Share

Bab 4-Alien

Author: Ainjae
last update Last Updated: 2021-12-24 13:24:22

Tanganku mengalung di leher Pak Rendy dengan mata terpejam erat saat kurasakan Pak Rendy membawa tubuh kami turun. Setelah mendengar suara sepatu Pak Rendy yang seperti mengetuk dasar, barulah kedua mataku kembali terbuka. Hal pertama yang tertangkap oleh penglihatanku membuat bola mataku membulat seketika. Aku tidak berada di kampus, melainkan di suatu gang sepi dengan gedung pencakar langit yang terlihat menjulang di depan sana.

“Saya tidak mau mengambil risiko dengan terbang di tengah keramaian kampus,” tutur Pak Rendy seolah tahu apa yang tengah kupikirkan.

Aku mendongak untuk menatap wajah Pak Rendy. Dari jarak sedekat ini aku kembali dibuat terpana untuk kesekian kalinya oleh ketampanan pria itu. Dengan cepat aku beralih menatap ke arah lain. “Turunkan saya.”

Tanpa berucap, kurasakan Pak Rendy menurunkan tubuhku dari gendongannya dengan pelan. Begitu sepatuku menapak paving block, hembusan napas lega keluar dari mulutku. Baru kusadari kalau sejak tadi jantungku berpacu begitu cepat. Ini pengalaman pertamaku terbang dan ini juga pengalaman pertamaku bertemu dengan makhluk bukan manusia.

Pemikiran terakhirku membuat kepalaku kembali terangkat untuk menatap wajah Pak Rendy yang ternyata tengah menatapku. “Apa Bapak bisa jawab pertanyaan saya sekarang?”

“Saya pikir kamu tidak membutuhkan jawaban setelah mengalami kejadian barusan,” ujar Pak Rendy dengan raut datar dan netra cokelat terang yang menatapku tajam.

Aku sempat goyah sesaat, namun keberanian kembali kukumpulkan. “Kalau Bapak tidak mau memberitahu saya tentang identitas asli Bapak, saya bisa menyebarkan rumor ke semua orang tentang siapa sosok Bapak yang sebenarnya. Pemilik kedai kopi? Dokter? CEO? Dosen?” sindirku dengan sudut bibir yang tertarik ke atas, membentuk seringaian tipis. Entah sejak kapan aku menjadi seberani ini.

“Kamu mengancam saya?” tanya Pak Rendy dengan satu alis terangkat.

“Tidak. Saya hanya butuh jawaban.”

Pak Rendy terdiam dengan mata memandangku tanpa berkedip, keningnya berkerut seolah tengah berpikir. Tak berselang lama kulihat dia membuang napas singkat. “Lebih baik kamu melupakan siapa saya dan beberapa hal yang kamu alami yang berkaitan dengan saya. Jika tidak, hidup kamu tidak akan tenang setelah ini.”

Aku tertegun mendengar ucapan Pak Rendy barusan. Mulutku terkatup rapat dan lidahku terasa kelu.

Tubuhku terkesiap kaget saat merasakan Pak Rendy meraih bahuku lantas netra cokelat terangnya menatap tepat ke dalam netra hitamku. “Saya tidak tahu mengapa saya tidak bisa menghapus ingatan kamu, sedangkan saya bisa menghapus ingatan manusia lain. Namun, satu hal yang pasti, jangan penasaran dengan saya, Elisa.”

Aku menelan ludah dengan susah payah. Baru menyadari bahwa hal yang dikatakan oleh Pak Rendy sepertinya benar. Sebaiknya aku mundur sekarang sebelum terlalu jauh. Terlibat dengan manusia asing saja aku bisa berada dalam bahaya, apalagi terlibat dengan sosok yang bukan manusia. Bahkan, aku tidak tahu apakah Pak Rendy adalah sosok yang baik atau jahat.

“Saya—”

Ucapanku kontan terhenti saat jari telunjuk Pak Rendy menempel di bibirku seolah tengah memberitahuku untuk diam. Aku menurut, memilih untuk diam sambil memandang ke arah Pak Rendy yang tampak waspada mengenai sesuatu. Dapat kulihat Pak Rendy melirik ke arah belakang melalui ekor matanya. Saat suara langkah kaki dari beberapa orang terdengar, Pak Rendy langsung menarik tubuhku mendekat, seolah menyembunyikan tubuhku agar tak terlihat dari jalanan di depan gang.

Mulutku terbuka hendak bertanya. Namun, hal yang terjadi benar-benar di luar dugaan. Pak Rendy meraih wajahku dengan cepat lantas menyatukan bibir kami. Aku terbelalak dengan tubuh menegang kaku. Ketika kurasakan bibir Pak Rendy bergerak menyapu bibirku, barulah kedua mataku terpejam erat. Bibirku terkatup rapat, namun dapat kurasakan sapuan-sapuan basah dari bibir Pak Rendy pada bibirku. Ciuman Pak Rendy seolah menghantarkan sengatan listrik pada tubuhku yang baru pertama kali merasakannya. Pak Rendy baru melepas ciuman kami saat suara langkah kaki dari beberapa orang terdengar menjauh.

Ketika Pak Rendy menjauhkan wajahnya dari wajahku langsung saja tanganku terangkat lantas melayangkan satu tamparan ke pipinya.

Plak!

“Berengsek! Beraninya Bapak men—”

“Kamu bisa memarahi saya nanti,” sela Pak Rendy dengan tangan membungkam mulutku.

Dengan dada bergemuruh, aku hendak memberontak. Namun, saat suara langkah kaki kembali terdengar dan beberapa sosok pria berjas berjalan mendekat ke arah kami, kulihat raut panik di wajah Pak Rendy. Dengan tergesa dia meraih tubuhku lantas menggerakkan jarinya hingga sebuah portal berbentuk lingkaran terlihat. Aku melotot kaget saat Pak Rendy kembali menggendongku dan membawa tubuh kami memasuki portal itu.

Mataku terpejam erat saat mengalami kejadian aneh jilid dua bersama makhluk bukan manusia. Saat sepatu Pak Rendy terdengar menginjak lantai, barulah aku kembali membuka kedua mata. Apartemen mewah adalah hal pertama yang kulihat setelah mataku terbuka. Mataku memancarkan binar kagum saat melihat seisi apartemen yang begitu luas dengan barang-barang mewah yang tersusun rapi.

“Sepertinya kamu memang ditakdirkan untuk terlibat dengan saya.”

Perkataan Pak Rendy membuat kekagumanku akan apartemen ini sirna dan berganti dengan raut bingung. Aku tertegun saat mendapati sorot mata Pak Rendy melembut, dia menatapku tanpa berkedip masih dengan menggendong tubuhku. Tanpa diminta jantungku berdegup liar di atas batas normal.

Aku menelan ludah saat melihat wajah Pak Rendy bergerak maju. Pria itu menunduk hingga wajahnya tepat berada di samping wajahku. “Kamu satu-satunya manusia yang masih mengingat saya, bahkan setelah saya cium. Justru sekarang kamulah yang membuat saya penasaran dengan dirimu, Elisa,” bisik Pak Rendy di telingaku. Suaranya yang terdengar berat dan dalam membuatku merinding sesaat, apalagi saat merasakan hembusan napasnya yang menerpa kulitku.

Pak Rendy menjauhkan wajahnya dariku lantas menurunkan tubuhku dari gendongannya. Barulah aku dapat bernapas lega. Kekesalanku beberapa menit yang lalu mengenai ciuman pertamaku yang dirampas tanpa izin olehnya lenyap seketika. Ucapan Pak Rendy barusan benar-benar membuatku penasaran. Mungkin rasa penasaranku sama dengan rasa penasarannya pada diriku.

***

Mataku bergerak mengikuti pergerakan Pak Rendy. Tadi kami sempat duduk berhadapan di sofa yang berada di apartemen ini, kemudian Pak Rendy yang mendapatkan telepon bergegas berdiri dan mengangkat panggilan di balkon. Sedangkan aku masih diam dengan posisi duduk di sofa sembari menatapnya.

Gila. Itu adalah satu kata yang mendeskripsikan keadaanku hari ini. Tidak pernah terbayangkan sama sekali dalam hidupku kalau aku akan bertemu dengan sosok bukan manusia. Bisa menghapus ingatan orang lain, bisa terbang, dan bisa berpindah tempat menggunakan portal. Lantas, apa lagi kemampuan yang Pak Rendy miliki? Dan yang sejak tadi membuatku bertanya-tanya adalah makhluk jenis apa Pak Rendy itu?

“Ada apa?”

Pak Rendy yang tiba-tiba muncul tepat di hadapanku membuatku terlonjak kaget dengan mata melotot. Aku menatap ke arah balkon tempat sebelumnya Pak Rendy berada, kemudian kembali menatap ke arah Pak Rendy yang saat ini berada di hadapanku. Oke, kemampuan Pak Rendy yang lain yaitu bisa berteleportasi hingga membuatku nyaris jantungan.

“Kamu memandang saya seolah ingin bertanya banyak hal,” tutur Pak Rendy seraya beranjak duduk di sofa yang berada di depanku.

“Saya memang ingin bertanya banyak hal. Saking banyaknya sampai saya bingung sendiri,” jujurku.

Tiba-tiba saja sudut bibir Pak Rendy tertarik ke atas, membentuk seulas senyum tipis. Astaga, aku kembali nyaris jantungan. Kali ini bukan karena terkejut, melainkan karena terkagum dengan wajahnya yang semakin tampan saat tersenyum. Apakah Pak Rendy makhluk sejenis malaikat?

“Kalau begitu saya akan mengizinkan kamu bertanya satu hal,” ujar Pak Rendy usai melunturkan senyum di bibirnya dan kembali berwajah datar.

“Dari mana Pak Rendy berasal? Saya yakin Pak Rendy bukan manusia dari bumi.”

Pak Rendy mengangguk. “Hm. Saya bukan berasal dari bumi.”

Bola mataku membesar saat menyadari sesuatu. “Berarti Bapak alien?” simpulku. Membayangkan bahwa aku bertemu dengan alien dari planet lain yang memiliki kekuatan super membuatku bersemangat. Sungguh menakjubkan. Makhluk luar angkasan berkekuatan super yang biasanya hanya kulihat dari film kini benar-benar ada di hadapanku.

“Saya bukan alien dan hanya makhluk biasa di planet saya. Jika di bumi disebut manusia,” jelas Pak Rendy.

Aku ber“oh” ria. “Apa semua alien ganteng-ganteng kayak Pak Rendy?” tanyaku spontan.

Dengkusan terdengar dari Pak Rendy. “Sudah saya bilang kalau saya bukan alien.”

“Tapi Bapak bukan berasal dari bumi, sama saja alien,” belaku. “Ah, iya, Bapak punya kekuatan super apa lagi? Selain bisa terbang, hapus ingatan orang lain, buka portal, dan teleportasi?”

“Itu bukan kekuatan super, Elisa,” ujar Pak Rendy, terdengar tegas tetapi terselip intonasi kesal di dalamnya.

Aku terkekeh mendengar sahutan Pak Rendy. Entahlah, aku tiba-tiba ingin mentertawakannya yang tampak kesal. Tawaku kontan terhenti saat melihat riak di dalam netra cokelat terang Pak Rendy. Sorot matanya yang berubah lekat membuatku berangsur gugup. Siapa yang tidak gugup saat ditatap intens oleh pria tampan?

“Kalau Bapak bukan berasal dari bumi, lalu mengapa Bapak berada di sini?” ujarku, kembali bertanya agar suasana tak berubah hening.

“Saya belum bisa menjawab pertanyaanmu yang satu itu,” tutur Pak Rendy, kemudian dia beranjak dari duduknya. “Berdiri, Elisa. Saya antar kamu kembali ke kampus.”

Aku mengangguk patuh, tidak menuntut Pak Rendy untuk menjawab pertanyaanku. Entah mengapa aku memiliki firasat kalau suatu saat nanti semua pertanyaanku akan terjawab.

Kami kembali memasuki portal berbentuk lingkaran yang tercipta begitu saja setelah Pak Rendy menggerakkan jarinya. Aku menalan ludah saat menyadari bahwa dalam hitungan jam hidupku berubah karena sosok “alien” yang bernama Rendy.

Related chapters

  • Pria Misterius Itu Bukan Manusia   Bab 5-Tawaran

    Aku mengupas apel dengan tatapan kosong. Pikiranku melayang ke kejadian beberapa jam yang lalu. Kejadian yang membuatku nyaris pingsan jika mengingatnya. Apakah aku sudah gila? Apakah kejadian tadi nyata? Dosenku ternyata adalah alien?“Woi! Ngupas apelnya yang benar! Bisa kena pisau jari lo!”Seruan dari Vino membuat lamunanku buyar. Aku bergegas menatap Vino lantas meletakkan pisau dan apel ke atas piring. “Vin, gue mau tanya.”Mendengar intonasi bicaraku yang terdengar serius, raut Vino pun berubah serius. Dia mendekat ke arahku lantas duduk di sebelahku. “Tanya apa?”“Lo percaya sama alien nggak?”Vino terdiam selama beberapa detik, kemudian tangannya terangkat dan menjitak kepalaku."Duh!” ringisku.“Gue kira pertanyaan lo serius. Malah bercanda.”“Ih! Gue nggak bercanda! Sebenarnya gue habis ketemu sama alien,” bisikku di kalimat terakhir seolah

    Last Updated : 2021-12-24
  • Pria Misterius Itu Bukan Manusia   Bab 6-Tinggal Bersama

    “Ya?!” kejutku usai mendengar ucapan Pak Rendy. Tinggal bersamanya? Dia pasti sudah gila! Bagaimana kalau aku khilaf dan menyerangnya? Bisa bahaya hidup seatap dengan pria tampan.Bola mata Pak Rendy memandangku dengan bias geli.Aku mengerjap dengan raut bingung. “Bapak kenapa lihatin saya kayak gitu?”“Kamu takut khilaf dan menyerang saya?” tanya Pak Rendy. Kini sudut bibirnya berkedut seperti menahan tawa.Mataku melotot mendengar pertanyaannya. “Bapak bisa membaca pikiran?!” pekikku. Saking kagetnya aku sampai beranjak berdiri.“Bisa kalau saya ingin,” jawab Pak Rendy sambil meraih kedua tanganku, kemudian menarikku kembali duduk di sebelahnya.“Tapi Bapak tidak sopan sudah membaca pikiran saya tanpa izin,” jengkelku. Apakah selama ini dia selalu membaca pikiranku? Bahkan di awal pertemuan kami saat di kedai kopi tiga tahun yang lalu?“Kamu benar, itu pe

    Last Updated : 2021-12-29
  • Pria Misterius Itu Bukan Manusia   Bab 7-Mereka Lagi

    Pertanyaan Pak Rendy dan matanya yang masih menyorot lekat ke arahku entah mengapa malah membuat wajahku memanas. Aku memalingkan wajah ke arah lain saat satu asumsi aneh tercetak di kepalaku. Tidak, itu tidak mungkin.Suara kursi yang didorong membuat pikiranku buyar. Aku kembali menatap ke arah Pak Rendy yang beranjak berdiri. Mataku bergerak mengikuti sosok Pak Rendy yang berjalan mendekat ke arahku. Aku menelan ludah saat melihat Pak Rendy berdiri tepat di sebelahku yang kini terduduk kaku di atas kursi.“Mandilah dan berganti pakaian, sebentar lagi saya akan mengajar di kelas kamu,” ujar Pak Rendy dengan menepuk puncak kepalaku dua kali.“Ya?” Aku mengerjap bingung bercampur kaget mendapatkan perlakuan tak terduga dari Pak Rendy. “Bukannya Pak Rendy mengajar mahasiswa semester tiga?”“Mulai hari ini saya akan mengajar di kelas kamu. Jangan sampai tertidur,” ancam Pak Rendy dengan menyunggingkan sudut bi

    Last Updated : 2022-01-01
  • Pria Misterius Itu Bukan Manusia   Bab 8-Curiga

    “Susah sekali membawamu kembali,” tutur salah satu pria berjas dengan berjalan maju diikuti oleh rekan-rekannya di belakang.Pak Rendy melangkah mundur membuatku secara otomatis ikut melangkahkan kakiku ke belakang. “Kalian salah paham,” tuturnya.“Oh, ya?”Dapat kudengar dengkusan singkat dari Pak Rendy. “Kalian belum mendengarkan penjelasanku.”Aku mendongak ke arah Pak Rendy lantas menatap ke arah gerombolan pria berjas di depan sana. Apa yang sebenarnya sedang mereka bicarakan?“Kami tidak butuh penjelasanmu itu, sudah terlalu lama kami mencarimu. Cukup menurut dan ikut kami kembali. Jika tidak, kami terpaksa menggunakan cara kasar.”Perkataan dari pria berjas itu membuat satu asumsi langsung tercipta di kepalaku. Aku kembali menatap Pak Rendy dengan mata membulat. Apakah pria itu—“Tidak merespon ya? Baiklah, kami memutuskan akan menggunakan cara kasar.&rdquo

    Last Updated : 2022-01-11
  • Pria Misterius Itu Bukan Manusia   Bab 9-Perhatian Rendy

    Bungkam. Itulah respon Pak Rendy atas dua pertanyaanku saat di mobil. Tak hanya itu, saat ini raut wajah pria itu terlihat dingin. Dia tidak berbicara apapun padaku selepas kami sampai di apartemennya, bahkan hingga malam tiba. Saat aku menghampirinya dan hendak bertanya sesuatu, dia langsung menghindar pergi memasuki kamarnya atau ruang kerjanya. Apakah pertanyaanku saat di mobil telah menyinggungnya?Helaan napas panjang keluar dari mulutku. Aku jadi tidak dapat fokus mengerjakan tugas kuliah. Menyandarkan tubuh ke sandaran sofa, aku lantas memilih untuk menyalakan televisi yang berada di depanku. Melihat televisi yang menayangkan burger, pizza, dan cola seketika perutku langsung berbunyi. Aku menelan ludah ketika menyadari kalau diriku merasa lapar, baru kuingat kalau belum makan malam.Tepat setelah itu terdengar suara pintu terbuka dari ruang kerja Pak Rendy. Bola mataku bergerak mengikuti Pak Rendy yang kini berjalan memasuki kamarnya lantas memakai jaket, sepert

    Last Updated : 2022-01-12
  • Pria Misterius Itu Bukan Manusia   Bab 10-Kiss and Bed

    Pak Rendy merawatku hingga hari berganti malam. Dia tetap berada di kamarku, duduk di sebelahku sambil mengganti kompresan di keningku. Demamku pun sudah turun. Berkat minum obat dan makan, kondisiku sudah lebih baik saat ini. Tadinya aku nyaris tidak mau makan sama sekali karena perutku terasa sangat tidak enak, namun Pak Rendy dengan telaten menyuapiku. Bahkan, saat ini pria itu pun tengah menyuapiku untuk makan malam.“Dua sendok lagi habis,” ucap Pak Rendy seraya menunjukkan semangkuk bubur yang tersisa sedikit.Aku menelan bubur sambil menatap Pak Rendy dengan raut bingung. Apa sebenarnya motif pria itu merawatku? Mengapa dia tampak peduli padaku? Sejak aku mengetahui identitasnya, aku mendapati beberapa tindakannya yang menunjukkan kepeduliannya padaku, entah apa alasannya.Mulutku terbuka saat Pak Rendy kembali menyodorkan sesendok bubur, dengan cepat aku menelannya hingga sendok terakhir tersuap ke mulutku.“Minum,” ujar Pa

    Last Updated : 2022-01-12
  • Pria Misterius Itu Bukan Manusia   Bab 11-Teman Baru

    Ketika kedua mataku terbuka, tidak kudapati Pak Rendy di sebelahku. Aku mengernyit, bertanya-tanya ke mana perginya pria itu? Namun, saat bau masakan tercium, masuk ke dalam kamar yang pintunya terbuka, aku langsung mendapatkan satu kesimpulan. Sepertinya Pak Rendy sedang memasak.Aku bangkit dari atas kasur dengan malas, kemudian melangkah menuju kamar mandi di dalam kamar ini. Mencuci muka lantas menyikat gigi. Tepat saat aku sedang menyikat gigi, dapat kulihat melalui cermin di depanku kalau Pak Rendy melangkah masuk ke dalam kamar mandi. Pria itu berjalan mendekat ke arahku lantas memeluk tubuhku dari belakang. Aku sempat tertegun sesaat, namun setelahnya aku dapat menutupi keterkejutan dengan pelototan.“Ngapain peluk-peluk?” tanyaku dengan mulut penuh busa, kemudian aku lanjut menggosok gigi.Pak Rendy tak menjawab, pria itu malah menatapku lekat melalui cermin. Ditatap seperti itu langsung membuat debar jantungku menggila, apalagi iris cokelat

    Last Updated : 2022-01-13
  • Pria Misterius Itu Bukan Manusia   Bab 12-I Like Your Lips

    Berulang kali aku duduk lalu kembali berdiri setiap kali ada mobil yang mirip dengan mobil Pak Rendy lewat. Saat ini aku tengah berada di halte dekat kampus, menuggu Pak Rendy yang katanya akan menjemputku, tetapi sampai sekarang pria itu belum terlihat, padahal aku sudah mengirimnya pesan sejak tadi.Sebuah mobil berwarna putih berhenti tepat di depanku. Aku mengernyit, itu bukan mobil Pak Rendy, selain itu tidak ada orang lain di halte ini selain aku, lalu sedang apa mobil itu berhenti di depanku?Kaca mobil terbuka dan menampilkan sosok lelaki dengan masker berwarna hitam. Ketika lelaki itu menurunkan masker dan menampilkan wajah seseorang yang tengah tersenyum, aku langsung membalas senyumnya. “Lo kenapa berhenti di situ, Vin?”Gavin melongokkan kepalanya. “Lo belum pulang?”Aku menggeleng sebagai jawaban.“Mau bareng?” tawar Gavin.“Nggak deh, entar ngerepotin,” tolakku.“Eman

    Last Updated : 2022-01-13

Latest chapter

  • Pria Misterius Itu Bukan Manusia   Bab 16-Sorot Kecewa di Matanya

    “Kamu sudah siap untuk bertemu dengan Rendy?”Aku menoleh ke arah Edwin, menatap iris biru terangnya. “Ya, aku siap.”Bagaimanapun, aku harus siap menghadapi ini. Mungkin, pertemuanku dengan Pak Rendy kali ini akan menjadi pertemuan terakhir kami. Dia akan kembali ke planetnya dan aku tetap berada di bumi. Ah, mirisnya, kisah cintaku hanya bertahan sebentar.“Kalau kamu belum siap, kami bisa menundanya.”Bungkam, aku tak menanggapi ucapan Edwin. Sebenarnya, aku memang belum benar-benar siap untuk berpisah dengan Pak Rendy. Namun, mau bagaimana lagi? Hubungan kami tidak akan berhasil, sudah seharusnya kami berpisah, lebih cepat lebih baik, agar perasaanku tidak semakin mendalam.Aku menatap lurus ke depan, saat ini aku berada di dalam mobil yang dikemudikan oleh Daniel dengan Edwin yang duduk di sebelahku dan Arden yang berada di sebelah Daniel. Para pria berjas yang lain mengikuti dari mobil yang berada di belaka

  • Pria Misterius Itu Bukan Manusia   Bab 15-Membantu Mereka

    Aku sarapan dengan tidak berselera, makanku tidak habis, padahal aku paling suka makan dan sulit untuk menolak makanan. Entahlah, sepertinya pembicaraan tadi malam masih berefek besar padaku, saking terkejutnya sampai tidak bisa berhenti terpikirkan tentang hal itu. Jujur saja, aku merasa dikhianati oleh Pak Rendy.“Mau keluar?”Pertanyaan itu terdengar berbarengan dengan munculnya Edwin. Aku terpaku sesaat melihat Edwin dalam setelah non formalnya, kaus berwarna hitam dengan bawahan celana jeans. Berdehem lantas mengalihkan pandangan ke arah lain, aku mengangguk-angguk.Aku berjalan mengikuti langkah Edwin keluar ruangan ini. Keluar dari ruangan tadi, aku seperti berada di ruang tengah yang amat luas, sama seperti ruang tengah di rumah-rumah besar. Saat itulah aku mendapatkan kesimpulan kalau mereka menyewa rumah untuk markas, atau merampas rumah? Ah, sepertinya pilihan pertama lebih masuk akal mengingat mereka tidak boleh melukai makhluk dari plane

  • Pria Misterius Itu Bukan Manusia   Bab 14-Identitas Rendy yang Sebenarnya

    Kelopak mataku terbuka perlahan. Hal pertama yang kulihat adalah ruangan dengan alat-alat dan beberapa komputer di sekitarnya. Di mana ini?Sekelebat ingatan langsung memasuki kepalaku tatkala beberapa pria berjas datang dan berjalan mendekat ke arahku. Sontak, aku yang tadinya dalam posisi berbaring di sofa langsung beranjak duduk dan memandang mereka dengan sorot tajam.“Di mana saya? Kalian menculik saya?” tuduhku.Salah satu pria berjas yang memiliki iris berwarna biru terang beranjak duduk di sofa yang berada di hadapanku. “Kau berada di markas kami dan kami tidak menculikmu, hanya meminjam sebentar,” ucapnya diikuti senyum tipis.Oh, astaga, nyaris saja aku tepesona. Jadi benar kalau alien memang tampan-tampan?Aku menggeleng saat menyadari apa yang baru saja kupikirkan. “Apa tujuan kalian membawa saya ke sini?” tanyaku dengan lebih tenang, apalagi saat aku teringat ucapan Pak Rendy kalau mereka tidak mungk

  • Pria Misterius Itu Bukan Manusia   Bab 13-Penculikan

    Keningku menempel di kening Pak Rendy. Napas kami yang tak beraturan saling bersahutan. Aku membuka kedua mata perlahan dan tepat saat itulah kedua netra hitamku langsung bertemu pandang dengan netra cokelat terang Pak Rendy. Dapat kulihat netra cokelat terang Pak Rendy bergerak turun menatap bibirku, kemudian tangan pria itu terulur dan mengelap sisa saliva di bibirku. “Bibir kamu bengkak,” beri tahu Pak Rendy, seolah aku tidak tahu saja. “Salah siapa coba?” kesalku dengan memutar bola mata. Aku lantas melepaskan diri dari pelukannya, bergerak sedikit menjauh. Pak Rendy tertawa singkat. “Salah saya dan kamu juga tentunya.” Aku berdecak mendengar ucapannya. Dasar alien menyebalkan, untung sayang. Di tengah perbincangan kami, terdengar dering ponsel. Yang jelas, itu bukan berasal dari ponselku karena aku tidak mengaktifkan nada dering ponsel. Terbukti karena setelahnya Pak Rendy mengeluarkan ponsel dari saku celananya. “Dari siapa?” tan

  • Pria Misterius Itu Bukan Manusia   Bab 12-I Like Your Lips

    Berulang kali aku duduk lalu kembali berdiri setiap kali ada mobil yang mirip dengan mobil Pak Rendy lewat. Saat ini aku tengah berada di halte dekat kampus, menuggu Pak Rendy yang katanya akan menjemputku, tetapi sampai sekarang pria itu belum terlihat, padahal aku sudah mengirimnya pesan sejak tadi.Sebuah mobil berwarna putih berhenti tepat di depanku. Aku mengernyit, itu bukan mobil Pak Rendy, selain itu tidak ada orang lain di halte ini selain aku, lalu sedang apa mobil itu berhenti di depanku?Kaca mobil terbuka dan menampilkan sosok lelaki dengan masker berwarna hitam. Ketika lelaki itu menurunkan masker dan menampilkan wajah seseorang yang tengah tersenyum, aku langsung membalas senyumnya. “Lo kenapa berhenti di situ, Vin?”Gavin melongokkan kepalanya. “Lo belum pulang?”Aku menggeleng sebagai jawaban.“Mau bareng?” tawar Gavin.“Nggak deh, entar ngerepotin,” tolakku.“Eman

  • Pria Misterius Itu Bukan Manusia   Bab 11-Teman Baru

    Ketika kedua mataku terbuka, tidak kudapati Pak Rendy di sebelahku. Aku mengernyit, bertanya-tanya ke mana perginya pria itu? Namun, saat bau masakan tercium, masuk ke dalam kamar yang pintunya terbuka, aku langsung mendapatkan satu kesimpulan. Sepertinya Pak Rendy sedang memasak.Aku bangkit dari atas kasur dengan malas, kemudian melangkah menuju kamar mandi di dalam kamar ini. Mencuci muka lantas menyikat gigi. Tepat saat aku sedang menyikat gigi, dapat kulihat melalui cermin di depanku kalau Pak Rendy melangkah masuk ke dalam kamar mandi. Pria itu berjalan mendekat ke arahku lantas memeluk tubuhku dari belakang. Aku sempat tertegun sesaat, namun setelahnya aku dapat menutupi keterkejutan dengan pelototan.“Ngapain peluk-peluk?” tanyaku dengan mulut penuh busa, kemudian aku lanjut menggosok gigi.Pak Rendy tak menjawab, pria itu malah menatapku lekat melalui cermin. Ditatap seperti itu langsung membuat debar jantungku menggila, apalagi iris cokelat

  • Pria Misterius Itu Bukan Manusia   Bab 10-Kiss and Bed

    Pak Rendy merawatku hingga hari berganti malam. Dia tetap berada di kamarku, duduk di sebelahku sambil mengganti kompresan di keningku. Demamku pun sudah turun. Berkat minum obat dan makan, kondisiku sudah lebih baik saat ini. Tadinya aku nyaris tidak mau makan sama sekali karena perutku terasa sangat tidak enak, namun Pak Rendy dengan telaten menyuapiku. Bahkan, saat ini pria itu pun tengah menyuapiku untuk makan malam.“Dua sendok lagi habis,” ucap Pak Rendy seraya menunjukkan semangkuk bubur yang tersisa sedikit.Aku menelan bubur sambil menatap Pak Rendy dengan raut bingung. Apa sebenarnya motif pria itu merawatku? Mengapa dia tampak peduli padaku? Sejak aku mengetahui identitasnya, aku mendapati beberapa tindakannya yang menunjukkan kepeduliannya padaku, entah apa alasannya.Mulutku terbuka saat Pak Rendy kembali menyodorkan sesendok bubur, dengan cepat aku menelannya hingga sendok terakhir tersuap ke mulutku.“Minum,” ujar Pa

  • Pria Misterius Itu Bukan Manusia   Bab 9-Perhatian Rendy

    Bungkam. Itulah respon Pak Rendy atas dua pertanyaanku saat di mobil. Tak hanya itu, saat ini raut wajah pria itu terlihat dingin. Dia tidak berbicara apapun padaku selepas kami sampai di apartemennya, bahkan hingga malam tiba. Saat aku menghampirinya dan hendak bertanya sesuatu, dia langsung menghindar pergi memasuki kamarnya atau ruang kerjanya. Apakah pertanyaanku saat di mobil telah menyinggungnya?Helaan napas panjang keluar dari mulutku. Aku jadi tidak dapat fokus mengerjakan tugas kuliah. Menyandarkan tubuh ke sandaran sofa, aku lantas memilih untuk menyalakan televisi yang berada di depanku. Melihat televisi yang menayangkan burger, pizza, dan cola seketika perutku langsung berbunyi. Aku menelan ludah ketika menyadari kalau diriku merasa lapar, baru kuingat kalau belum makan malam.Tepat setelah itu terdengar suara pintu terbuka dari ruang kerja Pak Rendy. Bola mataku bergerak mengikuti Pak Rendy yang kini berjalan memasuki kamarnya lantas memakai jaket, sepert

  • Pria Misterius Itu Bukan Manusia   Bab 8-Curiga

    “Susah sekali membawamu kembali,” tutur salah satu pria berjas dengan berjalan maju diikuti oleh rekan-rekannya di belakang.Pak Rendy melangkah mundur membuatku secara otomatis ikut melangkahkan kakiku ke belakang. “Kalian salah paham,” tuturnya.“Oh, ya?”Dapat kudengar dengkusan singkat dari Pak Rendy. “Kalian belum mendengarkan penjelasanku.”Aku mendongak ke arah Pak Rendy lantas menatap ke arah gerombolan pria berjas di depan sana. Apa yang sebenarnya sedang mereka bicarakan?“Kami tidak butuh penjelasanmu itu, sudah terlalu lama kami mencarimu. Cukup menurut dan ikut kami kembali. Jika tidak, kami terpaksa menggunakan cara kasar.”Perkataan dari pria berjas itu membuat satu asumsi langsung tercipta di kepalaku. Aku kembali menatap Pak Rendy dengan mata membulat. Apakah pria itu—“Tidak merespon ya? Baiklah, kami memutuskan akan menggunakan cara kasar.&rdquo

DMCA.com Protection Status