Malam hari, Azura sudah berada di atas tempat tidur dengan menyandarkan punggungnya di sisi tempat tidur sementara Amar, dia baru saja membereskan pekerjaannya dan baru masuk. Dia mendekati istrinya dan duduk di tepi tempat tidur. Amar menatap Azura yang terlihat begitu manis ketika sedang memainkan ujung rambutnya dengan jarinya seperti itu. “Kamu bilang akan merayakan kemenangan kita, kapan?” tanya Amar. Azura menoleh kemudian tersenyum malu. “Maksudnya apa ini?” dia malah balik bertanya. Padahal dia sudah tahu jawabannya. Amar menelan salivanya, “Lupa yang kita bicarakan tadi siang ya, atau pura-pura lupa nih?” Amar malah meledek. Azura semakin memerah wajahnya, “Tidak lupa sih. Hanya ngetes saja.” “Terus bagaimana?” tanya Amar lagi, sungguh itu membuat Azura kelimpungan karena malu. “Terserah, baiknya seperti apa. Mau kapan atau di mana pun itu.” jawab Azura. Dia kemudian menunduk, yang tadi memainkan rambutnya, sekarang berganti meremas jari jemarinya di atas lutut.
Di tempat lain, di sebuah gedung mewah. Telah terlihat sempurna dengan persiapan pesta pernikahan yang meriah. Edward hari ini akan menikahi Alya. Sebenarnya Edward enggan untuk menikahinya, tapi mau bagaimana lagi, Alya sudah terlanjur berbadan dua. Edward dituntut oleh keluarga Alya untuk menikahinya atau jika tidak mau, dia akan mendekam di penjara. “Apa kamu juga mengundang Azura dalam pesta pernikahan kamu ini?” tanya Nia teman Alya. “Tentu saja aku mengundangnya. Aku tidak ingin dia melewatkan hari kemenanganku ini. Aku ingin melihat wajah putus asa Azura yang dulu sangat membanggakan hubungannya dengan Edward. Saat itu aku merasa sangat sakit hati karena aku harus menjadi orang ketiga dan hanya bisa menjalin hubungan dengan Edward secara sembunyi-sembunyi.” “Azura selalu menatapku dengan tatapan tidak suka. Aku membencinya. Sekarang aku bisa menikah dengan Edward dan Azura sendiri hanya menikah dengan pria cacat!” Sinis Alya. “Baiklah, segera bersiap. Sebentar lagi para ta
“Iya terima kasih atas kedatangannya. Azura tapi omong-omong kapan kalian akan mengadakan pesta pernikahan? Sebab kami dengar, kalian berdua hanya menikah secara diam-diam?” Tanya Alya.“Tentu saja kami akan segera melaksanakan pesta pernikahan kami. Karena kami memang menikah diam-diam. Pada saat itu keadaan sangat darurat tapi kami akan segera mencari hari bagus untuk mengadakan pesta pernikahan.Benar begitu kan, sayang?” Azura menoleh pada Amar. Amar tidak ingin banyak berbicara, dia bingung mau bicara apa juga, jadi dia hanya mengangguk saja.“Tunggu undangan dari kami ya kami akan segera mengadakan pesta.” Ujar Azura kembali.Pesta pun berjalan meriah, meskipun sepasang pengantin tidak terlihat begitu bahagia karena kedatangan Azura dan Amar sukses merusak mood mereka.Saat mereka sedang senang-senangnya menikmati pesta yang meriah, tiba-tiba datang seorang tamu wanita muda bersama kedua orang tuanya.Awalnya orang-orang mengira jika mereka adalah tamu undangan yang datang ter
Kata dari sebagian orang, lebih baik menjadi yang kedua tetapi selalu diutamakan daripada menjadi yang pertama tetapi selalu diduakan.Namun ternyata pepatah itu sama sekali tidak pantas disematkan untuk wanita yang bernama Alya ini. Alya yang saat ini sedang menangis di ujung tempat tidur meratapi nasib dirinya yang ketiban sial.Dirinya mengira jika dia adalah yang kedua tetapi selalu di nomor satukan oleh Edward dan ternyata itu adalah salah besar. Nyatanya dia adalah nomor yang kesekian kalinya dan belum tentu akan diutamakan oleh Edward.Bagaimana mau menilai jika dirinya adalah yang kedua? Jelas-jelas si Kila yang sekarang resmi menjadi madunya itu telah hamil 5 bulan sedangkan dirinya masih 2 bulan, bukanlah itu artinya Edward lebih awal menjalin hubungan dengan Kila daripada dengan dirinya?Sejak awal dia memang sudah tahu jika Edward adalah pria brengsek, tapi dia tidak pernah menyangka jika Edward akan sebrengsek ini.Nasi sudah menjadi bubur, seperti apapun Alya menyesal, i
“Apa kamu mau ikut? Nanti beli kolor untuk kamu kerja, biar gak gerah.” tawar Azura dengan ciri khas candanya.Amar menggeleng, “Aku paling pusing kalau diajak belanja. Apalagi pekerjaanku belum selesai seperti ini.” Jawabnya.“Baiklah, kalau begitu aku mau pergi bersama ibu saja.”“Ide bagus. Pergilah, selamat bersenang-senang dengan ibu mertuamu. Habiskan saja gajiku dalam sebulan itu.”Azura melotot, tapi mulutnya tersenyum lebar. “Benarkah? Kamu tidak marah kalau uang gaji pertama kamu ini habis?” tanya Azura.“Tidak. Aku sudah berjanji dalam hati saat dulu, gaji pertamaku akan kuserahkan padamu dan memintamu untuk menghabiskannya untuk membalas semua kekuranganku di masa lalu, saat aku belum bisa memberimu uang sepeserpun. Tapi kamu harus berjanji padaku, mulai bulan depan harus bisa menyisihkan uang gaji untuk tabungan masa depan anak kita kelak.”Saat mendengar Amar menyebutkan anak Azura jadi tersipu, tanpa sadar dia mengusap perutnya yang rata.“Iya ya. Meskipun aku belum ham
“Ya ampun, satu aja. Kan Ibu sudah ada dua di rumah.“Oh gitu ya?”“ Ya iya, jadi beli ini satu aja, terus beli yang lainnya lagi. Biar dapat banyak macam.’Azura tertawa. Tetap saja, jiwa irit Ibu mertuanya muncul kembali.Sampai hampir setengah harian, dua orang ini berkeliling mall. Sampai Bu Umah mengeluh kakinya pegal.“Kalau begitu kita pulang, Bu. Ini juga sudah sangat banyak.”Bu Umah jadi tersenyum malu, melirik dua tangannya yang penuh dengan kantong belanjaan.Dua orang itu telah mencangking lebih dari 10 kantong belanjaan di kedua tangannya sampai mereka kesusahan untuk berjalan menuju mobil.Azura kemudian membuka bagasi mobil, menaruh semua belanjaan dengan senyum lebar. Namun ketika Azura membuka pintu mobil dan mempersilahkan ibu mertuanya untuk masuk, dia melihat seseorang di ujung sana yang baru turun dari mobil. Wanita yang terlihat seperti sedang hamil muda dengan wajah yang kusut.Ketika Azura meneliti, dia terkejut.“Alya?”Alya menoleh dan sedikit tercengang mel
Calia memijat pelipisnya, merasa ragu kalau kehadiran Arwan di ruangannya akan merusak mood makan siangnya. Tapi, setelah berpikir ulang dengan bijak, Calia mengangguk pelan.Arwan langsung terlihat bahagia dan duduk di sofa, sementara Calia tetap di meja kerjanya.Arwan membuka bekal, memakan dengan lahap makan siangnya. Calia pun mulai makan, tapi dia mencuri pandang pada pemuda yang sedang menunduk itu.Dia tampan dan imut sebenarnya, tapi kenapa sikapnya sedikit aneh, dan,Ada hal yang menarik perhatian Calia, dia mengamati dengan serius wajah Arwan .‘Kok, dia seperti pucat ya? Apa dia kelelahan menjaga ibunya?’Calia merasa bersalah karena sudah marah-marah tadi.Pada saat ini , Arwan mendongak dan menoleh ke arahnya. Calia tentu gelagapan karena kepergok sedang mencuri pandang. Calia cepat-cepat menoleh ke arah lain, dan pura-pura sedang memperhatikan keluar pintu.Tapi sepertinya, Arwan masih memperhatikannya. Dengan mengunyah dia masih terus sambil menatap Calia, membuat Gadi
Calia tersenyum tipis, “Aku tidak akan memecatmu atau memotong gajimu. Aku hanya ingin kamu lebih baik lagi. Jangan ceroboh, bukannya apa, tidak enak sama teman-teman yang lain. Nanti disangka aku tidak tegas dalam mengatur karyawanku.”Kali ini Arwan mengangguk, lalu pamit untuk pulang, semua temannya juga sudah pulang sejak tadi.“Tunggu, aku ingin ikut ke rumah.” Calia memanggil saat Arwan melangkah.Arwan langsung berbalik badan dengan wajah yang cukup ceria.“Bener mbak?”Calia mengangguk. Arwan terlihat sangat antusias. Segera menutup dan mengunci butik karena hari ini adalah akhir bulan, sudah seperti biasa Calia akan menutup butik lebih awal.Calia berjalan mendahului Arwan ke mobil.“Aduh, ban mobilnya kempes. Bagaimana ini?” Calia tercengang saat melihat ban mobilnya rupanya bocor.“Kalau tidak keberatan, naik motorku saja mbak?” Usul Arwan.Calia menoleh, dia berpikir sejenak.“Oke, tidak masalah.” Dia nanti bisa menelepon papanya dan meminta tolong.Calia naik di belakang