Pagi menjelang. Kota Bandung kembali cerah setelah diguyur hujan semalaman. Cahaya matahari mencuri-curi masuk ke dalam ruangan lewat ventilasi. Dari arah balkon samar terdengar suara kicau burung. Keona perlahan membuka mata, merasakan sesak di dadanya yang semakin menarik napas semakin merasa sesak. Keona coba bergerak, tapi sulit. Dia pun menemukan alasannya. Tangan kekar Kairos memeluk erat tubuhku, tepat berada di atas perutnya. Kaget, Keona pun menoleh ke samping. Kairos masih tidur dengan nyenyak nya. Astaga, Keona baru ingat kalau semalam Kairos memaksa untuk tidur di ranjang yang sama, memastikan kalau Keona akan baik-baik saja. "Aku akan tetap tidur di sini. Aku tidak mau kecolongan lagi. Apa kau tidak tahu betapa takutnya aku saat mendapati mu pingsan di depan kamar mandi?" Tidak ada alasan lain yang mampu mengubah pendirian Kairos. Akhirnya dia pasrah. Tubuhnya terlalu lemas untuk melawan. Lagi pula, Kairos bukan pria brengsek yang akan mengambil keuntungan da
Pandangan Atika masih tertuju pada punggung Keona yang semakin lama menjauh. Gadis itu sudah pergi membawa air mata yang tidak sempat dilihat oleh Atika. Hinaan wanita itu begitu menyakitkan hatinya. Kesabaran Atika sudah diambang batas. Dia tidak akan memberi kesempatan kepada Keona untuk berdekatan dengan Daren. Tanpa pikir panjang dia segera mengambil ponselnya dan menghubungi seseorang yang dia kenal. "Aku butuh bantuanmu segera temui aku di rumah sakit. Aku akan mengirimkan alamatnya." ** Beristirahat seharian di rumah membuat Keona merasa bosan. Dia memilih untuk pergi berbelanja untuk mengisi kembali kulkas yang sudah kosong. Keona menatap layar ponselnya, sejak semalam dia menunggu Lili menghubunginya. Tapi hingga siang ini, tidak ada telepon ataupun pesan. Dia merindukan suara temannya itu. Keona sudah bertanya kepada Hani apakah Lili baik-baik saja. Hani menyarankan agar Keona untuk beberapa hari menghindari Lili karena gadis itu belum bisa memaafkan Keona karen
"Bagus! Aku akan mengirimkan sisanya!" Atika menutup ponselnya setelah mengakhiri pembicaraan dengan seseorang di seberang sana. Dia terlihat gembira, rasa puas terpancar di wajahnya karena rencananya sudah berhasil. Terserah, jika dia nantinya harus dilemparkan ke dalam api neraka atas semua perbuatan jahatnya yang terpenting dia bisa menjauhkan Daren dari keona. Dia hanya meminta orang suruhannya menabrak Keona, membuat gadis itu lumpuh, namun jika tabrakan itu membuatnya sampai meninggal, artinya semesta mendukung rencananya. "Ada apa? Mama terlihat gembira?" tanya Daren yang justru cemberut dan dengan kesal melemparkan ponselnya ke arah kaki. Dia masih belum diperbolehkan pulang sementara berulang kali dia mencoba menghubungi Keona, namun tidak berhasil. Nomor gadis itu tidak aktif. Dia juga sudah berusaha untuk menghubungi Lili dan juga Hani, tapi keduanya mengatakan belum bertemu Keona sejak kemarin. Dalam benaknya, Daren menuduh Keona dengan sengaja menghindarinya,
Hari ini Keona pulang dari rumah sakit. Tami dan Arlan membantunya sekaligus mengantar gadis itu pulang ke kosan. Awalnya Tami menawarkan untuk singgah ke rumah mereka terlebih dahulu namun Keona menolak karena segan dan tidak ingin merepotkan keluarga Atmajaya lagi. "Apa ini? Kenapa repot-repot, sih, Nek," ucap Keona. Arlan meletakkan satu kardus bersatu berisi buah dan makanan. "Jangan sungkan kamu masih sakit tidak bisa kemana-mana ini untuk kamu stok makanan mu, besok nenek akan datang membawakan kamu makanan lagi." "Kamu beruntung sangat disayangi nenek, aku saja yang cucunya sendiri tidak pernah diperhatikan seperti ini," celetuk Santi yang merasa tersisihkan. Sebelum menjemput Keona ke rumah sakit Santi sudah merengek agar Tami bersedia menemaninya ke rumah Dedi tapi wanita itu menolak. Berulang kali Tami mengatakan kepada Santi bawa Dedi tidak tulus mencintainya. Dia mau menikahi Santi hanya karena warisan yang dimiliki gadis itu tapi Santi yang baru pertama kali m
Kabar baik diterima Kairos. Anak buahnya sudah berhasil melacak plat nomor sekaligus pemilik mobil yang sudah menabrak Keona. Gen segera melakukan interogasi, mengancam akan menghabisi pria itu jika tidak berkata dengan jujur, alhasil tidak punya pilihan lain penjahat itu buka suara dan mengatakan Atika yang sudah menyewanya. Penuh emosi Kairos, mendatangi kediaman kakeknya. Dia sudah mendapat informasi bahwa Daren yang sudah pulang dan saat ini berada di rumah utama. "Akhirnya kau mengunjungi pria tua ini," sambut Candra memeluk kairos. Chandra sudah mendapat kabar bahwa cucunya memenangkan tender besar. Dan dia menunggu kedatangan pria itu untuk mengucapkan selamat. "Nanti kita bicara, Kek. Sekarang aku ingin bertemu dengan tante Atika," jawab Kairos mengurai pelukan mereka. "Ada urusan apa kau mencari Atika?" Firasat Chandra tidak enak. Kairos tidak pernah mau bersinggungan dengan Atika, karena pasti putrinya itu akan berkata kasar dan mengungkit masa lalu Kairos tapi
"Kau gugup?" tanya Kairos tersenyum. Sejak masuk halaman rumah Mahesa, pria itu tidak melepaskan tangan Keona. Berjalan berdampingan masuk ke dalam rumah. keona tidak berniat menjawab namun pinjaman tangannya yang semakin kencang mewakili jawaban yang ingin didengar Kairos. "Selamat datang. Kakek senang kamu akhirnya bisa bergabung makan malam bersama kami," sapa Candra menyambut kedatangan mereka. Keona tersenyum, lalu menoleh pada Kairos yang mengedipkan sebelah mata padanya. "Aku yang harus berterima kasih karena kakek sudah mau mengundangku," jawab Keona bersemangat. Candra ingin mengajak mereka masuk ke ruang makan, tapi mata pria itu justru terkejut melihat liontin yang ada di kalung Keona. Keona yang dipandang tajam, sangat berbeda dengan Chandra biasa melihat ke arahnya, menjadi gelisah dan salah tingkah. Dia kembali melirik Kairos, bertanya apa yang sudah terjadi. "Kek, ada apa?" Teguran kairos kembali membawa Candra pada kenyataan. Meski wajahnya masih menunjuk
Perjalanan pulang dari rumah Candra terasa sangat sepi. Kairos menutup rapat-rapat mulutnya. Tidak tahan dicuekin Keona melingkarkan tangannya pada lengan Kairos, meminta perhatian pria itu. Kairos menoleh lalu mencium puncak rambut Keona. Ada beban besar yang sedang dipikirkan terus dan dia tidak ingin membagi kesedihannya bersama Keona. "Ada apa? Kenapa sejak makan malam tadi kamu diam?" Keona mendongak, agar bisa menatap wajah Kairos yang sangat tampan. Terlebih malam ini, pria itu mengenakan kemeja Navya yang menambah kesan maskulin. "Tidak ada apa-apa," jawab Kairos pelan lalu melengkungkan senyumnya. "Aku nggak percaya. Ayo, katakan padaku. Bukankah kita janji tidak akan ada rahasia diantara kita?" Tuntunan Keona membuat Kairos jadi serba salah. Dia terlalu takut untuk menceritakan pada Keona. "Lalu, apakah masalahmu dengan Daren sudah selesai?" Keona mengangguk cepat. "Aku sudah katakan kalau hanya kamu pria yang aku sukai dan dia memberikanku selamat." Kairo
"Apa kabar?" sapa Keona tersenyum manis. Uluran tangannya disambut oleh Arlan. "Ini temanku, Lili," lanjut Keona kembali tersenyum. Sebenarnya Keona sendiri juga bingung harus memulai dari mana. Takut jika bertindak gegabah, Arlan justru akan marah. "Kalian mau pesan apa?" Tanya Arlan penuh wibawa. Pria itu terlihat sedikit gugup. Pertemuan itu disangka hanya dengan Keona. Di depan gadis itu, biasanya Arlan bisa bersikap leluasa karena menganggap Keona seperti sahabat. Tapi kali ini, gadis itu membawa temannya. Masing-masing mereka menyebutkan pesanan. Setelahnya, Keona pamit ke toilet. Hanya sekedar alasan karena dia ingin membiarkan keduanya punya kesempatan untuk bicara. Dari kejauhan, Keona memperhatikan mereka, suasana sudah mulai mencair. Keona ikut senang. Berharap dalam hati Lili dan Arlan bisa saling menyukai. Setelah dirasa cukup memberikan waktu, Keona kembali. Mereka menyantap hidangan diselingi cerita ngalor-ngidul. Sesekali Arlan tertawa mendengar lelucon yang
Pada akhirnya Keona memutuskan untuk memberi maaf dan kesempatan bagi Kairos. Bagaimanapun semua orang punya kesalahan. Kairos bersumpah dia tidak akan pernah lagi menyembunyikan apapun dari Keona. Meski tidak mudah percaya 100% pada Kairos, Keona tetap memperlakukan Kairos selayaknya suaminya, menghargai pria itu dan melakukan kewajibannya sebagai seorang istri. Lambat laun suasana mulai mencair. Kairos menunjukkan perubahannya. Dia mulai memberikan waktu untuk membahagiakan Keona. Kairos bahkan membawa Keona ke beberapa tempat di Eropa sebagai bukti dari janjinya mengganti bulan madu mereka yang sempat gagal. Kairos pun akhirnya menceritakan alasannya mengajak Keona segera pulang dari Bali karena tidak ingin Alena mengganggu mereka terlebih menemui Keona dan mengatakan hal yang tidak benar. "Alena memang wanita yang pernah aku cintai dan aku tidak memungkirinya namun ternyata dia tidak pantas untuk kucintai karena dengan tega berkhianat. Pengkhianatan yang pertama sudah aku
"Sayang, kau sedang apa?" Kairos mendekati Keona. Gadis itu sedang duduk di depan TV tapi dengan tatapan kosong. "Kau sudah pulang! Seperti yang kau lihat, aku sedang menonton televisi. Apa ada yang aneh?" tanya Keona ketus. Kalau Kairos pikir akan mendapati istrinya menangis di rumah maka dia salah. Keona sudah terlalu lelah untuk menangisi kejadian buruk yang terjadi dalam hidupmu kini dia sudah kebal. "Keona, ada yang ingin ku bicarakan denganmu." "Silakan." Keona mengambil sikap tegak. Kalau dipermukaan dia terlihat tenang, maka di dalam sudah hancur. "Tentang Alena-" "Alena? Mmm... " Keona tampak berpikir lalu mulutnya terbuka, ekspresi orang yang lupa lantas beberapa kemudian ingat kembali. Kairos mempelajari mimik wajah Keona, mengukur seberapa besar amarah gadis itu padanya. Akting Keona tentu saja bisa dibaca oleh Kairos. Dia tahu gadis itu pura-pura lupa sosok Alena sebagai tamparan untuknya karena sudah menyembunyikan cerita ini darinya. "Aku tahu, kau pasti sangat
"Puas kau sekarang?" Bentak Kairos penuh emosi. Dia masih memandangi pintu yang baru saja ditutup oleh Keona. Seujung kuku pun dia tidak menyangka kalau istrinya itu akan mendatangi kantornya ini. Mungkin saja ini sudah kehendak semesta, menunjukkan kepada Keona bahwa dia kembali berkomunikasi dengan Alena. Dia menyesal karena sudah mau menerima gadis itu, kini rumah tangganya berantakan. Pasti Keona sangat marah padanya. Kairos jadi ingat dua minggu yang lalu Alena tiba-tiba saja muncul di depannya, entah dari mana wanita itu tahu perusahaan Blessing ini adalah miliknya. Dia datang memaksa untuk bertemu hingga akhirnya Kairos mengizinkannya masuk. "Apa tujuanmu ke sini? Kalau aku jadi kau, aku tidak akan pernah berani menunjukkan batang hidungku di hadapan Kairos Mahesa!" umpat Kairos ketika sudah berada di satu ruangan dengan Alena. Daripada wanita itu buat ribut, akhirnya mengizinkan Alena masuk,.itu pun demi menghindari rumor yang beredar. Dia tidak mau ada orang yang menya
Keona ingin pembuktian. Dia tidak ingin Lili memfitnah suaminya tanpa ada bukti. Akhirnya Lili membawanya ke sebuah rumah. "Aku mengikuti gadis yang bersama Kairos dan inilah tempat tinggalnya. Keona masih mengamati rumah itu. Dia diam seribu bahasa. Kalau kemarin hanya dia yang melihat kebersamaan Kairos dan Alena kini bertambah satu dengan Lili. "Apakah kau yakin Lili?" tanya Keona datar. "Aku sangat yakin, bahkan Arlan juga melihatnya. Hanya saja dia mengatakan bahwa aku sebaiknya tidak ikut campur dan tidak usah memberitahumu. Menurutku, aku tidak bisa diam. Kau sahabatku, tentu saja aku berpihak padamu," jawab Lili merasa kasihan pada Keona. Pernikahan mereka masih seumur jagung, tapi harus sudah kandas karena orang ketiga. Tapi dia berjanji seburuk apapun keadaan Keona, apapun yang terjadi menimpa sahabatnya itu dia akan selalu berada di garda terdepan membela dan melindungi Keona. "Terima kasih Lili mungkin aku harus jujur padamu." Keona pun menceritakan tentang p
Besoknya saat Kairos pulang, Keona tidak lagi menyambutnya dengan seantusias sebelumnya. Bayangan Kairos yang jalan bersama Alena di mall masih membekas dalam benaknya. "Aku membawakan oleh-oleh untukmu." "Terima kasih," jawab Keona seadanya. Kairos memandangi istrinya, lagi-lagi wanita itu terlihat tidak bersahabat bahkan bisa dibilang tidak senang dengan kepulangannya tapi Kairos terlalu lelah untuk berdebat jadi dia memilih untuk mengecup puncak kepala Keona dan naik ke atas untuk membersihkan diri. "Bu, hanya sekedar saran sebaiknya kalau suami baru pulang dari luar kota disambut dengan gembira, penuh senyum jangan cemberut. Mungkin bapak sudah lelah, capek pulang bekerja. Nanti kalau ibu terus menyambut bapak dengan wajah cemberut, bisa-bisa bapak bosan dan malas pulang ke rumah. Bibi hanya sekedar mengingatkan karena bibi sudah menganggap Bu Keona seperti anak sendiri. Zaman sekarang ini banyak wanita yang sudi menggantikan tempat istri sah," nasihat Bi Darsih panjang lebar.
Keona terbangun di tengah malam. Mimpinya sangat buruk. Napasnya masih setengah-setengah bangun terbangun dari tidurnya. Rasanya seperti nyata. Keona pun memanjatkan doa agar mimpi buruknya hanyalah sebatas mimpi. Setelah mencuci muka Keona tidak bisa tertidur lagi. Pandangannya terus tertuju pada foto pernikahan mereka yang digantung di dinding. Meskipun tidak ingin mengingat kembali mimpi buruk itu tapi Keona tidak bisa untuk mengabaikan kegelisahan hatinya. Mimpinya sangat buruk. Dia melihat Kairos bermesraan dengan Alena. Awalnya hanya ada Alena dalam mimpinya wanita itu tengah berbincang dengan seorang pria semakin lama ketika memperhatikan dan Alena melihat dirinya keduanya menoleh ke arah Keona. Saat itulah Keona bisa melihat wajah pria yang tengah bicara dengan Alena adalah suaminya. Dalam mimpi itu Alena dan Kairos mentertawakan kebodohannya yang selama ini tidak menyadari hubungan terlarang yang ada di antara mereka. Keona menangis memohon kepada Kairos agar kemba
"Kamu sudah pulang? Katanya sebulan, kenapa hanya seminggu?" Berbagai pertanyaan datang menyerbu Keona. Lili dan Hani saling bergantian melempar pertanyaan, memuaskan rasa penasaran mereka padahal ini belum jam istirahat. "Kairos ada kerjaan tiba-tiba yang sangat penting, jadi kami terpaksa pulang," jawab Keona yang diikuti anggukan dari kedua temannya. Kemudian Keona membagikan souvernir yang dia bawa, hampir semua orang di ruangan mereka mendapatkan hadiah, termasuk Deni. Pria itu sedikit lebih kaku bila berbicara dengan Keona. Terlihat segan dan minder karena kini Keona bukan sekedar karyawan biasa saja lagi, tapi juga bisa dibilang bos kedua di Greenland. "Lalu, bagaimana hubungan mu dengan Arlan?" "Mmm ... Ternyata dia lebih pemain darimu," sambar Hani menarik tangan Lili dan menunjuk cincin yang melingkar di jari manis gadis itu. "Oh, my God, selamat sayang," pekik Keona berdiri memeluk Lili penuh gembira. Dia ikut senang sahabatnya itu akhirnya mendapatkan kebahagiaan
Pengamatan Kairos cukup tajam. Dia mengamati layar ponselnya, nomor baru yang tidak dia kenal. Pria itu melirik ke arah Keona, gadis itu masih memperhatikannya hingga membuatnya gugup. Dia memang tidak tahu pasti siapa pemilik nomor itu dan tujuannya menghubunginya tapi firasatnya mengatakan kalau si penelpon adalah Alena. Entah mengapa dia yakin akan hal itu, terlebih gambar gelang pada foto profilnya. "Ini pasti orang salah sambung. Sudahlah, kembalilah tidur," ucap Kairos menyimpan ponsel ke dalam saku. Meski tidak mengatakan apapun Keona menangkap sinyal aneh dari sikap Kairos. Ada yang pria itu sembunyikan. Kenapa Keona jadi kepikiran? Perasaannya juga jadi sedih. Bukan tidak pernah dia mengatakan kalau badai pasti selalu datang menerjang dalam rumah tangga. Tergantung bagaimana kita menyikapinya demi menyelamatkan ruang tangga itu. Tapi ini terlalu cepat bagi Keona. Mereka baru menikah tiga hari dan kini sudah dihadapkan dengan batu karang yang coba menghantam perahu
Siang hari waktu Indonesia bagian barat, Keona dan Kairos tiba di Jakarta. Kedatangan mereka disambut oleh Gen yang datang khusus menjemput. Tidak ada satu orang pun yang tahu akan kepulangan mereka. Itu sudah jadi perintah Kairos. "Welcome home, bos, nyonya bos," sapa Gen penuh semangat. jadi nggak selama dua hari membuat Gen merasa kesepian. Biasanya Kairos sering mengomelinya, kini setelah menikah bosnya itu pasti akan sibuk dengan istrinya dan mengabaikan kehadirannya. "Apa kabar, Pak Gen. Jangan panggil aku nyonya bos. Keona saja," balas Keona mengulurkan tangan menjabat Gen. "Kau juga jangan memanggilnya Pak Gen. Hanya Gen!" perintah Kairos melirik pada Gen."Baiklah, Keona. Silakan." Gen membukakan pintu bagi mereka berdua dan segera melesat sana.Gen tahu menempatkan sendiri makanya dia tidak membahas mengenai Alena dan informasi apa saja yang sudah dia dapatkan. Jangan sampai penyelidikannya membuat Keona merasa curiga yang berujung pada pertengkaran suami istri itu. Keon