..."Susst, jangan bilang siapa-siapa. Ini adalah tempat rahasia ku, dan kau orang pertama yang tau tempat ini." Ujar Anne sedikit berbisik.Julian menautkan alisnya kebingungan. Namun, dirinya cukup terhibur dengan tingkah gadis ini yang sedikit konyol. Tanpa bicara Julian hanya menganggukkan kepalanya. Mereka sekarang berada di sebuah tempat yang sedikit jauh dari pemukiman warga. Terdapat sebuah pondok kecil yang terbuat dari kayu. Terdapat juga danau kecil. Tempat ini begitu asri dan nyaman dengan suasana yang menyejukkan. "Luka mu perlu di obati." Ujar Anne mengambil sesuatu disana.Gadis itu membuka sebuah kotak kayu yang terdapat beberapa obat-obatan. Julian hanya memperhatikan dalam diam."Kemari," titah Anne.Tanpa menyahut, Julian menurut dan mendekatkan dirinya pada Anne. Dengan perlahan Anne mulai mengoleskan obat merah pada kening Julian yang tergores hingga sedikit mengeluarkan darah. Julian hanya diam dengan menatap wajah fokus Anne lekat. Jarak mereka begitu dekat.
...Julian kembali ke tenda dengan suasana hati yang baik. Sejak perjalanan tadi bibirnya tidak berhenti tersenyum. Bahkan hingga dirinya sampai di tenda pun Julian tetap tersenyum.Hal itu membuat Duck yang menatapnya hanya bisa mengerut bingung. Pangeran Thedas tidak biasanya tersenyum seperti ini. Lalu Duck mendekati Julian yang baru saja turun dari kudanya."Pangeran." Panggil Duck.Julian menoleh. Mengubah cepat raut wajahnya menjadi datar. "Kau terlambat pulang, tidak biasanya." Seru Duck. Julian melirik Duck diam. "Hanya ingin." Balas Julian acuh.Duck mengangguk kecil. Kemudian menatap seluruh wajah Julian saat tidak sengaja Duck melihat sesuatu yang menempel di kening Pangeran Thedas."Kening mu kenapa, Pangeran?" Tanya Duck menunjuk lurus. Menyorot sedikit panik pada Julian.Spontan Julian menyentuh keningnya. Mengingat kejadian yang lalu membuat Julian seketika mengingat Anne kembali. Hatinya menghangat. Julian ingin tersenyum, tapi ia tahan karena ada Duck disini."Hanya
...Sesuai yang sudah di rencakan. Anne dan Jessie pergi ke sebuah festival malam yang berada di pusat kota. Anne begitu sangat bersemangat dan antusias. Dia sudah menanti acara seperti itu jauh-jauh hari. Setelah berpamitan pada raja dan ratu, mereka pun bergegas pergi. Dua prajurit istana di perintahkan untuk mengawal dan menjaga kedua tuan putri. Sepanjang jalan, Anne tidak henti-hentinya berceloteh. Hingga membuat Jessie mendengus kesal mendengar nya. "Woah ..." Anne terperangah melihat bagaimana suasan malam ini.Jessie dan Anne pun semakin masuk kedalam. Begitu banyak orang yang berkunjung kesini. Festival ini sangat ramai dari ekspetasi nya. "Ingat Anne, jangan berulah. Tetap bersamaku dan jangan pergi ke manapun." Peringat Jessie. Anne hanya mengangguk saja. Dia tidak menyahut karena masih terlalu larut dalam kekagumannya. "Anne, dengar tidak?" "Iya Jessie, aku dengar." Balas Anne mendengus sebal.Kedua gadis itu berjalan beriringan. Memperhatikan setiap apa yang mereka
...Suasana tiba-tiba hening diantara mereka. Anne tidak berkutik. Dia masih dalam rasa terkejutnya seraya menatap wajah Julian. Kini mereka saling memandang dengan jarak yang begitu dekat. Julian menyelami sorot mata Anne dengan lekat. Pria itu seolah menikmati wajah cantik Anne yang sedikit terkena cahaya bulan. Begitu cantik dan menawan. Julian tidak bisa melepaskan tatapannya dari Anne barang sedikitpun. Setelah cukup lama terdiam, akhirnya Anne tersadar lalu berdehem pelan. "Jack, apa yang kau katakan?" Suara Anne mengudara dengan gugup.Bola mata Julian bergerak sedikit. "Apa itu kurang jelas?" Pria itu balik bertanya. Anne kembali terdiam. Dia tidak tau harus mengatakan apa lagi. Kepalanya tertunduk dalam. Berusaha untuk menyembunyikan wajah memerahnya. "Kenapa kau mengatakan itu?" Tanya Anne pelan. Bahkan sangat pelan namun Julian mampu menangkap dengan jelas. Tanpa Anne ketahui, Julian tersenyum melihat tingkah wanita itu. Wajah merah merona nya membuat Julian semakin i
...Di dalam istana begitu berisik dengan suara Anne yang terus merengek pada sang ibu. Sejak tadi bahkan dia terus memohon-mohon pada ibunya. Sementara ratu Calista sudah memijit kepalanya yang terasa pening karena rengekan dari putri bungsunya. "Ibu, ayolah. Biarkan aku pergi." Mohon Anne lagi. Dia mengatupkan kedua tangannya. "Tidak, Anne. Tetap di sini." Anne berdecak. "Hanya sebentar. Aku hanya ingin membagikan ini pada prajurit sekaligus berkunjung ke sana." Ujar Anne lagi. Ratu Calista menghela nafas. Tidak habis pikir dengan alasan Anne yang sedikit aneh. Anne merengek meminta ijin untuk pergi ke markas militer. Dia bilang ingin membagikan makanan pada prajurit di sana. Niat yang bagus, tapi tetap saja ratu Calista tidak bisa memberikan ijin tanpa persetujuan dari Raja Pedro. "Boleh kan? Kumohon ibu." Bujuk Anne. Melihat wajah memelas itu membuat ratu Calista tidak tega juga. Pada akhirnya dia hanya mengangguk pasrah. Hal itu membuat anne bersorak senang. Anne melompat k
..."Angkat wajahmu Anne." Seru Julian seraya mengangkat dagu Anne dengan jari telunjuknya. Namun Anne hanya menggeleng dan terus menunduk. Julian tersenyum tipis melihat tingkah Anne yang salah tingkah seperti ini. Entah kenapa Julian menyukainya. Dia suka melihat wajah seputih dan selembut kapas itu merona kemerahan. Mereka kini berada di luar markas militer. Setelah kejadian beberapa saat yang lalu, Julian dan Anne memutuskan untuk pergi keluar dari ruangan itu. Dan selama perjalanan jantung Anne tidak pernah berhenti untuk terus berdetak. Apalagi begitu dia mengingat ucapannya beberapa saat yang lalu. Anne merasa malu dan tidak berani menatap Julian lebih lama. "J-jack ... Jangan seperti ini." Tegur Anne mendorong Julian saat pria itu mencoba untuk menghapus jarak mereka. "Kenapa?" Tanya Julian mengangkat satu alisnya. Anne semakin menunduk dalam. "Aku malu. Bagaimana jika ada orang yang lihat?" Cicit Anne pelan. Julian tersenyum kecil. Dia memberikan usapan lembut di kepala
...Sementara itu terlihat Eudora yang terus mondar-mandir tidak tenang di tempatnya. Gadis dengan rambut hitam pekat sedikit bergelombang itu tengah di landa kegelisahan. Bagaimana tidak? Beberapa hari yang lalu Eudora mengirimi Julian surat, tapi bahkan sampai sekarang tidak ada balasan apapun dari Julian untuknya. Hal itu membuat Eudora menjadi cemas. Dia takut terjadi sesuatu pada Julian di sana. "Eudora, apa yang kau lakukan di sini?" Tanya Maria. "Ibu ratu," sapa Eudora. "tidak, aku hanya sedang mencari udara segar saja." "Ini sudah malam. Sebaiknya kau beristirahat," ujar Ratu Maria. "Iya, sebentar lagi aku akan istirahat." Ratu Maria tersenyum simpul. Dia mengusap kepala Eudora dengan lembut. "Baiklah. Jangan terlalu malam," pesan nya sebelum kemudian berlalu pergi. Setelah kepergian dari ratu Maria, Eudora kembali bergerak gusar. Dia menggigiti kuku nya dengan raut yang gelisah. Eudora mendongak menatap langit yang sudah gelap, lalu menghela nafasnya dan memutuskan untu
..."Pangeran." Duck memanggil Julian yang berdiam diri di luar tenda mereka. Kemudian melangkah menghampirinya. Mendengar panggilan dari pengawal Duck membuat Julian melirik singkat tanpa menyahutinya. Lalu memalingkan wajahnya saat Duck sudah berdiri di sampingnya. Duck menatap wajah Julian sebentar. Padahal ini sudah sangat larut malam, tapi pangeran Julian masih betah berdiri di sini. Mengabaikan angin malam yang semakin dingin kian menerpa tubuh pria itu. Julian masih diam, menunggu Duck untuk melanjutkan bicara. Julian memandang lurus ke depan, sedang telinganya sudah siap untuk mendengarkan ucapan Duck. "Raja meminta kita untuk pulang," ujar Duck kemudian. Sontak Julian menolehkan wajahnya yang beraut datar. Menautkan kedua alisnya dengan wajah merengut tidak suka. "Pulang? Kenapa?" Tanya nya. Duck hanya menggeleng pelan. "Entahlah, raja tidak mengatakan alasannya," jawab Duck. Julian mendengus kasar. Tanpa mengucapkan sepatah kata Julian melenggang pergi begitu saja. Me
...Julian melompat dari kudanya dengan terburu-buru. Tungkai jenjangnya melangkah begitu lebar. Raut cemas dan penuh khawatir terlihat jelas di wajah dinginnya. Tanpa peduli dengan beberapa prajurit yang memberinya salam hormat, Julian terus melangkah masuk ke dalam istana. "Yang Mulia!" Panggil Duck mengejar langkah Julian. Seakan tuli, Julian tidak sama sekali mendengar seruan dari Duck. Julian hanya terus melangkah untuk mencapai tujuannya. "Di mana Anne?!" Seru Julian sedikit meninggi. Ratu Maria menoleh begitu melihat Julian yang datang secara tiba-tiba. Wanita yang tidak lagi muda itu menghampiri Julian untuk mengusap bahunya menenangkan. "Anne ada di dalam. Dia sedang diperiksa oleh tabib." Julian mendengus kasar mendengar ucapan ibunya. Setelah mendapat kabar dari Duck jika Anne pingsan di istana membuat Julian kalut. Julian yang tengah berburu lantas bergegas pulang ke istana. Bahkan dia meninggalkan busur panahnya di hutan karena terlalu mencemaskan Anne. Sabar bukan
...Seluruh rakyat Thedas berbahagia. Hari ini tepatnya adalah hari di mana pernikahan Anne dan Julian digelar. Suasana bahagia menyelimuti semua orang. Setelah pewarisan tahta kerajaan kepada Julian, mereka segera menggelar pesta pernikahan. Kini Julian dan Anne ditetapkan sebagai ratu dan raja Thedas. Senyum ratu Maria merekah melihat Anne dan Julian di atas altar. Keduanya terlihat begitu serasi. Seketika ratu Maria mengingat raja Charles. Jika saja raja Charles masih ada di sini pasti ia juga akan sangat bahagia melihat Julian yang menikah dengan Anne. "Kalian sudah resmi menjadi suami istri. Yang Mulia bisa mencium kening ratu sebagai simbol kasih sayang," ujar seorang pendeta. Julian maju beberapa langkah hingga tidak ada jarak lagi antara dirinya dan Anne. Mengangkat dagu Anne dengan jari telunjuknya. Mata tidak pernah bisa berbohong. Julian menatap Anne penuh damba dan binar cinta. Hari ini Anne begitu cantik dan anggun. Kedua pipi putihnya terlihat merah merona menahan mal
..."Eudora!" Tepat saat ujung pisau itu mengenai leher Anne, teriakan seseorang menghentikan aksi gila dari Eudora. Itu Julian yang datang dengan wajah yang tajam. Disusul oleh Duck dan juga raja Eggar. Mereka datang di waktu yang tepat. "Lepaskan Anne!" Sentan Julian. "Tidak! Aku tidak akan melepaskan gadis sialan ini! Kau tahu Julian, karena gadis ini pernikahan kita batal! Karena gadis ini juga hidupku hancur! Aku tidak akan melepaskannya sebelum aku membunuhnya!" Julian semakin berang di sana. Dia melirik Anne yang sudah meringis kesakitan. Eudora sangat gila dan nekat. "Eudora! Apa-apaan kau ini! Lepaskan dia!" Sahut raja Eggar. Lagi-lagi Eudora menggeleng. "Tidak ayah! Sudah aku bilang jika aku akan membunuh gadis ini!" Raja Eggar menekan pelipisnya melihat tingkah dari putrinya. Seharusnya raja Eggar tidak usah mengijinkan Eudora untuk ikut bersamanya. Sementara itu, Julian mulai memberi kode pada Duck lewat tatapannya. Seakan mengerti Duck lantas mengangguk. Diam-dia
...Jika ada kebahagiaan, tentu pasti juga akan ada kesedihan. Itulah yang saat ini tengah dirasakan seluruh rakyat Thedas. Kesedihan merundung mereka ketika kabar kematian raja Charles terdengar. Hal itu mengejutkan semua orang termasuk pihak keluarga istana. Semuanya seperti mimpi. Bagaikan tersambar kilatan petir, mereka seakan tidak percaya dengan kabar duka ini. Termasuk ratu Maria, dia menangis pilu menerima kenyataan jika suaminya telah tiada. Begitupun dengan Julian. Padahal baru kemarin ia berbincang bersama ayahnya, tapi Julian tidak menyangka jika kemarin adalah perbincangan terkahirnya dengan raja Charles. Dengan tatapan yang kosong Julian menatap jasad raja Charles yang sudah siap untuk dikremasi. Wajahnya memang tidak menampilkan kesedihan sedikitpun, tapi jauh di dalam hatinya, Julian teramat merasakan kesedihan. "Pangeran, ini sudah waktunya." Julian mengangguk saat mendengar instruksi dari Duck. Perlahan Julian mengambil sebuah obor untuk membakar jasad raja Charl
...Julian tidak menduga jika raja Charles pada akhirnya merestui dirinya dengan Anne. Bahkan mulai sekarang raja Charles sudah bisa menerima Anne di Thedas. "Apa yang membuat ayah merestui aku dan Anne?" Tanya Julian melirik sekilas. Setelah sejak tadi lama terdiam, Julian memutuskan untuk membuka suaranya. Dia hanya ingin memastikan jika ucapan ayahnya bukan hanya sekedar omong kosong belaka. Sepenuhnya Julian masih belum bisa yakin jika kini raja Charles mau menerima Anne. Bagaimana jika ini hanya sebuah jebakan ayahnya untuk menyakiti Anne lagi? "Karena aku tahu jika kalian saling mencintai," jawab raja Charles tersenyum simpul. Namun Julian masih belum puas. Dia memperhatikan sang ayah lebih lekat untuk mencari kebohongan dan dusta di sana. Sadar akan itu lantas raja Charles pun terkekeh kecil. "Julian, aku tahu kau masih ragu padaku. Tapi percayalah, kali ini aku benar-benar mengatakan dengan serius." Julian mendengus dingin. Apa harus ia percaya pada ayahnya setelah semua
...Anne menatap lurus gerbang istana Thedas. Setelah sekian lama berlalu Anne kembali lagi ke sini. Anne menolehkan kepalanya ketika merasakan genggaman tangan Julian yang erat dan hangat. Julian melirik Anne sembari tersenyum kecil yang langsung dibalas oleh Anne dengan senyuman lagi. Rasa gugupnya sedikit berkurang berkat Julian. Nyatanya usapan lembut di tangannya berhasil menetralkan degup jantungnya. Mengikuti langkah Duck yang berada di depan, Julian dan Anne berjalan memasuki istana Thedas. Netra tajam Julian memperhatikan seisi istana. Duck benar, kini keadaan Thedas terlihat berbeda dari terakhir kali Julian pergi. Istana Thedas sedikit redup dengan prajurit yang tidak sebanyak dulu. Mungkin sebagian prajurit memilih pergi meninggalkan Thedas karena tidak adanya yang memimpin Thedas sehingga membuat istana Thedas kacau. "Semenjak raja sakit, banyak di antara warga istana yang meninggalkan Thedas. Terlebih perekenomian kerajaan yang berantakan menyebabkan sebagian rakyat T
...Napas Anne tersengal tidak beraturan. Gadis itu terus berlari tanpa peduli dengan tubuhnya yang semakin lelah. Sementara di belakang sana ikut terdengar langkah kaki yang mengikutinya. Anne terus melirik ke belakang disertai wajah paniknya. Tadi saat dia baru saja pulang dari kedai bibi Maden, tiba-tiba ada beberapa orang yang mengikutinya. Menyadari jika itu sebuah bahaya, maka dari itu Anne berlari guna menghindari mereka. Akan tetapi beberapa orang itu justru malah mengejar Anne. Sekarang Anne menyesal karena melarang Julian untuk mengantarnya. Seharusnya tadi Anne tidak menolak saat Julian memaksa annne untuk diantar ke kedai bibi Maden. Karena memang pada dasarnya Anne itu keras kepala alhasil dia harus menerima penyesalan itu. Di tengah pelariannya Anne tersandung oleh sebuah akar. Akhirnya tubuh kecilnya terjatuh ke tanah diikuti dengan ringisan pelan dari bibirnya. Anne mendongak dan beringsut mundur saat eksistensi beberapa orang itu terlihat dan semakin dekat denganny
...Kini hubungan Julian dan Anne sudah membaik. Bahkan keduanya tampak begitu dekat sekarang. Seperti saat ini, dengan mesra Julian memeluk Anne dari belakang. Menumpu dagunya di bahu sempit gadis tercintanya. Sedangkan Anne menahan napasnya karena gugup. "Julian, jangan seperti ini. Aku tidak bisa bergerak," ujar Anne mencoba untuk melepaskan pelukan Julian tapi itu percuma saja. Anne menghela napasnya. Karena pelukan Julian, Anne kesulitan untuk memindahkan kue-kue itu ke keranjang. Hari ini ia harus mengirim kue-kue ini lagi kepada bibi Maden dengan tepat waktu. Akan tetapi jika seperti ini kemungkinan Anne akan terlambat sebab Julian yang sejak tadi terus menghambatnya. "Tidak, Anne. Aku tidak ingin melepaskanmu lagi." Julian bergumam pelan. Menutup kedua matanya rapat. Julian pernah menyesal karena Anne yang pergi dari hidupnya. Dan sekarang Julian tidak ingin hal itu terulang kembali. Karena kehilangan Anne sama saja kehilangan separuh jiwanya. "Ish ... Julian! Aku harus p
..."Jadi apa aku sudah dimaafkan?" Ujar Julian setelah pelukan mereka terlepas. Anne mendongak dan manik mata lugunya membalas tatapan Julian padanya. Ia hanya terdiam tanpa membalas ucapan Julian. "Aku tidak tahu," jawab Anne kemudian seraya menghela napasnya. Jawaban yang terdengar ambigu membuat Julian mengerutkan keningnya tajam. Itu bukan yang ingin ia dengar dari Anne. "Tapi ..." Anne menggantungkan ucapannya diikuti dengan Julian yang menoleh padanya. "Aku tidak tahu, Julian. Aku ingin marah dan membencimu, tapi aku tidak bisa. Semakin marah padamu aku semakin memikirkanmu," ungkap Anne. Julian tersenyum tipis. Menelisik ke arah manapun yang Julian lihat hanya kepolosan dan kejujuran. Apa yang Anne katakan tidak sedikitpun ada kebohongan di sana. Tatapan lembut dari gadis itu mengatakan segalanya. Satu kecupan singkat di bibirnya membuat Anne tersentak kaget. Dia menatap Julian sebal karena selalu bertindak sesuka hati. Sedangkan Julian hanya terkekeh kecil melihat resp