ingin bertemu dengannya.
Sebenarnya, Marcus mendengar semua ucapan Jira, sebab saat ini ia tidak berada di ruangannya, tapi tidak juga menampakan diri di hadapan Jira. Semua ucapan wanita itu memang benar adanya, ia tidak akan menyangkal. Tapi, ia juga tidak lupa bagaimana Jira tidak berusaha membelanya saat ia ditertawakan oleh semua murid.
“Tuan Cho sungguh tidak ingin bertemu dengan Anda. Jadi, silahkan pergi.” William mengusir Jira dengan sopan.
“Termasuk dengan anaknya? Marcus tidak ingin bertemu dengan anaknya?” ucapan Jira yang satu ini membuat William sangat terkejut, begitu pula dengan Marcus yang masih ada di tempat persembunyiannya.
“Marcus, aku tahu di sana. Keluarlah. Kita perlu bicara.” Dan kini, Jira menyadari keberadaan Marcus.
Sampai akhirnya, Marcus keluar dari persembunyiannya. Ia menatap Jira dengan tatapan super dingin. Ini sangat asing bagi Jira, sebab dulu Marcus tidak seperti ini saat menatapnya. Dulu, Marcus adalah pria yang sangat memujanya dan selalu ada untuknya.
••••
Kemarin ...
Saat Jira keluar dari bandara, ada pria paruh baya dan seorang anak berusia 14 tahun sudah menunggunya dengan penuh senyuman. “Ibu merindukanmu," ucap Jira saat sudah memeluk anak laki-laki manis bernama Jiho itu.
“Aku juga merindukan Ibu.” Jiho membalas pelukan Jira.
“Kenapa kau harus berangkat belakangan? Kita bisa berangkat bersama-sama. Ayah sungguh ingin tahu alasannya.” Pria paruh baya bernama Park Hwan Gi ini baru saja bicara.
Jira lebih dulu melepas pelukannya, baru menjawab pertanyaan sang ayah. “Aku harus mengurus sesuatu. Pokoknya begitu. Aku sangat lelah. Ayo pulang.” Sebenarnya ini tidak bisa dibilang jawaban.
••••
“Apa sudah ada yang berhasil menangkap pria misterius di Nami Island?” dan di rumah, Rachel baru saja bertanya pada salah satu pengawal di rumah Marcus.
“Saya belum menerima kabar apa-apa.” Dong Jo menjawab pertanyaan Rachel.
“Jadi, dia belum tertangkap? Aku tidak akan bisa hidup tenang jika terus begini.” Rachel berucap dengan nada lemahnya.
Beberapa saat setelahnya, terdengar suara ketukan sepatu pantofel yang beradu dengan lantai mahal di rumah Marcus. Beberapa minggu tinggal di sini, membuat Rachel hafal bahwa itu pasti Marcus yang pulang. Tapi, ini masih terlalu dini untuk Marcus pulang dari kantor.
“Kau sudah pulang. Bukankah ..." Rachel tidak melanjutkan kalimatnya karena Marcus tidak menoleh padanya. pria itu berjalan dengan sorot mata yang terlihat sangat dingin. Ada seorang wanita di belakangnya dan hanya wanita itu yang menoleh saat ia bicara.
“Apa wanita itu istri Marcus?” Jira bicara dalam hati saat melihat Rachel.
“Kenapa Marcus membawa wanita pulang? Apa dia sudah tidak membenci wanita lagi?” Rachel juga bicara dalam hati.
*******
Bersambung ....
Jira tidak pernah menyangka akan melihat Marcus sangat berbeda setelah sekian lama berpisah. Yang ia tahu, pria itu adalah sosok pria yang hangat, bukan dingin seperti sekarang ini. Marcus seharusnya adalah orang yang enak diajak bicara, tapi saat ini menatap mata Marcus saja ia merasa takut. Seperti ada kilatan petir di matanya yang bisa menyambar siapa pun jika berani menatap mata itu. “Apa maksud ucapanmu? Aku punya anak?” Marcus bertanya pada Jira. Lagi-lagi, Jira merasa kalau Marcus sangatlah berbeda. Ini seperti bukan Marcus yang ia kenal. Tidak begini cara bicara Marcus yang ia kenal. “Ada apa denganmu? Kau tidak seperti Marcus yang dulu.” “Jawab saja pertanyaanku!” Marcus meninggikan suaranya. Ia tidak akan pernah lupa pada Jira, tidak akan sampai kapan pun, begitu juga dengan masa lalu menyakitkan yang membuatnya tidak bisa lagi menjadi Marcus yang dulu.
Hari sudah begitu malam, sudah saatnya bagi siapa pun untuk mengistirahatkan tubuh mereka. Tidur nyenyak di atas ranjang dengan selimut tebal, itu terdengar sangat nyaman. Kedua hal itu ada di kamar Rachel, tapi tetap saja ia belum bisa istirahat dengan nyaman. Rachel tidak bisa melepaskan pikirannya dari bayangan kejadian tadi. Marcus Cho, ia benar-benar ingin memaki pria itu sekarang. Rachel duduk di lantai dan bersandar di ranjang. Ia memeluk kedua lututnya dan menatap pantulan dirinya di cermin. Sebenarnya, Rachel benci melihat bayangan dirinya, sebab mengingatkannya tentang betapa menyedihkan hidupnya ini. Terlalu banyak sampah yang dunia lempar padanya, hingga tidak bisa lagi dibersihkan. Sudah terlalu banyak menumpuk dan menguburnya dengan sangat dalam. “Aku terlihat menyedihkan. Benar, bukan dunia yang kejam, tapi aku yang terlalu banyak berharap dan akhirnya dihancurkan oleh harapanku sendiri. Aku takut. Aku akan lep
"Aku tidak mau menggugurkan anak ini!” Rachel bicara dengan begitu tegas, ketika Marcus ingin mengajaknya pergi ke suatu tempat untuk melakukan aborsi. Demi Tuhan, ia yakin kalau pria itu benar-benar tidak waras. “Kau harus segera pergi, jadi ....” “Aku akan pergi dengan sukarela, karena sudah cukup bagiku untuk mengemis rasa aman padamu. Tapi, aku akan tetap mempertahankan anakku. Aku tidak mau menjadi sama gilanya denganmu!” Rachel menyela ucapan Marcus. Tidak peduli apapun yang terjadi, ia akan mempertahankan anaknya, itu adalah hal yang pasti. “Kau tidak bisa melakukannya tanpa persetujuanku.” “Memang aku setuju saat kau memaksaku untuk mengandung? Tidak, kan? Aku bahkan tidak tahu kenapa harus diriku yang kau pilih. Hari ini, apapun keputusanku, aku tidak membutuhkan persetujuanmu! Aku bukan bagian dari hidupmu dan kau juga bukan bagian dari hidu
Walau tadi bicara ketus, pada akhirnya Marcus tetap datang menemui Alex di tempat yang tadi dia kirimkan alamatnya lewat pesan singkat. Ya, pria itu memiliki keyakinan bahwa Marcus akan datang, jadi mengirimkan alamat itu. Jangan salah mengartikan kedatangan Marcus, sebab pria ini datang bukan untuk sekadar menyapa Alex, melainkan untuk menyelesaikan semua masalahnya dengan Alex. Setelah mengambil alih kursi kepemimpinan atas perusahaan ayahnya, maka ia akan membuang Alex jauh-jauh dari hidupnya. “Akhirnya kau datang,” ucap Alex, tapi ekspresi wajah Marcus terlihat sangat tidak bersahabat. “Ini hasil tes DNA, bukti bahwa aku sudah punya anak, dan aku tidak peduli bagaimana kau bisa tahu tentang apa yang aku lakukan. Aku hanya ingin kau segera angkat kaki dari perusahaan. Aku akan menjadi pemimpin di perusahaan Ayah dan aku tidak ingin lagi melihatmu sebagai direktur di sana.” Tidak ada sapaan h
Pada malam harinya, Alex baru bisa kembali datang ke rumah sakit untuk menemani Rachel. Ini mungkin terlalu malam, tapi ia benar-benar ingin melihat keadaan wanita itu sekarang. Apa sudah lebih baik atau tidak, ia sungguh ingin tahu. “Siapa itu?” Alex bergumam ketika dari kejauhan ia melihat seseorang tengah berdiri di depan kamar rawat inap Rachel. Alex mempercepat langkahnya, takut jika itu adalah orang jahat yang ingin melakukan hal buruk pada Rachel. Tapi saat semakin dekat, Alex merasa mengenal pria itu. Tidak salah lagi, ia memang mengenal pria yang berjongkok di depan kamar rawat inap Rachel. “Untuk apa dia di sini?” Alex bergumam dan ia cukup kesal melihat pria itu. “Marcus Cho, kau melakukan apa di tempat ini? Menjaga Rachel? Kau sebaik itu?” dan Alex kembali bicara setelah berada di hadapan pria yang ada di depan kamar rawat inap Rachel. Pria itu adalah Marcus. Marcus
Marcus terus memandangi foto Jira yang berada di tengah-tengah karangan bunga. Sejak mengetahui Jira meningggal, Ji Ho selalu menangis dengan kepala yang tertunduk. Marcus ingin menenangkan Ji Ho, tapi tidak tahu bagaimana caranya, dan pada akhirnya hanya Hwan Gi yang memeluk Ji Ho. Pria ini, Marcus Cho, bukanlah orang yang tahu cara mendekatkan diri pada orang lain, bahkan jika orang itu adalah anaknya sendiri. Marcus bukanlah tipe orang yang pandai berkata-kata untuk memperbaiki suasana hati seseorang, karena sesungguhnya ia tahu kata-kata tidak pernah benar-benar bisa memperbaiki suasana hati seseorang yang ditinggalkan oleh orang yang sangat berharga untuknya. "Jangan menangis. Semua akan baik-baik saja." "Tidak apa-apa. Aku akan selalu bersamamu." "Dia pergi karena Tuhan sayang padanya." Marcus sungguh benci pada kalimat seperti itu, sebab tidak ada yang akan baik-baik
Rachel memang tidak tahu pasti seberapa dalam luka Marcus yang tersembunyi di balik sikap kasar dan gilanya. Yang sangat Rachel tahu adalah ia telah membuat kesalahan dengan membandingkan pria itu dengan Alex. Semua orang juga benci dibandingkan, tapi sepertinya Marcus punya trauma mendalam dengan yang namanya dibandingkan. Melihat tatapan Marcus saat ini membuat Rachel ikut sedih. Ada banyak orang yang membenci pria kasar dan gila seperti Marcus, termasuk dirinya. Hanya membenci, bukannya melihat lebih dalam seperti apa isi hati dari pria yang seperti itu, karena di balik sifatnya yang menjengkelkan ternyata ada banyak luka di sana. “Maaf, aku tidak akan melakukannya lagi. Mengatakan rasa sakit yang kau rasakan bukanlah dosa. Jangan menahannya sendiri, karena itu hanya akan membuat orang lain salah paham padamu. Orang lain akan membencimu, padahal sebenarnya mungkin kau seharusnya diberi pelukan.” Rachel menatap lekat Marcus.
Selama presentasi berlansung, Rachel tidak pernah merasa tenang sedikit pun, karena pikirannya hanya tertuju pada Marcus. Semoga yang tadi meneleponnya tidak serius dengan ucapannya. Marcus adalah pria gila yang kadang kasar, maka seharusnya tidak semudah itu untuk mencelakainya. Rachel yakin dengan hal itu. Dan di suatu tempat yang merupakan pabrik tua terbengkalai, Marcus Cho, pria itu tergeletak di lantai yang dingin, dan kotor dengan luka di bagian kepalanya. Tidak ada yang membawanya ke rumah sakit, sebab sang penabrak membawanya ke tempat ini, lalu mengelilingi dan menyiramnya dengan bensin. Si penabrak yang merupakan seorang pria saat ini tengah menatap lekat Marcus. Pria ini mengeluarkan pemantik api, siap untuk membakar Marcus. Marcus terlalu banyak berkuasa, merebut segala hal yang dulu menjadi miliknya. Ia benci melihat Marcus menjadi lebih baik darinya. “Selamat tinggal, Marcus Cho.” Pria yang memaka
Setelah banyak waktu berlalu, kini Marcus tidak dapat menahan senyuman bahagianya saat bersama wanita yang berhasil mengubur dalam-dalam kebenciannya. Saat ini, Marcus menidurkan Rachel di atas ranjang, lalu naik ke atas tubuh wanita cantik itu. Marcus membelai pipi Rachel, sedangkan bibirnya mulai mencium hangat bibir wanita itu. Ini adalah ciuman menuntut, Rachel bisa merasakannya. Tidak masalah, karena Rachel akan memberikan apapun yang Marcus inginkan. Tangan Marcus yang tadi membelai pipi Rachel, kini perlahan turun untuk membuka kancing baju sang istri dan bibirnya pindah ke dada Rachel yang mulai terlihat karena kancing bagian atas bajunya sudah terbuka. Marcus menatap Rachel saat satu tanganya membuka satu persatu kancing baju istrinya, lalu pria ini memberikan senyum nakalnya setelah berhasil membuka semua kancing baju Rachel. Marcus membisikan sesuatu di telinga Rachel yang membuat mata wanita cantik itu membulat. “Jangan main-main! Jukyung
Pada akhirnya, Hong Seung Jo dan Jang Min Ji dijatuhi hukuman mati atas kejahatan mereka. Tidak hanya Seung Jo dan Min Ji, tapi pria yang memperkosa korban juga telah ditangkap dan dijatuhi hukuman penjara. Itu setimpal untuk segala perbuatan mereka. Min Ji hanya bisa menangis ketika dirinya dijatuhi hukuman mati. Kalau saja waktu bisa diulang, maka Min Ji tidak akan pernah terlibat dalam kejahatan Seung Jo. Namun, nasi sudah menjadi bubur. Mengulang waktu adalah hal yang tidak mungkin bisa dilakukan. Sedangkan Seung Jo hanya memperlihatkan ekspresi datar saat dibawa keluar dari ruang sidang. Walau terlihat datar, bukan berarti Seung Jo tidak merasakan apa-apa. Mata Seung Jo terlihat sembab karena menangis semalaman setelah membaca buku diary milik ibunya yang dikirim oleh Aaron. Seung Jo tidak pernah mengira jika ibunya ternyata merasa sangat bersalah padanya. Kalimat di lembar terakhir yang membuat air mata Seung Jo tumpah dan akhirnya menangis semalaman pa
Seung Jo sadar jika dirinya diikuti oleh Tae Woo. Ini membuatnya mengumpat, lalu menambah kecepatan mobilnya. Namun, Seung Jo harus mengakui bahwa Tae Woo sangat handal dalam mengemudi hingga sangat sulit untuk melarikan diri darinya. Saat ini, Tae Woo masih terhubung dengan Marcus untuk memberitahu pria itu harus ke arah mana. Dan Marcus yang satu mobil dengan Seo Woo memacu mobilnya dengan kecepatan sangat gila. Sejujurnya, Seo Woo takut dengan kecepatan mobil Marcus, tapi kondisi saat ini sangat darurat. Memacu mobil dalam kecepatan pelan bukanlah pilihan terbaik. Marcus tidak mengerti kenapa selalu ada saja yang berhasil membawa Rachel menjauh darinya saat segala usaha sudah ia lakukan agar Rachel baik-baik saja. Sudah ada empat pengawal, mana mungkin Rachel bisa dibawa pergi oleh seorang pria tua? Lagipula, apa masalah pria itu dengan Rachel? Marcus sudah mengetahui ke arah mana mobil yang membawa Rachel pergi, jadi ia tahu bagaimana cara agar bisa cepat
3 bulan kemudian .... Hari pernikahan itu akhirnya tiba. Hari di mana Marcus akan menjadikan Rachel sebagai satu-satunya wanita yang akan ia cintai seumur hidupnya. Ini adalah keajaiban bagi Marcus, karena tidak pernah sekalipun ia ingin menikah setelah mendapatkan trauma itu, tapi Rachel telah mengubah segalanya. Tidak ada banyak orang yang hadir, hanya teman Marcus, psikiater yang menangani pria itu, Seo Woo serta anggota timnya, keluarga Rachel dan tentunya keluarga Marcus. Dibanding mengundang banyak orang, Marcus lebih memilih memperbanyak pengamanan yang dibantu oleh pihak kepolisian. Marcus tidak ingin Seung Jo mendapat kesempatan untuk melakukan kejahatan karena yakin pria itu pasti selalu mengawasi semua yang ia lakukan. Benar, Seung Jo memang selalu mengawasi semua yang dilakukan oleh Marcus dan selalu mencari celah agar pernikahan ini tidak terjadi. Seperti ucapan Seung Jo sebelumnya bahwa Rachel akan tewas sebelum pernikahan terjadi. Wanita itu ti
Waktu terus berlalu dan tidak ada yang berubah, yaitu pencarian William tidak menemukan titik terang. Min Ji mulai kehilangan harapan bahwa William akan datang menyelamatkannya, sedangkan di sisi lain hukuman telah berada di depan matanya. Tidak ada pilihan lain bagi Min Ji, selain mengatakan yang sebenarnya. Setelah keluar dari rumah sakit, Min Ji langsung dibawa ke kantor polisi bahkan langsung masuk ruang interogasi. Sudah tidak ada lagi jalan keluar, karena William telah membuangnya, Min Ji sadar akan hal itu. Tapi, kenapa William seperti tidak memiliki rasa takut jika semuanya akan terbongkar? Baiklah, jika William memang ingin semua ini terbongkar, maka Min Ji akan membongkar semuanya. Min Ji mulai dari siapa William sebenarnya. “William bukanlah identitas aslinya. Dia adalah Hong Seung Jo, anak haram Hong Min Jeong, ibu dari Rachel dan Yuna.” Min Ji menceritakan bahwa kedua orang tuanya mengangkat Seung Jo sebagai anak saat dia berusia 12 tahun, lalu 6
Saat ini, Rachel sedang menatap Byeol yang masih mendapat perawatan intensif dan Marcus berdiri di belakang kursi roda wanita cantik karena ikut menatap putri kecilnya. Sebenarnya, keadaan Rachel belum begitu baik, tapi dia sangat ingin melihat Byeol, dan Marcus tidak bisa menolaknya. “Dia sangat cantik, kan?” ucap Marcus yang kini berjongkok di sebelah kursi roda Rachel. “Ya, dia sangat cantik. Kita harus memikirkan nama yang bagus untuknya. Dia lahir lebih cepat dari yang diperkirakan. Byeol sungguh akan baik-baik saja, kan?” Rachel menoleh pada Marcus dengan wajah khawatirnya. Ibu mana yang tidak khawatir jika anaknya terlahir prematur. Semua ibu pasti akan sangat khawatir. “Byeol akan baik-baik saja. Dia masih butuh perawatan intensif karena lahir sebelum waktunya dan setelah beberapa waktu kita bisa membawanya pulang. Jangan khawatir.” Marcus percaya bahwa anaknya adalah anak yang kuat, walau lahir prematur. Byeol memiliki harapan hidup sangat tinggi.
Sudah 48 jam berlalu dan tidak ada tanda kalau Rachel akan sadarkan diri. Sedangkan Byeol keadaannya membaik walau lahir dalam kondisi prematur. Saat ini, Rachel dan Byeol sedang berjuang untuk bertahan hidup, sedangkan Marcus bolak balik ke tempat perawatan Byeol juga Rachel. Itu adalah rutinitas Marcus selama dua hari ini. Tidak pernah sekalipun pria ini pergi dari rumah sakit karena sang ibu selalu membawakan semua keperluannya. Sementara William, pria itu terakhir terlihat di sebuah apotek setelah terlibat kecelakaan. Itu diketahui dari rekaman kamera pengawas yang ada di sana. Sampai detik ini, belum diketahui lagi keberadaannya. Lalu, Min Ji, wanita itu masih belum mengatakan apa-apa, jadi belum ada kepastian apa yang sebenarnya terjadi dua hari yang lalu, juga tentang kenapa video pemerkosaan dari beberapa wanita yang menjadi menjadi korban pembunuhan ada dalam laptop Min Ji. “Aku ingin bertemu dengan Min Ji.” Marcus bicara pada Seo Woo yang datang menemuinya.
Mobil yang dikendarai oleh Min Ji melaju dengan kecepatan tinggi, sedangkan di kursi belakang, William sedang berusaha mengikat kedua tangan Rachel, lalu menutup mulutnya dengan lakban. Dari tempat pertama ke tempat kedua setidaknya butuh waktu 25 menit. Sebentar lagi, kira-kira 10 menit lagi mereka akan sampai, tapi vertigo Min Ji kambuh di saat yang tidak tepat. “Kau kenapa? Vertigo?” tanya William khawatir. “Aku rasa ...” Min Ji belum selesai menjawab pertanyaan William dan mobil sudah tidak bisa lagi ia kendalikan, hingga akhirnya terguling di jalan raya. Rachel adalah orang yang mengalami luka paling parah, sebab sebelumnya sudah terluka. Dengan kedua tangan yang terikat Rachel menyentuh perutnya. “Byeol ...” Rachel berucap dalam hati dan akhirnya tidak sadarkan diri. William melirik ke arah Min Ji yang masih sadarkan diri, tapi tidak bisa bergerak karena sepertinya meng
Mobil Marcus berhenti di depan sebuah rumah dan pria ini tidak langsung turun dari mobilnya, ia tampak diam selama beberapa saat karena belum punya cukup keyakinan untuk melakukan ini. Namun, ia tidak ingin menyesal karena tidak memperhatikan ibunya. Setelah hampir 10 menit Marcus hanya diam di dalam mobil, kini ia keluar dari dan berjalan menuju ke rumah ibunya. Rasa marah itu belum hilang dari hatinya, tapi Marcus tidak ingin terus terjebak dalam rasa marah. Ia juga perlu meminta restu atau Rachel tidak akan mau menikah dengannya. Baru saja Marcus akan menekan bel, pintu sudah lebih dulu terbuka. Memperlihatkan Seo Yi yang terkejut melihat kehadiran Marcus. Seo Yi baru saja akan mememui putranya itu untuk menanyakan hasil autopsi Alex, tapi dia sudah muncul di sini. “Ibu baru akan menemuimu dan kau ....” “Tinggallah denganku.” Marcus menyela ucapan ibunya, hingga membuatnya sangat terkejut. “Apa?” tanya Seo Yi yang takut salah dengar.