"Sakit ..." Keona memijit keningnya. Rasanya dia sudah tidur cukup lama, hingga tidak sadar sedang berada dimana dan apa yang sudah terjadi pada dirinya. "Kamu sudah sadar?" Dengungan suara Kairos justru menambah sakit kepalanya. Harus berpikir mengapa pria itu ada di sini? Keona coba berpikir lagi, dia ingat kalau mereka sedang malam keakraban, kedinginan hingga tertidur. Seingatnya saat datang ke tempat ini, tidak ada Kairos, mengapa tiba-tiba saja sudah ada bersamanya? "Bapak ... kenapa ada di sini?" Satu alis Kairos naik dan sebelah matanya memicing. Kiranya demam yang tinggi buat gadis itu sedikit terganggu pikirannya." "Memangnya kenapa saya tidak boleh ada di sini? Ada yang larang?" Keona meringis, sembari mencoba untuk duduk. Tidak enak bicara dengan posisi terlentang sementara Kairos mengamati wajah, bisa juga ikut bagian tubuhnya. Entahlah, mungkin hanya pikiran Keona saja. "Bukan begitu," jawab Keona mati kamus. Keona berpikir, seharusnya dia segera pergi dari
"Apa yang kau lakukan di sini?" Keona berusaha menahan amarahnya. Kemunculan Winda yang tidak terduga, membuat Kairos terkejut, begitu pun Keona. Tidak ingin menjadi buah bibir atas perbicangan mereka, Keona membawa Winda ke kamarnya. Kalau sampai dia lepas kontrol dan berteriak pada Winda, setidaknya gadis itu tidak akan malu di depan banyak karyawannya. "Bukankah kau senang aku di sini? Aku merindukanmu, Kai," ucap Winda dengan suara manja yang jelas dibuat-buat. Langkahnya gesit mengikis jarak diantara mereka. "Tapi kau sudah ku larang ke sini. Ini urusan perusahaan, dan tidak tepat jika kau datang!" Nada bicara Kairos sudah mulai meninggi. Dia paling benci dibantah. Saat Winda tahu soal acara malam keakraban ini dan minta ikut juga, Kairos sudah menolak dengan tegas. Winda menatap mata Kairos dengan berkaca-kaca, mulai berakting di depan tunangannya agar tidak marah lagi. Wanita itu tahu betul, bagaimana meluluhkan amarahnya. "Aku minta maaf, aku hanya rindu. Salahkan
Hari ini dimulai dengan babak baru. Hari pertamanya menjadi karyawan tetap Greenland. Semua luka dan sedih dia coba tepis dari pikirannya. Sesampainya di kantor, kedatangannya disambut Lili dan Hani. Senangnya karena mereka ditempatkan di divisi yang sama dan dalam tim yang sama pula. "Udah tahu belum, kita tetap di satu tim. Aduh, siapapun yang mengatur posisi ini, aku benar-benar berterima kasih," ujar Lili tersenyum lega. Sempat khawatir, bagaimana kalau sampai pisah dengan Keona, dia masih butuh bantuan Keona dalam menyelesaikan pekerjaannya. "Iya, aku senang banget," sambar Lili. "Semoga kita bertiga tetap jadi sahabat sejati ya," lanjutnya meletakkan kedua tangannya di masing-masing pundak Keona dan Lili. Sama halnya dengan kedua temannya, Keona secara pribadi juga merasa senang karena bisa satu tim dengan mereka. Ketiganya sudah mengenal karakter masing-masing, jadi tidak harus belajar dari awal lagi saat memulai pertemanan. Penuh semangat, ketiganya memasuki ruangan
"Dasar brengsek!" Panas hati Winda menyaksikan perhatian Kairos pada Keona yang dilakukan terang-terangan di hadapan semua orang. Apa artinya dia ada di sana sebagai tunangan Kairos? Perbuatannya sama sekali tidak menganggap penting Winda. Sepanjang makan siang, Winda berusaha untuk tetap tenang, menekan keinginan untuk menjambak Keona. "Kakek, kami permisi dulu. Jam makan siang sudah berakhir," ucap Keona sopan. Satu jam tidak terasa, mengobrol dengan Candra membuat canggungnya berkurang. Meski tidak melihat secara langsung, tapi dia yakin kalau Kairos terus memperhatikannya. Insting Keona tidak salah. Winda melihat jelas hal itu dan menjadi salah satu pemicu emosinya. Kairos tidak pernah melepas wajah Keona dari pandangannya. Setelah insiden makan cabai rawit, Kairos dengan tampang cocolnya mencuri dengar perbincangan Keona dengan Candra. Sesekali dia akan ikut tersenyum kala melihat Keona tertawa mendengar cerita lucu sang kakek. Tawa Keona renyah dan menenangkan jiw
"Maaf, Pak, saya buru-buru. Permisi," ujar Keona buru-buru. Kairos mengatupkan bibirnya. Kalimat yang ingin dia katakan ditelan kembali. Pandangannya terus menatap punggung Keona hingga menghilang diujung lorong. Padahal dia tadi ingin memberikan hadiah dari kakek. Satu setengah jam berjibaku dengan macet pulang pergi, hingga akhirnya Keona kembali tiba di kantor. Pakaian Winda sudah ditangan, Keona mempercepat langkahnya agar cepat tiba di ruangan. "Keona! Mana laporan yang saya minta? Tadi pagi kami bilang siang, ini sudah hampir sore!" hardik Deni berkacak pinggang. Bolak-balik mencar Keona di mejanya, wanita itu belum juga terlihat. Begitu melihat Keona sudah berada duduk di kursinya, Deni segera menghampiri. "Maaf, Pak. Kasih saya tambahan waktu 15 menit, ya," pinta Keona memelas. Napasnya masih satu-satu, lelah. Haus dan lapar juga datang bersamaan. Sungguh Winda sudah berhasil mengerjainya. "Kamu kenapa, sih? Mengapa kinerja kamu jadi buruk begini?" Deni membenarkan l
"Kemana dia!" Kairos mendengus kesal. Sudah dicari keberapa tempat tapi tidak ada. Terpikir oleh nya mencari ke arah tempat penyimpanan berkas penting karena tadi memang Gen diperintahkan menemui kepala arsip. Langkahnya dengan lincah menaiki anak tangga hingga saat telinganya semakin menangkap suara tangis, Kairos memelankan langkahnya. Semakin jelas, hingga kakinya berhenti. Terkejut, hingga buat dia termangu menyaksikan apa yang ada di hadapannya. Gen merangkul Keona yang sedang merebahkan kepalanya di pundak Gen sembari menangis. "Apa yang mereka lakukan di sini? Sejak kapan mereka dekat," batin Kairos terus mengamati. Ujung alisnya bertemu. Gemuruh amarah diselipi rasa cemburu membuatnya ingin melabrak kedua anak manusia itu. Tapi, harga dirinya menyandarkannya. Lagi pula, apa haknya marah? Dia tidak punya hubungan khusus dengan Keona. Tidak ingin terlihat, Kairos mundur teratur dengan langkah pelan. *** "Ini berkas yang bos minta. Pak Dayat bilang, kalau salinannya
Amarah Kairos kini berada di ubun-ubun. Setelah mendengar penuturan Lili, mendatangi Winda dan memaki gadis itu merupakan keinginan hati Kairos yang paling besar saat ini. "Sial!" umpatnya menendang dinding. Kini dia semakin menyesal sudah terjebak dalam sebuah hubungan dengan Winda. Pantas saja Keona ingin mundur, Winda sudah menindas Keona dan diperbudak sesuka hati Winda. Namun, dia tidak bisa melabrak Winda secara langsung di ruangannya, akan menjadi tontonan karyawan dan lagi-lagi nama Keona lah yang disudutkan. Dia harus mengatur strategi. Memecat Winda hanya akan mendatangkan perdebatan dengan kakeknya, jadi dia tidak bisa menyingkirkan Winda. Jadi, yang bisa dilakukan Kairos adalah melindungi Keona dari jauh. *** Jam kantor berakhir juga hari ini. Keona menyelesaikan pekerjaan yang dia mampu, meski kepala oyong, karena merasa lapar, tetap Keona memaksa diri berjalan ke arah halte bus menuju apartemen Kairos. Meski masih bersikap dingin padanya, syukurnya Deni men
Ada yang salah dengan diri Keona. Dia membiarkan dirinya terjun bebas ke dasar hati yang kini sudah dirajai Kairos. Salah, dia tahu akan hal itu, tapi akal sehatnya tidak sejalan dengan isi hatinya yang menerima kelembutan dan perhatian Kairos. "Sudah sampai." Kairos memecah keheningan. 10 menit lalu mobil sudah berhenti, tapi keduanya masih betah duduk di dalam mobil. Tenaga Keona pulih. Meski tidak begitu enak, sup buatan Kairos habis dimakannya. Bahkan sampai mau muntah saking kekenyangan. Dia tidak mau ingin membuat Kairos kecewa jika dia tidak menghabiskan makanan yang sudah susah payah disiapkan Kairos. "Saya turun dulu, Pak," jawab Keona pelan. Mereka sudah berciuman, tapi tidak adanya pembahasan dari Kairos, membuat Keona berpikir kalau pria itu memang tidak menganggap serius ciuman itu. Apa yang bisa Keona harapkan? Mungkin, Kairos hanya ingin bermain-main dengan dirinya, seperti CEO kebanyakan di novel-novel online yang dia baca. Sebaiknya dia pun tidak ambil hati atas c
Pada akhirnya Keona memutuskan untuk memberi maaf dan kesempatan bagi kairos. bagaimanapun semua orang punya kesalahan kairos bersumpah dia tidak akan pernah lagi menyembunyikan apapun dari Keona. Meski tidak mudah percaya 100% pada Kairos, keona tetap memperlakukan Kairo selayaknya suaminya menghargai pria itu dan melakukan kewajibannya sebagai seorang istri. Lambat laun suasana mulai mencair kairos menunjukkan perubahannya dia mulai memberikan waktu untuk membahagiakan Keona. kairos bahkan membawa keona ke beberapa tempat di Eropa sebagai bukti dari janjinya mengganti bulan madu mereka yang sempat gagal. Kairos pun akhirnya menceritakan alasannya mengajak keona segera pulang dari Bali karena tidak ingin Alena mengganggu mereka terlebih menemui keona dan mengatakan hal yang tidak benar. "Alena memang wanita yang pernah aku cintai dan aku tidak memungkirinya namun ternyata dia tidak pantas untuk kucintai karena dengan tega berkhianat pengkhianatan yang pertama sudah aku maafk
"Sayang, kau sedang apa?"kairos mendekati keona. gadis itu sedang duduk di depan TV tapi dengan tatapan kosong "Kau sudah pulang seperti yang kau lihat Aku sedang menonton televisi. Apa ada yang aneh?" tanya Keona ketus. Kalau Kairos pikir akan mendapati istrinya menangis di rumah maka dia salah keona sudah terlalu lelah untuk menangisi kejadian buruk yang terjadi dalam hidupmu kini dia sudah kebal. "Keona, ada yang ingin ku bicarakan denganmu." "Silakan." Keona mengambil sikap tegak. Kalau dipermukaan di terlihat tenang, maka di dalam sudah hancur. "Tentang Alena-" "Alena? Mmm... " Keona tampak berpikir lalu mulutnya terbuka, ekspresi orang yang lupa lantas beberapa kemudian ingat kembali. Kairos mempelajari mimik wajah Keona, mengukur seberapa besar amarah gadis itu padanya. akting keona tentu saja bisa dibaca oleh kairos dia tahu gadis itu pura-pura lupa sosok Alena sebagai tamparan untuknya karena sudah menyembunyikan cerita ini darinya. "aku tahu Kau pasti sanga
"Puas kau sekarang?" Bentak Kairos penuh emosi. Dia masih memandangi pintu yang baru saja ditutup oleh Keona. Seujung kuku pun dia tidak menyangka kalau istrinya itu akan mendatangi kantornya ini. Mungkin saja ini sudah kehendak semesta, menunjukkan kepada Keona bahwa dia kembali berkomunikasi dengan Alena. Dia menyesal karena sudah mau menerima gadis itu, kini rumah tangganya berantakan. Pasti Keona sangat marah padanya. Kairos jadi ingat dua minggu yang lalu Alena tiba-tiba saja muncul di depannya, entah dari mana wanita itu tahu perusahaan Blessing ini adalah miliknya. Dia datang memaksa untuk bertemu hingga akhirnya Kairos mengizinkannya masuk. "Apa tujuanmu ke sini? Kalau aku jadi kau, aku tidak akan pernah berani menunjukkan batang hidungku di hadapan Kairos Mahesa!" umpat Kairos ketika sudah berada di satu ruangan dengan Alena. Daripada wanita itu buat ribut, akhirnya mengizinkan Alena masuk,.itu pun demi menghindari rumor yang beredar. Dia tidak mau ada orang yang menya
Keona ingin pembuktian. Dia tidak ingin Lili memfitnah suaminya tanpa ada bukti. Akhirnya Lili membawanya ke sebuah rumah. "Aku mengikuti gadis yang bersama Kairos dan inilah tempat tinggalnya. Keona masih mengamati rumah itu. Dia diam seribu bahasa. Kalau kemarin hanya dia yang melihat kebersamaan Kairos dan Alena kini bertambah satu dengan Lili. "Apakah kau yakin Lili?" tanya Keona datar. "Aku sangat yakin, bahkan Arlan juga melihatnya. Hanya saja dia mengatakan bahwa aku sebaiknya tidak ikut campur dan tidak usah memberitahumu. Menurutku, aku tidak bisa diam. Kau sahabatku, tentu saja aku berpihak padamu," jawab Lili merasa kasihan pada Keona. Pernikahan mereka masih seumur jagung, tapi harus sudah kandas karena orang ketiga. Tapi dia berjanji seburuk apapun keadaan Keona, apapun yang terjadi menimpa sahabatnya itu dia akan selalu berada di garda terdepan membela dan melindungi Keona. "Terima kasih Lili mungkin aku harus jujur padamu." Keona pun menceritakan tentang p
Besoknya saat Kairos pulang, Keona tidak lagi menyambutnya dengan seantusias sebelumnya. Bayangan Kairos yang jalan bersama Alena di mall masih membekas dalam benaknya. "Aku membawakan oleh-oleh untukmu." "Terima kasih," jawab Keona seadanya. Kairos memandangi istrinya, lagi-lagi wanita itu terlihat tidak bersahabat bahkan bisa dibilang tidak senang dengan kepulangannya tapi Kairos terlalu lelah untuk berdebat jadi dia memilih untuk mengecup puncak kepala Keona dan naik ke atas untuk membersihkan diri. "Bu, hanya sekedar saran sebaiknya kalau suami baru pulang dari luar kota disambut dengan gembira, penuh senyum jangan cemberut. Mungkin bapak sudah lelah, capek pulang bekerja. Nanti kalau ibu terus menyambut bapak dengan wajah cemberut, bisa-bisa bapak bosan dan malas pulang ke rumah. Bibi hanya sekedar mengingatkan karena bibi sudah menganggap Bu Keona seperti anak sendiri. Zaman sekarang ini banyak wanita yang sudi menggantikan tempat istri sah," nasihat Bi Darsih panjang lebar.
Keona terbangun di tengah malam. Mimpinya sangat buruk. Napasnya masih setengah-setengah bangun terbangun dari tidurnya. Rasanya seperti nyata. Keona pun memanjatkan doa agar mimpi buruknya hanyalah sebatas mimpi. Setelah mencuci muka Keona tidak bisa tertidur lagi. Pandangannya terus tertuju pada foto pernikahan mereka yang digantung di dinding. Meskipun tidak ingin mengingat kembali mimpi buruk itu tapi Keona tidak bisa untuk mengabaikan kegelisahan hatinya. Mimpinya sangat buruk. Dia melihat Kairos bermesraan dengan Alena. Awalnya hanya ada Alena dalam mimpinya wanita itu tengah berbincang dengan seorang pria semakin lama ketika memperhatikan dan Alena melihat dirinya keduanya menoleh ke arah Keona. Saat itulah Keona bisa melihat wajah pria yang tengah bicara dengan Alena adalah suaminya. Dalam mimpi itu Alena dan Kairos mentertawakan kebodohannya yang selama ini tidak menyadari hubungan terlarang yang ada di antara mereka. Keona menangis memohon kepada Kairos agar kemba
"Kamu sudah pulang? Katanya sebulan, kenapa hanya seminggu?" Berbagai pertanyaan datang menyerbu Keona. Lili dan Hani saling bergantian melempar pertanyaan, memuaskan rasa penasaran mereka padahal ini belum jam istirahat. "Kairos ada kerjaan tiba-tiba yang sangat penting, jadi kami terpaksa pulang," jawab Keona yang diikuti anggukan dari kedua temannya. Kemudian Keona membagikan souvernir yang dia bawa, hampir semua orang di ruangan mereka mendapatkan hadiah, termasuk Deni. Pria itu sedikit lebih kaku bila berbicara dengan Keona. Terlihat segan dan minder karena kini Keona bukan sekedar karyawan biasa saja lagi, tapi juga bisa dibilang bos kedua di Greenland. "Lalu, bagaimana hubungan mu dengan Arlan?" "Mmm ... Ternyata dia lebih pemain darimu," sambar Hani menarik tangan Lili dan menunjuk cincin yang melingkar di jari manis gadis itu. "Oh, my God, selamat sayang," pekik Keona berdiri memeluk Lili penuh gembira. Dia ikut senang sahabatnya itu akhirnya mendapatkan kebahagiaan
Pengamatan Kairos cukup tajam. Dia mengamati layar ponselnya, nomor baru yang tidak dia kenal. Pria itu melirik ke arah Keona, gadis itu masih memperhatikannya hingga membuatnya gugup. Dia memang tidak tahu pasti siapa pemilik nomor itu dan tujuannya menghubunginya tapi firasatnya mengatakan kalau si penelpon adalah Alena. Entah mengapa dia yakin akan hal itu, terlebih gambar gelang pada foto profilnya. "Ini pasti orang salah sambung. Sudahlah, kembalilah tidur," ucap Kairos menyimpan ponsel ke dalam saku. Meski tidak mengatakan apapun Keona menangkap sinyal aneh dari sikap Kairos. Ada yang pria itu sembunyikan. Kenapa Keona jadi kepikiran? Perasaannya juga jadi sedih. Bukan tidak pernah dia mengatakan kalau badai pasti selalu datang menerjang dalam rumah tangga. Tergantung bagaimana kita menyikapinya demi menyelamatkan ruang tangga itu. Tapi ini terlalu cepat bagi Keona. Mereka baru menikah tiga hari dan kini sudah dihadapkan dengan batu karang yang coba menghantam perahu
Siang hari waktu Indonesia bagian barat, Keona dan Kairos tiba di Jakarta. Kedatangan mereka disambut oleh Gen yang datang khusus menjemput. Tidak ada satu orang pun yang tahu akan kepulangan mereka. Itu sudah jadi perintah Kairos. "Welcome home, bos, nyonya bos," sapa Gen penuh semangat. jadi nggak selama dua hari membuat Gen merasa kesepian. Biasanya Kairos sering mengomelinya, kini setelah menikah bosnya itu pasti akan sibuk dengan istrinya dan mengabaikan kehadirannya. "Apa kabar, Pak Gen. Jangan panggil aku nyonya bos. Keona saja," balas Keona mengulurkan tangan menjabat Gen. "Kau juga jangan memanggilnya Pak Gen. Hanya Gen!" perintah Kairos melirik pada Gen."Baiklah, Keona. Silakan." Gen membukakan pintu bagi mereka berdua dan segera melesat sana.Gen tahu menempatkan sendiri makanya dia tidak membahas mengenai Alena dan informasi apa saja yang sudah dia dapatkan. Jangan sampai penyelidikannya membuat Keona merasa curiga yang berujung pada pertengkaran suami istri itu. Keon