...
Kiranya sudah beberapa kali Julian terus mendengus kesal. Pasalnya, hari ini merupakan hari dimana dirinya mengantar Eudora untuk berjalan-jalan keluar istana. Jika bukan karena perintah dan paksaan dari ayahnya, Julian tidak akan pernah mau mengantar wanita itu.Dengan bersedekap dada, Julian menunggu Eudora yang sejak tadi tidak kelihatan batang hidungnya. Julian terus berdecak sebal karena dirinya harus menunggu lama wanita itu keluar. Hingga akhirnya sosok Eudora terlihat keluar dari dalam istana, Julian mendelik malas melihat wanita itu yang berjalan dengan begitu lama."Pangeran?—""Cepat naik!" Sela Julian memotong ucapan Eudora. Tanpa menunggu, Julian sudah lebih dulu masuk kedalam kereta kuda yang sudah disiapkan oleh prajurit.Eudora berdecak samar, dia mendengus kasar melihat sikap dingin dan cuek dari Pangeran Julian. Dengan hentakan kesar, Eudora menyusul Julian dan duduk disamping pria itu. Walaupun Julian terlihat terus menggeser posisi agar tidak terlalu dekat dengan Eudora.Pada akhirnya kerata kuda mereka pun melaju pergi. Mereka mengelilingi Thedas dan melihat berbagai aktivitas dari seluruh rakyat Thedas. Suasana menjadi hening, tidak ada dari mereka yang ingin memulai pembicaraan. Sementara Eudora, memutar otaknya untuk mencari topik agar mencairkan suasana hening diantara mereka."Pangeran, kenapa kita berhenti?" Tanya Eudora saat merasakan kereta kuda mereka berhenti begitu saja.Julian tidak menjawab, dia hanya mengendik acuh sebelum kemudian keluar dari kereta kuda. Eudora yang tidak mendapat respon pun kembali berdecak sebal, dia lantas mengikuti Julian yang sudah keluar lebih dulu tanpa menunggunya.Dengan susah payah Eudora mengikuti langkah lebar dari Julian, sesekali dia meringis jijik saat melihat sepatu nya menginjak tanah yang sedikit basah. Eudora mengangkat ujung gaun nya agar tidak terkena tanah yang kotor, dia sedikit kerepotan saat berjalan karena gaun nya yang terangkat.Julian melirik singkat pada Eudora dan mendelik. Seolah tidak peduli, Julian terus melangkah tanpa mempedulikan Eudora yang kesusahan di belakang sana.Melihat kedatangan Pangeran Julian, sebagian warga memberikan hormat dan membungkuk sopan pada Julian. Sementara Julian hanya membalasnya dengan tersenyum tipis. Bahkan sebagian dari wanita remaja bersorak girang ketika melihat Pangeran mahkota Thedas yang berkunjung ke desa mereka. Semua wanita remaja begitu mendamba dan terpekik senang karena bisa melihat lagi Pangeran Julian secara langsung.Sebenarnya ini bukan pertama kali bagi Julian mengunjungi warga Thedas. Bahkan, setiap akhir pekan Julian pun sering berkunjung kesini untuk memantau semua warga Thedas, Julian bahkan sesekali tidak seungkan untuk membantu warga Thedas yang terlihat kesusahan. Walaupun Julian merupakan pria yang dingin dan acuh, tapi jauh dalam hatinya Julian memiliki sisi baik dan peduli terhadap orang sekitarnya. Kecuali, Eudora tentu saja—karena semenjak pertama kali mereka bertemu tidak ada rasa tertarik dari Julian untuk Putri Eudora."Hai, paman." Sapa Julian."Oh, Pangeran. Kau berkunjung lagi kesini?" Dengan cepat petani itu membungkuk hormat.Julian tersenyum tipis. "Bagaimana dengan ladang mu?" Tanya Julian.Si petani pun tersenyum lebar. "Sangat baik. Ini berkat pertolongan mu, Pangeran. Semua tumbuhan di ladang ku mendapatkan panen yang banyak." Ungkap nya dengan suka cita.Julian terkekeh pelan. "Baguslah. Kau bisa meminta bantuan ku lagi jika kau membutuhkan." Tutur nya dengan ramah.Si petani pun mengangguk pelan. "Kau begitu baik, Pangeran. Aku bahkan meragukan semua gosip tentang mu." Seru si petani.Mendengar itu, Julian hanya terkekeh kecil. Menurut gosip yang beredar, Pangeran Thedas merupakan pria yang arogan dan kasar. Bahkan gosipnya, Pangeran Thedas adalah pria yang tidak pandang bulu dalam menyerang seseorang. Namun, pada dasarnya itu semua tidak benar. Julian mungkin memang dikenal sebagai pria yang dingin dan sedikit arogan, tapi sebenarnya dia tidak sejahat apa yang orang pikirkan. Tapi apapun yang orang lain katakan, Julian tidak peduli."Oh, siapa wanita itu? Apa dia kekasih mu?" Tanya si petani saat matanya tidak sengaja menangkap sosok Eudora yang berjalan menghampiri mereka.Julian melirik singkat, kemudian mendelik. "Bukan, dia hanya seorang tamu yang berkunjung kesini." Jawab Julian sekenanya.Eudora yang baru saja tiba dan mendengar hal itu sontak melirik Julian dengan sebal. Pangeran Julian benar-benar menyebalkan, apa pria itu tidak bisa menghargai posisinya disini?"Ah, begitu. Salam Tuan Putri." Si petani pun membungkuk hormat.Eudora hanya mengangguk tanpa minat. Dia menelisik penampilan petani itu dengan tidak nyaman, Eudora bahkan sedikit menjauh saat jaraknya terlalu dekat dengan si petani itu. Uh, kotor sekali, tentu saja Eudora tidak ingin sedikit bajunya terkena noda apapun dari petani itu.Julian yang menyadari itu hanya mendecih dalam hati. Dia terus memperhatikan Eudora yang terus berjalan mundur tanpa melihat sekitar.Brukh"Akh.." pekik Eudora saat tidak sengaja kakinya tersandung batu kecil di atas pijakannya.Eudora menelisik penampilannya yang kini sudah kotor dan bau, seluruh tubuh dan bajunya sudah terlumuri oleh lumpur yang basah. Eudora meringis jijik, dan memekik tidak senang.Sementara Julian justru malah menyeringai disana, berbeda dengan si petani yang terkejut melihatnya."Tuan Putri, kau baik-baik saja?" Saat petani itu hendak mendekat, Eudora sontak berteriak."Pangeran, bantu aku!" Seru Eudora menatap pada Julian yang justru hanya berdiam diri.Julian menoleh, lalu mengendik acuh. Kemudian melengos pergi begitu saja meninggalkan Eudora yang berteriak memanggilnya. Tapi seolah tuli, Julian tidak peduli sama sekali."Biar aku bantu," lagi-lagi niat baik si petani Eudora tepis dengan kasar."Jangan menyentuh ku!" Teriaknya kesal.Dengan kasar, Eudora berdiri dan berjalan pergi dari tempat kumuh itu. Dia bahkan harus menahan malu saat semua mata menoleh padanya. Lagi dan lagi Pangeran Julian mengabaikan dirinya.***"Anne, apa yang kau lakukan disini?" Tanya seseorang membuat tubuh gadis itu terlonjak kaget.Spontan Anne menoleh. "Ssst, Jessie jangan berisik!" Seru nya dengan jari telunjuk yang diletakkan didepan bibirnya.Jessie mendelik malas. Dia menatap jengah pada adiknya itu. "Kau mencuri tanaman hias paman Sam lagi?""Ck, Jessie. Kubilang jangan berisik!" Seru Anne berdecak sebal."Ayolah Anne, berhenti bertingkah. Bagaimana jika paman Sam tau?" Tutur Jessie melipat kedua tangannya di dada.Anne menghela nafas berat. "Dia tidak akan tau jika kau tidak berisik." Sindir Anne sebal."Apa yang kalian lakukan disini?" Suara lain menginterupsi mereka.Sontak Jessie maupun Anne menoleh bersamaan dan terlonjak kaget saat melihat sosok paman mereka yang sudah berdiri dengan berkacak pinggang dengan tatapan serius pada mereka."Ah, P-paman? Hehe, tidak. Kami hanya sedang bermain." Elak Anne beralasan. Pelan-pelan tangannya menyembunyikan sesuatu kebalik punggungnya.Paman Sam menyipit curiga. "Anne, apa yang kau sembunyikan?" Tanya nya.Anne sontak berubah gugup. Dia menunduk takut karena paman nya menatap dengan serius."Perlihatkan padaku!" Titah paman Sam tegas.Dengan ragu, Anne mengulurkan tangannya dengan berbagai tanaman hias di dalam genggaman tangannya."Astaga! Apa yang kau lakukan dengan tanaman ku?" Paman Sam geleng-geleng kepala melihat tingkah keponakannya itu.Anne mendongak dan tersenyum lebar. "Maaf, tanaman mu indah jadi aku ambil dua." Ujar nya tanpa bersalah.Sekali lagi, paman Sam hanya bisa menggeleng melihat tingkah dari gadis itu. Sementara Jessie menatap malas pada sang adik."Kau ini. Taruh itu kembali!"Dengan cepat Anne menggeleng. "Tidak. Tanaman ini sudah berada di tanganku, itu artinya ini milikku." Tolak Anne.Sam menarik nafas dalam. "Baiklah, terserah mu saja.""Terimakasih, paman." Senyum Anne merekah.Segera Anne membereskan kembali barangnya yang ia gunakan untuk mencangkul tanaman tadi. Tanpa permisi, gadis itu pun berlalu pergi begitu saja. Jessie yang melihat itu hanya bisa menepuk keningnya."Paman, kami pulang dulu. Sampai jumpa." Pamit Jessie, dia buru-buru pergi sebelum membuat paman nya kembali marah.Jessie menyusul langkah Anne, dan melirik kesal pada adiknya itu."Kau lihat itu? Paman Sam marah karena kau terlalu sering mencuri dan mengganggu tanaman nya!" Seru Jessie.Anne mendelik. "Dia tidak marah," elak Anne."Dia marah karena kau selalu mencuri tanaman miliknya." Sahut Jessie."Bukan mencuri, tapi meminta." Ralat Anne dengan cepat."Ya, ya. Terserah mu saja!" Ujar Jessie memilih mengalah daripada harus berdebat dengan Anne yang tidak mau kalah.......Pagi ini Julian mendapatkan kemarahan dari sang ayah. Kejadian yang menimpa Putri Eudora kemarin, membuat Raja Charles mengomel dan menyalahkan Julian yang tidak bisa menjaga Eudora dengan baik. Kini paviliun istana hanya diisikan dengan omelan dari Raja Charles untuk Julian. Sementara Julian hanya mendengarkan dengan malas celotehan panjang dari ayahnya itu."Kau benar-benar keterlaluan! Bagaimana bisa kau membiarkan Eudora pulang dalam keadaan seperti itu?!" Seru Raja Charles dengan tatapan tajam pada sang putra.Julian mendelik pada ayahnya. "Kenapa ayah marah padaku? Salahkan dia yang ceroboh." Dengus Julian membela diri.Raja Charles mendengus kasar. "Tetap saja. Kau sebagai pria, seharusnya menjaga Eudora dengan baik." Tutur Raja' Charles dengan tajam."Aku bukan pengawalnya, kenapa aku harus menjaganya!" Bantah Julian. Melihat sikap keras kepala Julian membuat raja Charles memijit kepalanya pening. Lalu menatap kembali Julian dengan tatapan yang serius."Dia calon istri m
...Di balkon istana dengan bersuasana kan langit malam disertai angin dingin yang berhembus, disanalah Julian berdiri. Kedua tangannya bertopang pada pembatas balkon dengan pandangan lurus ke depan. Lagi-lagi pikiran Julian berkelana pada kejadian tadi sore. Mengingat itu membuat senyum tipis terpatri di bibirnya. Wajah cantik itu, dengan kedua pipi yang merona serta bibir merah muda alaminya dan bola mata abu-abu yang indah. Entah kenapa membuat Julian tidak bisa untuk melupakannya. Tatapannya yang lembut dan polos membuat Julian seperti terhipnotis oleh nya. Julian tersenyum sendiri hanya karena memikirkan hal itu kembali. Mendengus geli saat bayang-bayang wajah dari gadis itu terlintas di kepalanya. Dia cantik dan manis. Julian terlalu sibuk dengan pikirannya sendiri, sehingga tidak menyadari jika seseorang kini berjalan menghampirinya. Duck, mengerutkan keningnya. Menatap heran pada Pangeran Julian yang tersenyum sendiri di sana.Tunggu! Pangeran Thedas tersenyum seorang diri?
...Pagi ini dengan giat Julian berlatih seorang diri di halaman belakang istana. Gerak tubuhnya begitu lincah dengan sebelah tangan yang membawa sebuah pedang. Julian fokus dengan wajah yang serius dan sorot mata yang tajam. Tidak sedikitpun dirinya menoleh pada apapun.Ini merupakan kegiatan rutin yang terkadang Julian lakukan untuk melatih kemampuan dirinya. Biasanya Julian berlatih ditemani Duck, tapi kini Julian hanya ingin berlatih seorang diri saja. Selain itu juga, dia sedang malas untuk bertemu dengan siapapun. Mungkin karena suasana hatinya yang tengah dalam keadaan yang kurang baik."Julian!" Fokus Julian harus tersadar saat panggilan seseorang dari arah belakang menyerunya. Menegakkan badan, Julian hanya menoleh sebatas bahunya. Melirik dengan malas pada seseorang yang datang menghampirinya. Itu Eudora, yang tengah berdiri dibelakang Julian dengan membawa nampan perak di tangannya serta senyum lebar yang tidak pernah pudah dari bibirnya.Langkah kaki Eudora semakin terden
...Benar saja, sesuai perintah raja. Julian dan rombongan mereka tiba di Neverland sebelum matahari terbit. Itu artinya subuh sekali mereka datang kesini. Dalam kesunyian hanya ada derap langkah mereka yang terdengar. Julian memimpin langkah mereka di depan. Dibalik kain hitam yang menutup setengah wajahnya, Julian mengamati sekitarnya dengan sorot tajam namun penuh kewaspadaan."Pangeran, dimana kita akan tinggal?" Tanya Duck."Haruskah aku mencari penginapan di sini?" Julian terdiam. Sebelum kemudian membalas nya. "Tidak. Kita bisa membangun tenda di dekat hutan," balas Julian."Baiklah." Sahut Duck mengangguk patuh. Dia tidak menyela ataupun menolak perkataan dari Julian. Mereka semua menurutinya, lagipula mungkin itu akan lebih aman untuk mereka agar tidak dicurigai oleh warga disini.Dirasa sudah menemukan tempat yang sesuai, Julian pun memerintah rombongan nya untuk berhenti dan segera membangun tenda untuk mereka beristirahat. Dengan patuh, mereka menurut. Semuanya bekerja un
..."Pangeran, kau yakin akan melakukan hal ini?" Tanya Duck dengan sedikit ragu.Julian menoleh menatap Duck dengan datar. "Kenapa?" Tanya Julian.Duck terdiam sejenak. Lalu membuka suaranya. "Bagaimana jika mereka mengenalmu? Bukankah itu akan sangat berbahaya?" "Kau meragukan aku, Duck?" Ujar Julian menaikkan satu alisnya. Menatap Duck dengan memicing.Dengan cepat Duck menggeleng. "Tidak. Aku hanya mencemaskan mu saja." Balas Duck.Julian hanya terkekeh pelan. "Tidak perlu mencemaskan ku. Aku akan selalu baik-baik saja." Ujar Julian yakin."Baiklah. Tapi, katakan padaku jika kau membutuhkan bantuan." Putus Duck pada akhirnya. Dia tidak bisa menahan Pangeran Julian lagi."Kau tenang saja." Hanya itu balasan yang Julian lontarkan.Setelah itu Julian bersiap menuju kudanya. Menutup wajahnya dengan kain hitam yang selalu ia gunakan. Hari ini, Julian akan melakukan rencana nya. Julian memacu kudanya dan berlalu pergi dari sana. Ditempatnya Duck hanya bisa menatap lurus kepergian Pange
...Julian tiba di markas militer. Dia mengikuti kegiatan yang dilakukan oleh prajurit lainnya, yaitu berlatih. Walaupun ini hanya latihan biasa, tapi Julian tetap mengikuti karena disini dia bukanlah Julian melainkan Jack. Seorang prajurit biasa, bukan seorang Pangeran.Julian memainkan perannya dengan baik, buktinya selama beberapa Minggu disini tidak ada orang yang menaruh curiga padanya. Semua orang disini tampak menyambut dan memperlakukan Julian dengan baik, kecuali Drake tentunya. Pria itu masih menaruh kesal dan dendam pada Julian karena kejadian tempo hari."Aku dengar prajurit tambahan akan segera tiba." Seru salah satu prajurit disana."Raja benar-benar melakukan hal itu?" Julian hanya fokus pada latihannya. Walaupun kedua telinganya mendengar dengan tajam apa yang dua prajurit itu bicarakan."Tentu saja. Yang Mulia raja tidak mungkin mengalah begitu saja." "Setelah penyerangan satu bulan yang lalu, raja tidak mungkin diam saja.""Ya, kau benar. Raja pasti akan membalasny
..."Susst, jangan bilang siapa-siapa. Ini adalah tempat rahasia ku, dan kau orang pertama yang tau tempat ini." Ujar Anne sedikit berbisik.Julian menautkan alisnya kebingungan. Namun, dirinya cukup terhibur dengan tingkah gadis ini yang sedikit konyol. Tanpa bicara Julian hanya menganggukkan kepalanya. Mereka sekarang berada di sebuah tempat yang sedikit jauh dari pemukiman warga. Terdapat sebuah pondok kecil yang terbuat dari kayu. Terdapat juga danau kecil. Tempat ini begitu asri dan nyaman dengan suasana yang menyejukkan. "Luka mu perlu di obati." Ujar Anne mengambil sesuatu disana.Gadis itu membuka sebuah kotak kayu yang terdapat beberapa obat-obatan. Julian hanya memperhatikan dalam diam."Kemari," titah Anne.Tanpa menyahut, Julian menurut dan mendekatkan dirinya pada Anne. Dengan perlahan Anne mulai mengoleskan obat merah pada kening Julian yang tergores hingga sedikit mengeluarkan darah. Julian hanya diam dengan menatap wajah fokus Anne lekat. Jarak mereka begitu dekat.
...Julian kembali ke tenda dengan suasana hati yang baik. Sejak perjalanan tadi bibirnya tidak berhenti tersenyum. Bahkan hingga dirinya sampai di tenda pun Julian tetap tersenyum.Hal itu membuat Duck yang menatapnya hanya bisa mengerut bingung. Pangeran Thedas tidak biasanya tersenyum seperti ini. Lalu Duck mendekati Julian yang baru saja turun dari kudanya."Pangeran." Panggil Duck.Julian menoleh. Mengubah cepat raut wajahnya menjadi datar. "Kau terlambat pulang, tidak biasanya." Seru Duck. Julian melirik Duck diam. "Hanya ingin." Balas Julian acuh.Duck mengangguk kecil. Kemudian menatap seluruh wajah Julian saat tidak sengaja Duck melihat sesuatu yang menempel di kening Pangeran Thedas."Kening mu kenapa, Pangeran?" Tanya Duck menunjuk lurus. Menyorot sedikit panik pada Julian.Spontan Julian menyentuh keningnya. Mengingat kejadian yang lalu membuat Julian seketika mengingat Anne kembali. Hatinya menghangat. Julian ingin tersenyum, tapi ia tahan karena ada Duck disini."Hanya
...Julian melompat dari kudanya dengan terburu-buru. Tungkai jenjangnya melangkah begitu lebar. Raut cemas dan penuh khawatir terlihat jelas di wajah dinginnya. Tanpa peduli dengan beberapa prajurit yang memberinya salam hormat, Julian terus melangkah masuk ke dalam istana. "Yang Mulia!" Panggil Duck mengejar langkah Julian. Seakan tuli, Julian tidak sama sekali mendengar seruan dari Duck. Julian hanya terus melangkah untuk mencapai tujuannya. "Di mana Anne?!" Seru Julian sedikit meninggi. Ratu Maria menoleh begitu melihat Julian yang datang secara tiba-tiba. Wanita yang tidak lagi muda itu menghampiri Julian untuk mengusap bahunya menenangkan. "Anne ada di dalam. Dia sedang diperiksa oleh tabib." Julian mendengus kasar mendengar ucapan ibunya. Setelah mendapat kabar dari Duck jika Anne pingsan di istana membuat Julian kalut. Julian yang tengah berburu lantas bergegas pulang ke istana. Bahkan dia meninggalkan busur panahnya di hutan karena terlalu mencemaskan Anne. Sabar bukan
...Seluruh rakyat Thedas berbahagia. Hari ini tepatnya adalah hari di mana pernikahan Anne dan Julian digelar. Suasana bahagia menyelimuti semua orang. Setelah pewarisan tahta kerajaan kepada Julian, mereka segera menggelar pesta pernikahan. Kini Julian dan Anne ditetapkan sebagai ratu dan raja Thedas. Senyum ratu Maria merekah melihat Anne dan Julian di atas altar. Keduanya terlihat begitu serasi. Seketika ratu Maria mengingat raja Charles. Jika saja raja Charles masih ada di sini pasti ia juga akan sangat bahagia melihat Julian yang menikah dengan Anne. "Kalian sudah resmi menjadi suami istri. Yang Mulia bisa mencium kening ratu sebagai simbol kasih sayang," ujar seorang pendeta. Julian maju beberapa langkah hingga tidak ada jarak lagi antara dirinya dan Anne. Mengangkat dagu Anne dengan jari telunjuknya. Mata tidak pernah bisa berbohong. Julian menatap Anne penuh damba dan binar cinta. Hari ini Anne begitu cantik dan anggun. Kedua pipi putihnya terlihat merah merona menahan mal
..."Eudora!" Tepat saat ujung pisau itu mengenai leher Anne, teriakan seseorang menghentikan aksi gila dari Eudora. Itu Julian yang datang dengan wajah yang tajam. Disusul oleh Duck dan juga raja Eggar. Mereka datang di waktu yang tepat. "Lepaskan Anne!" Sentan Julian. "Tidak! Aku tidak akan melepaskan gadis sialan ini! Kau tahu Julian, karena gadis ini pernikahan kita batal! Karena gadis ini juga hidupku hancur! Aku tidak akan melepaskannya sebelum aku membunuhnya!" Julian semakin berang di sana. Dia melirik Anne yang sudah meringis kesakitan. Eudora sangat gila dan nekat. "Eudora! Apa-apaan kau ini! Lepaskan dia!" Sahut raja Eggar. Lagi-lagi Eudora menggeleng. "Tidak ayah! Sudah aku bilang jika aku akan membunuh gadis ini!" Raja Eggar menekan pelipisnya melihat tingkah dari putrinya. Seharusnya raja Eggar tidak usah mengijinkan Eudora untuk ikut bersamanya. Sementara itu, Julian mulai memberi kode pada Duck lewat tatapannya. Seakan mengerti Duck lantas mengangguk. Diam-dia
...Jika ada kebahagiaan, tentu pasti juga akan ada kesedihan. Itulah yang saat ini tengah dirasakan seluruh rakyat Thedas. Kesedihan merundung mereka ketika kabar kematian raja Charles terdengar. Hal itu mengejutkan semua orang termasuk pihak keluarga istana. Semuanya seperti mimpi. Bagaikan tersambar kilatan petir, mereka seakan tidak percaya dengan kabar duka ini. Termasuk ratu Maria, dia menangis pilu menerima kenyataan jika suaminya telah tiada. Begitupun dengan Julian. Padahal baru kemarin ia berbincang bersama ayahnya, tapi Julian tidak menyangka jika kemarin adalah perbincangan terkahirnya dengan raja Charles. Dengan tatapan yang kosong Julian menatap jasad raja Charles yang sudah siap untuk dikremasi. Wajahnya memang tidak menampilkan kesedihan sedikitpun, tapi jauh di dalam hatinya, Julian teramat merasakan kesedihan. "Pangeran, ini sudah waktunya." Julian mengangguk saat mendengar instruksi dari Duck. Perlahan Julian mengambil sebuah obor untuk membakar jasad raja Charl
...Julian tidak menduga jika raja Charles pada akhirnya merestui dirinya dengan Anne. Bahkan mulai sekarang raja Charles sudah bisa menerima Anne di Thedas. "Apa yang membuat ayah merestui aku dan Anne?" Tanya Julian melirik sekilas. Setelah sejak tadi lama terdiam, Julian memutuskan untuk membuka suaranya. Dia hanya ingin memastikan jika ucapan ayahnya bukan hanya sekedar omong kosong belaka. Sepenuhnya Julian masih belum bisa yakin jika kini raja Charles mau menerima Anne. Bagaimana jika ini hanya sebuah jebakan ayahnya untuk menyakiti Anne lagi? "Karena aku tahu jika kalian saling mencintai," jawab raja Charles tersenyum simpul. Namun Julian masih belum puas. Dia memperhatikan sang ayah lebih lekat untuk mencari kebohongan dan dusta di sana. Sadar akan itu lantas raja Charles pun terkekeh kecil. "Julian, aku tahu kau masih ragu padaku. Tapi percayalah, kali ini aku benar-benar mengatakan dengan serius." Julian mendengus dingin. Apa harus ia percaya pada ayahnya setelah semua
...Anne menatap lurus gerbang istana Thedas. Setelah sekian lama berlalu Anne kembali lagi ke sini. Anne menolehkan kepalanya ketika merasakan genggaman tangan Julian yang erat dan hangat. Julian melirik Anne sembari tersenyum kecil yang langsung dibalas oleh Anne dengan senyuman lagi. Rasa gugupnya sedikit berkurang berkat Julian. Nyatanya usapan lembut di tangannya berhasil menetralkan degup jantungnya. Mengikuti langkah Duck yang berada di depan, Julian dan Anne berjalan memasuki istana Thedas. Netra tajam Julian memperhatikan seisi istana. Duck benar, kini keadaan Thedas terlihat berbeda dari terakhir kali Julian pergi. Istana Thedas sedikit redup dengan prajurit yang tidak sebanyak dulu. Mungkin sebagian prajurit memilih pergi meninggalkan Thedas karena tidak adanya yang memimpin Thedas sehingga membuat istana Thedas kacau. "Semenjak raja sakit, banyak di antara warga istana yang meninggalkan Thedas. Terlebih perekenomian kerajaan yang berantakan menyebabkan sebagian rakyat T
...Napas Anne tersengal tidak beraturan. Gadis itu terus berlari tanpa peduli dengan tubuhnya yang semakin lelah. Sementara di belakang sana ikut terdengar langkah kaki yang mengikutinya. Anne terus melirik ke belakang disertai wajah paniknya. Tadi saat dia baru saja pulang dari kedai bibi Maden, tiba-tiba ada beberapa orang yang mengikutinya. Menyadari jika itu sebuah bahaya, maka dari itu Anne berlari guna menghindari mereka. Akan tetapi beberapa orang itu justru malah mengejar Anne. Sekarang Anne menyesal karena melarang Julian untuk mengantarnya. Seharusnya tadi Anne tidak menolak saat Julian memaksa annne untuk diantar ke kedai bibi Maden. Karena memang pada dasarnya Anne itu keras kepala alhasil dia harus menerima penyesalan itu. Di tengah pelariannya Anne tersandung oleh sebuah akar. Akhirnya tubuh kecilnya terjatuh ke tanah diikuti dengan ringisan pelan dari bibirnya. Anne mendongak dan beringsut mundur saat eksistensi beberapa orang itu terlihat dan semakin dekat denganny
...Kini hubungan Julian dan Anne sudah membaik. Bahkan keduanya tampak begitu dekat sekarang. Seperti saat ini, dengan mesra Julian memeluk Anne dari belakang. Menumpu dagunya di bahu sempit gadis tercintanya. Sedangkan Anne menahan napasnya karena gugup. "Julian, jangan seperti ini. Aku tidak bisa bergerak," ujar Anne mencoba untuk melepaskan pelukan Julian tapi itu percuma saja. Anne menghela napasnya. Karena pelukan Julian, Anne kesulitan untuk memindahkan kue-kue itu ke keranjang. Hari ini ia harus mengirim kue-kue ini lagi kepada bibi Maden dengan tepat waktu. Akan tetapi jika seperti ini kemungkinan Anne akan terlambat sebab Julian yang sejak tadi terus menghambatnya. "Tidak, Anne. Aku tidak ingin melepaskanmu lagi." Julian bergumam pelan. Menutup kedua matanya rapat. Julian pernah menyesal karena Anne yang pergi dari hidupnya. Dan sekarang Julian tidak ingin hal itu terulang kembali. Karena kehilangan Anne sama saja kehilangan separuh jiwanya. "Ish ... Julian! Aku harus p
..."Jadi apa aku sudah dimaafkan?" Ujar Julian setelah pelukan mereka terlepas. Anne mendongak dan manik mata lugunya membalas tatapan Julian padanya. Ia hanya terdiam tanpa membalas ucapan Julian. "Aku tidak tahu," jawab Anne kemudian seraya menghela napasnya. Jawaban yang terdengar ambigu membuat Julian mengerutkan keningnya tajam. Itu bukan yang ingin ia dengar dari Anne. "Tapi ..." Anne menggantungkan ucapannya diikuti dengan Julian yang menoleh padanya. "Aku tidak tahu, Julian. Aku ingin marah dan membencimu, tapi aku tidak bisa. Semakin marah padamu aku semakin memikirkanmu," ungkap Anne. Julian tersenyum tipis. Menelisik ke arah manapun yang Julian lihat hanya kepolosan dan kejujuran. Apa yang Anne katakan tidak sedikitpun ada kebohongan di sana. Tatapan lembut dari gadis itu mengatakan segalanya. Satu kecupan singkat di bibirnya membuat Anne tersentak kaget. Dia menatap Julian sebal karena selalu bertindak sesuka hati. Sedangkan Julian hanya terkekeh kecil melihat resp