"Maaf, Pak, saya buru-buru. Permisi," ujar Keona buru-buru. Kairos mengatupkan bibirnya. Kalimat yang ingin dia katakan ditelan kembali. Pandangannya terus menatap punggung Keona hingga menghilang diujung lorong. Padahal dia tadi ingin memberikan hadiah dari kakek. Satu setengah jam berjibaku dengan macet pulang pergi, hingga akhirnya Keona kembali tiba di kantor. Pakaian Winda sudah ditangan, Keona mempercepat langkahnya agar cepat tiba di ruangan. "Keona! Mana laporan yang saya minta? Tadi pagi kami bilang siang, ini sudah hampir sore!" hardik Deni berkacak pinggang. Bolak-balik mencar Keona di mejanya, wanita itu belum juga terlihat. Begitu melihat Keona sudah berada duduk di kursinya, Deni segera menghampiri. "Maaf, Pak. Kasih saya tambahan waktu 15 menit, ya," pinta Keona memelas. Napasnya masih satu-satu, lelah. Haus dan lapar juga datang bersamaan. Sungguh Winda sudah berhasil mengerjainya. "Kamu kenapa, sih? Mengapa kinerja kamu jadi buruk begini?" Deni membenarkan l
"Kemana dia!" Kairos mendengus kesal. Sudah dicari keberapa tempat tapi tidak ada. Terpikir oleh nya mencari ke arah tempat penyimpanan berkas penting karena tadi memang Gen diperintahkan menemui kepala arsip. Langkahnya dengan lincah menaiki anak tangga hingga saat telinganya semakin menangkap suara tangis, Kairos memelankan langkahnya. Semakin jelas, hingga kakinya berhenti. Terkejut, hingga buat dia termangu menyaksikan apa yang ada di hadapannya. Gen merangkul Keona yang sedang merebahkan kepalanya di pundak Gen sembari menangis. "Apa yang mereka lakukan di sini? Sejak kapan mereka dekat," batin Kairos terus mengamati. Ujung alisnya bertemu. Gemuruh amarah diselipi rasa cemburu membuatnya ingin melabrak kedua anak manusia itu. Tapi, harga dirinya menyandarkannya. Lagi pula, apa haknya marah? Dia tidak punya hubungan khusus dengan Keona. Tidak ingin terlihat, Kairos mundur teratur dengan langkah pelan. *** "Ini berkas yang bos minta. Pak Dayat bilang, kalau salinannya
Amarah Kairos kini berada di ubun-ubun. Setelah mendengar penuturan Lili, mendatangi Winda dan memaki gadis itu merupakan keinginan hati Kairos yang paling besar saat ini. "Sial!" umpatnya menendang dinding. Kini dia semakin menyesal sudah terjebak dalam sebuah hubungan dengan Winda. Pantas saja Keona ingin mundur, Winda sudah menindas Keona dan diperbudak sesuka hati Winda. Namun, dia tidak bisa melabrak Winda secara langsung di ruangannya, akan menjadi tontonan karyawan dan lagi-lagi nama Keona lah yang disudutkan. Dia harus mengatur strategi. Memecat Winda hanya akan mendatangkan perdebatan dengan kakeknya, jadi dia tidak bisa menyingkirkan Winda. Jadi, yang bisa dilakukan Kairos adalah melindungi Keona dari jauh. *** Jam kantor berakhir juga hari ini. Keona menyelesaikan pekerjaan yang dia mampu, meski kepala oyong, karena merasa lapar, tetap Keona memaksa diri berjalan ke arah halte bus menuju apartemen Kairos. Meski masih bersikap dingin padanya, syukurnya Deni men
Ada yang salah dengan diri Keona. Dia membiarkan dirinya terjun bebas ke dasar hati yang kini sudah dirajai Kairos. Salah, dia tahu akan hal itu, tapi akal sehatnya tidak sejalan dengan isi hatinya yang menerima kelembutan dan perhatian Kairos. "Sudah sampai." Kairos memecah keheningan. 10 menit lalu mobil sudah berhenti, tapi keduanya masih betah duduk di dalam mobil. Tenaga Keona pulih. Meski tidak begitu enak, sup buatan Kairos habis dimakannya. Bahkan sampai mau muntah saking kekenyangan. Dia tidak mau ingin membuat Kairos kecewa jika dia tidak menghabiskan makanan yang sudah susah payah disiapkan Kairos. "Saya turun dulu, Pak," jawab Keona pelan. Mereka sudah berciuman, tapi tidak adanya pembahasan dari Kairos, membuat Keona berpikir kalau pria itu memang tidak menganggap serius ciuman itu. Apa yang bisa Keona harapkan? Mungkin, Kairos hanya ingin bermain-main dengan dirinya, seperti CEO kebanyakan di novel-novel online yang dia baca. Sebaiknya dia pun tidak ambil hati atas c
Jalan macet dan terasa gerah menuju tempat janji bertemu investor. Sedikitpun Keona tidak berpikir buruk, karena dua hari lalu, Deni sempat menyampaikan dalam briefing, kalau mereka akan ada kerja sama dengan perusahaan X. Hanya saja dia pikir untuk menemui investor harusnya Deni yang pergi bersama Winda. Mobil berbelok ke arah sebuah hotel. Keona coba menenangkan hati dan membuang pikiran buruk yang tiba-tiba muncul. Pasalnya, masa lalu membuatnya trauma. Dia jelas masih ingat kalau Ratna dan Winda pernah berniat menjualnya. Meski tidak berhasil, tapi takdir hidupnya justru membawanya ke dalam pelukan Kairos dan berakhir dengan kehilangan mahkotanya. "Sudah sampai. Kita temui Pak Hendru." Winda sudah turun lebih dulu usai mengatakan nama sang investor. Keona pun ikut turun tak lupa membawa berkas yang diperlukan untuk bahkan persentasi mereka nanti. "Kamu langsung aja ke kamar 209, beliau sudah menunggu. Waktunya tidak banyak, jadi kita harus bisa membuatnya mau bekerjasama d
Bukan hanya Kairos yang terkejut, tapi Gen juga. Sontak, asisten setia itu mengalihkan pandangan. Mungkin lebih baik dia keluar dari sana membawa Hendru bersamanya. "Kau mau kemana?" "Saya akan mengurus bedebah ini, Bos. Silakan lanjutkan!" Gen tidak menunggu jawaban Kairos, menyeret penjahat kelamin itu dengan paksa. Suhu udara kamar sangat dingin, tapi Kairos justru merasa gerah. Keona masih menguyel-uyel pipi Kairos. Kini tangan gadis itu turun meraba dada Kairos. Darah pria itu berdesir, jantungnya berdetak lebih cepat, sangat cepat. Godaan terbesar dalam hidupnya. "Ugh ... Ugh.. kenapa nyaman sekali menyentuh mu. Aku suka wangi mu," racunya terus menggerayangi tubuh Kairos. Tidak kuat menahan godaan, Kairos menangkap tangan Keona yang saat ini menuju perutnya. Dia tidak tahan lagi ingin memberikan serangan balik pada gadis itu. "Cukup Keona, aku bisa gila!" umpatnya masih memegang tangan Keona erat. "Aaagh, biarkan aku menyentuhmu." Keona semakin buas, kehilangan
Gen kembali menutup pintu. Teriakan Keona membawanya ikut masuk karena terkejut, tapi jeritan itu hanya bentuk histeris Keona mendapatkan dirinya memakai pakaian Kairos. "Bapak gantikan pakaian saya?" bibir Keona mengerucut. Jelas tidak suka pada kenyataan yang dia dapatkan. "Kamu muntah. Semua pakaian kamu bau minuman. Menurut mu aku punya pilihan lain?" Pundak Keona merosot. Dia tidak tahu harus jawab apa lagi. Semua tindakan Kairos memang untuk kebaikan dirinya tapi tetap saja dia merasa kesal karena pria itu sudah melihat tubuhnya. "Iya, tapi kenapa harus bapak yang ganti!" "Maksud mu kamu menginginkan Gen?" Keona jadi serba salah. Satupun tidak ada pilihan yang tepat. Melihat Keona duduk dengan murung, Kairos jadi tidak enak hati terus menggodanya. "Aku meminta bantuan bibi cleaning service di apartemen ini." Sinar gembira terlihat terang di netra Keona mengusir kesedihan yang sempat dia lihat tadi. "Sudahlah. Kamu bisa ganti dengan pakaian yang lain di lemari
"Dylan? Kamu kenapa di sini?" Keona terkejut sekaligus tidak bisa menyembunyikan senyumnya. Dylan pria baik dan menyenangkan, Keona nyaman ngobrol dengannya dan sudah menganggap teman meski selama ini hanya ngobrol lewat ponsel. Dylan tidak pernah lupa menanyakan kabarnya. "Kamu merindukan ku?" Senyum semringah di bibir Dylan semakin membuat wajah pria itu semakin tampan. "Aku serius. Apa yang kamu lakukan di sini?" Lagi-lagi Dylan hanya menyunggingkan senyum. Berjalan mengikis jarak diantara mereka. "Aku sudah kembali, dan mulai bekerja di sini," jawabnya lembut. Pandangan matanya begitu lembut, menyiratkan rasa rindu untuk Keona. "Bagaimana mungkin?" Keona masih belum mengerti. Seketika dia lupa niat awalnya ingin ke lantai atas, Kairos memanggilnya. Entah untuk apa lagi sekarang. Kehadiran Dylan tiba-tiba begini buatnya melupakan tujuannya. "Aku sudah menyelesaikan kuliah ku. Lalu melamar di perusahaan ini, dan diterima. Begitulah," jawab Dylan tersenyum. Dengan kem
Pada akhirnya Keona memutuskan untuk memberi maaf dan kesempatan bagi kairos. bagaimanapun semua orang punya kesalahan kairos bersumpah dia tidak akan pernah lagi menyembunyikan apapun dari Keona. Meski tidak mudah percaya 100% pada Kairos, keona tetap memperlakukan Kairo selayaknya suaminya menghargai pria itu dan melakukan kewajibannya sebagai seorang istri. Lambat laun suasana mulai mencair kairos menunjukkan perubahannya dia mulai memberikan waktu untuk membahagiakan Keona. kairos bahkan membawa keona ke beberapa tempat di Eropa sebagai bukti dari janjinya mengganti bulan madu mereka yang sempat gagal. Kairos pun akhirnya menceritakan alasannya mengajak keona segera pulang dari Bali karena tidak ingin Alena mengganggu mereka terlebih menemui keona dan mengatakan hal yang tidak benar. "Alena memang wanita yang pernah aku cintai dan aku tidak memungkirinya namun ternyata dia tidak pantas untuk kucintai karena dengan tega berkhianat pengkhianatan yang pertama sudah aku maafk
"Sayang, kau sedang apa?"kairos mendekati keona. gadis itu sedang duduk di depan TV tapi dengan tatapan kosong "Kau sudah pulang seperti yang kau lihat Aku sedang menonton televisi. Apa ada yang aneh?" tanya Keona ketus. Kalau Kairos pikir akan mendapati istrinya menangis di rumah maka dia salah keona sudah terlalu lelah untuk menangisi kejadian buruk yang terjadi dalam hidupmu kini dia sudah kebal. "Keona, ada yang ingin ku bicarakan denganmu." "Silakan." Keona mengambil sikap tegak. Kalau dipermukaan di terlihat tenang, maka di dalam sudah hancur. "Tentang Alena-" "Alena? Mmm... " Keona tampak berpikir lalu mulutnya terbuka, ekspresi orang yang lupa lantas beberapa kemudian ingat kembali. Kairos mempelajari mimik wajah Keona, mengukur seberapa besar amarah gadis itu padanya. akting keona tentu saja bisa dibaca oleh kairos dia tahu gadis itu pura-pura lupa sosok Alena sebagai tamparan untuknya karena sudah menyembunyikan cerita ini darinya. "aku tahu Kau pasti sanga
"Puas kau sekarang?" Bentak Kairos penuh emosi. Dia masih memandangi pintu yang baru saja ditutup oleh Keona. Seujung kuku pun dia tidak menyangka kalau istrinya itu akan mendatangi kantornya ini. Mungkin saja ini sudah kehendak semesta, menunjukkan kepada Keona bahwa dia kembali berkomunikasi dengan Alena. Dia menyesal karena sudah mau menerima gadis itu, kini rumah tangganya berantakan. Pasti Keona sangat marah padanya. Kairos jadi ingat dua minggu yang lalu Alena tiba-tiba saja muncul di depannya, entah dari mana wanita itu tahu perusahaan Blessing ini adalah miliknya. Dia datang memaksa untuk bertemu hingga akhirnya Kairos mengizinkannya masuk. "Apa tujuanmu ke sini? Kalau aku jadi kau, aku tidak akan pernah berani menunjukkan batang hidungku di hadapan Kairos Mahesa!" umpat Kairos ketika sudah berada di satu ruangan dengan Alena. Daripada wanita itu buat ribut, akhirnya mengizinkan Alena masuk,.itu pun demi menghindari rumor yang beredar. Dia tidak mau ada orang yang menya
Keona ingin pembuktian. Dia tidak ingin Lili memfitnah suaminya tanpa ada bukti. Akhirnya Lili membawanya ke sebuah rumah. "Aku mengikuti gadis yang bersama Kairos dan inilah tempat tinggalnya. Keona masih mengamati rumah itu. Dia diam seribu bahasa. Kalau kemarin hanya dia yang melihat kebersamaan Kairos dan Alena kini bertambah satu dengan Lili. "Apakah kau yakin Lili?" tanya Keona datar. "Aku sangat yakin, bahkan Arlan juga melihatnya. Hanya saja dia mengatakan bahwa aku sebaiknya tidak ikut campur dan tidak usah memberitahumu. Menurutku, aku tidak bisa diam. Kau sahabatku, tentu saja aku berpihak padamu," jawab Lili merasa kasihan pada Keona. Pernikahan mereka masih seumur jagung, tapi harus sudah kandas karena orang ketiga. Tapi dia berjanji seburuk apapun keadaan Keona, apapun yang terjadi menimpa sahabatnya itu dia akan selalu berada di garda terdepan membela dan melindungi Keona. "Terima kasih Lili mungkin aku harus jujur padamu." Keona pun menceritakan tentang p
Besoknya saat Kairos pulang, Keona tidak lagi menyambutnya dengan seantusias sebelumnya. Bayangan Kairos yang jalan bersama Alena di mall masih membekas dalam benaknya. "Aku membawakan oleh-oleh untukmu." "Terima kasih," jawab Keona seadanya. Kairos memandangi istrinya, lagi-lagi wanita itu terlihat tidak bersahabat bahkan bisa dibilang tidak senang dengan kepulangannya tapi Kairos terlalu lelah untuk berdebat jadi dia memilih untuk mengecup puncak kepala Keona dan naik ke atas untuk membersihkan diri. "Bu, hanya sekedar saran sebaiknya kalau suami baru pulang dari luar kota disambut dengan gembira, penuh senyum jangan cemberut. Mungkin bapak sudah lelah, capek pulang bekerja. Nanti kalau ibu terus menyambut bapak dengan wajah cemberut, bisa-bisa bapak bosan dan malas pulang ke rumah. Bibi hanya sekedar mengingatkan karena bibi sudah menganggap Bu Keona seperti anak sendiri. Zaman sekarang ini banyak wanita yang sudi menggantikan tempat istri sah," nasihat Bi Darsih panjang lebar.
Keona terbangun di tengah malam. Mimpinya sangat buruk. Napasnya masih setengah-setengah bangun terbangun dari tidurnya. Rasanya seperti nyata. Keona pun memanjatkan doa agar mimpi buruknya hanyalah sebatas mimpi. Setelah mencuci muka Keona tidak bisa tertidur lagi. Pandangannya terus tertuju pada foto pernikahan mereka yang digantung di dinding. Meskipun tidak ingin mengingat kembali mimpi buruk itu tapi Keona tidak bisa untuk mengabaikan kegelisahan hatinya. Mimpinya sangat buruk. Dia melihat Kairos bermesraan dengan Alena. Awalnya hanya ada Alena dalam mimpinya wanita itu tengah berbincang dengan seorang pria semakin lama ketika memperhatikan dan Alena melihat dirinya keduanya menoleh ke arah Keona. Saat itulah Keona bisa melihat wajah pria yang tengah bicara dengan Alena adalah suaminya. Dalam mimpi itu Alena dan Kairos mentertawakan kebodohannya yang selama ini tidak menyadari hubungan terlarang yang ada di antara mereka. Keona menangis memohon kepada Kairos agar kemba
"Kamu sudah pulang? Katanya sebulan, kenapa hanya seminggu?" Berbagai pertanyaan datang menyerbu Keona. Lili dan Hani saling bergantian melempar pertanyaan, memuaskan rasa penasaran mereka padahal ini belum jam istirahat. "Kairos ada kerjaan tiba-tiba yang sangat penting, jadi kami terpaksa pulang," jawab Keona yang diikuti anggukan dari kedua temannya. Kemudian Keona membagikan souvernir yang dia bawa, hampir semua orang di ruangan mereka mendapatkan hadiah, termasuk Deni. Pria itu sedikit lebih kaku bila berbicara dengan Keona. Terlihat segan dan minder karena kini Keona bukan sekedar karyawan biasa saja lagi, tapi juga bisa dibilang bos kedua di Greenland. "Lalu, bagaimana hubungan mu dengan Arlan?" "Mmm ... Ternyata dia lebih pemain darimu," sambar Hani menarik tangan Lili dan menunjuk cincin yang melingkar di jari manis gadis itu. "Oh, my God, selamat sayang," pekik Keona berdiri memeluk Lili penuh gembira. Dia ikut senang sahabatnya itu akhirnya mendapatkan kebahagiaan
Pengamatan Kairos cukup tajam. Dia mengamati layar ponselnya, nomor baru yang tidak dia kenal. Pria itu melirik ke arah Keona, gadis itu masih memperhatikannya hingga membuatnya gugup. Dia memang tidak tahu pasti siapa pemilik nomor itu dan tujuannya menghubunginya tapi firasatnya mengatakan kalau si penelpon adalah Alena. Entah mengapa dia yakin akan hal itu, terlebih gambar gelang pada foto profilnya. "Ini pasti orang salah sambung. Sudahlah, kembalilah tidur," ucap Kairos menyimpan ponsel ke dalam saku. Meski tidak mengatakan apapun Keona menangkap sinyal aneh dari sikap Kairos. Ada yang pria itu sembunyikan. Kenapa Keona jadi kepikiran? Perasaannya juga jadi sedih. Bukan tidak pernah dia mengatakan kalau badai pasti selalu datang menerjang dalam rumah tangga. Tergantung bagaimana kita menyikapinya demi menyelamatkan ruang tangga itu. Tapi ini terlalu cepat bagi Keona. Mereka baru menikah tiga hari dan kini sudah dihadapkan dengan batu karang yang coba menghantam perahu
Siang hari waktu Indonesia bagian barat, Keona dan Kairos tiba di Jakarta. Kedatangan mereka disambut oleh Gen yang datang khusus menjemput. Tidak ada satu orang pun yang tahu akan kepulangan mereka. Itu sudah jadi perintah Kairos. "Welcome home, bos, nyonya bos," sapa Gen penuh semangat. jadi nggak selama dua hari membuat Gen merasa kesepian. Biasanya Kairos sering mengomelinya, kini setelah menikah bosnya itu pasti akan sibuk dengan istrinya dan mengabaikan kehadirannya. "Apa kabar, Pak Gen. Jangan panggil aku nyonya bos. Keona saja," balas Keona mengulurkan tangan menjabat Gen. "Kau juga jangan memanggilnya Pak Gen. Hanya Gen!" perintah Kairos melirik pada Gen."Baiklah, Keona. Silakan." Gen membukakan pintu bagi mereka berdua dan segera melesat sana.Gen tahu menempatkan sendiri makanya dia tidak membahas mengenai Alena dan informasi apa saja yang sudah dia dapatkan. Jangan sampai penyelidikannya membuat Keona merasa curiga yang berujung pada pertengkaran suami istri itu. Keon