Nenek, mau dijahit mulutnya? Cini ... aku bantu ....
"Mami," bisik Nana, "jangan bikin malu ....""Diam kamu," hardik Ira.Melihat interaksi Ira dan Nana, Vina mulai tersadar jika hubungan mereka tidak terlalu baik. Vina mengira-ngira, apakah Nana hanya disuruh Ira untuk menghancurkan hubungannya dengan Rangga?Rasa sedih di hati Vina membuatnya tak berselera makan. Vina meletakkan piring berisi kue di meja sebelahnya.Vina juga kembali teringat oleh pertemuan Rangga dan Nana kemarin. Tiba-tiba saja, suasana hati Vina kembali buruk dan diselimuti oleh rasa cemburu."Di mana anak harammu? Aku tidak melihatnya. Lucu sekali ... Anak haram melahirkan anak haram." Ira tertawa sambil menutup sebagian wajah dengan kipas berbulu merah, senada warna dengan gaun mewahnya.Semua orang pun mulai menggunjingkan Vina. Perasaan Vina semakin kacau oleh caci maki orang-orang yang menghina dirinya dan Rangga."Jangan suka membuat gosip murahan!" bentak Rangga.Hening ... semua orang terdiam. Tak ada yang tidak tahu perangai seorang Cakrawala."Gosip? Aku
"Vina!" Julian dan Dion memanggil-manggil Vina.Vina tergesa-gesa meninggalkan ruangan itu sebelum lampu kembali menyala. Berlari tanpa arah hingga Julian dan Dion kehilangan jejaknya.Ketika Vina telah menghilang, suara gaduh dari ruangan pesta terdengar. Semua orang tersadar dari keterkejutan.Lampu juga sudah dihidupkan. Siska dengan cepat mematikan siaran tak senonoh itu dan meminta maaf karena pesta terpaksa harus dihentikan."Bu Ira, Pak Barra, Anda sudah merusak acara saya. Saya tidak peduli dengan masalah pribadi Anda dan Pak Rangga, tapi tidak seharusnya Anda merusak pesta orang lain! Anda perlu ingat, saya bisa meminta para investor besar untuk memutus kerja sama dengan perusahaan Anda!" tegas Siska."Maafkan saya, Bu. Saya sungguh tidak tahu," kata Barra.Siska berlalu pergi mengurus sisa orang yang masih tinggal. Mahendra Cakrawala masih terlihat begitu terkejut. Siska tak berani untuk mendekat.Setelah melihat video itu, Mahendra hampir ambruk. Untungnya, Doni sigap memapa
'Jangan dibuka, Mas!" seru Vina dari tempat tidur.Rangga menutup lagi tirai jendela di kamar. Vina kembali menaikkan selimut sampai kepala. Menutupi diri agar tak mendengar orang-orang mencemoohnya.Masih teringat jelas kejadian semalam. Saat pemutaran video berlangsung, orang-orang yang tahu posisi Vina, sibuk menggunjingkan dirinya.'Jadi, dia korban pemerkosaan. Kasihan sekali, padahal cantik begitu.''Pantas saja Rangga bersama wanita itu. Ternyata, hanya sekedar tanggung jawab.''Mungkin dia menjebak dirinya sendiri agar mendapat perhatian Rangga.''Dari rekaman video juga sudah kelihatan, Rangga Cakrawala tidak dalam keadaan sadar saat melakukannya. Berani taruhan, wanita itu pasti yang menjebak Rangga.''Dia bukan berasal dari kalangan kita. Sudah jelas apa yang diincarnya.''Kasihan Pak Rangga. Gara-gara perempuan itu, Pak Rangga kehilangan posisinya sebagai presiden direktur.'Tak banyak orang yang berempati atas apa yang Vina lalui. Orang-orang justru semakin meremehkan diri
"Geli, Mas! Sudah ...." Vina mengikik sambil menggeliat-geliat saat perutnya yang masih tertutup baju dicium Rangga bertubi-tubi. Rangga juga tak berhenti mengusap-usap wajah ke perut Vina."Terima kasih, Sayang." Rangga mendaratkan kecupan singkat di bibir Vina sebagai penutup."Ehem! Maaf, Tuan ... saya masih di sini," sindir Teddy.Rangga menoleh pada Teddy dengan kening berkerut-kerut jengkel. "Kenapa masih di sini? Kamu mau mengintip kami?""Maaf Pak Presiden Direktur RnR, saya belum dibayar. Saya teman Anda, tapi saya juga mencari nafkah." Teddy tersenyum lebar.Rangga beranjak dari ranjang dan mengambil dompet dari laci. Namun, Teddy gegas mencegah."Aku cuma bercanda. Kali ini gratis sebagai ucapan selamat. Ada yang ingin aku bicarakan sebentar di luar." Teddy menatap Rangga sarat makna. "Pinjam suamimu sebentar, Nyonya."Vina mengangguk. "Jangan lama-lama, Mas."Ketika Rangga dan Teddy keluar, Vina berguling-guling dengan senyum mengembang. Dadanya berdebar-debar tak karuan. B
"Video viral?" Vina langsung teringat rekaman yang disebarkan Ira di pesta kemarin."Iya, Mbak, dari kemarin, banyak muncul di media sosial, tapi tahu-tahu menghilang beritanya. Masnya juga mirip sama konglomerat tampan yang sering muncul di koran. Beruntung sekali punya suami tampan begitu," puji si Penjual sambil tersenyum-senyum.Tangan Vina yang mendadak gemetaran segera digenggam erat oleh Rangga. "Mau beli apa, Sayang?"Vina pun asal menunjuk beberapa camilan, lalu mengajak Rangga buru-buru pulang. Wajahnya terus menunduk, mengamati langkah kakinya yang begitu lebar dan cepat."Pelan-pelan, Sayang. Kamu sedang hamil, nanti bayi kira kenapa-napa." Rangga begitu mengkhawatirkan kondisi Vina.'Kenapa semua orang jahat padaku? Apa Bu Ira yang menyebarkan video itu?' batin Vina tak tenang sehingga tak mendengar ucapan Rangga.Sampai di rumah, Vina langsung mengambil ponsel untuk mencari berita tentang dirinya dan Rangga Cakrawala. Jemarinya bergulir cepat membuka setiap media sosial s
"Sialan! Siapa yang membuntuti aku?!" Belinda membanting ponselnya di atas ranjang.Belinda sudah diam-diam datang ke rumah sakit, menyamar, dan naik mobil baru agar tak ada yang curiga. Tetapi, masih ada orang yang mengenali dirinya."Mungkin orang itu membuntuti sejak aku meninggalkan apartemen! Aarggh!"Baru tiga hari lalu, Belinda melihat garis dua saat dia merasa ada perubahan besar di tubuhnya. Belinda sering mual muntah setiap pagi, juga telat datang bulan.Belinda hanya menebak-nebak dan mencoba menggunakan test pack. Betapa hancurnya Belinda ketika tahu dirinya sedang mengandung.Membayangkan tubuhnya membengkak saja sudah membuat Belinda stres bukan main. Berbagai cara telah Belinda lakukan untuk menggugurkan kandungan, tetapi garis dua masih muncul pada test pack.Belinda berencana menggugurkan kandungan, tetapi ditolak mentah-mentah oleh pihak rumah sakit. Bukan hanya satu dua rumah sakit yang Belinda datangi, semuanya menolak permintaannya.Belinda sendiri tidak tahu siapa
"Semuanya berjalan lancar! Siapa yang mengunggah fotoku dan Rangga?" Belinda membaca sumber berita tersebut, lalu mengangkat kedua alis. "Julian?" Belinda segera berdandan dengan riasan pucat. Dia juga mengenakan pakaian serba hitam agar semua orang dapat melihat kesedihannya.Di saat Belinda memasuki gedung perusahaan Cakrawala Group, semua pandangan tertuju padanya. Sungguh ... orang yang tak tahu kebusukan Belinda, mereka hanya dapat mengasihani Belinda dari kejauhan, serta mencaci-maki perbuatan Rangga.Tentu saja, omongan para karyawan itu berhasil membuat Belinda merasa sedikit menang. Dengan langkah ringan, Belinda melenggang menuju kantor Julian.Tak ada satu pun yang menghalangi. Resepsionis yang telah mengenal baik Belinda pun segera menyilakan dirinya.Wajah sedih Belinda menghilang begitu sampai di depan ruangan Presiden Direktur Cakrawala Group. Belinda langsung memutar gagang pintu tanpa mengetuk lebih dulu. Kebiasaan Belinda yang selalu merasa dirinya orang penting dan
'Keluar sebentar, Vina. Aku ingin bicara penting.' Vina membaca pesan singkat dari Belinda.Vina tak mau menanggapi Belinda karena tak ingin membuat dirinya stres dan dapat membahayakan kandungannya. Namun, Belinda terus mengirim pesan tanpa henti sehingga Vina mulai kesal."Mas Rangga ke mana, Bu?" tanya Vina."Tadi keluar dengan Dion. Di kantor mungkin.""Aku ke toko sebelah sebentar," pamit Vina tak mau membuat ibunya khawatir.'Belinda harus diberi pelajaran agar tidak menggangguku terus!' batin Vina menggebu.Tak ingin mengganggu pekerjaan Rangga, Vina memutuskan untuk menemui Belinda sendiri. Belinda telah menanti di samping gedung.Wajah Belinda tertutup masker, juga mengenakan kacamata hitam. Belinda terlihat menengok kanan kiri untuk menghindari wartawan yang mungkin menguntitnya, pikir Vina."Ada perlu apa?" tanya Vina ketus."Masuk ke mobilku sebentar." Belinda berusaha menarik tangan Vina, tetapi Vina menghindar lebih dulu.Vina melipat tangan di depan dada. "Bicara di sini
Gaun keemasan membalut tubuh gadis itu, warna yang menjadi favoritnya sejak kecil. Dia melihat dirinya sendiri di depan cermin.Sempurna!Segala persiapan telah selesai. Gadis itu melangkah dengan percaya diri keluar dari ruang rias. Para pelayan menunduk hormat ketika gadis itu melewati mereka. Salah seorang pelayan memberikan buket bunga yang senada warna dengan gaun yang dikenakannya.“Selamat atas pernikahan Anda, Nona,” ujar pelayan itu.“Terima kasih.” Tak ada tanda-tanda kegugupan di wajahnya biarpun gadis itu baru pertama kali menikah. Kenapa harus gugup? Bukankah hari ini merupakan hari bahagianya? Dia hanya akan tersenyum ketika menyambut pria yang sebentar lagi akan menjadi suaminya. Pria yang sangat dicintainya dan harus menikah dengannya.Di arah yang berlawanan, Vina dan Belinda berjalan cepat ke arahnya. Mereka berdua memeluk dan mengucapkan selamat padanya.Vina yang sudah berdandan cantik dan berusaha tak menangis itu, tak dapat membendung air mata haru. Dia menangk
“Bukan begitu, Ma. Tadi, Mama dan Vina sedang seru bicara. Aku tidak enak mau memotong pembicaraan Mama dan Vina,” balas Belinda dengan suara lirih.Entah ke mana perginya Belinda yang selalu berani kepada semua orang? Ketika menghadapi mertuanya, Belinda merasa segan dan harus terlihat baik. Hingga dirinya tak sadar telah membuat kesalahan yang menyinggung ibu mertuanya.“Benar … sebentar lagi jam sarapan. Kita siap-siap dulu, yuk,” ajak vina sekaligus ingin menghentikan Dewi menegur Belinda.Vina memahami apa yang Belinda rasakan saat ini. Dewa juga sempat bercerita dengannya, tentang tangisan Belinda kemarin.Tak pernah Vina sangka bahwa dirinyalah yang membawa kesedihan di hati Belinda tanpa dia sendiri sadari. Namun, Vina juga tak mungkin tiba-tiba menjauhi Dewi atau tak mau bicara lagi dengannya.Alih-alih pergi bersama Belinda, Dewi justru mengajak Vina pergi ke dapur untuk melihat menu sarapan pagi ini. Vina ingin sekali menolak Dewi di saat Belinda masih dapat mendengar mereka
Julian tak terima jika istrinya dituduh sembarangan. Dia sudah bicara baik-baik dengan ibunya. Tetapi, Dewi malah berbalik memojokkan Belinda.“Terserah Mama saja. Bayangkan sendiri kalau Mama jadi Linda. Mama merasa tidak diterima keluarga Papa, lalu mertua Mama malah bersikap baik pada wanita lain.”“Itu tidak mungkin terjadi, Ian! Keluarga papamu sangat baik pada Mama,” sanggah Dewi.“Bukan itu intinya, Ma!”Julian membuang napas kasar. Tak ada gunanya bicara dengan ibunya. Dia lantas meninggalkan Dewi dan akan menghibur istrinya yang pasti masih murung karena merasa tak dianggap ibunya.Namun, di dalam kamarnya, Vina telah berhasil mencairkan suasana hingga Belinda terlihat mengulas senyuman tatkala mereka membicarakan anak-anak.Julian lantas tidur di sisi istrinya. Dia benar-benar lelah hingga kurang tidur karena menjaga Belinda dan bayinya dua puluh empat jam.Vina pun mengajak suaminya keluar kamar mereka setelah puas melihat keponakan barunya. Setelah Vina menutup pintu, dan b
“Astaga … kenapa kamu bicara seperti itu? Apa yang Mama katakan padamu?”Belinda menggeleng-gelengkan pelan kepalanya, kemudian mengambil Lilian yang berada dalam gendongan Dewa yang menunggu mereka di luar kamar. “Terima kasih, Om.”Dewa tak sengaja mendengar pembicaraan mereka. Dia lantas pergi menemui Dewi untuk menegurnya.“Di sini kamu rupanya.” Dewa duduk di bangku tempat Dewi sedang berdiri memandangi Vina. “Apa yang kamu katakan pada menantumu?”Dewi menoleh pada Dewa singkat. “Apa maksudmu? Aku jarang bicara dengannya. Hari ini pun aku tidak bicara dengannya.”Dewa melihat ke arah Dewi memandang. Dia tahu jika Dewi sedang mengamati Vina, tetapi Dewa kurang peka dengan situasi. Dia tak paham dengan apa yang kakaknya pikirkan. Kenapa Dewi terus-terusan menatap Vina? Apakah Dewi tak menyukai menantu Dewa itu?Dewa menepis pikiran buruknya. Dia kembali konsentrasi dengan masalah Belinda.“Belinda dulu memang sangat menyebalkan. Tetapi, sejak melahirkan Axel, Belinda berubah total
“Aku harus menemani Belinda dan Lilian di sini. Ada banyak orang di rumah Rangga. Kenapa Axel harus dijemput segala?” protes Julian emosi.Dewi membuang napas kasar. “Tidak baik berhutang budi pada sepupumu. Kamu tidak malu karena minta tolong pada Rangga? Ada Tristan juga yang bisa kamu suruh menjaga Axel.”“Tristan tidak boleh terlalu dekat dengan Axel. Dia bisa tergoda merebut istri dan anakku!” Julian meninggikan suara karena nada bicara Dewi terkesan mengajarinya. Julian paling tak suka jika diperlakukan seolah dia tak bisa memutuskan segalanya sendirian.“Kalau istri dan anakmu juga mau bersama Tristan, berarti itu salah istrimu!” Dewi juga tak suka jika Julian bersikap kurang ajar padanya.“Kalian bisa berhenti berteriak tidak?! Kita sekarang sedang berada di rumah sakit!” Dan suara Lia yang paling keras di antara mereka.Dan benar saja, sesaat kemudian, seorang perawat menegur mereka. Perawat itu juga menyampaikan bahwa Belinda sudah bisa keluar dari rumah sakit besok karena ta
Julian melihat ruangan putih di sekelilingnya. Apakah dia sedang bermimpi? Atau dirinya telah mati?Potongan-potongan ingatan meluncur cepat dalam benaknya. Mata Julian terbuka lebar.“Linda!” pekik Julian seraya bangun terduduk begitu mengingat kejadian terakhir yang dilihatnya.“Julian, kamu sudah bangun.” Vina menemani Julian di kursi samping ranjang. Di sudut ruangan, Rangga menutup mulutnya dengan punggung tangan sambil menahan tawa. Bisa-bisanya Julian pingsan saat menemani Belinda melahirkan!“Bayiku kenapa, Vin?! Linda ada di mana?” Julian berusaha berdiri dengan kalap. “Ada air menyembur dan ….”Manik mata Julian bergerak-gerak tak beraturan. Dia mencoba mencari tahu arti tatapan Vina, tetapi kepanikan membuat Julian tak dapat berpikir jernih.“Kenapa hanya ada air yang keluar? Bayiku bagaimana? Apa Belinda keguguran?” Julian takut bukan main ketika bayangan air ketuban pecah tak hilang dari benaknya.“Tenang, Julian!” bentak Vina. “Linda masih di ruang persalinan. Kamu tungg
Julian memandangi jendela besar di hadapannya. Rasanya, masih seperti kemarin ketika Julian dapat melihat pohon-pohon besar di hadapannya. Tetapi, kini pohon-pohon rindang itu tak lagi ada di sana.Seperempat area hutan yang cukup luas milik nenek Julian yang telah diwariskan pada orang tuanya, telah berganti dengan bangunan besar. Julian menjual pohon itu dan digunakan untuk memulai beberapa usaha baru, berhubungan dengan bidang kuliner yang digelutinya.Pabrik pertama yang dimiliki Julian ada di depan mata. Tanpa terasa, pabrik yang dibangun oleh Rangga dan dikelola olehnya telah berkembang pesat. Perusahaan yang dibangun Julian dari nol, kini dapat disandingkan dengan perusahaan Vina. Namun, mereka berdua tetap bersaing secara sehat. Bahkan, terkadang Vina dan Julian berkolaborasi dalam acara-acara besar.Julian telah mematahkan anggapan buruk orang-orang yang masih menganggap dirinya memiliki maksud tertentu. Dia pun tak lagi menggubris orang lain dan fokus pada keluarganya sendir
Julian keluar kamar sambil bersiul-siul. Tepat satu bulan berlalu, pabrik cokelatnya telah selesai. Dia akan pergi mengecek pabrik cokelat karena hari esok, pabrik miliknya sudah mulai beroperasi."Papa, mau pergi ke mana hari Mingu? Aku mau ikut Papa," rengek Axel.Julian berhenti dan tersenyum manis pada anaknya. Tanpa banyak kata, dia menggendong Axel dalam pelukannya.Semakin hari, Axel kian bersikap seperti anak-anak seusianya. Axel pun lebih banyak mengungkap perasaannya. Walau terkadang, Axel masih suka murung dan berpikir sendirian. Tetapi, Axel tetap akan mengatakan apa yang dipikirkannya kepada Julian setelah selesai merenung.Julian mengatakan jika semua akan baik-baik saja meskipun anak itu mengeluh atau marah. Sang ayah menginginkan anak-anaknya mendapat perhatian dan kasih sayang yang cukup. Tak seperti Rangga ataupun dirinya."Pa, aku mengundang Kak Rachel dan Ravi ke sini nanti kalau cokelatnya sudah ada. Aku ingin membuat pesta dengan air mancur cokelat, Papa.""Iya,
"Mantan?" Belinda membuka lebar mulutnya. Jelas-jelas dia sudah menceritakan semua tentang masa lalunya dengan Bima. "Kami tidak pernah punya hubungan spesial apa pun, Sayang … aku hanya-""Siapa yang biang kamu punya hubungan spesial dengannya?" Julian semakin sinis menanggapi. "Oh … kamu sedang mengakui kalau kamu punya hubungan spesial dengan ... siapa tadi namanya? Bisma atau Bima? Atau malah dua-duanya?"Belinda bukannya ingin merayu Julian yang sedang cemburu, tetapi dia jadi kesal karena tuduhan Julian. Apalagi, Julian sangat pintar membolak-balik kata-kata untuk memojokkan dirinya."Ya sudah kalau tidak percaya, jangan pegang-pegang perutku!" Belinda menyentak tangan Julian. "Aku tidak mau anakku sampai mendengar kalau papanya menuduhku macam-macam. Kamu pikir, bayi di dalam kandunganku tidak bisa mendengar kata-kata kita?"Janu yang sedang menyopir dan sedari tadi mendengar perdebatan majikannya, hampir saja menyemburkan tawa. Buah hati mereka bahkan belum terlihat dalam kanto