Besok paginya terlihat Melati sudah berada di dapur dan hendak akan membuat sarapan pagi.
"Ehh ada Non Melati toh, Non Melati sepagi ini sudah ada di dapur! Apa non Melati membutuhkan sesuatu?" tanya Bi mariam."Engga ada kok bi, kebetulan aku memang sudah terbiasa bangun pagi dan membantu ibu menyiapkan sarapan pagi. Karena sekarang aku tinggal di rumah ini jadi aku akan membantu Bi Mariam memasak!" sahut Melati."Wahhh yang bener non, tapi kan non ini sudah jadi tugas bibi di dapur. Nanti yang ada bibi di omelin lagi sama tuan dan nyonya!""Engga akan Bi, Bibi tenang saja yah inikan atas keinginan aku sendiri!""Ya sudah kalau begitu, oh Iyah Non ini Bibi sudah buatin catatan yang semalam Bibi janjikan!" ucap Bi Mariam sambil memberikan secarik kertas."Terima kasih banyak yah Bi!" sahut Melati"Iyah sama-sama non!""Melati, kamu sedang apa sepagi ini ada di dapur sayang?" tanya Oma Laksmi."Ehh selamat pagi Oma, aku lagi bantuin bi Mariam menyiapkan sarapan pagi Oma!" sahut Melati."Kamu memang istri yang teladan, Oma bangga sama kamu!""Melati hanya melakukan hal yang biasa melati lakukan saat masih di rumah dulu. Kebetulan memang setiap hari melati selalu membantu ibu memasak di dapur. Karena disini juga melati tidak mungkin kalau harus diam dan duduk santai saja yang ada nantinya malah bosan!"Oma Laksmi pun hanya tersenyum saja mendengar jawaban dari Melati dan dia merasa kagum pada sosok Melati."Apa Oma butuh sesuatu?" tanya melati."Tidak ada, Oma kesini karena tidak sengaja melihat kamu berada di dapur!""Gimana kalau melati bikinin teh jahe hangat buat Oma! apa Oma suka teh jahe?""Boleh, Oma jadi penasaran sama rasanya teh jahe buatan kamu!""Ya sudah kalau gitu melati bikinin dulu teh nya yah!""Iyah melati!""Ini Oma teh jahenya. Silahkan di nikmati!" ucap Melati."Terima kasih yah melati! Hhhmmm ini pasti rasa nya enak sekali!""Benar saja, teh jahe buatan kamu ini sangat enak. Sepertinya Oma akan meminta kamu untuk membuatkannya setiap hari!""Syukur lah kalau Oma suka, pasti aku akan buatin teh jahe hangat untuk Oma setiap hari. Ya sudah kalau begitu aku tinggal dulu yah Oma, aku akan mengantar kan teh Hijau ini untuk mas Devan!""Iyah melati, hati-hati yah bawanya jangan sampai jatuh!""Siap Oma!" sahut melati sambil tersenyum"Non Melati itu orangnya nyenengin banget yah Oma, beda sekali dengan non Sintia!" Celetuk bi Mariam."Yah kamu memang benar sekal, Melati ini gadis yang sangat spesial. Saat pertama kali bertemu pun saya sudah sangat menyukai Melati karena karakternya yang sederhana dan juga baik. Itulah kenapa saat melati gagal menikah dengan Rifaldi saya meminta Devan untuk menikahi Melati!" sahut Oma Laksmi."Sepertinya memang non Melati itu sudah di takdirkan untuk den Devan Oma, makanya mereka bisa menikah seperti sekarang ini. Saya yakin Non Melati itu akan jadi istri yang baik!""Kenapa kamu bisa seyakin itu toh yam?" tanya Oma Laksmi"Karena semalam Non Melati minta saya buatkan catatan apa yang di suka dan tidak Den Devan suka Oma!" sahut Bi Mariam."Oh begitu yah, syukurlah kalau memang seperti itu!""Sepertinya Melati memang sedang belajar untuk menjadi istri yang baik buat Devan dan mungkin dengan cara ini dia bisa perlahan melupakan Rifaldi!" ucap Oma Laksmi dalam hatinya."Mas ini aku buatin teh hijau untuk kamu!" ucap melati sambil meletakan cangkir tersebut."Lain kali kamu tidak usah melakukannya, aku bisa meminta Bi Mariam untuk membuatkan teh Hijau untukku!" sahut Devan."Kenapa harus meminta tolong pada Bi Mariam, kan ada aku mas yang bisa buatin teh untuk kamu. Aku tahu mungkin pernikahan kita ini terjadi secara tiba-tiba. Dan kita memang tidak saling mencintai saat kita melangsungkan pernikahan ini, bahkan kita tidak saling kenal dan tidak pernah bertemu sebelumnya.""Tapi saat ini aku sudah menjadi seorang istri yang di haruskan bisa mengurus segalanya, jadi tolong biarkan aku melakukan tugasku sebagaimana seorang istri yang bisa melayani suaminya dengan sangat baik. Aku juga tidak berharap lebih sama kamu mas, aku hanya ingin melakukan tugasku saja selama menjadi istri kamu!" ucap melati yang membuat Devan terdiam."Kamu minum yah tehnya, setelah itu cepat turun untuk sarapan!" pinta Melati lati dan langsung pergi."Aku memang masih kesal dengan pernikahan ini, tapi bagaimana pun juga pasti perasaan melati lebih sakit dan hancur. Apalagi dia harus satu atap dengan laki-laki yang sudah mengkhianatinya di hari pernikahannya, aku juga sudah sedikit keterlaluan dengan sikapku yang seperti itu. Setidaknya dengan aku bersikap baik padanya bisa membuat dia merasa lebih nyaman tinggal disini!" ucap Devan yang sudah mulai berpikir jernih.Sementara itu Sintia masih terbaring di tempat tidurnya, berbeda dengan Rifaldi yang sudah rapih dengan pakaian kantornya."Sintia, ayoh bangun ini sudah siang!" ujar Rifaldi"Aku masih mengantuk sekali!""Tapi ini sudah siang, sebaiknya kamu biasakan untuk bangun lebih awal dari biasanya. Karena di kelurga ini bangun lebih pagi sudah menjadi kebiasaan!" tegur Rifaldi."Sulit untuk aku beradaptasi mas, lagi pula aku memang sudah terbiasa bangun siang saat di rumahku dulu!""Tapi sekarang sudah berbeda, harusnya kamu bisa bangun lebih awal dari aku dan menyiapkan semua keperluan ku untuk pergi ke kantor. Bukan malah sebaliknya.""Iyah mas, harusnya kamu maklum lah mas aku kan sedang hamil!""Tolong jangan jadikan kehamilan kamu ini sebagai alasan, kalau kamu memang ingin semua orang yang ada di rumah ini bisa menerima kamu dan menyukai kamu sebaiknya kamu pergi mandi dan bersiap-siap, karena sebentar lagi kita semua akan sarapan pagi. Jangan sampai terlambat!" ucap Rifaldi dan langsung pergi meninggalkan Sintia."Apa yang dikatakan mas Rifaldi ada benarnya juga, aku harus terlihat lebih baik dari Melati. Jangan sampai melati menjadi menantu kesayangan di rumah ini!"Sintia pun langsung terbangun dari tempat tidurnya dan bergegas pergi mandi lalu bersiap-siap.Semua orang sudah berkumpul di meja makan namun mereka belum memulai sarapan karena masih menunggu Sintia yang belum datang."Rifaldi, dimana istri kamu?" tanya Bu Ranti "Kenapa dia belum kesini juga?""Mungkin Sintia masih siap-siap mah, tapi aku sudah meminta dia untuk secepatnya menyusul" sahut Rifaldi."Kamu harus kasih tahu istri kamu itu untuk bisa bangun lebih awal, jangan samakan dengan kebiasaannya di rumah orangtuanya dulu. Karena sekarang dia sudah menikah!" tegur lagi Bu Ranti yang merasa kesal."Iyah mah!" jawab singkat Rifaldi tertegun. "Sudah lah mah, mungkin Sintia itu sangat lelah karena kan kemarin mereka baru saja menikah!" ujar Pak Hardi yang mencoba membela Sintia. "Harap di maklumi saja terlebih lagi dia itu kan sedang hamil!""Selamat pagi semuanya! sapa Sintia yang baru saja datang."Selamat pagi Sintia!" jawab Pak Hardi. "Ayoh silahkan duduk!""Bagus lah kamu sudah datang, kalau tidak kami akan kelaparan menunggu kamu!" celetuk Bu Ranti yang memang sudah mera
"Apaaaahhhh, jadi Lo udah nikah?" Teriak seorang pria bernama Radit yang merupakan sahabat baik Devan."Huuussstt bisa pelan-pelan gak sih?" tegur Devan"Ya sorry, habisnya gue itu kaget banget denger lo udah nikah! bahkan sama calon istri adik Lo sendiri. Kok bisa sih?""Ceritanya panjang, tapi yang jelas Rifaldi itu terpaksa nikahin perempuan lain yang lagi hamil anaknya dia. Makanya ujung-ujungnya gue juga yang kena!" "Tapi kenapa kok Lo bisa mau sih gantiin adik Lo buat nikahin tuh cewek?" Pasti karena dia cantik kan!"ujar Radit."Itu semua gue lakukan demi Oma, kalau bukan Oma yang minta udah pasti gue gak mau nikah sama cewek yang gak gue kenal!""Ya tapi sekarang Lo udah kenalkan sama istri Lo itu?""Gue gak tahu pernikahan ini akan bertahan sampai kapan! tapi gadis itu memang baik banget dan gue takut pernikahan ini bikin dia jadi menderita dan gak bahagia!" ungkap Devan."Lo yakin karena itu?" tanya Radit. "Bukan karena Lo masih memendam rasa sakit Lo dulu dan membuat Lo gak
Dengan perasaan marah Rifaldi keluar dari ruangan Pak Hardi. Dia nampak tidak terima dengan apa yang di ucapkan oleh Papanya itu. "Aku tidak bisa menerima semua ini begitu saja! kalau Papa memang tidak bisa mendukungku tidak masalah. Aku akan cari cara agar bisa lebih deket dengan Melati dan merebutnya kembali, Melati itu milikku dan akan tetap menjadi milikku sampai kapanpun!" gerutu Rifaldi.Sore harinya Devan terlihat pulang lebih dulu dari Rifaldi dan ayahnya. Sementara itu melati juga terlihat sedang berada di dapur. Namun saat tahu suaminya sudah pulang dia langsung bergegas menghampiri suaminya itu."Mas, kamu sudah pulang ternyata!" sambut Melati. "Hhmmm kamu mau aku bikinin teh atau kopi?" tanya Melati.Devan pun terdiam sejenak dan akhirnya menerima tawaran istrinya itu "Boleh, tolong buatkan kopi saja dan nanti bawa ke atas yah!" pinta Devan."Iyah mas!" sahut melati sambil tersenyum karena mendapat respon yang baik dari suaminya itu. Tanpa di sadari ternyata Rifaldi juga
Rifaldi mulai merasa kecewa pada wanita yang dicintainya itu. "Jadi benar kamu sudah melupakan aku? tanya sekali lagi Rifaldi. "Apa kamu juga sudah tidak mencintai aku lagi?""Rasa cinta aku ini sudah pergi begitu saja bersama dengan kepergian kamu yang ninggalin aku di acara pernikahan kita mas! sahut Melati yang membuat Rifaldi terdiam mematung. "Aku sudah tidak memiliki perasaan apa-apa lagi sama kamu mas karena yang ada hanya kekecewaan dihati aku!"Mendengar jawaban itu tubuhnya mulai bergemetar "Apa semudah itu kamu lupain aku?" tanya Rifaldi yang tidak bisa menerima kenyataan. "Aku tahu aku salah sama kamu dan aku minta maaf! Aku ingin kita seperti dulu lagi, aku janji akan memperbaiki semuanya dan memperbaiki hubungan kita. Setelah nanti bayi itu lahir aku akan menceraikan Sintia dan kita bisa menikah lalu hidup bersama dan bahagia!" ujar Rifaldi yang membuat melati sangat marah.Satu tamparan keras pun melayang dipipi sebelah kanannya Pria itu. Melati manamparnya karena mara
Kini sudah waktunya makan malam, semua orang sudah berkumpul di meja makan. Sementara kedua menantu di rumah itu sedang sibuk menghidangkan menu makanannya."Mas, kamu mau aku ambilin apah?" tanya melati seperti biasa."Apa saja terserah kamu!" sahut Devan."Hhhmmm ya sudah kalau gitu, kebetulan hari ini aku masak makanan kesukaan kamu!""Terima kasih!" ucap Devan dengan sikap yang masih terlihat cuek."Sama-sama mas." sahut melati yang masih bisa tersenyum."Mas, sini biar aku ambilin makanan buat kamu!" ucap SintiaTanpa sepatah katapun Rifaldi memberikan piring miliknya pada istrinya itu. "Kebetulan loh mas hari ini aku ikut memasak, kamu cobain yah ini aku sengaja masak makanan spesial kesukaan kamu!""Waww, ternyata menantu yang satu ini juga sudah dah mulai belajar masak yah! Bagus lah setidaknya kalian berdua ada gunanya tinggal disini!" celetuk Ibu mertua yang julid itu."Mah tolong jaga sikap mama, jangan bicara seperti itu pada kedua menantu di rumah ini. Mereka sudah berus
Terlihat Bu Ranti sedang meminta Sintia untuk mengambilkan sebuah kotak yang berada di atas lemari, karena Sintia tidak terlalu tinggi akhirnya Bu Ranti meminta Sintia untuk mengambilnya menggunakan tangga. "Ya sudah sekarang kamu naik!" pinta wanita paruh baya itu. "Ayo cepetan!" teriaknya kembali. "Tapi mah aku takut ketinggian!" lirih Sintia yang meminta belas kasian ibu mertuanya itu. "Ya ampun kamu itu emang gak ada gunanya banget yah! celetuknya "ini kan gak terlalu tinggi Sintia jadi apa yang kamu takuti!" bentak wanita itu tanpa rasa peduli. Dengan sangat kesal Sintia pun mulai menolak dengan sedikit melawan "Ya sudah kalau begitu mama saja yang ambil sendiri! Dan aku yang akan memegangi kursi nya di bawah " ucap Sintia."Kamu jangan lancang yah sama saya , saya ini ibu mertua kamu! Masa kamu berani menyuruh saya yang sudah tidak muda ini untuk naik ke atas kursi seperti itu. Terus apa gunanya saya punya seorang menantu?"suara bising wanita itu pun terdengar oleh Melati d
Devan membaringkan tubuh istrinya itu di atas tempat tidurnya. Walau masih terlihat canggung tapi Melati merasa senang karena suaminya terlihat peduli padanya. "Mas... kenapa kamu membaringkan aku diatas tempat tidur?" tanya gadis itu polos. "Lalu aku harus membaringkan kamu dimana?" tanyanya. "Kamu kan bisa membaringkan aku di sofa tempat aku tidur!" "Aku sudah terlanjur membaringkan kamu disini dan aku tidak mau menggendong kamu atau membantumu pindah ke sofa itu!""Tapi.... bukankah aku tidak punya hak berada diatas tempat tidur ini!" "Sudahlah sekarang ini aku sedang berbaik hati, kalau bukan karena kamu sedang sakit aku juga tidak akan membiarkan kamu berada di tempat tidurku!" Walau nampak peduli tapi Devan masih dengan sikapnya yang cuek dan dingin. "Terima kasih mas!" ujar Melati."Ya sudah sekarang kamu istirahat dulu saja," aku akan turun ke bawah dulu dan akan segera kembali lagi!" Gadis polos itu pun hanya mengangguk saja sambil tersenyum. Sementara itu semua oran
"Ayo kita pergi sekarang!" ajak Devan. "Aku juga sudah meminta ijin pada Papa!" "Iyah mas... aku juga sudah siap!""Biar aku bantu!" ujarnya dengan cepat membantu Melati berdiri. "Terima kasih mas!" sahu MelatiDia pun berdiri dan mulai berjalan di bantu oleh Devan. "Apa kamu yakin bisa berjalan menuruni tangga?" tanya Devan. "Biar aku gendong saja!" "Tidak usah mas.... Aku bisa kok berjalan sendiri!""Ya sudah kalau begitu biar aku bantu memapah kamu!" Gadis itu pun mulai tersenyum sendiri sambil memperhatikan wajah suaminya yang tepat berada dekat dengannya. "Mas Devan di lihat dari dekat seperti ini terlihat sangat tampan sekali! ujar Melati dalam hatinya. "Beruntung sekali wanita yang akan menjadi istrinya nanti." "Jangan terus melihatku seperti itu, sebaiknya kamu perhatikan jalannya agar tidak sampai terjatuh lagi!" ungkap pria itu membuyarkan lamunan Melati. Dengan gugup gadis itu sedikit malu karena telah ketahuan "Hhhmmmm iyaaaahh mas maaf aaakuu hanyaa.....!" "Hanya
Keesokan harinya Rifaldi sudah berada di depan rumah Sintia, dia terlihat membawakan Sintia bunga dan juga buah-buahan untuk keluarganya. "Assalamualaikum Pak...!" sapa dia pada mertuanya yang kebetulan berada di depan. "Waalaikumsalam... nak Rifaldi pasti kesini untuk menemui Sintia bukan!" sahut pria paruh baya itu.."Iyah Pak, apa Sintia ada!" "Ada, ayoh kita masuk ke dalam!" "Mas Rifaldi, kamu kesini lagi? ada apa mas?" tanya Sintia. "Aku datang kesini untuk meminta kamu agar ikut pulang dengan aku ke rumah kita!" sahut pria itu. Sintia pun langsung memandangi wajah kedua orang tuanya. "Apa mas Rifaldi sudah yakin dengan keputusan ini, aku tidak mau kalau nantinya mas Rifaldi akan menyesal!" "Tentu saja aku sudah yakin, aku tidak akan menyesal sama sekali karena ini murni keinginan aku. Aku ingin kita bisa sama-sama seperti dulu lagi sintia, tolong berikan aku satu kesempatan untuk bisa menjaga dan mencintai kamu dan ikut membesarkan anak kita sama-sama!" ungkap Rifaldi de
"Bapa akan mencoba membantu kamu dan berbicara dengan Sintia mengenai ini, bapa akan memberikan pengertian pada dia. Jadi nak Rifaldi harus mau menunggu untuk itu!" ujar Pak Ridwan."Aku tidak masalah sama sekali pak jika harus menunggu Sintia begitu lama!" Baiklah, kalau begitu sebaiknya nak Rifaldi pulang dulu saja, besok pagi nak Rifaldi bisa datang kesini lagi dan kami akan memberikan keputusannya!" "Baik Pak, Terima kasih sebelumnya atas bantuannya Pak, Bu!" "Sama-sama nak Rifaldi, kalau untuk kebaikan pasti kami akan selalu mendukung. Iyah kan Pak!" ujar Bu Anis. "Iyah bu benar sekali!" sahut Pak Ridwan sambil tersenyum.."Kalau begitu saya pamit pulang dulu pak, besok pagi saya akan kesini lagi. Dan tolong sampaikan salam dari saya untuk Sintia!" "Assalamualaikum....!" ujar Rifaldi.."Waalaikumsalam...!" sahut Bu Anis dan Pak Ridwan..Setelah Rifaldi pulang, Bu Anis dan Pak Ridwan pun langsung mencoba untuk berbicara dengan Sintia. Tok tok tok"Sintia, buka dulu nak. Kami
Serangkaian acara pun mulai di lakukan, semua orang tampak sangat bahagia sekali. Kini acara itu dilanjutkan dengan melakukan siraman. "Dimana ayah dari calon bayinya? Mama suami kamu!" tanya seorang wanita paruh baya yang memimpin acara tersebut...Sontak semua orang pun terdiam dan saling menatap satu sama lainnya. "Apa acaranya tidak bisa dilanjutkan kalau tidak ada suami saya mbok!" tanya Sintia. "Memangnya suami kamu kemana? bukankah ini juga acara yang penting untuk dia!" "Saya ada disini!" sahut seorang pria yang tiba-tiba saja datang. Semua orang pun langsung dialihkan pandangnya, dan merasa terkejut saat tahu bahwa pria tersebut adalah Rifaldi..."Rifaldi pah!" ujar Bu Ranti pada suaminya. Rifaldi pun langsung berjalan ke arah Sintia..."Apa sekarang acaranya sudah bisa di mulai?" tanya pria itu membuat semua orang membisu."Tentu saja, kita bisa mulai siramannya sekarang!" Acara siraman tujuh bulanan pun langsung di lakukan... Setelah serangkaian acara selesai dan b
"Mas, Cindy.. ayoh kesini. aku sudah membuatkan minuman dan cemilan untuk kalian!" panggil Melati...Tak berselang lama Cindy dan Devan pun datang menghampiri Melati yang sudah berada di ruang makan. "Ya ampun kak, kenapa gak ngajak-ngajak aku sih. Aku kan bisa bantuin kakak!" ujar Cindy. "Engga apa-apa kok, ini kan bikinnya juga simple banget jadi kakak bisa sendiri!" sahut Melati.."Aku cobain yah, kelihatannya enak banget!" "Iyah boleh dong, ayoh di makan!" "Hmmm apapun yang dibuat oleh istri aku ini memang gak pernah gagal. Tangan kamu ini memang ajaib banget yah!" "Makasih yah mas, kamu itu selalu memuji aku!" "Kapan-kapan aku juga mau dong kak belajar masak, biar nanti tuh setelah aku punya suami aku bisa masakin suami aku makanan yang enak terus setiap hari. Terus dapet pujian deh dari dia, sama seperti kalian ini!" ungkap Cindy. "Boleh dong, kamu bisa datang kesini dan belajar kapan pun yang kamu mau. Kakak pasti akan selalu ngajarin kamu sampai kamu bisa!" sahut Melati
Setelah melakukan perjalanan yang cukup jauh akhirnya Melati, Devan dan Cindy pun sudah sampai di rumah baru mereka. Melati terlihat senang sekali dengan rumah baru yang akan ditinggalinya itu. Rumah yang terlihat sangat megah, dan halaman yang luas beserta taman membuat rumah itu terkesan mewah. "Gimana menurut kamu? apa kamu suka sama rumahnya!" tanya Devan. "Aku suka banget mas sama rumahnya, rumahnya bagus, mewah dan terlihat sangat nyaman!" sahut gadis itu. "Waw keren banget kak, ternyata kak Devan pintar juga yah milih desain rumah yang bagus!" puji Cindy. "Aku kayaknya bakalan sering nginep disini deh, apalagi letaknya juga tidak terlalu jauh dari kampus aku!" "Tentu saja boleh dong, kalau kamu mau tinggal disini juga tidak masalah sama sekali kok!" sahut Devan. "Iyah, kakak malah seneng banget karena nanti ada temennya!" "Ya udah yuk kita masuk ke dalam, pasti kamu sudah penasaran kan dengan isi rumah kita yang baru ini!" ajak Devan. "Iyah mas, aku memang sudah penas
Keesokan paginya terlihat Devan dan Melati sudah bersiap-siap untuk pindah rumah, semua orang pun merasa sedih akan kepindahan mereka berdua. "kenapa kalian berdua mendadak pindah pagi ini, bukankah akan pindahnya sore nanti!" Ujar Oma Laksmi.."Sebelumnya aku mau minta maaf Oma, karena secara mendadak aku dan Melati memutuskan untuk pindah pagi ini. Aku juga sudah bicara dengan papa dan meminta ijin untuk tidak masuk kantor dulu!" "Loh kak Devan sama kak Melati mau pindahan sekarang?" Tanya Cindy."Iyah Cindy!" Sahut singkat Melati.."Tapi kenapa? Bukannya kemarin bilangnya nanti sore yah!" "Tadinya memang begitu tapi kita jugakan harus beresin barang-barang kita nanti disana. Jadi pasti akan membutuhkan waktu yang cukup lama!" "Ya udah kalau gitu aku ikut kalian yah, aku bantuin kalian beres-beres disana gimana? Bolehkan?" "Boleh dong, malah kita senang banget karena ada yang bantuin. Iyah kan mas!" Devan pun menganggukkan sambil tersenyum ke arah Cindy. "Yess!" Ucap gadis it
Terlihat Melati sedang membereskan barang-barangnya yang akan dia bawa nanti saat pindah rumah, gadis itu nampak sibuk sekali. Dan tak lama dari itu Devan pun sudah pulang dari kantornya.."Kelihatannya istriku ini sangat sibuk sekali, sampai-sampai suami pulang saja tidak tahu!" ujar Devan menggoda.."Ya ampun mas maaf banget yah, aku terlalu asik beresin barang-barang kita!" sahut gadis itu yang merasa tidak enak. "Tidak apa-apa, aku juga hanya bercanda kok!" "Oh Iyah mas, tadi setelah kamu pergi ke kantor ada kedua orang tua Sintia datang kesini!" "Apa Sintia juga ikut?" "Tidak mas, hanya bapa dan ibunya saja yang datang. Mereka datang kesini hanya ingin meminta kejelasan pada mas Rifaldi dan ternyata mas Rifaldi lebih memilih menceraikan Sintia setelah anak mereka lahir nanti mas!" ungkap gadis itu dengan raut wajah yang sedih. "Aku tidak mengerti dengan jalan pikirannya Rifaldi, dia sampai tega menyakiti banyak orang sekaligus!" "Makanya mas, aku merasa sedih dan bersalah s
Setelah kedua orang tua Sintia pulang, Pak Hardi dan yang lainnya pun mencoba untuk bicara dengan Rifaldi. "Rifaldi tunggu dulu!" pinta Pak Hardi.."Ada apa lagi pah!" sahut pria itu ketus. "Papa ingin bicara dengan kamu!" "Kalau papa ingin membicarakan masalah aku dengan Sintia, aku rasa sudah tidak ada lagi yang perlu di bicarakan pah!" "Rifaldi, mama benar-benar kecewa sama kamu. Kenapa kamu ini jadi egois seperti ini!" ujar Bu Ranti dengan nada yang tinggi. "Aku egois, aku jadi seperti ini karena kesalahan aku sendiri. Seandainya saja waktu itu aku tidak menikahi Sintia dan meneruskan pernikahan aku dengan Melati pasti kejadiannya tidak akan seperti ini!" "Kak, kenapa sih kakak ini gak bisa belajar mencintai kak Sintia. Padahal kak Sintia juga wanita yang baik dia juga sangat mencintai kak Rifaldi dengan sangat tulus!" ungkap Cindy yang juga ikut kesal. "Kamu diam saja Cindy, tolong jangan ikut campur dengan masalah ku ini!" "Kenapa kak, kenapa aku tidak boleh untuk ikut b
Pria itu pun langsung bergegas pergi meninggalkan semua orang dengan menahan kesal. "Sepertinya Rifaldi itu marah pah!" Ujar wanita paruh baya itu.."Marah kenapa mah?" "Dia sepertinya kesal karena Melati dan Devan memutuskan untuk pindah rumah, tapi itu hanya perkiraan mama saja!" ungkap Bu Ranti.."Tapi keputusan Devan untuk pindah rumah itu sudah tepat mah, dengan begitu Rifaldi tidak akan terus di bayang-bayangi oleh Melati. Dan siapa tahu dia bisa melupakan Melati juga!" sahut pak Hardi."Jujur saja sebenarnya memang itu alasan aku dan Melati memutuskan untuk pindah rumah, aku merasa tidak akan baik jika harus tinggal satu atap dengan Rifaldi. Apalagi setelah apa yang sudah dia lakukan selama ini sangatlah keterlaluan, dia bahkan yang pertama kali mengajak Sheril untuk bekerja sama!" ungkap Devan."Apa kamu yakin, kamu tahu dari mana soal itu. Kalau Sheril yang terlebih dulu mengajak Rifaldi bagaimana?" tanya Bu Ranti.."Sheril yang mengatakannya langsung mah, bahkan sebelum Sh