Adam masuk dan mencari keberadaan pria yang berani tidur dengan Salsa. Dia benar-benar emosi hingga telapak tangan sudah mengepal kuat, sampai membuat kuku-kukunya memucat.“Adam! Adam!” Salsa berteriak menyusul Adam yang baru saja masuk.Mark terlihat begitu santai. Bahkan kini sedang berdiri sambil menyandarkan pantat di sandaran sofa, satu tangan dilipat di dada, sedangkan tangan satunya memegang segelas wine. Dia menyesap minuman itu dengan perlahan, tapi tatapannya tertuju ke arah kemungkinan Adam datang.Benar saja, saat baru saja selesai minum, Adam muncul dan terlihat begitu geram. Dia lantas mendekat dengan cepat ke arah Mark, dan langsung mencengkram bagian depan bathrobe yang dikenakan Mark.Emosi Adam semakin meluap-luap karena Mark dan Salsa berpenampilan sama. Keduanya sama-sama menggunakan bathrobe.Salsa berhenti melangkah saat melihat Adam yang mencengkram bathrobe Mark, dia begitu cemas jika keduanya berkelahi, tapi dia juga merasa bangga karena menganggap sedang dip
“Apa saja yang kamu katakan kepadanya tadi?” tanya Salsa sambil menatap bingung dan panik karena Adam meninggalkannya.Mark tersenyum miring mendengar pertanyaan Salsa. Dia tidak langsung menjawab pertanyaan Salsa, tapi malah menghabiskan wine yang ada di gelas, lantas meletakkan kembali gelas kosong di meja. Dia berjalan mendekat ke Salsa, menatap wanita itu hina layaknya barang yang sudah tidak digunakan dan layak dibuang.“Aku hanya mengatakan sebuah fakta. Menyenangkan melihatnya begitu kecewa karena melihat wanita yang dicintainya ternyata berselingkuh dan rela tidur bersama pria lain demi uang,” ujar Mark dengan santainya, bahkan seulas senyum terpampang di wajahnya.“Apa sebenarnya yang kamu inginkan? Serta, kenapa aku merasa kalau kamu memang sengaja melakukan ini,” ucap Salsa menyelidik karena ucapan Mark yang seperti sudah mengenal Adam sebelumnya.“Kamu berpikir terlalu berlebihan. Aku hanya butuh penghangat ranjang, tidak lebih. Soal janji manisku, anggap saja itu caraku m
“Ap-apa?” Salsa kembali ke apartemen saat malam hari. Dia berada di hotel untuk menenangkan diri, sampai akhirnya dibuat terkejut ketika baru saja menginjakkan kaki di apartemen. Salsa berlari dengan cepat, dia panik ketika melihat kopernya berada di luar. “Tidak, ini tidak benar.” Salsa menggelengkan kepala. Dia mencoba membuka pintu, tapi ternyata aksesnya ditolak karena sandinya sudah diubah. “Adam, kamu tidak mungkin sekejam ini kepadaku, ‘kan?” Salsa frustasi, hingga mencoba menghubungi Adam untuk meminta kejelasan. Namun, dia harus kembali kecewa karena Adam tidak mau menjawab panggilan darinya, bahkan panggilan darinya ditolak. Sekali lagi Salsa berteriak keras. Dia terduduk di lantai dan menjambak rambutnya. Semua kacau dan itu karena ulahnya yang serakah. Dia sudah mendapat sesuatu yang berharga, tapi Salsa tidak menjaga itu. Kini dia harus kembali terjerumus dalam kehidupan serba susah, sebab tidak ada lagi penyokong dana hidupnya. Salsa menatap koper dengan ekspresi f
“Paman sudah mengaku kalah, bolehkah kita hentikan permainannya. Paman capek.”Mario merebahkan tubuh di atas lantai, dengan kedua tangan dan kaki melebar. Dia benar-benar kewalahan menemani Bastian bermain.“Ah, Paman payah! Baru juga main semenit!” Bastian menjentikkan jari mungilnya, mengejek Mario yang sudah kelelahan baru bermain beberapa menit. Ya, beberapa menit untuk Bastian, tapi sudah satu jam untuk Mario.“Apanya semenit!” Mario langsung bangun, hidungnya kembang-kempis mendengar ucapan Bastian.Bastian menatap Mario yang terlihat kesal, kemudian bocah itu melebarkan senyum, sebelum akhirnya tertawa terpingkal. Bahkan Bastian sampai berguling-guling di lantai, ketika melihat wajah Mario.Mario menaikkan satu sudut alis, merasa heran kenapa Bastian tertawa sampai seperti itu.“Ada apa? Kenapa kamu tertawa sampai berguling-guling?” tanya Mario penasaran.Mario tahu jika wajahnya sudah dicoret-coret Bastian karena kalah bermain, dia dihukum wajahnya akan digambar dan juga dija
“Ada apa?” tanya Lucifer yang baru saja datang bersama Rose, ditatapnya Melvin yang mencoba mengajak Rihana berdiri.“Mark sialan, aku sudah melarang Rihana minum, malah dia memberi Rihana alkohol,” gerutu Melvin yang kini sudah berhasil membuat Rihana berdiri. Dia merangkulkan lengan Rihana di belakang lehernya, kemudian satu tangannya memegang pinggang Rihana.“Aku tidak mabuk, aku baik-baik saja,” celoteh Rihana sambil berdiri sedikit sempoyongan. Jika tidak ditahan Melvin, mungkin Rihana akan jatuh.Lucifer menatap ke meja, melihat botol yang terbuka, hingga bisa menebak kenapa Rihana bisa mabuk seperti itu.“Pantas, dasar Mark.” Lucifer menggelengkan kepala saat menebak jika Rihana minum alkohol dengan kadar tinggi, minuman yang biasa dipesan Mark.“Kamu mau mengajaknya pulang?” tanya Rose sambil menatap cemas ke Rihana.“Ya, dia sudah mabuk berat,” jawab Melvin sambil memperkuat pegangan di pinggang Rihana.Rose mengangguk kemudian mengambilkan tas Rihana dan memberikan ke Melvi
Melvin memejamkan mata dan masih merasakan sesapan yang dilakukan oleh Rihana. Wanita itu sendiri tidak berhenti dan terus menautkan bibir mereka dalam-dalam. Hingga Rihana merasa perutnya bergejolak. Dia melepas pagutan bibir mereka, lantas menutup mulut karena mual. Melvin membuka mata saat Rihana melepas pagutan bibir mereka, hingga melihat Rihana yang mual dan ingin muntah. Bahkan wanita itu terlihat buru-buru bangun dari pangkuannya, meski sedikit kesusahan karena sempitnya kabin mobil. Begitu berhasil berpindah ke kursi penumpang, Rihana buru-buru membuka pintu dan keluar. Dengan langkah sempoyongan, Rihana berjalan ke sisi jalan, lantas berjongkok di sana. Melvin pun ikut turun, lantas menghampiri Rihana dengan membawa sebotol air di tangan. Dia ikut berjongkok, lantas memijat tengkuk Rihana untuk membantu agar lebih mudah muntah. Benar saja, banyak muntahan yang keluar dari lambung Rihana. Melvin hanya memperhatikan sambil terus menekan tengkuk Rihana. “Sudah keluar semua,
“Mama, aku harus sekolah!”Teriakan Bastian sangat keras, hingga membuat semua orang yang ada di rumah itu bisa mendengar.Rihana masih tidur dengan pulas setelah semalam mabuk. Kepalanya terasa pusing karena efek alkohol yang masih tertinggal di tubuhnya. Dia memegangi kepala yang berat, terbangun karena teriakan Bastian.“Mama, Bas nanti terlambat! Ayo bangun!”Suara Bastian terdengar lagi. Bocah itu berteriak-teriak di luar kamar Melvin.Rihana berjingkat dan langsung bangun saat mendengar teriakan Bastian, hingga dia baru sadar jika tidak berada di kamarnya.“Tunggu, aku di kamar mana?” Rihana bertanya-tanya sendiri.Rihana mengedarkan pandangan, baru sadar jika itu kamar Melvin. Hingga Rihana tiba-tiba menunduk untuk mengecek pakaiannya, dia terlihat begitu terkejut karena gaun yang dipakainya semalam sudah berubah jadi kemeja putih polos.Saat Rihana sedang panik, pintu kamar mandi terbuka dan Melvin terlihat keluar dari sana. Pria itu memakai bathrobe dengan rambut basah yang d
“Kamu dari mana saja?” Salma menatap Adam yang baru saja pulang. Penampilan putranya itu terlihat berantakan. Adam tidak menjawab pertanyaan Salma, memilih terus mengayunkan langkah menuju ke kamarnya. “Adam? Kamu masih memikirkan wanita itu?” Salma benar-benar heran dengan putranya itu. Setelah dari memergoki Salsa berselingkuh, Adam pergi dan tidak mau dibuntuti sang mama. Salma sendiri mencoba memberi privasi untuk menyendiri. Namun, apa yang didapat, Salma malah melihat putranya berpenampilan urak-urakan. Adam menghentikan langkah, hingga kemudian berkata, “Semuanya sudah hancur, apalagi yang bisa aku lakukan?” Salma terkejut mendengar ucapan Adam, hanya karena putus dengan Salsa, bisa membuat Adam tidak bisa berpikir jernh\ih seperti itu. “Kamu ini memang bodoh! Hanya karena wanita seperti itu, kamu jadi seperti ini, hah! Memangnya wanita di dunia ini sudah habis!” geram Salma. Adam menoleh Salma, tanpa kata dia memilih kembali mengayunkan langkah menuju kamar. Salma memeg
Melvin menunggu di depan ruang operasi dengan perasaan yang sangat cemas. Kandungan Rihana sangat baik saat pemeriksaan sebelumnya, hingga membuat Melvin tidak menyangka jika akan ada masalah seperti sekarang. “Dia pasti baik-baik saja. Mungkin Rihana hanya kelelahan sehingga bayinya sungsang dan ada pendarahan,” kata Mario mencoba menenangkan Melvin. Melvin mengusap kasar wajah. Apa pun alasannya, dia tetap saja mencemaskan kondisi Rihana, terlebih sebelumnya Rihana selalu berkata jika perasaannya sangat damai. “Berdoa agar semua berjalan lancar,” ucap Mario kemudian. Mario masih di sana menemani Melvin. Simbok juga masih di sana untuk berjaga-jaga siapa tahu Melvin membutuhkan bantuannya. Setelah menunggu lama, akhirnya seorang perawat keluar dari ruang operasi. Melvin langsung berdiri dan mendekat bersama Mario juga simbok. “Bagaimana operasinya, Sus?” tanya Melvin dengan ekspresi wajah panik. “Operasinya berjalan lancar. Ibu dan bayinya selamat. Mereka akan dipindah ke ruang
“Tolong bawa masuk dan taruh di sini.”Rihana mengintruksi kurir yang mengantar foto keluarga dari studio. Setelah satu minggu menunggu, akhirnya foto mereka datang. Ada beberapa yang dipasang di bingkai, tapi ada pula yang dibuat album.Setelah memastikan jumlah bingakai foto yang dipesan sesuai, Rihana berterima kasih ke kurir. Dia meminta orang di rumah untuk membantu mamasang bingkai foto di kamarnya, anak-anak, juga di ruang keluarga.“Yang tiga itu nanti di kamar anak-anak,” perintah Rihana untuk memasang foto Bas, Nana, dan Nanda di kamar ketiganya.Rihana terlihat senang karena bisa memandang foto keluarga terpasang di dinding rumah.“Apa sudah pas, Nyonya? Ada yang mau disesuaikan?” tanya tukang kebun yang membantu memasang foto di ruang keluarga.“Sudah, itu sangat bagus.” Rihana tersenyum lebar, menatap bingkai foto itu. Ditatapnya foto dirinya, Melvin, Bastian, Nana, dan Nanda. Senyum mereka menunjukkan kebahagiaan.Rihana pergi ke kamar anak-anak, memastikan foto anak-ana
Weekend itu, Rihana sudah sibuk di dapur mengemas makanan yang akan mereka bawa. Simbok meminta agar dia dan pembantu lain yang menyiapkan.“Nyonya kalau capek berdiri, duduk saja,” kata simbok.“Ga papa, aku mau mastiin makanan kesukaan anak-anak tidak ada yang lupa dibawa. Simbok siap-siap sana, kita berangkat bersama,” balas Rihana.Rihana berinisiatif mengajak semua pekerja ikut, termasuk satpam dan juga pembantu. Mereka tidak pernah diajak liburan, meski dekat tapi setidaknya mereka merasakan libur kerja.“Mama, Nana boleh bawa topi ini?” tanya Nana memperlihatkan topi bulat besar, dengan pita yang melingkar di bagian atasnya.“Boleh, bawa saja,” jawab Rihana.Nana terlihat senang, dia kembali berlari untuk bersiap-siap karena akan pergi piknik.Semua orang sudah siap. Mobil yang akan membawa mereka juga siap. Makanan dan minuman untuk disantap saat piknik pun sudah masuk mobil.Setelah memastikan semua orang berkumpul dan masuk mobil, mereka pun pergi berlibur bersama.“Aku piki
“Kita mau ke mana?” tanya Nana.Rihana duduk di belakang Nana, meminta gadis kecil itu berdiri, sedangkan dia sibuk menyisir rambut panjang Nana karena akan diikat.“Kita akan pergi foto bersama. Mama, papa, kamu, Bas, dan Nanda,” jawab Rihana sambil tersenyum.“Benarkah?” Nana terlihat sangat senang. “Kita akan punya foto keluarga?” tanya Nana kemudian.“Tentu saja, Nana dan Nanda adalah keluarga, jadi harus ada foto keluarga,” jawab Rihana ikut bersemangat karena Nana.Nana terlihat sangat bahagia. Dia memakai gaun berwarna merah muda dengan renda di tepian rok. Kini Rihana sedang mengikat rambut Nana, lantas memakaikan pita berwarna merah muda yang sedikit terang dari warna gaun gadis kecil itu.“Sudah selesai, coba hadap sini. Mama mau lihat secantik apa Nana.” Rihana meminta Nana berputar menghadap ke arahnya.Nana berputar, kemudian tersenyum manis ke Rihana.Rihana menatap Nana, gadis kecil cantik itu benar-benar sudah masuk ke dalam hatinya.“Nana sudah sangat cantik,” kata Ri
“Aku memiliki beberapa daftar keinginan.”Melvin menoleh Rihana, melihat sang istri yang duduk sambil mengulas senyum.“Daftar apa saja?” tanya Melvin penasaran.“Ada beberapa. Di antaranya, piknik keluarga dan foto bersama. Bagaimana menurutmu?” tanya Rihana sambil menatap Melvin.“Jika kamu ingin seperti itu, mari kita lakukan,” jawab Melvin.“Setelah Monika menikah, bagaimana?” tanya Rihana lagi.“Baiklah, nanti aku siapkan segala hal yang kamu inginkan.”“Aku ingin foto keluarga dua kali. Satu saat bayi kita dikandungan lalu kedua setelah bayi kita lahir,” ucap Rihana sambil mengusap perutnya.Melvin ikut mengusap perut Rihana, bahkan ikut membungkuk lantas mencium perut istrinya itu.“Setuju, aku akan menyiapkan studio agar kita bisa foto keluarga bersama,” ucap Melvin mengiakan apa pun permintaan Rihana.Setelah masalah Mark dan Cantika selesai, Rihana terlihat bernapas lega karena bisa melihat orang-orang baik yang menolongnya, kini bisa hidup senang dan bahagia.Asri diajak Ga
Setelah 3 hari menunggu, akhirnya hasil tes lab DNA keluar. Gabriella memang meminta agar hasil tes bisa dipercepat karena mereka mencoba meminimkan hal-hal yang mungkin akan terjadi.Hari itu di rumah sakit. Mark, Cantika, dan keluarga termasuk Rihana juga Melvin, ada di sana untuk mendengar hasil tes DNA. Margaretha duduk tenang di sana, seolah begitu yakin jika dia akan menang dari Cantika untuk mendapatkan Mark.Hingga perawat meminta agar Mark dan Margaretha masuk untuk mendengar dokter membacakan hasil lab, tentu saja semua orang yang masuk, bukan hanya dua orang itu saja.Margaretha masuk terlebih dahulu, memandang dokter yang sudah menunggu, lantas dia duduk di kursi yang terdapat di depan meja dokter.Mark masuk bersama Cantika dan yang lain. Dia pun duduk di samping Margaretha, siap mendengarkan hasil lab karena sangat yakin jika bukan dia ayah dari bayi itu.“Bisa saya bacakan sekarang?” tanya dokter itu.Semua orang mengangguk setuju. Dokter itu membuka amplop yang tertutu
“Tika!” Asri mencari keberadaan Cantika. Pagi itu Asri mendatangi kamar Cantika, tapi tidak mendapati putrinya di kamar.“Tika!” Asri keluar dari kamar, mencari keberadaan Cantika di tempat lain tapi tidak melihat putrinya.Rihana baru saja menuruni anak tangga, hingga melihat Asri yang terlihat cemas.“Ada apa, Bi?” tanya Rihana sambil melangkah menuruni anak tangga untuk menghampiri Asri.Asri menatap Rihana dengan wajah panik dan langsung mendekat.“Ri, Tika ga di kamar. Di mana dia? Bagaimana kalau dia pergi dari rumah dan melakukan hal-hal yang tidak terduga karena stres?” Asri bicara dengan ekspresi wajah panik.Rihana terkejut mendengar ucapan Asri, hingga dia ingin mencoba menenangkan, tapi terhenti saat mendengar suara Cantika.“Ada apa, Bu?” tanya Cantika menatap Asri yang cemas.Cantika pulang tepat waktu, atau Asri akan pergi ke kantor polisi karena mengira Cantika hilang. Dia bangun terlambat karena kelelahan akibat pergulatan dengan Mark, saat dibangunkan Mark pun susah,
Cantika dan Mark saling tatap, keduanya masih bergeming di tempatnya masing-masing. Di saat Mark berharap bisa memiliki gadis itu sepenuhnya, Cantika sedang menyiapkan diri untuk memberikan dirinya ke pria yang sudah sah menjadi suaminya.“Aku tidak memaksamu, hanya saja apa tidak bisa untuk tak menjaga jarak. Aku hanya ingin--” Belum juga Mark melanjutkan ucapannya, Mark dibuat terkejut saat Cantika berjalan cepat ke arahnya.Cantika berjalan cepat ke Mark, lantas merangkup kedua pipi Mark, kemudian menautkan bibir mereka. Mark sangat terkejut dengan tindakan Cantika, tapi tentu saja dia senang karena Cantika berinisiatif untuk memulai.Mereka saling melumat, hingga Mark mengangkat tubuh Cantika dalam gendongan ala koala, membawa ke ranjang dan duduk dengan posisi memangku, bibir mereka masih saling bertautan dan melumat bergantian.Mark mulai terpancing gairah, tapi kali ini dia tidak akan menahannya karena Cantika sudah sah menjadi miliknya secara agama dan hukum.Jari Mark mulai m
Cantika keluar dari kamar setelah mendapat panggilan. Hingga melihat mobil berhenti di depan gerbang rumah Melvin. Dia pun berlari ke arah gerbang, saat pintu mobil itu terbuka dan seseorang keluar dari sana.Security di sana bingung melihat Cantika keluar dari rumah di malam hari.“Mbak, mau ke mana?” tanya security.“Bukain, Pak.” Cantika meminat security membuka gerbang.Security pun menuruti permintaan Cantika, membuka gerbang kecil agar Cantika bisa lewat.Ternyata Mark menghubungi dan berkata ada di depan gerbang. Pria itu tidak bisa menahan rindu meski hanya beberapa hari, apalagi mereka berpisah setelah menikah, dikarenakan tuduhan yang dilayangkan Margaretha, sampai membuat Asri melarang Mark bersama Cantika, sampai hasil DNA keluar. Asri hanya tidak mau anaknya jadi janda setelah menikah beberapa hari, belum lagi jadi janda setelah dibobol, tentu saja Asri tidak akan rela.“Mark!” Cantika berlari dan langsung melompat ke pelukan Mark.Tentu saja Mark terkejut dan menangkap C