Marion tidak menyukai keributan, ditahannya tangan Neil, agar tidak memukul salah satu pria tersebut, "Sudah cukup! Aku bilang cukup, jangan membuat keributan di bar milikku!"Neil mendengus kasar, masalahnya dia tidak terima saat mengetahui mereka hampir melecehkan Shania. “Ma’am?”“Kalian pergilah! Aku tidak segan memanggil polisi jika kalian berbuat keonaran!” Kali ini Marion yang mengambil alih, mengusir pria-pria menjijikkan yang juga sudah sangat mabuk.“Panggilkan Liam, suruh dia mengeluarkan ketiga pria ini!” seru Marion pada John, dan pria itu bergegas mencari Liam—petugas keamanan bar—untuk mengusir tamu-tamu brengsek yang berusaha melecehkan Shania tadi.Neil merapikan gaun malam yang dikenakan Shania, bagian bahunya sudah sedikit turun, dan Neil membetulkan letak lengan gaun malam tersebut. Saat dia menyibak rambut Shania dan ingin merapikannya, betapa terkejut wajahnya melihat siapa wanita yang kini berada di dalam pelukannya.“Dok?”“Apa dia baik-baik saja?” tanya Mario
"Aku tidak bisa, Shania. Bersihkan tubuhmu. Di dalam lemari ada beberapa potong pakaianku berukuran kecil mungkin bisa kau pakai, celana pendek milikku pun ada di sana, kecuali celana dalam dan bra, aku tidak memilikinya."Shania meremas rambutnya, membuat dirinya terlihat begitu berantakan. "Neil ... please?"Mendengar seorang wanita merengek, apalagi yang merengek adalah Shania, mau tidak mau Neil pun naik ke atas tempat tidur dan berbaring di samping Shania. Jaraknya dengan Shania cukup jauh, dia tidak ingin sampai menyentuh Shania sedikit pun."Hei ... kamu masih berhutang padaku, hm?""Ah, berhutang?"Wajah sayu Shania benar-benar menggoda Neil. Wanita itu sendiri tanpa sadar mendekati Neil, lalu memeluk pemuda tampan itu. Dada Neil yang tidak mengenakan apa pun terasa geli saat jari-jari lentik Shania mengusap dan memainkan titik sensitifnya."Shania, hentikan ...."Bukannya berhenti, dia pun naik ke atas badan Neil, menunduk, lalu melumat bibir Neil. Merasa terpancing oleh sua
Shania terkejut begitu melihat dirinya berada di dalam ruangan yang tidak dia kenali sama sekali. Pandangan beredar ke segala arah, ini bukan hotel, dan yang sudah pasti bukan pula kamarnya. Kamar itu terlihat mewah dan besar, tapi siapa pemilik kamar, Shania belum mengetahuinya.Pelan-pelan dia mengintip ke balik selimut, kedua mata terbelalak lebar, cepat-cepat dia menutupi seluruh tubuhnya kembali dengan selimut tebal berwarna coklat tua tersebut.“Sial! Kenapa … aku telanjang bulat?” gumam Shania seorang diri, merasa bingung apa yang sebenarnya telah terjadi semalam.Shania benar-benar tidak mengerti apa yang terjadi sebenarnya, kenapa dia bisa berakhir di atas tempat tidur yang sama sekali tidak dia kenal. Sebenarnya saat ini dia berada di mana? Siapa yang bisa menjawabnya?Pintu kamar terbuka, Neil menggeser pintu, dan dia pun masuk ke dalam."Selamat pagi, Shania," Neil seraya membawakan sesuatu di nampan, sepertinya sarapan pagi?"K-Kamu?" Shania beringsut mundur saat Neil dat
Pembantu masih membereskan seisi ruangan termasuk kamar tidur yang ditempati Neil dan Shania semalam. Shania agak sungkan saat menyantap hidangan yang dibuatkan Neil untuknya, dan dia terpaksa memakai pakaian milik Neil yang sedikit kebesaran.Melihat Shania yang memakai pakaiannya karena kebesaran, belum lagi dia memakai celana pendek Neil yang sudah kecil dan terlihat ketat pada bagian pahanya, membuat Neil tidak tahan menahan tawanya."Kamu kenapa tertawa, memangnya ada yang lucu?" tanya Shania."Tidak, tidak ada masalah sama sekali. Kau justru terlihat seksi memakai kemejaku yang kebesaran dan celana pendek milikku yang sudah kekecilan, tapi aku menyukainya," ucap Neil seraya mendekati Shania, lalu menarik pinggang wanita itu, dan mendekatkan pada tubuhnya.Shania menjadi salah tingkah, aroma tubuh Neil mengusik dirinya, dia masih bisa mengingat secara samar, aroma itulah yang dia cium semalam, dan ternyata adalah aroma tubuh pemuda tersebut."Kalau saja aku tidak perlu memulangk
"Sial," umpat Shania dengan suara pelan, dia tahu jika suara itu ternyata suara Donna, pelakor yang sudah merebut Thomas darinya, juga ibu dari Neil, pemuda menyebalkan yang tidak tahu menahu apa pun yang terjadi selama ini."Aku harus bagaimana, aku benar-benar tidak mengharapkan bisa berada di dalam satu tempat dengan wanita sialan itu!" umpat Shania merasa kesal. Neil pasti mengira jika Shania belum tahu jika wanita bernama Donna itu adalah ibu dari Neil, nyatanya, Shania sudah tahu semuanya.Terdengar derap langkah kaki yang semakin mendekat, Shania sudah mengunci kamar dari dalam, tetapi tetap saja perasaannya terbalut rasa was-was."Ma! Jangan di kamar tamu, itu pun sedang diperbaiki. Kalau mau, Mama ke kamarku saja," ucap Neil, berhasil mengejar langkah Donna tepat di saat wanita itu sedang menyentuh handle pintu kamar tamu, di mana Shania berada."Ok, ok, aku akan ke kamar sebelah," jawab Donna. Neil memastikan Donna sudah masuk ke kamar sebelah.Neil mengetuk pintu dengan pel
"Firasatmu pasti salah," kata Shania lalu ia membuang muka ke samping. Neil sepertinya sudah jatuh cinta pada pandangan pertama saat ia pertama melihat Shania di rumah sakit, sayangnya saat itu Neil sempat kecewa saat tahu jika Shania ternyata sudah bersuami."Sepertinya tidak akan salah, aku tahu, aku bisa meluluhkan hatimu, Shania. Suatu saat nanti, kamu benar-benar akan menjadi milikku, dan aku sangat yakin dengan hal tersebut, bagaimana menurutmu?" jawab Neil dengan penuh percaya diri.."Neil, lepaskan tanganmu pinggangku, aku mau ke kemar mandi," ucap Shania. Tetapi Neil tidak mendengarkannya sama sekali, kedua tangannya justru bergerak semakin ke atas, menekan punggung Shania, sehingga tubuh wanita itu pun menunduk ke arahnya, "Neil!"Neil tertawa, "Kenapa, Cantik?"Shania terus menatap Neil tanpa berkedip, dia bisa merasakan aroma tubuh Neil yang begitu harum, ah ...rasanya berlama-lama berada di dalam pelukan Neil bisa membuat kewarasan Shania berkurang!"Ada apa, kenapa kamu
Neil tidak membiarkan Shania beranjak dari tubuhnya, ia menarik kembali pinggang Shania sehingga wanita itu tidak pergi ke mana-mana, ia masih ingin berlama-lama dengan Shania, apakah itu salah? "Kamu tidak akan bisa pergi semudah itu, Shan. Kamu tahu, tamuku masih berada di kamar sebelah, jadi bagaimana caramu akan pergi? Aku tidak akan membiarkan kamu pulang seorang diri, Shan, aku bersamamu semalam, jadi aku pastikan aku juga yang akan mengantarmu kembali ke rumah." "Aku ini laki-laki yang bertanggung jawab, kok," kata Neil seraya memamerkan senyuman jahil di wajahnya. "Neil, lepaskan aku, aku harus bersiap-siap." Neil menggelengkan kepalanya, nampaknya Shania sudah menyihir Neil dengan segala pesona yang dimiliki wanita itu. Neil betah berlama-lama memperhatikan wajah cantik Shania, "Shan, pertimbangkan lagi perkataanku tadi. Kamu bisa tinggal di sini bersamaku, selama apa pun yang kamu inginkan." "Aku ..., ingin melihatmu bahagia," ucap Neil dengan sungguh-sungguh. "Aku ti
"Eh, aku menyadari statusku, dan aku tidak lupa masalah itu, Misa. Aku masih menjadi istri seorang Thomas, hanya saja ...." Shania berpikir, Neil tidak seburuk yang ia pikirkan selama ini. Ia memejamkan kedua matanya, lalu mengusap bibir yang pernah disentuh Neil, sejenak Shania bisa merasakan sentuhan bibir Neil padanya."Hanya saja?" Misa mengulang kata-kata Shania, tetapi wanita itu tampaknya tidak mendengarkan apa yang ia ucapkan barusa.Misa menangkap sesuatu yang mulai tidak beres dari Shania, sepertinya wanita itu mulai terjerat pesona pemuda yang selama ini dianggapnya pengganggu. Bisa dilihat saat Shania membicarakan Neil, dia selalu saja tersipu malu.“Astaga, Shania jangan katakan kamu memang mulai menyukai pemuda itu, ingat Shania kau dan dia berbeda usia yang sangat jauh. Aku tidak mau kau hanya dijadikan mainan olehnya,” ucap Misa, "tidak ada pemuda yang akan serius dengan wanita yang usianya jauh di atasnya, Shan."Dia sungguh mengkhawatirkan Shania, berharap Shania mau