Awal bulan Mei di Mykonos. Aku memutuskan pergi dengan Brian. Meski persiapannya sangat mendadak dan sangat singkat, tetapi, aku merasa lega karena semua sempat terselesaikan.Cuaca masih cukup dingin,sekitar 15-20 derajat. Ini sangat cocok untukku, aku memang benci musim panas.Menurutku, sengatan matahari berlebihan dan sangat lengket. Yang membuatku heran, kenapa banyak yang merasa senang di musim panas yang panjang.Aku berdiri di samping pantai dengan angin sepoi-sepoi. Banyak orang yang lewat sembari bergandengan dengan pasangan mereka masing-masing.Kujamin, Mykonos adalah tempat surga untuk bulan madu atau hanya sekedar menghabiskan masa libuaran dengan pasangan.Mykonos pantas dimasukan ke dalam daftar tempat yang wajib dikunjungi.Mungkin karena sudah terlatih di Boston. Aku tidak merasa cuaca di Mykonos terlalu menusuk tubuhku. Ini lebih menyejukan, dengan angin khas pantai yang selalu kencang.Pulau ini memiliki daya tarik tersendiri, laut yang indah,penduduk lokal yang r
Sudah dua hari aku menghabiskan waktu di Mykonos. Tiap menitnya sangat berharga, waktu yang aku habiskan dengan Brian membuatku semakin dekat dengannya.Aku baru tahu kalau dia memiliki kebiasaan tersenyum saat tidur.Atau dia yang kerap menyugar rambutnya. Selama ini aku tampaknya aku tidak terlalu perhatian pada kekasihku.Saat ini aku sedang menunggu Brian mengambil barangnya yang tertinggal di dalam restoran yang baru kita datangi.Dia tidak pernah seperti ini. Aku yakin, Brian lebih malu dari pada siapapun saat tidak sengaja meninggalkan barangnya.Sebab, Brian selalu mengingatkanku. Mulai dari hal kecil seperti ikat rambut,uang koin sampai tas yang kadang kubiarkan tergeletak begitu saja.Yes, kami tinggal satu kamar, dan aku sudah beberapa kali tidur dengannya. Itu bukan hal yang ilegal, jadi aku bebas melakukannya.Kami selalu memakai pengaman. Dia membawa cukup banyak untuk perjalan ini.Aku beersedekap,tersenyum lebar saat Brian keluar membawa dompetnya. Dia meringsi menerta
Setelah bicara panjang lebar dengan Sarah, dia sangat kacau. Sepertinya mereka ribut besar, Sarah jarang memperlihatkan sisi frustasinya seperti ini.Dia bukan aku yang begitu lemah saat menghadapi masalah. Dia wanita paling kuat yang pernah aku kenal.Hari ini aku memutuskan untuk melihat gedungku yang ternyata memang kebakaran cukup parah. Dari depan semua jendela sudah pecah, pintu yang tinggal separuh.Siapa yang harus disalahkan dari insiden ini? Tidak ada, ini murni kecelakaan. Anak remaja yang membuang putung rokok juga pasti tidak akan mengira akan terjadi kebakaran.Untung saja api segera dipadamkan, jadi hanya bagian bawah yang terkena dampaknya.Aku menyapa Ian yang sedang duduk di pinggir tangga jalan masuk kafe. Dia sangat asik dengan ponselnya, aku melihatnya tertawa berkali-kali sebelum menjawab sapaanku dengan anggukan.“Di mana,Jo?” tanyaku.Ian menenggok kanan dan kiri, dia memastikan tidak ada orang di s
Setelah malam panjang itu,Brian meyakinkan ku kalau dia tidak akan lagi melakukan tanpa pengaman. Dari pada aku,Brian lebih terlihat ketakukan.Dia meyakinkanku untuk bertemu dokter untuk meminta pil KB. Aku sudah menyakinkan Brian kalau wanita tidak hamil semudah itu. Kalau itu yang ia takutkan.Hari ini, aku dan Brian akan mulai sedikit demi sedikit, mulai membawa barang kami kembali ke gedungku. Sudah hampir satu bulan aku menginap dirumah kolega Brian.Kafeku sudah delapan puluh persen siap. Tinggal mengecat dan mengisi dengan peralatan baru lagi. Vendor yang dulu mengisi kafeku sudah memberikan penawaran yang cukup bagus.Aku jamin, nantinya kafeku akan lebih baik lagi.Sisi buruknya adalah tabunganku akan langsung habis. Mesin kopi begitu mahal, belum lagi biji kopi yang mengalami kenaikan harga yang signifikan. Aku hanya bisa geleng-geleng saat membayarnya.Tapi tidak apa-apa, karena aku bisa segera membuka kafe dan kembali mengumpulk
Acara penyambutan Keenan Spark.Haru ini,Keenan sudah diperbolehkan pulang. Dua hari ini aku tinggal di rumah sakit karena Jonathan harus mengurus restorannya.Malam ini aku membuat acara ini agar Sarah merasa lebih bahagia. Dua hari ini dia sangat merindukan Jonathan.Sempat kubaca kalau baby blues sangat berbahaya. Aku tidak akan membiarkan orang disekirarku mengalaminya.Aku dibantu Ian dan Brian , mereka merelakan semua jadwal malam minggu mereka untuk membantuku. Ian kecewa karena adik yang lahir ternyata bukan perempuan.Dia berkeluh padaku. Bahkan sudah memikirkan bagaiamana dia akan berkelahi nanti kalau Keenan sudah remaja.Disini, peran Jonathan sangat membantu menenangkan hati Ian. Jonathan sempat mengajak Ian makan malam berdua sehari sebelum bertemu adiknya.Makan malam kali ini, aku membeli dari beberapa restoran. Jonathan perlu istirahat bahkan dari kegiatan yang amat ia sukai.Brian baru saja kemabali d
“Hai tunanganku.” Bisik Brian saat aku baru bangun dari tidur tersingkat di sepanjang sejarah hidupku.Disebut sebagai tunangan dari tunanganmu sendiri ternyata cukup memalukan.Aku beringsut kedalam bantal. Mencoba mencerna semua ini. Situasi ini. Bangun pagi dengan Brian ada di sebelaku. Memandangi tubuhku yang tidak mengenakan apapun.Seolah itu hal yang lumrah. Seoalah dia sudah terbiasa. Tapi aku tidak.Setelah semua malam yang ia berikan padaku. Aku sadar kalau Brian adalah pria buas yang luar biasa.Mungkin setelah ini aku harus mempertimbangkan meminum vitamin dan olah raga rutin untuk mengimbangi stamina Brian.Julukannya bukan lagi kuda, tapi dia adalah singa jantan yang sedang dalam masa kawin.Dia menyeka rambut yang menempel di pundakku. Dia memandang dengan seksama semua bekas gigitannya yang memerah karena ulahnya. Saat aku berbalik menghadapnya dia mengecup ujung keningku.“Maafkan aku.” Brian meringis “Lukanya
Dihari bahagia antara Karina dan Brian. Pernikahan yang diadakan secara sederhana. Kurang lebih seperti acara Jonathan dan Sarah. Bedanya,bedanya kini mereka menggelar acara di kafe.Ini adalah keingianan Karina. Tidak ada dekorasi berlebihan. Hanya ada meja yang diberi hiasan bunga berwarna merah muda.Karina sedang mengobrol bersama Sarah, karena Jonathan baru saja menggantikan popok Keenan yang sudah kotor.“Selamat atas pernikahanmu,Karina.” Tia tersenyum saat menyalami Karina.Karina tersipu malu “Terima kasih sudah datang,Tia.” Kali ini Tia datang sendiri tanpa anak dan suaminya.Katanya,Alex sedang mengajak anak pertama mereka berlibur di rumah orang tuanya.Papa juga lebih antusias bermain dengan Keenan dibanding acara pernikahan yang lebih mirip makan siang keluarga ini.Karina memakai gaun pengantin paling sederhana yang pernah ada. Gaun putih berbentuk Tea-Length yang panjangnya selutut membuat Karina bisa bergerak dengan nyaman.Dia tidak ingin menghamburkan uang untuk gau
Hari pertama di London. Karina hanya di antar ke hotel sementara Brian harus langsung bekerja. Gadis itu tidak diberi ijin untuk berjalan-jalan sendiri.Brian meminta Karina menunggunya. Bahkan pria itu memberikan hotel dengan balkon yang amat disukai oleh Karina. Brian sudah memprediksi kalau dirinya akan sangat sibuk.Proyek ini begitu penting baginya.Entah, sampai jam berapa Brian akan bekerja. Yang jelas,Karina akan bersiap. Siapa tahu,sebentar lagi Brian akan pulang.Dia menatap kota London yang sedang hujan deras dengan jendela yang terbuka lebar. Tangan Karina menggusap lengannya karena terpaan angin London yang begitu menusuk. Seandainya mereka bulan madu di Mykonos. Karina pasti akan memamerkan bikininya di depan Brian.Jari manisnya menjanggal. Dia menatap jari itu cukup lama. Cincin emas putih dengan berlian kecil yang Brian pilihkan untuk Karina.Dia mendesah panjang “Aku sudah menikah.” Karina tersenyum setelah menggumamkan kalimat itu.Karina menutup jendela karena tida