Shania menggeleng, terserah saja apa yang mau dilakukan Neil. Lagi pula Neil sepertinya tidak perlu meminta ijin padanya, menurut Shania. "Terserah kamu saja, aku nggak peduli. Kamu mau show, atau melakukan apa, bukankah kamu memang melakukan pekerjaan seperti itu?" jawab Shania acuh. Neil tersenyum mendengar jawaban yang terkesan ketus di telinganya, entah kenapa semakin Shania ketus padanya, Neil justru semakin merasa tertantang mendekati wanita itu."Ok, tunggulah di meja sana. Dan, jangan pernah kamu memesan minuman beralkohol atau kamu akan membuat aku kesulitan seperti beberapa malam yang lalu," pesan Neil pada Shania. Dia tahu, Shania akan menjadi sangat merepotkan sampai wanita itu meminum minuman beralkohol!"Ya, ya, kamu tenang saja, Neil. Aku akan menunggumu," jawab Shania tidak keberatan, lagi pula baik baginya jika tidak perlu berduaan saja dengan Neil."Benarkah, kamu akan menungguku?" tanya Neil, pertanyaannya barusan hanya bermaksud untuk menggoda Shania saja."Ya, ap
"Kenapa aku harus berhadapan denganmu, Nona? Apakah kamu adalah orang tua Neil?" balas Shania. Terdengar embusan napas kasar dari Marion, wanita di hadapannya ini memang sangat keras kepala, sulit memberitahukannya. Marion tidak menyukai perdebatan dengan seorang pelanggan, "Aku bukan orang tuanya, tapi aku menyayangi Neil, Nona Shania." "Nona, sepertinya kamu tidak perlu ikut campur dengan urusanku. Ini hidupku dan juga hidup Neil. Lagi pula, pemuda seperti Neil sudah terbiasa bersenang-senang dan bermain-main dengan banyak perempuan, aku tidak merasa jika dia akan mudah tersakiti," kata Shania, "Jika kamu masih terus memberikan kotbah padaku, lebih baik aku pindah meja. Aku tidak suka saat orang lain mencampuri urusanku!" Marion menjadi tidak enak hati saat mendengar apa yang dikatakan oleh Shania padanya, akhirnya ia pun mengalah, "Maaf, maafkan aku. Baiklah, aku akan pergi dari hadapanmu. Tapi aku mohon tolong dengarkan apa yang aku katakan tadi. jangan menyakitinya." Marion p
Marion tidak menyukai keributan, ditahannya tangan Neil, agar tidak memukul salah satu pria tersebut, "Sudah cukup! Aku bilang cukup, jangan membuat keributan di bar milikku!"Neil mendengus kasar, masalahnya dia tidak terima saat mengetahui mereka hampir melecehkan Shania. “Ma’am?”“Kalian pergilah! Aku tidak segan memanggil polisi jika kalian berbuat keonaran!” Kali ini Marion yang mengambil alih, mengusir pria-pria menjijikkan yang juga sudah sangat mabuk.“Panggilkan Liam, suruh dia mengeluarkan ketiga pria ini!” seru Marion pada John, dan pria itu bergegas mencari Liam—petugas keamanan bar—untuk mengusir tamu-tamu brengsek yang berusaha melecehkan Shania tadi.Neil merapikan gaun malam yang dikenakan Shania, bagian bahunya sudah sedikit turun, dan Neil membetulkan letak lengan gaun malam tersebut. Saat dia menyibak rambut Shania dan ingin merapikannya, betapa terkejut wajahnya melihat siapa wanita yang kini berada di dalam pelukannya.“Dok?”“Apa dia baik-baik saja?” tanya Mario
"Aku tidak bisa, Shania. Bersihkan tubuhmu. Di dalam lemari ada beberapa potong pakaianku berukuran kecil mungkin bisa kau pakai, celana pendek milikku pun ada di sana, kecuali celana dalam dan bra, aku tidak memilikinya."Shania meremas rambutnya, membuat dirinya terlihat begitu berantakan. "Neil ... please?"Mendengar seorang wanita merengek, apalagi yang merengek adalah Shania, mau tidak mau Neil pun naik ke atas tempat tidur dan berbaring di samping Shania. Jaraknya dengan Shania cukup jauh, dia tidak ingin sampai menyentuh Shania sedikit pun."Hei ... kamu masih berhutang padaku, hm?""Ah, berhutang?"Wajah sayu Shania benar-benar menggoda Neil. Wanita itu sendiri tanpa sadar mendekati Neil, lalu memeluk pemuda tampan itu. Dada Neil yang tidak mengenakan apa pun terasa geli saat jari-jari lentik Shania mengusap dan memainkan titik sensitifnya."Shania, hentikan ...."Bukannya berhenti, dia pun naik ke atas badan Neil, menunduk, lalu melumat bibir Neil. Merasa terpancing oleh sua
Shania terkejut begitu melihat dirinya berada di dalam ruangan yang tidak dia kenali sama sekali. Pandangan beredar ke segala arah, ini bukan hotel, dan yang sudah pasti bukan pula kamarnya. Kamar itu terlihat mewah dan besar, tapi siapa pemilik kamar, Shania belum mengetahuinya.Pelan-pelan dia mengintip ke balik selimut, kedua mata terbelalak lebar, cepat-cepat dia menutupi seluruh tubuhnya kembali dengan selimut tebal berwarna coklat tua tersebut.“Sial! Kenapa … aku telanjang bulat?” gumam Shania seorang diri, merasa bingung apa yang sebenarnya telah terjadi semalam.Shania benar-benar tidak mengerti apa yang terjadi sebenarnya, kenapa dia bisa berakhir di atas tempat tidur yang sama sekali tidak dia kenal. Sebenarnya saat ini dia berada di mana? Siapa yang bisa menjawabnya?Pintu kamar terbuka, Neil menggeser pintu, dan dia pun masuk ke dalam."Selamat pagi, Shania," Neil seraya membawakan sesuatu di nampan, sepertinya sarapan pagi?"K-Kamu?" Shania beringsut mundur saat Neil dat
Pembantu masih membereskan seisi ruangan termasuk kamar tidur yang ditempati Neil dan Shania semalam. Shania agak sungkan saat menyantap hidangan yang dibuatkan Neil untuknya, dan dia terpaksa memakai pakaian milik Neil yang sedikit kebesaran.Melihat Shania yang memakai pakaiannya karena kebesaran, belum lagi dia memakai celana pendek Neil yang sudah kecil dan terlihat ketat pada bagian pahanya, membuat Neil tidak tahan menahan tawanya."Kamu kenapa tertawa, memangnya ada yang lucu?" tanya Shania."Tidak, tidak ada masalah sama sekali. Kau justru terlihat seksi memakai kemejaku yang kebesaran dan celana pendek milikku yang sudah kekecilan, tapi aku menyukainya," ucap Neil seraya mendekati Shania, lalu menarik pinggang wanita itu, dan mendekatkan pada tubuhnya.Shania menjadi salah tingkah, aroma tubuh Neil mengusik dirinya, dia masih bisa mengingat secara samar, aroma itulah yang dia cium semalam, dan ternyata adalah aroma tubuh pemuda tersebut."Kalau saja aku tidak perlu memulangk
"Sial," umpat Shania dengan suara pelan, dia tahu jika suara itu ternyata suara Donna, pelakor yang sudah merebut Thomas darinya, juga ibu dari Neil, pemuda menyebalkan yang tidak tahu menahu apa pun yang terjadi selama ini."Aku harus bagaimana, aku benar-benar tidak mengharapkan bisa berada di dalam satu tempat dengan wanita sialan itu!" umpat Shania merasa kesal. Neil pasti mengira jika Shania belum tahu jika wanita bernama Donna itu adalah ibu dari Neil, nyatanya, Shania sudah tahu semuanya.Terdengar derap langkah kaki yang semakin mendekat, Shania sudah mengunci kamar dari dalam, tetapi tetap saja perasaannya terbalut rasa was-was."Ma! Jangan di kamar tamu, itu pun sedang diperbaiki. Kalau mau, Mama ke kamarku saja," ucap Neil, berhasil mengejar langkah Donna tepat di saat wanita itu sedang menyentuh handle pintu kamar tamu, di mana Shania berada."Ok, ok, aku akan ke kamar sebelah," jawab Donna. Neil memastikan Donna sudah masuk ke kamar sebelah.Neil mengetuk pintu dengan pel
"Firasatmu pasti salah," kata Shania lalu ia membuang muka ke samping. Neil sepertinya sudah jatuh cinta pada pandangan pertama saat ia pertama melihat Shania di rumah sakit, sayangnya saat itu Neil sempat kecewa saat tahu jika Shania ternyata sudah bersuami."Sepertinya tidak akan salah, aku tahu, aku bisa meluluhkan hatimu, Shania. Suatu saat nanti, kamu benar-benar akan menjadi milikku, dan aku sangat yakin dengan hal tersebut, bagaimana menurutmu?" jawab Neil dengan penuh percaya diri.."Neil, lepaskan tanganmu pinggangku, aku mau ke kemar mandi," ucap Shania. Tetapi Neil tidak mendengarkannya sama sekali, kedua tangannya justru bergerak semakin ke atas, menekan punggung Shania, sehingga tubuh wanita itu pun menunduk ke arahnya, "Neil!"Neil tertawa, "Kenapa, Cantik?"Shania terus menatap Neil tanpa berkedip, dia bisa merasakan aroma tubuh Neil yang begitu harum, ah ...rasanya berlama-lama berada di dalam pelukan Neil bisa membuat kewarasan Shania berkurang!"Ada apa, kenapa kamu
"Kau kenapa?" tanya Neil, wajahnya seketika bingung saat melihat Shania terdiam, apakah ada yang salah dengan ucapannya barusan?Deg!Raut wajah Shania seketika berubah saat Neil menyebutkan siapa nama wanita yang tadi disebut di hadapan mereka berdua. "Oh, pasti dia mencarimu karena dia menginginkan pelayanan darimu, kan?"Terdengar sekali dari nada bicara Shania, wanita itu saat itu seperti sedang cemburu.Ehm, cemburu?Neil mengulum senyumnya, dia tidak ingin percaya diri berlebih terlebih dahulu meski dia yakin sekali saat ini memang Shania merasa cemburu pada Catherine, biar saja untuk sementara Neil tidak akan menampik apa pun. Ia ingin tahu, apa reaksi Shania selanjutnya.Tidak, dia tidak bermaksud mengerjai Shania, tapi dicemburui seperti ini sangat menyenangkan bagi pemuda tengil satu ini."Marcus, apa saja yang dia katakan padamu kemarin? Aku memang sudah lama tidak bertemu Catherine, pasti dia ingin berbincang-bincang denganku. Secara keseluruhan, dia itu wanita yang baik,"
Cukup lama Neil terdiam, berusaha mencerna ucapan Shania. Ia percaya pada Shania tidak akan mungkin menyakiti dirinya. Wanita itu terlalu lembut, apa mungkin tega melakukannya?"Aku yakin, kau tidak akan pernah menyakitiku, Shan." Kata-kata Neil itu sebetulnya hanya sebuah penghiburan terhadap dirinya sendiri, takut menerima kenyataan jika suatu saat Shania benar-benar melakukannya.Shania tidak tahu apakah dia harus tertawa atau menangis mendengar ucapan Neil barusan. Bisa seperti itu ya? Neil mempercayai dirinya, padahal dia dan Neil belum lama mengenal satu sama lain, apakah pemuda itu terlalu naif?Neil tidak tahu apa yang sedang dipikirkan oleh Shania dan apa yang wanita itu rencanakan. "Aku hanya ingin tahu, bagaimana jika sewaktu-waktu aku menyakiti, lalu membohongimu, apakah kau juga akan membenciku?" Shania ingin memastikan seperti apa perasaan Neil jika suatu hari semua terjadi seperti yang baru saja diucapkan Shania padanya.Untuk sejenak pemnuda itu merenung, kedua matany
Shania baru saja keluar dari dalam ruangannya, satu orang pasien terakhir sudah berlalu sejak beberapa menit yang lalu, Shania terlihat menawan di mata Neil, dengan rambut yang dikuncir kuda dan riasan tipis di wajahnya."Apakah sudah tidak ada pasien lain, Shan?" tanya Neil, karena dia tidak tahu apakah saat ini Shania menemuinya karena mengambil jeda sebentar, atau memang jam kerjanya benar-benar telah berakhir."Kau tidak perlu khawatir, jam kerjaku sudah selesai, lalu sekarang kau bisa mengatakan ke mana kau akan mengajakku? Aku tidak bisa pergi terlalu lama karena aku harus mengambil pakaianku di rumah mertuaku," kata Shania."Bagaimana kalau aku ajak kau pergi ke kafe milikku? Hm ... aku akan membuatkan secangkir kopi spesial untukmu, ok?" Neil menjawab pertanyaan Shania. "Kafe milikmu? Memangnya kau memiliki kafe?" Shania terkejut dengan apa yang baru saja diucapkan Neil, apa pemuda ini sedang membohonginya? "Ya, aku memiliki kafe tidak jauh dari pusat kota. Kau pikir, aku ak
Shania memutuskan untuk mengambil setengah dari pakaian yang ia miliki dan memindahkan ke rumah Misa, masalahnya, ia merasa dirinya sudah tidak lagi dibutuhkan di rumah milik Thomas, lagi pula, pria itu sudah tidak lagi menghubungi dirinya seperti yang biasa dilakukan oleh Thomas dulu."Misa, nanti sepulang bekerja aku tidak akan langsung kembali ke rumahku, aku harus mengambil pakaian dan juga perhiasan milikku, setidaknya aku bisa menjual perhiasan jika aku membutuhkan uang untuk membekali hidupku," kata Shania. Sejujurnya Shania tidak sampai kekurangan seperti ini, ia hanya mengantisipasi saja, tidak selamanya seseorang berada di atas, bisa saja tiba-tiba ia ditimpa kemalangan. 'kan?"Kau berhati-hati lah, Shan, apa perlu aku temani?" tanya Misa. Sejujurnya, dengan situasi Shania, Misa benar-benar mengkhawatirkan wanita cantik itu."Tidak perlu, aku bisa melakukannya sendiri, Misa. Kau langsung saja kembali ke rumah, aku akan ke sana, tidak memakan waktu, aku hanya akan membawa be
"Bagus, kalau kau mengabulkannya, maka aku tidak akan berbuat macam-macam pada dirimu, kau paham?" Donna pun tertawa. Berbuat macam-macam? Thomas lebih baik berpikir 1000 kali daripada dia terkena masalah nantinya. Dia tidak ingin menambah masalah yang sudah ada dengan masalah baru. "Kau tenang saja, aku tidak akan berbuat macam-macam yang bisa membuatmu kesal. Beberapa hari lagi kau bisa pindah ke rumahku, tentu saja aku akan mengenalkanmu pada ibuku, Donna." Thomas ingin membuat kemarahan Donna reda, agar dia tidak perlu mendengarkan celotehan-celotehan wanita itu lagi. Sudah cukup pusing dibuatnya hari ini oleh Donna. "Sekarang apa lagi yang ingin kau katakan, Donna, apakah ada hal lain?" Thomas dibuatnya tidak bisa fokus dengan apa yang dikerjakan olehnya. Donna seperti sedang memantau pekerjaannya, dan ini benar-benar menjengkelkan bagi Thomas. "Tidak ada, aku ingin pulang bersamamu, apakah kau merasa keberatan jika aku pulang dengan calon suamiku sendiri? Aku tidak mau ka
Donna baru saja turun dari mobil mewahnya, dia membuka kacamata hitam yang menutupi wajahnya. Lalu dia pun masuk ke dalam rumah sakit, wanita itu akan mendatangi Thomas untuk menanyakan masalah pernikahan mereka berdua, sekaligus memberitahukan sebuah kejutan yang pasti bisa membuat Thomas mati berdiri. "Hm, kau harus melakukan sesuatu, Thomas. Menceraikan Shania dan segera menikahiku," ucap Donna seraya melangkah dengan mantap ke arah lift. Bayangan-bayangan indah mengenai pernikahan mewah dan lainnnya sudah ada di dalam pikiran Donna. Dia tidak mau tahu, pernikahan itu harus segera terjadi, jadi dia ingin memastikan kapan mereka bisa menentukan tanggal dan bulan. Beberapa orang memerhatikan Donna saat wanita itu melintas masuk ke dalam rumah sakit. Misa kebetulan baru saja hendak keluar, dan dia pun tidak lupu memerhatikan Donna, terlebih ketika wanita itu masuk ke dalam ruangan Thomas. "Siapa wanita itu?" Misa secara diam-diam saat Donna berdiri dan mengetuk pintu Thomas dia s
"Aku ingin kau membantuku melepaskan pakaian untuk mencoba lingerie ini, Donovan," kata Carla pada Donovan."Oh tentu saja, dengan senang hati aku akan membantumu," jawab Donovan tanpa ada rasa canggung. Carla bisa membayangkan sebentar lagi mereka berdua akan melakukan sesuatu yang tidak biasa.Donovan mulai melepaskan blazer, lalu dari arah belakang kedua tangannya mulai bergerak melepaskan kancing demi kancing kemeja yang dipakai Carla, setelah dia membuka kemeja tersebut, dan memperlihatkan tubuh bagian atas Carla."Carla, aku benar-benar akan menelanjangimu di sini, kau tahu aku akan melakukannya, kuharap kau jangan bersuara dengan keras, ok?" bisik Donovan, sementara kedua tangannya dari arah belakang sibuk menyentuh bagian dada Carla."Kalau aku tidak mau menahan desahanku, lalu apa yang akan kamu lakukan?" goda Carla dengan nada suara yang terdengan manja dan menggelitik Donovan. Rasanya benar-benar tidak sabar untuk tidak menikmati tubuh Carla, wanita itu sudah meruntuhkan pe
Carla pun memang sempat menginginkan Neil, dan kali ini ia pun kembali berpikir, jika saja Donovan masih belum kelihatan juga sampai nanti, maka ia akan mencoba bernegosiasi pada pemuda tampan yang terlihat begitu menggairahkan di matanya. Postur tubuh Neil benar-benar membuat debaran jantung Carla berdetak cepat tidak menentu.Dari atas panggung sendiri, Neil menyadari jika saat ini Carla tengah menatap intens ke arahnya. Begitu tatapan keduanya bertemu, dengan cepat Neil memalingkan wajah, wanita seperti Carla memang sangat menggoda. Ia ingat saat melayani Carla, wanita itu benar-benar liar di atas ranjang, tubuhnya yang seksi menggairahkan tidak bisa dipungkiri tentu menjadi idaman setiap lelaki mana pun.Sepertinya keinginan Carla tidak akan terkabul untuk bisa berkencan dengan Neil, sebab Donovan yang ia tunggu-tunggu sebelumnya pada akhirnya tiba di lokasi dan bergegas mendekati Carla."Carla?"Wanita itu menoleh, saat tahu ada Donovan di dekatnya dia pun melengos, kesal karena
Misa merasakan ada sesuatu yang lain dari Shania, sorot mata wanita yang terbiasa lembut itu kini begitu tajam dan menusuk baginya, seperti bukan dirinya saja. "Aku ingin tahu, apa yang kamu maksud dengan ..., kamu memiliki rencanamu sendiri, Shan?" Misa bertanya dengan begitu hati-hati, dia tahu saat ini Shania sedang dalam keadaan kesal, apalagi jika sudah membicarakan pengkhianatan Thomas padanya, sulit membuat Shania untuk tenang.Kesetiaan yang dia berikan dibalas dengan sebuah pengkhianatan yang sangat menyakitkan, tentu saja siapa pun pasti tidak akan bisa menerimanya. Shania memajukan posisi tubuhnya, lalu menjawab, "Iya, aku sudah memiliki rencanaku sendiri. Aku akan membalas Thomas dan juga wanita jalang yang sudah membuat aku jatuh terpuruk seperti ini, Misa."Baru kali ini Misa melihat wajah Shania yang begitu berbeda, tatapan wanita itu sangat dingin, tidak seperti biasa yang terlihat sangat hangat dan teduh. "Shan, kamu pikirkan kembali, jangan sampai dirimu terbalut d