Jam pelajaran terakhir akhirnya selesai juga. Semua siswa mulai berkemas-kemas dan bersiap untuk pulang. Aku mencari Daniel dan teman-temannya yang lain, tapi aku tidak berhasil menemukannya. Aku mengerucutkan bibirku kesal, mungkin mereka sudah pulang duluan.
Aku melangkahkan kakiku di jalan raya, berjalan menuju rumah baru itu. Jalanan ini dipenuhi pepohonan rindang di kedua sisinya sehingga udaranya tidak terasa panas meskipun matahari sedang terik. Dari kejauhan aku melihat rumah yang sudah beberapa hari kami tinggali. Apakah hanya aku yang merasa rumah itu terlihat seram? Sedangkan, Tante El merasa nyaman-nyaman saja tinggal di rumah itu.
Rasanya aku tak ingin memasuki rumah itu sendirian. Tapi, Tante El sedang bekerja, hari ini hari pertamanya bekerja. Tak ada pilihan lain, mau tak mau aku sendirian di rumah menyeramkan itu hari ini.
Perlahan aku melangkahkan kakiku menaiki tangga depan dan membuka kunci pintu. Aku bergegas ganti baju lalu kembali ke ruang tengah.
Aku menjatuhkan tubuhku di sofa lalu menghidupkan televisi. Rumah ini terlalu sepi, aku mengeraskan volume televisi untuk membuang rasa takutku. Aku berharap Tante El akan segera pulang, agar aku tak sendirian di rumah ini.
Setelah cukup lama menonton televisi, aku mulai merasa bosan. Aku melirik jam dinding, sudah pukul 4 sore lewat, tapi Tante El belum pulang juga. Aku mematikan televisi lalu kembali ke kamar.
Aku duduk di tempat tidurku lalu mengeluarkan ponselku dari tas. Mungkin lebih baik kalau aku main ponsel agar tak merasa bosan. Perlahan aku berbaring sembari menggeser-geser layar ponselku.
Kriieeet...
Aku mendengar suara pintu kamarku berderit, seolah ada seseorang yang membukanya. Segera kutepis pikiran burukku, mungkin itu karena aku lupa mengunci pintu kamarku sehingga terbuka karena ada angin berhembus yang berasal dari jendela.
Tuk .. Tuk ..
Aku mendengar suara seperti, langkah kaki?
"Tante El?!" ucapku setengah berteriak, namun tak ada jawaban.
Aku bangkit dari tidurku lalu membuka pintu kamarku, namun tak ada siapa-siapa di sana. Aku kemudian mendengar deritan tangga reot yang mengarah ke basmen, seolah ada seseorang yang berjalan menuruni tangga itu.
Bergegas aku berlari untuk melihat siapa di sana. Aku menuruni tangga itu secepat mungkin. Aku benar-benar mendengar langkah kaki di sini, namun aku tak melihat siapa-siapa.
Krieeett ...
Aku mendengar pintu di basmen tertutup. Aku bergegas ke sana lalu mencoba membuka pintu itu. Aku menarik gagang pintu sekuat tenaga, namun entah kenapa aku tak bisa membukanya seolah pintu itu terkunci dari dalam. Tiba-tiba aku mendengar pintu depan terbuka.
"Sella, Tante pulang!" Aku mendengar Tante El berteriak.
Perlahan aku melepaskan tanganku dari gagang pintu itu lalu beranjak ke ruang tamu. Aku melihat Tante El sudah berada di sana.
"Tan, kayaknya ada seseorang di basmen. Tadi aku denger suara-suara dari sana!" ucapku setengah berbisik, masih dengan napas yang tertahan.
"Masak sih? Coba Tante lihat," ucap Tante El. Ia sama sekali tak terlihat khawatir. Apakah ia pikir aku mengada-ada atau berhalusinasi?
Tante El bergegas menuju basmen, aku mengekor di belakangnya. Tangannya perlahan meraih gagang pintu lalu menariknya dan terbuka begitu saja. Aneh, tadi aku tak bisa membukanya.
"Kamu di sini aja. Biar Tante yang meriksa," ucapnya kemudian ia turun ke basmen.
Setelah beberapa menit, Tante El kembali ke atas menemuiku.
"Nggak ada apa-apa kok, Sell. Ini rumah udah tua, mungkin tadi cuma suara pintu kena angin," ucapnya santai. Namun aku benar-benar mendengar suara itu!
Tante El mengajakku kembali ke ruang tengah, aku mengikutinya.
"Gimana hari pertamamu sekolah?" tanyanya sambil tersenyum.
"Lumayan, Tan. Aku udah kenalan sama beberapa temen di sekolah." Aku menghela napas.
"Itu bagus! Tante bangga sama kamu!" senyum Tante El mengembang seolah melihatku baru saja memenangkan suatu pertandingan. Mungkin karena selama ini aku tak pernah bicara dengan teman-temanku di sekolah lama.
"Kalau Tante gimana hari pertama kerjanya?" Aku balik bertanya.
"Ya lumayan juga. Semua orang di tempat kerja Tante baik-baik. Tapi kata mereka baru pertama kali ada karyawan baru dari luar daerah," jawab Tante El.
"Sama, di sekolahku juga. Aku murid pindahan pertama di sana."
Siang itu, gadis yang telah kuketahui bernama Sella sedang duduk di menonton televisi dengan tantenya, mereka menghabiskan waktu sepanjang hari di sana. Dulu, aku juga suka menonton kartun seperti itu di TV.Aku memutuskan untuk kembali ke basmen. Aku tak ingin berada dalam satu ruangan dengan mereka karena sepertinya gadis itu bisa merasakan keberadaanku. Namun terkadang aku suka memperhatikannya ketika ia sedang tidur.Aku duduk di sofa yang ada di basmen, namun aku merasa bosan sendirian sepanjang waktu di tempat seperti ini. Pikiranku kembali ingin melihat mereka yang sedang berada di lantai atas, entah kenapa aku ingin sekali bisa berbicara dengan mereka dan berteman dengan mereka. Mungkin, karena telah begitu lama sendirian, membuatku menginginkan seorang teman.Aku bangkit dari dudukku dan mulai berjalan ke sana ke mari di ruangan itu. Hingga tanpa sengaja aku menjatuhkan beberapa buku dari rak buku. Segera aku mengambilnya dan meletakkannya kembali
Setelah makan malam selesai, Aku dan Tante El menonton film di kamarnya. Baru setengah jam-an, Tante El sudah ketiduran. Aku pun mulai mengantuk, aku ingin kembali ke kamar namun segera kuurungkan niatku karena aku teringat ada sosok aneh di rumah ini. Aku selalu mendengar suara-suara aneh itu. Rasanya, aku tak ingin sendirian lagi di rumah ini.Aku memutuskan untuk tidur bersama Tante El. Aku akan berpura-pura ketiduran saat menonton.***"Mau kubuatin kopi, Tan?" tanyaku pada Tante El. Ia mengangguk.Kami minum kopi kami dalam keheningan yang nyaman. Aku suka seperti ini, ketika tidak ada yang perlu bicara dan tidak akan canggung."Udah siang. Kita lebih baik berangkat sekarang daripada nanti terlambat," ucap Tante El."Oke," Aku menghela nafas, rasanya tidak ingin pergi ke sekolah."Kamu mau tante anterin?""Nggak kok, Tan. Aku lebih suka jalan kaki, lebih sehat." Aku memberinya senyum kecil sembari mengambil barang-ba
Aku melangkah gontai menuju rumah. Percakapan siang tadi dengan teman-temanku masih terngiang-ngiang di kepalaku. Benarkah, ada hantu di rumahku?Semakin dipikirkan, semakin membuatku takut untuk kembali ke rumah. Namun tanpa sadar, aku sudah sampai di teras rumah. Aku membuka kunci pintu lalu masuk. Semuanya tampak normal. Aku merebahkan bokongku di sofa.Ting .. ponselku berbunyi. Sebuah pesan masuk tertera di layar. Dari Tante El. Hari ini ia akan pulang malam.Hebat! Kata-kata Icha benar-benar berhasil membuatku takut. Padahal, bisa saja dia hanya mengarang cerita itu untuk menakut-nakutiku. Mana ada anak yang tega membunuh ibu dan saudara perempuannya sendiri? Lalu membunuh dirinya sendiri? Itu aneh. Tidak masuk akal!Aku menggeleng. Aku meyakinkan diri, hantu itu tidak ada, tidak akan ada yang menyakitiku di sini. Aku menghidupkan televisi di ruang tengah dan menyalakan semua lampu di rumah.Samar-samar aku mendengar sesuatu dari ruang bawah
Aku mendengar sesuatu di belakangku dan aku merasakan seperti ada seseorang memperhatikanku. Aku berpikir mungkin hanya halusinasiku saja, sembari membalikkan tubuhku ke belakang. Betapa terkejutnya aku ketika melihat cowok tampan seusiaku menatapku. Beraninya dia masuk ke rumahku tanpa sepengetahuanku!Aku menatapnya dengan mulut menganga dan kedua mata terbelalak lebar seolah tak percaya dengan apa yang kulihat. Aku melemparkan garam yang sedari tadi kugenggam ke matanya."Aduh!" pekiknya sembari mengucek matanya.Dengan cepat, aku berlari menaiki tangga. Dia tidak mengejarku. Namun aku harus keluar dari sini, menjauh darinya. Atau kalau perlu aku harus menelepon polisi.Aku berlari keluar dari ruang bawah tanah dan berlari ke ruang tamu, tapi aku tersandung tali sepatuku dan jatuh membentur lantai dengan keras. Dan aku tak ingat apa-apa lagi.***"Sella.. kamu kenapa tidur di sini?" Aku mendengar suara seseorang berkata
Kami saling menatap kaget tapi entah kenapa dia ikut kaget, padahal dia ada di rumahku. Aku berteriak dan melemparkan botol minumkku ke kepalanya."Aduh" pekiknya. Aku mencoba berlari melewatinya tapi dia dengan sigap meraih lenganku."Tolong jangan sakiti aku," ucapku takut, berusaha untuk tidak menangis.Ia menatapku kemudian menatap lenganku dengan tatapan terheran-heran. Ia melepaskan cengkramannya di lenganku, membuatku mundur hingga menabrak tembok."A-Apa yang kamu inginkan?" tanyaku tergagap."Ka-kmu bisa melihatku?" tanyanya seolah tidak percaya."Tentu saja aku bisa melihatmu!" Aku memutar bola mataku."Bagaimana bisa?""Karena aku tidak buta!" Aku menatapnya bingung."Apa yang kamu lakukan di rumahku?" Aku mulai marah."Rumahmu?" dia terkekeh."Ya, ini rumahku sekarang! Aku minta kamu pergi sekarang juga sebelum aku menelepon polisi!""Mereka tidak dapat membantu," ucapnya. Aku
Apa yang harus aku lakukan? Aku tak mungkin memberi tahu siapa-siapa, bisa-bisa mereka berpikir kalau aku gila atau hanya mengada-ada. Tapi, bagaimana kalau pemuda itu menyakitiku?Dia tidak terlihat seperti orang jahat. Tapi benarkah dia adalah lelaki yang telah membunuh ibu dan saudara perempuannya di rumah ini, seperti yang orang-orang katakan? Mungkinkah aku harus bertanya sendiri padanya?Aku melihat ke arah jam dinding, jarumnya sudah menunjukkan hampir pukul 5 pagi, namun aku belum bisa tidur karena terus memikirkan tentang hal itu.Aku berjalan ke ruang bawah tanah berusaha tenang agar tidak membangunkan Tante El. Aku berdiri di depan pintu ruang bawah tanah berdebat dengan pikiranku sendiri, apakah ini langkah yang benar atau tidak?Aku meraih kenop dan membuka pintu. Kunyalakan lampu dan berjalan menuruni tangga. Aku mengedarkan pandanganku dan menemukan lelaki itu tertidur di sofa. Dia bisa tidur meskipun dia hantu, sedangkan aku malah tidak bi
Aku segera bersiap-siap ke sekolah dan kemudian turun ke bawah untuk mengambil secangkir kopi."Pagi." Tante El menyapaku dengan ceria. Ia mempersilahkanku untuk duduk dan ikut makan."Pagi juga, Tan.""Hari ini Tante akan lembur lagi. Ini Tante tinggalin uang buat kamu beli makan." Tante El menyodorkanku selembar uang berwarna biru."Oke, Tan. Makasih," ucapku seraya meraih pemberiannya.Sebelumnya aku merasa takut untuk berada sendirian di rumah ini. Namun, setelah aku tahu kalau benar-benar ada hantu di rumah ini, aku malah tidak takut sama sekali. Benar-benar aneh."Kamu yakin, gak mau Tante anterin ke sekolah?" tanyanya."Nggak tan, Aku sendirian aja gak apa-apa, kok. Sampai jumpa nanti malam, Tan." Ucapku sambil mengambil tasku lalu berjalan ke pintu depan, sementara Tante El menunggu ojek online pesanannya datang.***Jam makan siang di sekolah sudah tiba. Aku dan beberapa temanku saling berbincang.
Malam itu berjalan cukup normal, kecuali satu hal yang masih membuatku tak percaya bahwa aku hidup bersama hantu di rumahku, tapi setidaknya aku tahu kalau aku mendengar suara-suara aneh, itu berarti suara Arya.Ia tampak baik, tapi aku tak percaya begitu saja. Kisah tentang pria berusia tujuh belas tahun yang membunuh ibu dan saudara perempuannya lalu bunuh diri di rumah ini sudah menyebar sejak dulu hingga hampir semua orang yang tinggal di kota ini mengetahuinya. Aku tak bisa berhenti memikirkannya, apakah cerita itu benar?Ia terlihat baik, namun aku belum mengenalnya. Mungkin saja ia berencana untuk membunuhku. Biar bagaimanapun aku harus tetap waspada.Aku terbangun di pagi hari dengan rasa yang cukup nyaman setelah mendapatkan tidur yang cukup, tak seperti hari-hari sebelumnya."Boleh nggak, Tan? Aku mau pergi ke pesta bersama teman-temanku nanti malam," ucapku ketika aku dan Tante El sedang sarapan bersama."Pesta apa?" tanyanya."Pe
AryaAku merasa sangat buruk, kenapa aku bertingkah seperti itu pada Sella! Aku harap ia akan berbicara denganku lagi. Tapi kalau ia tidak mau berbicara denganku lagi, aku tak akan menyalahkannya.Kenapa aku berbicara seperti itu padanya aku seharusnya ikut bahagia untuknya, karena Daniel adalah pria yang baik. Dan Sella benar, aku tidak mengenalnya sama sekali. Apa yang salah denganku?Dan juga, ia tidak perlu memberitahuku apa pun tentang masa lalunya, itu bukan urusanku, dia menghargai masa laluku dan tidak menanyakan apa pun padaku. Tapi aku hampir bertindak seolah-olah aku cemburu? Padahal aku bukan siapa-siapa baginya seperti yang ia katakan kami hanya bersahabat tidak lebih, meskipun aku menginginkan lebih dari itu. aku sudah sendirian begitu lama dan sekarang aku menemukan seorang teman dalam hidupku, aku malah ingin menghancurkan perasaannya. Tidak! Aku tidak ingin kehilangannya, ia adalah hal terbaik yang aku punya setelah w
"Aku seneng banget." Kia berkata keesokan paginya."Aku tidak bisa tidur sama sekali setiap suara yang kudengar membuatku terus berpikir bahwa hantu itu akan berada di ujung tempat tidur siap untuk membunuhku," ucap Icha sambil menggigil.Aku senang arya berada di ruang bawah tanah."Dan sekarang kamu tahu tidak ada yang perlu ditakuti," ucap Kia mencoba melihat sisi baiknya."Terima kasih telah datang, aku senang sekali," ucapku jujur."Kami juga senang," ucap Kia sambil memelukku."Bye," ucap Icha sembari berjalan ke mobil."Sampai jumpa hari Senin," ucapkan sebelum ia benar-benar pergi."Arya, kamu bisa ke atas sekarang." Aku membuka pintu ruang bawah tanah dan memberitahunya. Setelah beberapa menit dia naik ke atas."Apakah mereka baru saja pergi?" Ia bertanya."Ya" jawabku."Apakah kamu senang bersama mereka?" tanyanya."Iya aku sangat senang," jawabku. Ia tersenyum mending harinya.
"Suara apa itu?" bisik Kia."Suara apa, mungkin kamu salah dengar," ucapku berpura-pura, namun kemudian aku mendengar suara itu lagi."Nggak ada orang lain di rumah ini kan?" tanya Kia. Aku bisa melihat dengan jelas, ia berusaha untuk tidak panik."Gak ada, hanya kita," dan Arya."Kuharap aku nggak akan sekarat di rumah ini," ucap Icha ketakutan.Aku melihat Arya berjalan ke jendela dan menghela nafas. "Itu hanya beberapa anak lelaki yang melempar barang-barangnya ke jendela."Aku berjalan ke jendela dan dia benar. "Itu Daniel dan Evan," ucapku sembari menghela napas."Apa yang dilakukan orang-orang idiot itu di sini?" Icha memutar bola matanya jengah.Kia membuka jendela, "Kenapa kalian ke sini? Acara ini khusus untuk perempuan!" ucap Kia geram.Aku melirik ke arah Arya, ia terkekeh sambil menatapku, aku memutar bola mataku."Ayo, biarkan kami masuk," ucap Daniel."Ya! Kami ingin melihat rumah hantu!
"Jadi, apakah kamu akan membongkar barang-barangmu sebelum tidur bersama teman-temanmu Minggu depan?" Arya bertanya padaku. Aku terus menundanya untuk membuka barang-barangku dari rumah lama. aku tahu aku harus melakukannya, tapi aku belum siap. Aku tidak tahu apakah aku akan pernah siap untuk melihat barang-barang yang penuh kenangan itu."Aku mungkin akan memindahkannya ke sudut," ucapku berharap ia tidak bicara lebih banyak tentang hal ini. Untungnya ia tak membicarakannya lagi."Kapan kau akan selesai?" Arya mengeluh melihatku begitu lama mengerjakan pekerjaan rumahku. Apakah ia merindukanku?"Sabar," ucapku sambil menghela napas.Aku tergelak ketika melihatnya cemberut, ia menjatuhkan dirinya di tempat tidurku, sembari menungguku mengerjakan pekerjaan rumah."Aku sudah selesai sekarang, kau senang?" ucapku sambil meletakkan buku-bukuku di meja."Yeeeeyy!!" ia bersorak."Kamu seperti anak-anak," Aku memutar bola mataku."Ak
Akhir pekan berlalu cukup cepat. Aku lebih banyak menghabiskan waktu bersama Arya. Hingga keesokan paginya, tiba lagi."Selamat pagi. Semangat ya, sekolahnya," ucap Tante El."Aku males banget hari ini," keluhku."Harus semangat, dong." Kulihat Tante El cemberut."Akan kucoba," ucapku sambil terkekeh.***"Hey, ayo duduk," ucap Kia sambil mengambil bekal makan siangku."Hai teman-teman," sapa Daniel yang sudah lebih dulu duduk dari tadi."Hai," balasku."Gimana pestanya kemarin, seru?" tanya Evan yang tidak tahu kalau aku hampir pingsan kemarin."Iya," ujarku sambil mengangguk, sedikit menahan malu karena aku telah merepotkan teman-temanku."Jadi, kemarin kalian masuk ke rumahnya?" Icha bertanya sambil menatap Daniel dan Kia."Tentu saja. Itu kan cuma rumah. Apa yang perlu ditakuti?" Daniel memutar bola matanya malas."Iya, tapi dulu kan di rumah itu ada banyak or
"Mau kau bawa ke mana dia?" tiba-tiba aku mendengar suara Daniel, namun aku merasa mabuk.Kurasakan Daniel menarik lenganku dari pria itu dan kurasakan kesadaranku semakin berkurang, rasanya seperti mau pingsan."Kamu tidak apa-apa, kan?" tanya Daniel khawatir. Aku mengangguk."Jangan terima minuman dari orang yang tidak kamu kenal," ucap Daniel. Aku kembali mengangguk, namun kepalaku terasa berat."Hei, kamu baik-baik saja, kan?" tanya Kia ketika melihatku memijit keningku."Aku merasa nggak enak badan," ucapku."Ayo kita antar kamu pulang," ucap Daniel terlihat khawatir. Ia menggandengku menuju parkiran, namun langkahku terseok-seok karena aku memakai sepatu hak tinggi."Ayo masuk ke mobil," ucapnya."Ya," ucapku namun aku tak bisa menggerakkan kakiku."Kamu harus menggendongnya," ucap Kia pada Daniel."Ayo, Sella!" Daniel mengangkat tubuhku dengan kedua lengannya, aku melingkarkan lenganku di lehernya. Ia mendu
AryaAku dan Sella duduk di ruang tamu menunggu teman-temannya, kuperhatikan kaki gadis itu terus gemetar, dia terlihat sangat gugup."Jangan gugup, nanti kamu akan seru-seruan dengan teman-temanmu," ucapku. Ia mengangguk. Andai aku masih hidup, aku ingin sekali bisa pergi bersamanya.Kami mendengar bel pintu berdering, membuat gadis di sampingku terjingkat kaget."Mereka datang!" ujarnya sembari menghela napas. Bergegas ia menuju pintu dan membukanya."Wah, kamu cantik sekali!" ucap gadis berambut panjang begitu pintu terbuka. Gadis itu tampak mengedarkan pandangannya ke sekeliling, mungkin mencari apakah ada hantu di rumah ini."Terimakasih, kamu juga cantik sekali Kia. Dan, terimakasih banyak untuk gaunnya," ucap Sella."Sama-sama.""Wow. Georgeous!" Tampak seorang lelaki berjalan mendekat, ia terus menatap ke arah Sella dari ujung kepala hingga ujung kaki."Kalian siap?" tanya Sella."Ya, ayo pergi," ujar tema
Malam itu berjalan cukup normal, kecuali satu hal yang masih membuatku tak percaya bahwa aku hidup bersama hantu di rumahku, tapi setidaknya aku tahu kalau aku mendengar suara-suara aneh, itu berarti suara Arya.Ia tampak baik, tapi aku tak percaya begitu saja. Kisah tentang pria berusia tujuh belas tahun yang membunuh ibu dan saudara perempuannya lalu bunuh diri di rumah ini sudah menyebar sejak dulu hingga hampir semua orang yang tinggal di kota ini mengetahuinya. Aku tak bisa berhenti memikirkannya, apakah cerita itu benar?Ia terlihat baik, namun aku belum mengenalnya. Mungkin saja ia berencana untuk membunuhku. Biar bagaimanapun aku harus tetap waspada.Aku terbangun di pagi hari dengan rasa yang cukup nyaman setelah mendapatkan tidur yang cukup, tak seperti hari-hari sebelumnya."Boleh nggak, Tan? Aku mau pergi ke pesta bersama teman-temanku nanti malam," ucapku ketika aku dan Tante El sedang sarapan bersama."Pesta apa?" tanyanya."Pe
Aku segera bersiap-siap ke sekolah dan kemudian turun ke bawah untuk mengambil secangkir kopi."Pagi." Tante El menyapaku dengan ceria. Ia mempersilahkanku untuk duduk dan ikut makan."Pagi juga, Tan.""Hari ini Tante akan lembur lagi. Ini Tante tinggalin uang buat kamu beli makan." Tante El menyodorkanku selembar uang berwarna biru."Oke, Tan. Makasih," ucapku seraya meraih pemberiannya.Sebelumnya aku merasa takut untuk berada sendirian di rumah ini. Namun, setelah aku tahu kalau benar-benar ada hantu di rumah ini, aku malah tidak takut sama sekali. Benar-benar aneh."Kamu yakin, gak mau Tante anterin ke sekolah?" tanyanya."Nggak tan, Aku sendirian aja gak apa-apa, kok. Sampai jumpa nanti malam, Tan." Ucapku sambil mengambil tasku lalu berjalan ke pintu depan, sementara Tante El menunggu ojek online pesanannya datang.***Jam makan siang di sekolah sudah tiba. Aku dan beberapa temanku saling berbincang.