Beruntungnya orang itu adalah Sheily, sekretarisku sendiri. Jadi aku tidak terlalu menanggung malu. Aku rasa ia akan memakluminya sama seperti kemakluman-kemakluman yang ia lakukan terhadap beberapa sikapku. Tak jarang aku memarahinya, kadang juga bercanda asyik bersamanya dan karyawan lain. Dalam banyak kesempatan ia mendapatiku berada di berbagai situasi. Dan apaapun yang terjadi dia tetap menjalankan tugasnya secara profesional. Bahkan ia satu-satunya orang di perusahaan yang mendapat akses langsung ke keluargaku khususnya ayah yang sering menghubunginya saat menanyakan keberadaan atau kegiatanku atau di urusan-urusan mendesak dan penting lainnya.
Usai mengambil berkas dari lemari yang ditunjuknya ia kembali permisi ingin melewatiku dan bersikap seperti kejadian itu tidak pernah terjadi.
“Sheil?” sapaku spontan saat ia berjalan permisi persis di depanku.
“Iya Pak?”
“Kau mendengar isi percakapanku di telepon barusan?”
Aku mulai curiga. Tak kusia-siakan momen ini untuk kurekam. Kuraih hp di saku dan mengabadikan apa yang terjadi di sana.Tak beberapa lama Renata keluar rumah dan di saat yang bersamaan ada sosok wanita keluar dari pintu mobil yang tak lain dan tak bukan adalah Dewi. Hupft. Aku lega. Kepanikanku berangsung memudar dan berganti pada rasa percayaku yang bertambah pada Renata. Dan soal mobil yang bentuknya mirip, itu hanya kebetulan mirip saja. Aku menyesal telah berprasangka buruk padanya. Selama ini hubungan kami selalu baik-baik saja dan tidak pernah ada drama orang ketiga. Rasa cintaku yang begitu telah membuat silap pandangan jernih hatiku. Apakah ini salah satu konsekuensi dari jatuh dan tenggelam dalam racun cinta? Entahlah.Kini aku bisa bernapas lega di dalam mobil, meski AC-nya tak kunyalakan. Kuselonjorkan kakiku ke samping kursi mobil karena dari tadi kelamaan duduk di posisi yang sama. Sama seperti hari-hari kerja sebelumnya, sepulangnya dari kantor badan ras
Di sepanjang jalan pulang air mataku tak berhenti mengucur. Hatiku di kedalaman sana mungkin sedang banjir. Sesak sesesak-sesaknya rasanya. Ibarat luka yang menganga ditaburi serbuk garam yang sudah pasti akan kesakitan luar biasa. Lalu dihantam dengan belati bertubi-tubi hingga darah mengucur dari luka yang menyiksa itu. Dan tahukan, hatiku lebih dari itu sakitnya. Sedih sesedih-sedihnya. Belum pernah aku dikecewakan sedemikiannya. Belum pernah aku dikhianati sesakit ini. Parahnya dua pengkhianatan sekaligus. Pengkhianatan pertama dari seorang kekasih yang di depan bermuka manis tapi di belakang kayak serigala. Pengkhianatan berikutnya dari seorang sahabat yang dengan susah payah aku tolong, dari dia belum apa-apa hingga sekarang menjadi orang yang patut diandalkan dalam sebuah kepemimpinan perusahaan. Di depan seperti baik-baik saja dan mendukungku tapi enyahlah saat di belakang. Busuk dan bajingan. Keduanya benar-benar brengsek. Sialan mereka berdua. Bermain belakang, menikung dari
Belum sempat berhenti memarkir tiba-tiba kurasakan mobilku seperti dihantam dari samping dengan keras entah oleh apa. Kurasakan mobilku bergerak tidak wajar dan agak oleng.Sialan!! Pegangan sabuk pengamanku sampai terlepas dan hampir kepalaku membentur setir. Untung saja berhasil kutahan. Tak beberapa lama, segerombolan orang keluar dari mobil yang menghadang dan menabrak. Pintu mobilku digedor-gedor agar aku cepat keluar. Antara panik dan bingung dengan tindakan brutal mereka, aku bergegas mencerna keadaan. Tapi sikap buas mereka tak mengizinkanku untuk itu dan TIARRRRR!!Mereka memecahkan kaca mobil bagian depan. Aku tak punya banyak pilihan selain membuka dan meladeni apa mau mereka yang sangat kurang ajar itu.Begitu aku keluar dan belum sempat berunding ataupun menanyakan sebab, sebuah pukulan dari belakang mengenai punggungku yang membuatku terpental ke depan dan nyaris mencium aspal. Sialan! Beraninya main keroyokan!Siapa mereka? Satupun aku tak
Seorang perempuan dengan jaket bermotif Winnie The Pooh datang membawa bingkisan. Perempuan yang sangat kukenal dan hampir setiap hari kami bertemu untuk urusan pekerjaan. Dan sosok perempuan yang tak kalah cantik dengan Renata.“Bapak tidak apa-apa? Bagaimana keadaannya?”Aku hanya tersenyum. Pak Syakur memberi pengertian ke tamu yang datang kalau aku tidak boleh banyak bicara dan bergerak. Perempuan yang ternyata adalah Sheily itu mengangguk dan memaklumi.“Baik Pak, tidak apa-apa. Sebelumnya maaf, saya Sheilly. Sekretaris Pak David di kantor. Ayah Pak David yang menghubungi saya untuk lekas ke sini. Beliau berpesan agar saya mewakili keluarga terlebih dahulu. Beliau sedang menunggu kakaknya Pak David agar bisa bersama-sama ke rumah sakit dan meyakinkan secepatnya akan sampai di rumah sakit. Kebetulan rumah saya dekat dengan rumah sakit ini.”“O, begitu. Baik tidak apa-apa. Yang penting ada dari pihak keluarga yang
Ibu menerangkan detail dari informasi yang didapat dari dokter. Katanya Lukaku terlalu parah di beberapa bagian khusunya tulang. Ada semacam benturan yang menyebabkan cidera dalam dan lantaran itu aku harus dirawat di rumah sakit untuk beberapa hari. Aku tidak ingat detail dimana saja pukulan yang membentur tulang-tulang yang cidera itu. Tidak penting saat ini mengingat itu yang terpenting sekarang aku butuh istirahat dan perawatan yang intensif agar lekas sembuh.Tak beberapa lama Sheily izin pamit karena sudah malam. Besok ia juga harus ke kantor. Ayah meminta kakak pertamaku dan istrinya mengantarkannya pulang jadi tidak perlu memakai taksi. Ayah dan ibu berjaga untuk malam ini sementara yang lain diminta istirahat di rumah saja.Paginya perawat datang memeriksa dan mengontrol perkembangannku. Aku sudah bisa bangkit duduk dan menggerak-gerakkan beberapa bagian yang semalam belum dapat digerakkan. Saat bicara pun aku sudah mulai ada suaranya meski harus pelan. Perawa
Aku harus bersikap profesional. Bersikap seolah tidak terjadi apa-apa kemarin. Demi kelancaran strategi membalas sikapnya kali ini aku harus mengalah. Sheily yang juga tahu kejadian itu tampak shock begitu tahu yang datang adalah Renata. Mendadak situasi tegang dan hening. Aku memberi isyarat ke Sheily dan lainnya untuk meninggalkan kami berdua.Begitu pintu ditutup dan tidak ada orang lain selain kami, Renata menghambur memelukku sembari mengeluarkan air matanya yang sudah tak kuhiraukan lagi. Pelukan buaya dan tangisan palsu.“Duh Sayang, kamu kenapa? Banyak perban begini. Siapa yang melakukan ini padamu? Kau tahu, aku sangat mengkhawatirkanmu Sayang. Aku juga sangat merindukanmu karena dari semalam tidak ada kabar.” Ia berusaha merayuku dan bermanja-manja di depanku dengan berharap aku merespons sama. Sikapku hanya datar. Mungkin ia menganggap aku sedang sakit sehingga bukan waktunya untuk bermanja-manja. Aku tak mau berlarut-larut dengan keboho
Tak beberapa lama ayah datang dan masuk ruangan. Ibu masih di luar karena ada yang perlu dibeli. Marvel, karyawanku yang lain, izin ke luar ruangan. Mungkin sungkan dengan keberadaan ayah. Di ruangan kini tinggal ayah, Sheily, dan aku.Ayah membawa buah-buahan banyak sekali. Melihat ayah menata buah-buahannya di atas meja, Sheily spontan membantu ayah.“Maaf, kalau boleh biar saya saja Pak. Bapak boleh duduk di kursi saja agar tidak terlalu lelah.”Mendapati tawaran Sheily ayah tersenyum senang. Selain mengiyakan ia bergumam ngacau. “Waah.. Senang sekali rasanya jika punya mantu kayak kamu Sheil. Selain cantik dan baik juga perhatian. Vid, kalau cari istri minimal kayak Sheily dong. Bukan kayak Renata. Kalau Renata jelas aku tak setuju.”Mendengar namanya menjadi pembicaraan Sheily tersipu malu. Aku tak berniat merespons balik mengingat kejadian kemarin-kemarin yang sampai hari ini belum kelar urusan
Andrew pamit pulang usai memberikan laporan. Ibu kembali bersama ayah tak lama setelah itu. Ayah begitu memanjakkanku dengan merawatku tanpa merasa letih. Ibu hanya geleng-geleng. Sementara aku masih pada sikapku sebelumnya. Datar dan tidak mau memberikan harapan ke ayah. Belum mau membuka pintu damai di hatiku untuknya. Jika kondisiku tidak demikian tentu aku sudah ogah diperlakukan seperti itu.Esok harinya rutinitasku tetap sama. Belum ada perubahan banyak. Perawat datang beberapa jam sekali untuk mengontrol. Kakak dan keluargaku juga menjenguk bergantian. Ibu sempat pulang ke rumah tapi tak sebentar di rumah langsung kembali ke rumah sakit dengan membawa peralatan atau barang-barang yang diperlukan khususnya pakaianku dan ayah. Pengunjung satu dua berdatangan dari beberapa teman dekat maupun jauh. Kecuali si bajingan Lucas yang sampai sekarang belum menampakkan batang hidungnya. Dan itu lebih baik dari pada ia harus datang. Memperlambat penyembuhanku saja karena sudah ten