"Kau pulang saja. Saya tidak akan melakukan aktifitas apa pun selain tidur. Dan jangan lupa, siapkan tempat untuk dinner saya dengan Evelyn besok malam!" perintah Reynard setelah turun dari mobilnya, rasanya ia ingin sekali merebahkan tubuhnya. Salah satu pelayannya membantu Reynard membawa tas kerjanya, mereka sudah tahu kalau bukan kamar Reynard yang akan pria itu tuju, melainkan ruang kerjanya. Semenjak kematian Zevanya, tidak satu kali pun Reynard tidur di kamar itu. Bahkan nyaris tidak pernah memasukinya lagi. Ia mandi dan berganti pakaian di ruang kerjanya, hanya Marco saja yang keluar masuk kamar Reynard untuk menyiapkan perlengkapannya. Setelah membersihkan dirinya, Reynard mengenakan pakaian ganti yang telah Marco siapkan pagi tadi. Seperti hari-hari sebelumnya, Reynard akan melamun sambil menikmati salah satu koleksi minumannya, terus larut dalam penyesalannya, saat semua kenangannya bersama Zevanya terus berputar di benaknya, bersamaan dengan rangkaian kata-kata memilukan
Zevanya membaringkan dirinya lebih dulu di sofa itu, lalu menarik Reynard ke atas tubuhnya hingga tubuh mereka saling menempel."Nikmatilah hadiahmu, Rey. Aku ada untukmu. Luapkan semua kerinduanmu padaku." "Oh vanya ... Aku sangat mencintaimu. Aku sungguh-sungguh mencintaimu," ucap Reynard dengan penuh perasaan sebelum menyatukan tubuh mereka dalam satu kali hujaman, disusul dengan erangan kenikmatannya, "Aaahh, sudah lama sekali aku merindukan ini, Sayang.""Aargghh!" Nada memekik kesakitan. Ini adalah kali pertama untuknya, rasanya kejantanan Reynard setajam pisau, mampu merobek bagian dalam milik Nada yang belum pernah tersentuh sebelumnya. Selama ini, Ramon selalu menegaskan pada Nada untuk tidak memberikan keperawanannya pada sembarang pria. Hanya pada suami pilihan Ramon saja Nada boleh memberikannya.Dan untungnya Nada mematuhi Ramon. Karena sekarang ini, hatinya membuncah dengan penuh kebahagiaan saat memberikan mahkotanya pada Reynard, satu-satunya pria yang ia cintai.Me
"Kamu lupa kalau sekarang masih hari kerja bukan weekend?" tanya Reynard dengan dongkol saat pria itu masuk ke dalam ruang kerjanya. Padahal sebelumnya, asisten pribadinya itu tidak pernah melakukan kesalahan."Tapi, Tuan Rey. Semalam anda sendiri yang menghubungi saya untuk tidak mengganggu anda selama satu bulan ini. Meskipun ada masalah besar di kantor," jelas Marco. Sikap Reynard hari ini mengundang tanda tanya besar untuknya.Saat menghubunginya tadi, Reynard langsung menyemburkan amarahnya, karena hingga jam tujuh lewat Marco belum juga kelihatan batang hidungnya. "Saya tidak segila itu, Marco! Apalagi melewatkan makan malam saya dengan Evelyn. Mungkin kau yang sedang ngelindur!""Maaf, coba cek panggilan keluar di ponsel anda, Tuan. Anda menghubungi saya sekitar jam sembilan malam."Reynard memeriksa panggilan keluarnya. Dan benar saja, terdapat nomor Marco di sana. Keningnya mengkerut dalam, sambil mencoba memancing ingatannya."Tuan, setelah kembali dari kantor, apa anda lan
"Bukankah itu mobil Ramon?" tanya Reynard saat mobilnya baru memasuki halaman luas rumah kakek Nicolai."Ya benar, Tuan.""Ada perlu apa pria sialan itu datang ke sini? Jangan-jangan ... "Takut terjadi sesuatu pada kakek Nicolai, Reynard langsung keluar dari mobil dan berlari memasuki rumah."Di mana Ded Nic?" tanyanya pada anak buah pertama yang ia temui."Sedang menerima tamu di ruang biru, Tuan. Mau saya ... "Belum selesai anak buahnya itu bicara, Reynard sudah mneghambur ke ruang biru, ia langsung membuka pintunya tanpa mengetuknya lebih dulu,"Ded!" panggilnya. Ia terdiam saat melihat kakek Nicolai duduk di kursi kebesarannya, sementara Ramon di seberangnya."Ada apa, Rey? Kamu seperti dikejar setan saja," tanya kakek Nicolai."Kalau begitu saya permisi dulu, Tuan Nicolai. Senang bert
"Astaga, bukan. Aku hanya ingin tahu, bagaimana bisa Vanya menghujamkan pisau itu ke tubuhmu, Ded? Apa yang kalian bincangkan saat itu? Apa Ded memicu kemarahan Vanya?""Itu lebih dari satu pertanyaan, Rey," desah kakek Nicolai."Jawab saja, Ded. Aku tidak akan beranjak sebelum Ded menceritakan kebenarannya. Dan jangan pernah menyembunyikan apa pun dariku lagi!" Kakek Nicolai mendesah pelan. Ia membuat dirinya nyaman di sofanya dengan bantalan empuk untuk menompang punggung tuanya, sebelum mulai mengungkapkan semua kebenara pada cucunya itu."Ded akan ceritakan semuanya, tapi tolong, jangan dulu memotong cerita Ded sebelum Ded selesai. Apa pun yang mau kamu tanyakan, kamu boleh menanyakannya setelahnya.""Ceritakan saja, Ded. Aku akan diam layaknya patung.""Malam itu, sebelum Ded melihat video viral Vanya, Ded sudah lebih dulu mengetahui kalau Vanya lah putri Olivia yang sebenarnya."Meski kakek Nicolai melihat wajah Reynard yang tercengang, Reynard tetap diam. Namun kakek Nicolai m
"Bukti apa, Ded?" tanya Reynard."Sebelumnya Ded meminta Ramon ke sini untuk menanyakan hubunganmu dengan Nada, sudah terjadi hubungan suami istri atau belum. Dan Ramon menjawab belum, kalian justru tidur di kamar yang terpisah. Lalu Ded memancingnya dengan mengatakan seandainya saja ada obat yang bisa membuat Rey benar-benar kehilangan memorinya tentang Vanya, meski hanya sesaat saja. Karena kalau memang Ramon yang membuat Vanya seperti raga tanpa jiwa, pria itu pasti memiliki apa pun yang menyebabkan Vanya seperti itu."Gerakan tangan kakek Nicolai yang sedang mengusap punggung Reynard pun terhenti, tatapannya kini tertuju pada sebuah kotak kecil di atas meja,"Dan Ramon menyerahkan itu pada Ded. Menurutnya, ketika Ded menyampurkan obat itu ke dalam minumanmu, maka apa pun yang Ded pinta padamu, kamu akan melakukannya. Ramon menegaskan pada Ded untuk tidak memberitahu siapa pun mengenai obat itu."reynard langsung meraih kotak itu dan membukanya, "Obat apa ini, Ded?" tanyanya."Bur
"Dosis yang Ramon berikan pada Vale sepertinya terlalu banyak, hingga menyebabkan Vale terkena serangan jantung," jelas Sean saat memberikan hasil Ekshumasi Vale. Zat adiktif yang menjadi penyebab kematian Vale, sama dengan yang ada di tubuh Reynard. Berkali-kali Marco dan Sean menahan Reynard untuk tidak menghubungi atau mendatangi Ramon, bahkan Nada sekalipun. "Mereka yang telah membunuh Vale, tapi mengambinghitamkan Vanya! Mereka juga berani memberikan obat itu pada saya dan memperdaya saya! Kenapa saya harus diam saja?" raung Reynard. "Sabar, Tuan Rey. Kalau kita langsung mendatangi mereka, maka kita tidak akan tahu siapa yang telah membantu mereka. Kita mulai memangsa dari yang terkecil, baru yang paling besar. Kita harus menghabisi mereka sampai ke akar-akarnya," bujuk Marco, sesuai permintaan kakek Nicolai tadi. Reynard kembali mengumpat kasar. Bahkan hasil DNA telah keluar, dan benar pemilik darah itu Nada yang bercampur dengan sperma Reynard. Rasanya ingin sekali ia mengir
Seperti halnya di ruang kerja Reynard tadi. Marco juga memasang kamera pengintai di kamar Reynard, dua kamera langsung yang Marco pasang di sana. "Saya siaga di kamar sebelah sambil terus memonitor anda, Tuan. Jika anda butuh bantuan, panggil saya saja," beritahu Marco setelah selesai memasangnya. "Kau keluar dari pintu kamar saya dulu, supaya Nada mengira kau sudah pulang." "Baik, Tuan." Dan benar saja, tidak lama setelah Marco keluar dari kamar Reynard, Nada masuk tanpa mengetuk pintu lebih dulu. Wanita itu bahkan mengetahui password digital pintu itu, mungkin tanpa sadar Reynard telah memberitahunya. Menggunakan lingerie yang Reynard tahu betul itu milik Zevanya, Nada melenggang masuk dengan langkah menggoda, sama menggodanya dengan tatapannya yang tertuju pada Reynard. Ia menahan dirinya untuk tidak langsung mencekik leher wanita itu sampai mati. "Vanya ... " Reynard berpura-pura mengenali Nada sebagai Zevanya. Dan wanita itu dengan penuh percaya dirinya mengalungkan lenganny
Mata Reynard tak pernah lepas dari kobaran api yang melahap sebuah bangunan tua di salah satu pondok berburu dengan seluruh keluarga tiri Evelyn, beserta dengan pengikut mereka berada di dalamnya, hingga bangunan tua itu rata dengan tanah."Aman, Tuan. Apa anda mau pulang sekarang?" tanya Marco yang baru saja berdiri tepat di sisi Reynard setelah memastikan target mereka juga sudah menjadi debu. "turunkan beritanya besok, beserta dengan daftar kejahatan mereka!" tegas Reynard. Ia akan membersihkan sepenuhnya nama Evelyn dari spekulasi yang mulai beredar kalau istri tercintanya itu telah membunuh Vale. Rupanya Ramon telah meminta salah satu anak buahnya yang masih setia padanya untuk menyebarkan rumor itu. Dan sekarang berita picisan itu mulai menyebar luas di berbagai media, dan sudah bisa dipastikan banyaknya ujaran kebencian yang ditujukan pada Evelyn, dan ucapan simpati pada Reynard karena telah menjadi target wanita itu selanjutnya. "Mengenai konferensi pers ... " "Adakan juga
"Sepertinya aku belum bisa pulang ke rumah sekarang. Aku mau menyelesaikan semua masalah yang disebabkan keluarga tirimu itu," desah Reynard.Evelyn memindahkan ponselnya ke lengan dan telinga krinya saat akan membuka handle pintu kamar Abercio. Ia memastikan Abercio benar telah terbuai ke alam mimpinya lebih dulu sebelum memadamkan lampu dan menutup kembali pintu kamar putranya itu. Hari ini, dua malam sudah Reynard tidak pulang akibat masalah itu. 'Aku ingin menuntaskan hingga ke akar-akarnya demi masa depan kita yang tenang!' tegas Reynard sebelum pergi bersama dengan Marco."Tidak apa-apa, Sayang. Aku mengerti," balas Evelyn setengah berbisik, ia takut suaranya akan mengganggu tidur Abercio.Malam ini, Evelyn memutuskan tidur dengan Abercio untuk melepaskan kerinduannya pada Abercio. Sejak Reynard memasukkannya ke dalam penjara, Evelyn sudah tidak pernah tidur dengan putranya itu lagi."Maafkan aku, karena masalah ini bulan madu kita jadi harus dipersingkat.""Rey, aku sungguh ti
Reynard mengacak rambutnya dengan kasar, memperlihatkan seberapa frustasinya ia saat itu. Dan saat matanya terkunci dengan mata Evelyn, bermacam campuran emosi terlihat jelas di sana. Hati Evelyn semakin tak karuan, masalahnya pasti jauh lebih besar dari perkiraannya."Nada hamil, Ly. Anakku ... " aku Reynard dengan suara parau. Ia telah bersiap dengan menerima apa pun bentuk kemarahan dan kekecewaan Evelyn padanya. Namun setelah lama Reynard menunggu reaksi Evelyn, alih-alih meluapkan emosinya, wanita itu malah menghela napas lega,"Syukurlah, aku kira ada masalah besar apa."Sontak saja Reynard luar biasa bingung dibuatnya, ia mengguncang bahu Evelyn untuk menyadarkan istrinya itu,"Ly. Apa yang kamu syukuri? Aku memiliki anak dari wanita lain? Kamu bersyukur dengan berita itu? Atau akan menjadikannya sebagai alibi untuk mengakhiri rumah tangga kita?" cecarnya."Siapa yang memberitahumu kalau Nada sedang mengandung? Marco? Sipir penjara?""Nada, Marco dan Ibu sambungmu tidak berada
Perjalanan Evelyn dan Reynard ke Sopot dan Gdynia tertunda harus setelah Reynard menerima email penting. Setidaknya itulah alasan yang Reynard berikan pada Evelyn, sesaat sebelum pria itu fokus pada layar monitor laptopnya. Sepertinya email itu memang berisi pesan penting. Karena sebelum berangkat Reynard telah menegaskan pada Marco untuk tidak menghubunginya sama sekali, kecuali untuk masalah darurat.Apa sekarang perusahaan Reynard sedang dalam masalah?Entah sudah berapa kali pertanyaan itu terbersit di benak Evelyn hingga dua jam sudah berlalu, dan Evelyn mulai merasa bosan menunggu perhatian Reynard kembali tertuju padanya. Seraya mendesah, Evelyn berdiri dari kursinya. Ia melampirkan long coatnya di sandaran kursi dengan hati-hati, tidak ingin menimbulkan suara sedikit pun yang bisa memecah konsentrasi Reynard.Melalui jendela kamarnya, Evelyn memusatkan perhatiannya pada Laut Baltik, tepatnya pada pelabuhan yang seolah tidak pernah terlihat sepi itu. "Maaf sudah membuatmu me
Gdansk, sebuah kota pelabuhan yang terletak di pantai utara Polandia. Sebuah kota tua yang memiliki arsitektur klasik Eropa terbaik, yang menjadi daya tarik wisatawan mancanegara yang ingin menyelami lebih jauh lagi mengenai sejarah dan kebudayaan Polandia.Hotel yang Evelyn dan Reynard pun terletak tidak jauh dari pelabuhan terbesar Polandia tersebut. Hotel mewah tepi pantai yang berhadapan langsung dengan laut Baltik. Dan kebetulan sekali Evelyn sangat menyukai apa pun yang berbau pantai.Selama Evelyn menatap bermacam kapal yang hilir-mudik di pelabuhan tersebut, Reynard terus merangkul pinggangnya, bersama mereka memandangi kesibukan itu dari balkon kamar mereka."kamu tahu kalau kota ini menjadi salah satu dari Tiga Kota atau yang biasa disebut dengan Tricity, atau dalam bahasa Poland dikenal dengan sebutan Trójmiasto?" tanya Reynard. Ia memiliki kegemaran baru, yaitu mengenalkan dunia baru pada Evelyn."Ya, aku pernah mendengarnya. Hanya saja tidak terlintas sama sekali di dalam
Evelyn pikir, destinasi bulan madunya bersama Reynard akan ke Eropa barat, tapi ternyata pilihan antimainstream Reynard tertuju pada Eropa Tengah. Gdansk Polandia yang menjadi tujuan pertama bulan madu mereka. Memang biasanya Gdansk menjadi destinasi bulan madu yang sangat sempurna untuk pengantin baru yang ingin bersenang-senag dan menikmati masa-masa awal pernikahan mereka. Meski suasananya cenderung terlihat lebih santai dibandingkan dengan Eropa Barat, namun kota Gdansk juga memiliki tempat-tempat wisata yang indah, akomodasi mewah dengan latar bangunan abad ke tujuh belas. Sekarang ini, dengan lengan Reynard yang merangkul pinggangnya, mereka menyusuri jalanan berbatu dan sempit di antara bangunan katedral dan monumen. "Kamu lebih menyukai ketenangan ya?" tebak Evelyn. "Kamu sudah memahami salah satu kebiasaanku, Sayang," jawab Reynard. Lengannya yang melingkar di lengan Evelyn menarik Evelyn saat seseorang yang tengah jalan terburu-buru nyaris menabraknya. "Mudah sekali men
"Kamu yang ngajarin dia ya?" tukasnya."Astaga, tentu saja tidak, Sayang. Ini murni keinginan putra kita sendiri. Kamu bisa bertanya langsung padanya," sangkal Reynard. Ia bersikap seolah-olah terluka oleh tuduhan Evelyn itu, hingga balik badan meninggalkan Evelyn dengan perasaan bersalahnya.Sesuai dengan harapannya, Evelyn pun bergegas mengejarnya, "Rey, tunggu!"Tepat saat Evelyn meletakkan tangannya di lengan Reynard. Reynard langsung balik badan dan menekan Evelyn hingga punggung wanita itu bersentuhan dengan dinding,"Kamu tidak marah, 'kan?" tanya Evelyn."Marah? Sekarang aku tidak bisa marah lagi padamu, Sayang. Tadi aku hanya menggodamu saja, ingin tahu seperti apa reaksimu saat aku merajuk," kekeh Reynard, ia tertawa lebar saat Evelyn memukul dadanya dengan kepalan tangannya,"Kamu jahat! Tadi aku takut sudah membuatmu marah dan sakit hati.""Marah dan sakit hati? Itu dua hal yang tidak akan terjadi padaku, setidaknya jika menyangkut dirimu, Sayang. Jadi, jangan pernah meng
Reynard menatap geli Evelyn yang seolah tenggelam di dalam balutan selimutnya itu,"Apa yang sedang kamu lakukan, Sayang?" tanyanya."Aku mau ke kamar mandi," jawab Evelyn, sengaja hanya menatap mata Reynard saja, bukan ke tubuhnya yang lain.Seolah ingin terus menyiksa Evelyn dengan gairahnya, Reynard sengaja bersandar di daun pintu kamar mandi sambil melipat kedua tangannya, dengan tatapannya yang menggoda."Lepaskan saja selimut konyol kamu itu, memangnya apa yang mau kamu sembunyikan dariku, Sayang?""Aku tidak menyembunyikan apa pun?""Apa kamu yakin?""Astaga, Rey ... Kamu mengira aku mencuri?" tanya Evelyn dengan nada tidak percaya, sebelah alis Reynard pun terangkat tinggi,"Yang bilang kamu mencuri siapa?""Kamu menuduhku menyembunyikan sesuatu di balik selimut ini!" Evelyn menyipitkan kedua matanya saat tawa Reynard pecah. Belakangan ini, wajah pria itu selalu terlihat ceria dengan senyumannya yang memikat, atau tawa lepasnya yang menular seperti sekarang ini. Bagaimana Ev
Leguhan kenikmatan mengalir begitu saja dari mulut Evelyn saat Reynard memainkan lidahnya di bawah sana. Gerakan yang mengirimkan gelenyar kenikmatan ke seluruh tubuh Evelyn, yang juga membangunkan seluruh saraf Evelyn, hingga rasanya Evelyn akan mati karena kenikmatan."Rey ... Aahh please ... " racau Evelyn. Ia tidak tahu permohonan apa yang ingin ia ucapkan. Meminta Reynard terus melakukan yang tengah pria itu lakukan sekarang? Atau meminta Reynard segera menyatukan diri mereka?Evelyn bahkan tidak menyadari kapan Reynard melepaskan satu-satunya pakaian dalam yang tersisa pada dirinya. Atau Reynard merobeknya? Entahlah.Alih-alih segera mewujudkan keinginan Evelyn untuk mneyatukan tubuh mereka, tangan Reynard malah bergerak naik ke atas, untuk menangkup salah satu bukit kenikmatan Evelyn, sementara lidah pria itu masih bermain-main di bawah sana, yang semakin membuat Evelyn meleguh penuh kenikmatan, sebelum akhirnya pinggulnya terangkat tinggi saat mencapai puncaknya."Rey!" teriak