Share

#6 Malam Berdarah

Author: Nita K.
last update Last Updated: 2021-05-27 11:08:56

Di tempat lain, di dalam kamar Putri Olivia. Azura bersenandung pelan sembari bersandar di dinding menghadap Putri Olivia yang sedang terlelap. Detik berikutnya dia tersenyum lebar, “sepertinya malam ini akan menjadi malam dimana aku akan bersenang-senang.”

Azura beranjak dari tempatnya, keluar dari kamar. Dia menutup pintu rapat-rapat lantas berdiri di depan pintu. Orang yang ditunggunya dari tadi sudah datang, membuat senyumnya semakin lebar.

“Sebaiknya kalian keluar saja. Percuma juga sembunyi,” ujar Azura.

Sepuluh ... tidak, 20 orang menampakkan dirinya di seberang Azura. Mereka semua memakai pakaian serba hitam dengan penutup mulut yang juga berwarna senada. Dua diantara mereka memiliki badan kekar dan tinggi. Dari postur tubuhnya, bisa dilihat kalau mereka merupakan prajurit atau mungkin pengawal.

“Menyingkirlah, jika tidak ingin kepalamu terpenggal,” ucap salah satu dari mereka.

Mendengar ucapannya justru mendatangkan gelak tawa dari Azura, “bukankah seharusnya aku yang mengatakan hal itu pada kalian? Kenapa kalian semua datang ke sini? Menjemput tamu kehormatan kami?”

Salah satu dari mereka melangkah mendekat, “kami tidak memiliki urusan denganmu. Menyingkirlah.” Tangannya terulur berniat menjauhkan Azura dari pintu masuk.

Seringai lebar ditunjukkan di wajah muda Azura, tidak ada ketakutan sedikitpun. Seakan dia menikmati semua ini. Satu kedipan mata, kepala orang yang berdiri di depannya seketika terpenggal dan jatuh begitu saja ke lantai. Satu orang tewas. Azura bahkan tidak menggerakkan tubuhnya seinci pun.

Mereka yang berdiri melihat temannya tewas, bergidik ngeri sekaligus tidak percaya. Namun mereka tetap tidak gentar dan justru menyiapkan senjata masing-masing, bersiap menyerang Azura secara bersamaan.

“Hebat sekali. Kalian tidak mundur sama sekali. Kalau begitu, sepertinya kalian siap mati malam ini,” Azura pun mengeluarkan belatinya membuat atmosfer di sekitarnya mulai berubah.

Secara bersamaan, mereka mulai menyerang Azura yang sendirian. Dengan kesenangan yang dirasakannya, Azura dengan kelincahannya menggunakan belatinya untuk memenggal kepala orang-orang yang mendekat padanya. Tidak ada keraguan dalam dirinya. Bahkan hanya dengan belati pendek, dia bisa menghabisi semua orang yang ada di hadapannya. Darah mulai berceceran di mana-mana, bahkan pakaian yang dikenakan Azura juga terdapat bercak darah.

“Kalian benar-benar bodoh, ya. Membuang nyawa kalian sendiri,” Azura terkekeh pelan sembari memainkan belati di tangannya. Pandangannya beralih menatap dua laki-laki tinggi yang berdiri di seberangnya.

“Kalian tidak menyerah? Kalian seumuran denganku, kan? Kenapa kalian tidak menyerah dan menikmati kehidupan damai kalian di desa?” Azura tersenyum ke arah mereka, menunggu mereka menjawab pertanyaan darinya.

Keduanya sama-sama menyiapkan pedang masing-masing. Tanpa berniat menjawab ataupun berucap, mereka bergerak dengan cepat ke arah Azura. Kecepatan dan kelincahan mereka bahkan sebanding dengan Azura.

“Bawa Putri keluar dari sini, Sad. Aku akan menahannya,” pekik laki-laki dengan rambut diikat di belakang kepalanya.

Azura menatap ke arah laki-laki bernama Sad yang mulai berlari menuju pintu kamar Putri Olivia. Azura masih menahan satu laki-laki lainnya, namun dia harus melakukan sesuatu sebelum Sad masuk ke dalam kamar. Dengan gerakan lincah, Azura mengambil belati dari balik jaketnya kemudian melemparnya ke arah Sad. Belati tersebut tepat mengenai leher kanannya dan menancap dalam di sana.

Sad pun tersungkur ke lantai sembari meringis kesakitan. Azura kembali fokus pada laki-laki di depannya, “kenapa kalian begitu bersikeras? Apa yang pangeran bodoh itu berikan pada kalian?”

Laki-laki di depannya menatapnya tidak suka, “orang luar jangan ikut campur.”

“Hm, begitu ya. Kalau begitu, kenapa kalian ingin membawa Putri dari sini? Kalian hanyalah orang luar, jadi jangan ikut campur,” Azura menyeringai sembari terus menghindari tebasan pedang dari laki-laki di depannya.

“Berisik! Kami lebih baik mati dibanding harus menyerah! Kami tidak sudi menjadi tawanan pangeran angkuhmu!” laki-laki itu menggerakkan pedangnya secara luas berusaha menjangkau Azura. Namun tidak ada satu tebasan pun yang mengenai Azura.

Azura menghentikan gerakannya. Dia tidak terima dengan kalimat terakhir yang diucapkan oleh laki-laki itu. Kalimat penghinaan yang ditujukan pada Pangeran Gavin membuat api tersulut di dalam hati Azura. Siapapun boleh menghinanya, namun tidak dengan Pangeran Gavin.

Di sisi lain, Sad tertatih-tatih berusaha mencapai pintu kamar Putri Olivia. Dia berhasil mencabut belati dari lehernya, namun darahnya masih mengalir. Dia dan rekan-rekanya mendapatkan misi untuk membawa kembali Putri Olivia sesuai dengan perintah Pangeran Louis. Namun siapa sangka, akan sesulit ini. Rekan-rekannya sudah tewas terpenggal. Kini tersisa dia dan satu rekannya yang sebentar lagi akan mengalami hal yang sama seperti yang lainnya.

“Argh!!!!” sebuah benang setajam pedang memotong kepala bahkan tangannya yang berusaha membuka pintu kamar. Tanpa bisa berbicara sepatah katapun, Sad tewas dengan kepala terpenggal seperti rekan-rekannya.

“Aku paling tidak suka ada yang menghina Pangeran Gavin. Kematian memang pantas untuk kalian semua,” Azura menggerakkan benang transparan miliknya dan dengan cepat memenggal laki-laki terakhir yang berdiri mematung di depannya.

20 orang tewas di tangan Azura. Darah mereka memenuhi koridor kerajaan. Bahkan mayat mereka tergeletak dimana-mana. Melihat mereka semua sudah tidak bernyawa, Azura tersenyum puas. Dengan langkah santai, dia kembali ke depan pintu kamar.

“Tidak bisakah kau menjaga lantainya tetap bersih?” Pangeran Gavin muncul dari balik bayangan dengan Maya dan Lucy yang berdiri di belakangnya.

Azura menoleh kemudian tersenyum riang, “pelayan akan membersihkan semuanya. Lagipula aku juga tidak bisa bersih-bersih.”

Pangeran Gavin berdecak kesal lantas mengalihkan pandangan menatap Lucy, “panggil beberapa prajurit dan juga bawakan gerobak ke sini.”

Lucy membungkuk, “baik, Pangeran.” Dengan langkah cepat, Lucy segera melakukan apa yang diperintahkan.

Pangeran Gavin mengalihkan pandangan menatap Azura, “terima kasih atas kerja kerasmu, Azura. Kau bisa istirahat.”

Azura bersorak senang kemudian menghilang begitu saja.

Pangeran Gavin menatap sekilas mayat-mayat yang tergeletak di hadapannya kemudian dia melangkah masuk ke dalam kamar diikuti oleh Maya. Putri Olivia masih tertidur di atas kasur. Apa yang dilakukan oleh Azura sama sekali tidak membangunkannya.

“Bawa makanan itu keluar dan buang. Jangan sampai ada yang memakannya. Saat kembali ke sini, bawakan air hangat dan kain,” titah Pangeran Gavin pada Maya.

Maya mengangguk dan segera membawa nampan keluar dari kamar.

Pangeran Gavin duduk di kursi menatap Putri Olivia yang terlelap. Tangannya menyentuh dahi Putri Olivia yang sangat panas. Apa yang dikatakan dokter itu memang benar. Malam ini, demam Putri Olivia akan memuncak.

“Andaikan aku dapat memilih, biar aku saja yang menderita. Jangan dirimu,” batin Pangeran Gavin.

Tok! Tok! Tok!

Pintu terbuka dengan Maya yang kembali membawa wadah berisikan air hangat dan tak lupa kain untuk mengompres. Pangeran Gavin menyerahkan tugas mengompres Putri Olivia pada Maya. Sedangkan Pangeran Gavin beranjak dari duduknya kemudian berdiri di ambang pintu. Dia tidak ingin menutup pintunya karena kejadian penikaman tadi membuatnya tidak akan mengalihkan pandangan sedikitpun pada Putri Olivia.

Lucy kembali dengan membawa dua prajurit dan sebuah gerobak. Dua prajurit yang melihat mayat-mayat tergeletak, bergidik ngeri. Bahkan tidak ada mayat yang masih utuh.

“Masukkan semua kepala mereka ke dalam gerobak. Untuk tubuhnya kalian bisa menguburnya di tengah hutan,” perintah Pangeran Gavin.

“Baik, Pangeran,” sekalipun dua prajurit itu merasa mual karena banyaknya darah, namun mereka tetap melakukan apa yang diperintahkan.

Di tempat lain, di luar gerbang Kerajaan Wisteria. Seorang laki-laki berjalan santai membawa dua tumpuk buku di tangan kanannya. Dia berniat masuk ke dalam gerbang namun terhenti karena seseorang yang tidak dikenalnya berjongkok menatap ke arah kerajaan.

Dua prajurit yang berjaga pun tidak terlihat. Laki-laki itu memutuskan untuk mendekat. Semakin dia mendekat, semakin terdengar gumaman dari orang tidak dikenalnya.

“Sial. Mereka semua berhasil dikalahkan. Aku harus segera melapor ke Pangeran Louis,” gumam orang itu.

Laki-laki yang membawa buku mengalihkan pandangan menatap ke dalam area kerajaan di mana dia melihat Pangeran Gavin yang memerintah dan melihat banyaknya mayat di depannya. Dia menyimpulkan bahwa ada penyusup namun berhasil ditangani. Dan alasan kenapa tidak ada penjaga gerbang karena kemungkinan penyusup itu sudah menghabisi para penjaga.

Ditambah lagi, orang yang tidak dikenalnya menyebutkan nama Pangeran Louis. Dengan kata lain, penyusup itu diperintah oleh Pangeran Louis.

“Apa yang kau lakukan di sini?”

.

.

Related chapters

  • Princess Olivia: Former Princess of the Mandelein Kingdom   #7 Bendera Perang

    “Apa yang kau lakukan di sini?” laki-laki yang membawa buku itu mengeluarkan suara, bertanya pada orang tidak dikenal di depannya. Sontak orang itu langsung menoleh. Dengan penuh keterkejutan, dia memutar kepalanya menatap laki-laki di belakangnya. Merasa dirinya yang tertangkap, dia beranjak kemudian melangkah cepat menjauh. Nahas, laki-laki itu lebih dulu menendang kakinya membuatnya tersungkur ke tanah. Dengan sigap, laki-laki itu mengunci tangan orang di bawahnya ke belakang tubuhnya kemudian memaksanya untuk berdiri. “Lepaskan aku. Lepas,” orang itu memberontak, berusaha untuk melepaskan diri. Namun laki-laki itu tidak mengendorkan tangannya sedikitpun. Dia menarik orang itu masuk ke area kerajaan. Astra yang baru keluar dari ruang perawatan, mengetahui kedatangan mereka lantas berjalan mendekatinya, “ada apa ini, Leo? Siapa yang kau bawa?” Laki-laki bernama Leo, menatap sekilas ke arah orang yang diseretnya, “aku juga tidak tahu. Sepertinya dia mata-mata.” “Hm? Mata-mata? D

    Last Updated : 2021-06-01
  • Princess Olivia: Former Princess of the Mandelein Kingdom   #8 Rasi Kerajaan Wisteria

    Dengan langkah senyap, Astra keluar dari kamar Putri Olivia meninggalkan Pangeran Gavin. Dia berjalan santai menyusuri koridor, memasuki sebuah lorong yang gelap kemudian masuk ke dalam sebuah ruangan.“Tidak biasanya kau datang terlambat, Astra,” seseorang yang duduk santai di kursi di paling ujung meja, menatap Astra yang berjalan ke tempat duduknya.Astra menarik kursi kemudian duduk. “Jangan samakan tugasku denganmu, Gabriel.”Laki-laki yang dipanggil Gabriel itu, tertawa kemudian menopang dagunya menatap Astra yang berseberangan dengannya, “aku dengar ada keributan tadi. Ditambah lagi, Azura menikmati semuanya sendirian.”Azura sudah duduk di kursinya dengan pakaian yang lebih bersih dibanding sebelumnya. “Pangeran yang memintanya. Jangan salahkan aku.”Gabriel beralih menatap Azura yang duduk di sampingnya. “Tapi, kau menikmatinya, kan?”Azura tersenyum lebar, “tentu saj

    Last Updated : 2021-06-06
  • Princess Olivia: Former Princess of the Mandelein Kingdom   #9 Peduli

    Jam 2 malam. Di dalam kamar Putri Olivia. Pangeran Gavin tidak mengistirahatkan tubuhnya sama sekali. Setelah dokter datang mengantarkan obat untuk Putri Olivia, dia senantiasa berjaga. Setiap satu jam sekali, dia akan mengganti kain kompres di dahi Putri Olivia. Dia selalu menjaga tubuh Putri Olivia untuk tetap hangat, sekalipun suhu tubuh Putri Olivia masih tinggi. Pangeran Gavin kembali duduk setelah mengganti kain kompres. Dia tidak kenal lelah untuk menjaga Putri Olivia. Pangeran Gavin menopang dagu, menatap lekat Putri Olivia. Tanpa sadar, matanya perlahan tertutup namun detik berikutnya dia tersadar dan kembali membuka matanya. Posisi duduk membuatnya sangat ngantuk. Pangeran Gavin berdiri sembari merenggangkan tubuhnya. Dia berjalan-jalan mengelilingi kamar, mencegahnya agar tidak tidur. Bahkan dia menyempatkan diri untuk melakukan push-up. Hingga pukul 4 pagi, Pangeran Gavin tertidur dengan posisi duduk. “Gavin... Pangeran Gavin.” Mendengar namanya disebut, Pangeran Gavin

    Last Updated : 2021-06-06
  • Princess Olivia: Former Princess of the Mandelein Kingdom   #10 Merebut kembali(?)

    Tok! Tok! Tok!Astra menoleh ke arah pintu, “masuk.”Pintu terbuka dengan Cora yang melangkah masuk, “permisi.”Semua orang menatap ke arahnya. Bahkan Pangeran Gavin menghentikan tangannya. Tidak ada yang memberitahunya kalau Cora akan datang ke kamar Putri Olivia.“Ada apa, Cora?” Pangeran Gavin menegakkan tubuhnya, tanpa mengalihkan pandangannya.“Aku yang memintanya ke sini,” Astra menjawab lantas mengeluarkan beberapa lembar uang kemudian menyerahkannya pada Cora.“Tolong siapkan gaun dan juga keperluan lainnya untuk Putri Olivia. Kau bisa membawa mereka berdua untuk membantumu,” sambung Astra sembari menunjuk Lucy dan Maya.Cora tersenyum sembari menerima uang tersebut, “oke. Serahkan saja padaku. Ayo berangkat, Lucy, Maya.”“Baik,” Lucy dan Maya menjawab serempak.Cora keluar dari kamar diikuti oleh Lucy dan Maya. Pintu pun kembali

    Last Updated : 2021-06-08
  • Princess Olivia: Former Princess of the Mandelein Kingdom   #11 Suara nan Lembut

    Tidak jauh darinya melangkah, Azura berdiri bersandar di tiang sembari melipat tangannya. Senyumnya selalu secerah matahari, namun dia bagaikan bunga indah yang berduri.“Ada apa, Azura?” Pangeran Gavin menghentikan langkahnya, ketika beberapa langkah dari Azura.“Kau ingin ke kamar Nona, kan? Aku ikut,” ucap Azura penuh semangat.Pangeran Gavin menatap Azura cukup lama, hingga akhirnya dia mengangguk menyetujui, “boleh. Jangan lakukan hal aneh.”“Oke~” Azura bersorak senang kemudian berjalan mengikuti Pangeran Gavin.Di dalam kamar, Putri Olivia duduk santai menyesap teh di dalam cangkir yang dipegangnya. Lucy dan Maya masih senantiasa menemaninya. Sesekali mereka bercerita mengenai beberapa hal menarik yang terjadi di kerajaan. Baik Lucy maupun Maya tidak berani menyinggung ataupun bertanya mengenai kehidupan Putri Olivia ketika di kerajaannya. Mereka tidak ingin Putri Olivia kembali bersedih.

    Last Updated : 2021-06-12
  • Princess Olivia: Former Princess of the Mandelein Kingdom   #12 Memulai diskusi

    Astra menoleh dan mendapati Putri Olivia berjalan mendekat ditemani Maya dan Lucy. Astra memperbaiki posisi berdirinya kemudian sedikit membungkukkan tubuhnya, “sore, Putri. Ada yang bisa saya bantu?”“Apa kau melihat Gavin?” Putri Olivia berdiri tidak jauh dari Astra.Astra kembali menegakkan tubuhnya, “Pangeran sedang ada di ruangannya. Apa anda ada perlu dengannya?”“Aku hanya ingin berbicara dengannya. Boleh aku masuk?” tanya Putri Olivia, meminta ijin.Astra terdiam. Putri Olivia jauh lebih ramah dibanding apa yang dibayangkannya. Suaranya begitu lembut seakan dengan suara itu tidak bisa melukai siapapun yang mendengarnya. Hal itu merubah pemikirannya mengenainya.Astra mengangguk, “silakan, Putri.” Astra melangkah mendekat ke pintu kemudian membukanya untuk Putri Olivia.Putri Olivia tersenyum, “terima kasih.”“Kami akan tunggu di sini, Nona,” uc

    Last Updated : 2021-06-16
  • Princess Olivia: Former Princess of the Mandelein Kingdom   #13 Undangan

    “Kau datang juga, Gavin. Sudah beberapa malam kau melewatkan pertemuan kita,” Gabriel membuka suara.Astra, Azura, Cora, dan Leo sudah duduk di kursi mereka, menatap ke arah Pangeran Gavin yang juga menarik kursi lantas duduk.“Apa tuan putri sudah tidur? Aku ingin menyapanya,” Azura membuka suara dengan ciri khas periangnya.Pangeran Gavin menoleh ke arahnya, “dia tidur. Jangan mengganggunya.”Mendengar jawaban dari Pangeran Gavin membuat Azura mengeluh pelan sembari tertunduk malas di atas meja.“Malam ini tidak ada penjagaan untuknya?” Astra membuka pembicaraan.“Kau ingin melakukannya untukku?” Pangeran Gavin balik bertanya pada Astra.Astra diam sejenak kemudian mengangguk, “sepertinya memang harus begitu. Kau juga butuh istirahat.”Mendengar adanya kesempatan, Azura mengangkat tangannya semangat, “aku saja yang melakukannya.”&ldquo

    Last Updated : 2021-06-17
  • Princess Olivia: Former Princess of the Mandelein Kingdom   #14 Gabriel dan Leo

    Di dalam Kerajaan Wisteria, Putri Olivia diijinkan untuk mengunjungi perpustakaan dengan syarat tidak boleh berkeliaran kemana-mana. Sembari menunggu Lucy mengambil minuman untuknya, Putri Olivia berjalan sangat pelan ke arah yang dijelaskan oleh Lucy. Sedangkan Maya sudah menunggu di perpustakaan untuk memastikan tidak ada orang yang berkunjung selain Putri Olivia.Putri Olivia menghentikan langkahnya ketika di hadapkan dengan lorong gelap di sisi kanannya. Lucy mengatakan jika perpustakaan tepat bersebelahan dengan ruangan milik Pangeran Gavin. Putri Olivia baru saja melewati ruangan itu dan ia tidak melihat ruangan setelahnya, yang ada hanyalah lorong gelap yang entah mengarah kemana.Putri Olivia berbalik menatap koridor di belakangnya yang kosong. Masih belum ada tanda-tanda Lucy datang mendekat. Kepalanya kembali menoleh menatap lorong di kanannya.“Bagaimana jika memang perpustakaan ada di dalam sana? Tapi ... lorong itu menakutkan.” Putri Oli

    Last Updated : 2021-06-19

Latest chapter

  • Princess Olivia: Former Princess of the Mandelein Kingdom   #50 Love You (END)

    Hari silih berganti. Puteri Olivia dan Pangeran Gavin masih senantiasa menginap di Kerajaan Gambera. Hal yang berbeda hanyalah Norman yang sudah kembali ke Kerajaan Wisteria, membawa laporan terkait ucapan terima kasih dari Yang Mulia Geld yang ditujukan kepada Yang Mulia William. Panglima Murr pun sudah kembali, menyisakan Panglima Sam dengan beberapa pasukannya untuk mengamankan Kerajaan Mandelein. Berita kebenaran kejadian di dalam istana, sudah terdengar sampai ke telinga rakyat Kerajaan Mandelein. Di hari pertama, bahkan mereka berbondong-bondong mengunjungi istana untuk menanyakan kebenaran terkait berita tersebut. Beberapa dari mereka mengasihani keadaan Puteri Olivia, sedangkan yang lainnya menginginkan Pangeran Louis dihukum mati. Berakhirnya peperangan juga menjadikan akhir bagi Kelompok Mawar Hitam. Palte selaku pemimpin kelompok tersebut, diam-diam menemui Panglima Sam di Kerajaan Mandelein. Mencoba mengutarakan maksudnya. “Siapa kau? Dan apa tujuanmu datang padaku?” tany

  • Princess Olivia: Former Princess of the Mandelein Kingdom   #49 Berakhir

    Crash!“Maaf terlambat. Kau baik-baik saja?” Gabriel muncul di samping Palte, memaksanya untuk kembali membuka mata.Siapa? Aku belum pernah bertemu dengannya.Gabriel berjongkok dan membantu Palte untuk berdiri. “Kita harus mengobati lukamu.” Sekalipun dia mendengar apa yang dipikirkan oleh Palte, namun Gabriel memilih untuk lebih dulu mengobati lukanya.Di seberang mereka, Azura pun sudah berhasil menyelamatkan Alex dan rekan-rekannya dengan memenggal kepala prajurit yang berada di sekitar mereka. Beruntung tidak ada luka parah pada mereka, jadi mereka bisa segera meninggalkan arena pertempuran.“Palte! Kau terluka! Astaga!” Noir panik ketika melihat Gabriel yang menyandarkan Palte di samping gudang.Gabriel melangkah mundur, membiarkan Noir mengobati Palte. Pandangannya pun beralih menatap Azura yang baru datang bersama Alex dan rekan-rekannya.“Tetaplah di sini. O

  • Princess Olivia: Former Princess of the Mandelein Kingdom   #48 Sedikit Lagi

    Teriakan memilukan, tanpa bisa melakukan apapun. Tangan kanan Dean terpotong hingga bahu. Masih dalam keadaan terikat, tangan itu terpisah dari tubuh pemiliknya. Dean meraung-raung melampiaskan rasa sakit yang dirasakan di tubuh bagian kanannya. Darah pun keluar tiada henti. Rasa sakit yang membuat siapapun ingin menangis.“Sudah kukatakan sebelumnya, bukan? Tapi kau malah tidak mau percaya padaku. Bagaimana rasanya? Sakit, bukan? Apa yang kulakukan padamu tidak ada apa-apanya dengan apa yang kalian lakukan pada orang tua Puteri Olivia. Kau sendiri sadar akan hal itu, kan?” Azura menyimpan belatinya seraya menjaga jarak dari Dean. Dia membiarkan Dean berteriak-teriak kesakitan. Sudah cukup baginya untuk saat ini menyiksa laki-laki di depannya, hanya sekedar untuk membuktikan dengan siapa dia berhadapan.Tak lama kemudian, Dean tidak sadarkan diri. Azura pun mengambil kain panjang yang selalu dibawanya untuk berjaga jika terluka. Kali ini dia akan menggunaka

  • Princess Olivia: Former Princess of the Mandelein Kingdom   #47 Jangan Kabur

    “Astaga Gavin!” Yang Mulia William bergegas mendekat, membantu Astra meletakkan Pangeran Gavin di dalam kereta kuda.Astra bergegas mengambil kotak obat di kereta yang lainnya dan segera mengobati luka di punggung Pangeran Gavin. Sedangkan Gabriel meletakkan Puteri Olivia di kereta kuda yang lainnya. Dia masih belum sadar. Hampir saja, telat satu detik saja, Puteri Olivia mungkin akan mati tergantung. Gabriel melepaskan tali yang mengikat leher Puteri Olivia kemudian membuangnya asal.“Apa Puteri baik-baik saja?” Maya berdiri di samping kereta kuda, menatap cemas keadaan Puteri Olivia.Gabriel berdiri berseberangan dengan Maya, menatapnya kemudian beralih menatap Puteri Olivia. “Dia hanya tidak sadarkan diri. Temani di sini. Aku harus mengurus Azura.”Maya mengangguk mantap. “Dimengerti.”Gabriel melangkah cepat mendekat ke Azura yang dibaringkan di atas rumput di bawah pohon. Di sampingnya sudah ada

  • Princess Olivia: Former Princess of the Mandelein Kingdom   #46 Sirius

    Dua ribu pasukan keluar dari hutan, membaur dan menebas pasukan dari Kerajaan Mandelein. Beberapa dari mereka bergerak cepat mengobati prajurit pimpinan Panglima Murr yang terluka, membawa mereka jauh dari peperangan.Ribuan pasukan yang datang membuat emosi Pangeran Louis seketika memuncak. Wajahnya merah padam. Tidak ada yang mengatakan padanya kalau akan ada pasukan bantuan. Sekalipun pasukannya terbilang banyak, namun yang dilihatnya saat ini adalah pasukannya yang semakin berkurang.“CEPAT HABISI MEREKA! KENAPA KALIAN MALAH KALAH? CEPAT MAJU!!!!”Prajurit yang merasa terpanggil bergegas melakukan apa yang diperintahkan. Mereka mulai bergerak mengepung Pangeran Gavin dan yang lainnya. Hampir seperempat pasukan mengepung mereka, dengan senjata di tangan mereka.Astra yang semakin terpancing emosi sontak berdiri di depan teman-temannya. Jika dia memiliki kemampuan kutukan, mungkin dia akan mengutuk mereka yang berada di sekitarnya dengan kut

  • Princess Olivia: Former Princess of the Mandelein Kingdom   #45 Perang!!!

    Pangeran Gavin yang berada di tengah-tengah peperangan, menyadari keberadaan Putri Olivia di atas benteng. Perhatiannya pun teralihkan. Pedang yang semula bergerak menebas sana-sini, kini berhenti bahkan perlahan turun. Sebentar lagi, seharusnya dia bisa menyusup dan menyelamatkan Putri Olivia, namun apa yang terjadi saat ini membuatnya terdiam.Oliv...“Gavin! Jangan melamun!” Astra yang semula berjarak darinya segera mendekat seraya menghunuskan pedangnya pada prajurit yang menghalangi jalannya. Pangeran Gavin yang sama sekali tidak bergeming di sampingnya dengan pandangan ke arah benteng, membuat Astra melihat ke arah yang sama.Terkejut, tergambar jelas di wajah Astra, apalagi Pangeran Gavin. Jarak mereka dengan benteng masih sangatlah jauh. Ditambah lagi dengan ribuan pasukan yang mengepung mereka, membuatnya sulit untuk menjangkau dalam waktu cepat ke tempat Putri Olivia.“KAU DI SANA, GAVIN? KAU INGIN MENYELAMATKAN OLIVIA

  • Princess Olivia: Former Princess of the Mandelein Kingdom   #44 Pagi yang Berdarah

    “Omong-omong, Gavin. Aku membawa pesan dari Yang Mulia William.” Astra berbalik menatap Pangeran Gavin yang tengah memijat pelipisnya.“Ap---”Bugh!Sebuah bogeman mentah mendarat di perut Pangeran Gavin dari Astra membuatnya meringis kesakitan. Siapa sangka Astra akan memukul perutnya dan itu terbilang cukup kuat.“Itu pesan dari ayahmu, Gavin. Dia menitipkan pukulannya padaku,” ucap Astra tanpa rasa bersalah sama sekali.“Uhuk! Uhuk! Sakit sekali. Kenapa ayah menitipkan hal yang tidak berguna padamu?” Pangeran Gavin mengambil duduk di atas jerami seraya menyandarkan punggungnya di tiang gudang.Astra pun ikut duduk bersila di samping Pangeran Gavin. “Karena kau dengan bodohnya sendirian di tempat tidak dikenal ini. Bagaimana jika terjadi sesuatu padamu sebelum aku sampai, hm?”“Aku tahu hal itu tidak akan terjadi, karena itu aku tidak masalah sendiria

  • Princess Olivia: Former Princess of the Mandelein Kingdom   #43 Road to War

    Noir menoleh. “Oh, mereka akan menginap di sini untuk malam ini,” tuturnya. Alex yang ikut menoleh, terkejut dengan keberadaan Pangeran Gavin dan Leo di desanya. Spontan dia berdiri di depan Palte dan Noir dengan dua pedang kecil di tangannya. “Kenapa anggota kerajaan ada di sini?” Mata itu memicing, menatap tidak suka ke arah Pangeran Gavin. “Anggota kerajaan?!” Noir memekik tidak percaya. Lambang Kerajaan Wisteria tersemat di sarung pedang milik Pangeran Gavin. Kerajaan di mana tugas mereka dijalankan. Palte yang baru menyadarinya ikut menarik pedangnya berdiri bersampingan dengan Alex. “Kami ke sini hanya untuk me---” Brak! Leo yang sedari tadi hanya diam, tiba-tiba tersungkur lemas. Dia tidak bisa jauh-jauh dari Kerajaan Wisteria dalam waktu yang lama. Jantungnya melemah. Pangeran Gavin berjongkok dan memeriksa kondisi Leo. Suhu badannya meninggi, keringat dingin mulai bercucuran di dahinya. “Oi! Leo, bertahanlah!” Tanpa banyak berpikir, dia bergegas membawa Leo ke dalam gud

  • Princess Olivia: Former Princess of the Mandelein Kingdom   #42 Desa Mawar Hitam

    Di ruangan perawatan. Norman keluar dari ruangan dan dihampiri oleh beberapa pelayan. Sarung tangan yang dipakainya segera dilepas kemudian meletakkannya di nampan yang disodorkan oleh pelayan padanya.“Apa Yang Mulia baik-baik saja?” tanya pelayan tersebut.Dandi berdehem. “Beliau sudah melewati masa kritis. Sisanya tinggal menunggu beliau sadar. Omong-omong, kalian melihat rekanku?”“Ada bersama Tuan Dandi di kamar Yang Mulia Geld.”“Terima kasih.” Dandi pun melangkah menuju ke tempat Gabriel. Hingga kasus ini diketahui siapa pelakunya dan memastikan Yang Mulia Geld sudah sadar, mereka berdua tidak bisa pulang begitu saja.Gabriel berjongkok tepat di depan bercak darah Yang Mulia Geld yang berceceran di lantai kamar pribadinya. Masih belum ada bukti lain kecuali darah di lantai. Gabriel bahkan dibuat pusing karena bukti yang sangat sedikit.“Bagaimana?” Norman melangkah masuk, ber

DMCA.com Protection Status