“Mama, aku harus sekolah!”Teriakan Bastian sangat keras, hingga membuat semua orang yang ada di rumah itu bisa mendengar.Rihana masih tidur dengan pulas setelah semalam mabuk. Kepalanya terasa pusing karena efek alkohol yang masih tertinggal di tubuhnya. Dia memegangi kepala yang berat, terbangun karena teriakan Bastian.“Mama, Bas nanti terlambat! Ayo bangun!”Suara Bastian terdengar lagi. Bocah itu berteriak-teriak di luar kamar Melvin.Rihana berjingkat dan langsung bangun saat mendengar teriakan Bastian, hingga dia baru sadar jika tidak berada di kamarnya.“Tunggu, aku di kamar mana?” Rihana bertanya-tanya sendiri.Rihana mengedarkan pandangan, baru sadar jika itu kamar Melvin. Hingga Rihana tiba-tiba menunduk untuk mengecek pakaiannya, dia terlihat begitu terkejut karena gaun yang dipakainya semalam sudah berubah jadi kemeja putih polos.Saat Rihana sedang panik, pintu kamar mandi terbuka dan Melvin terlihat keluar dari sana. Pria itu memakai bathrobe dengan rambut basah yang d
“Kamu dari mana saja?” Salma menatap Adam yang baru saja pulang. Penampilan putranya itu terlihat berantakan. Adam tidak menjawab pertanyaan Salma, memilih terus mengayunkan langkah menuju ke kamarnya. “Adam? Kamu masih memikirkan wanita itu?” Salma benar-benar heran dengan putranya itu. Setelah dari memergoki Salsa berselingkuh, Adam pergi dan tidak mau dibuntuti sang mama. Salma sendiri mencoba memberi privasi untuk menyendiri. Namun, apa yang didapat, Salma malah melihat putranya berpenampilan urak-urakan. Adam menghentikan langkah, hingga kemudian berkata, “Semuanya sudah hancur, apalagi yang bisa aku lakukan?” Salma terkejut mendengar ucapan Adam, hanya karena putus dengan Salsa, bisa membuat Adam tidak bisa berpikir jernh\ih seperti itu. “Kamu ini memang bodoh! Hanya karena wanita seperti itu, kamu jadi seperti ini, hah! Memangnya wanita di dunia ini sudah habis!” geram Salma. Adam menoleh Salma, tanpa kata dia memilih kembali mengayunkan langkah menuju kamar. Salma memeg
“Tante sudah tidak tahu lagi harus bagaimana, Ri. Adam benar-benar sudah gila. Bagaimana bisa dia tergila-gila dengan wanita macam Salsa. Bahkan semalam dia tidak pulang, saat kembali dalam kondisi bau alkohol dan penampilan yang acak-acakan,” ujar Salma menceritakan kondisi Adam ke Rihana. “Padahal Tante sudah sangat senang melihat dia mengetahui perselingkuhan Salsa, kemudian berpikir kalau dia akan kembali seperti duku, nyatanya tidak sama sekali. Dia benar-benar kacau,” imbuh Salma.Rihana sedang menyesal kopi miliknya sambil mendengarkan Salma, dalam hatinya begitu senang mengetahui Adam tidak bisa move on dari Salsa. Ya, dia memang jahat karena berdoa agar Adam gila. Namun, semua itu tidak lepas dari semua perlakuan Adam dan Salsa kepadanya di masa lalu.Rihana meletakkan cangkir yang dipegang di meja, lantas menatap dengan senyum tipis di wajah.“Tante jangan terlalu banyak berpikir, mungkin Adam butuh waktu untuk menenangkan diri, sebelum bisa menerima semua yang terjadi. Dia
Salsa benar-benar bingung dan tidak tahu harus bagaimana, setelah Adam meninggalkannya. Dia yang tidak terbiasa bekerja, selalu hidup berkecukupan, dan tidak pernah susah, tidak mungkin sekarang harus melakukan semuanya sendiri.Salsa frustasi, hingga dia pun bertekad untuk menemui Adam bagaimanapun caranya. Salsa nekat pergi ke rumah Salma untuk mencari Adam, karena saat mencari di perusahaan, bagian lobi mengatakan jika Adam belum kembali ke perusahaan setelah diusir Salma.“Mau cari siapa, Mbak?” tanya satpam saat melihat Salsa berdiri di depan gerbang sambil mengedarkan pandangan mencari Adam.“Adamnya ada, Pak?” tanya Salsa saat mendengar pertanyaan pria bertubuh agak kurus itu.“Mas Adam sepertinya sedang istirahat. Dia tidak mau diganggu,” jawab satpam itu.Salsa menatap ke rumah mewah yang dihalangi oleh pagar besar itu, lantas kembali menatap sendu dan memasang mimik wajah memelas agar dikasihani.“Pak, apa bisa panggilkan? Katakan kalau Salsa ingin ketemu,” ucap Salsa memoho
Melvin sedang duduk di belakang meja kerjanya, mengecek beberapa berkas yang disodorkan oleh sekretarisnya, sebelum dia tandatangani. Saat baru saja membubuhkan tanda tangan, ponsel yang tergeletak di meja samping laptop berdering. Melvin melirik dan membaca nama yang terpampang di layar, mengetahui jika Rihana menghubunginya, Melvin pun tersenyum kemudian berhenti mengecek berkas dan menjawab panggilan dari Rihana yang baginya lebih penting dari apa pun.Sekretaris Melvin pun berdiri sambil memperhatikan atasannya itu, melihat senyum Melvin, membuat sekretaris itu merasa aman, karena mood Melvin dalam kondisi baik dan tidak akan mudah marah misal dia melakukan kesalahan. Melvin memang baru kembali mengurus perusahaan itu, tapi semua karyawan lama di sana tahu bagaimana dingin dan galaknya Melvin ketika sedang marah.“Halo, An. Ada apa?” Melvin langsung menyapa setelah menempelkan benda pipih itu di telinga.“Maaf, apa kamu tunangan Rihana?”Melvin terkejut mendengar suara lain di pan
“Di mana Mama?” Bastian sedikit mendongak untuk bisa menatap Mario yang kini berdiri di hadapannya. Pria itu terlihat begitu tinggi bagi Bastian yang masih kecil.“Mama ….” Mario bingung harus menjawab apa. Hingga dia memperlihatkan telunjuk di hadapan Bastian dan berkata, “Biar paman tanya ke Papa dulu.”Mario sedikit menjauh dari Bastian, kemudian menghubungi Melvin. Dia juga tidak tahu ke mana Melvin sehingga dia yang harus menjemput Bastian.“Halo, saya sudah di sekolah Bas, dia tanya ke mana mamanya, saya harus jawab apa?” tanya Mario begitu panggilannya dijawab Melvin.Terdengar hening sesaat dari seberang panggilan, hingga kemudian Melvin bicara. “Antar ke rumah sakit, jangan bilang dulu kenapa, pokoknya bawa saja ke sini.”Mario cukup terkejut mendengar ucapan Melvin, kenapa harus ke rumah sakit. Hingga dia pun menebak jika terjadi sesuatu dengan Rihana, sebab itu Melvin memintanya menjemput Bastian. Mario pun paham, lantas mengakhiri panggilan itu dan menoleh ke Bastian yang
Bastian sampai di rumah sakit, dia keheranan karena Mario malah membawanya ke sana.“Kenapa ke rumah sakit? Bas ga sakit,” celoteh Bastian saat tangan digandeng Mario berjalan melewati koridor rumah sakit.“Kamu sakit karena suka naik kuda-kudaan, jadi kudu disuntik biar ga ngerjain orang,” balas Mario malah menakut-nakuti Bastian.Bastian langsung melotot dan ingin melepaskan diri dari genggaman Mario.“Bas ga mau disuntik, Bas mau pulang!” rengek bocah itu sambil berusaha melepaskan tangan Mario dari genggaman.Mario terkejut saat Bastian meronta, beberapa orang yang lewat tampak memperhatikan, dia pun panik karena takut dituduh sedang menculik anak. Lagian orang tidak akan menebak atau menduga-duga jika Mario ayah Bastian, karena Mario merasa masih sangat muda dan tampan. Ya, begitulah pandangan pria itu pada dirinya sendiri.“”Aku hanya bercanda, ga ada yang mau suntik kamu!” Mario menyesal mengerjai Bastian.Bastian berhenti meronta, lantas memicingkan mata ke arah Mario. “Paman
“Mama--” Bastian hendak berteriak memanggil, tapi terhenti karena Melvin langsung memberi isyarat agar tidak berteriak karena Rihana belum sadar. Bastian pun langsung mengulum bibir, kemudian memandang Rihana yang terbaring di ranjang. Ekspresi wajahnya terlihat bingung, hingga kemudian menatap Melvin. “Mama kenapa?” tanya Bastian dengan polosnya. “Mama kakinya sakit dan masih istirahat, jadi jangan diganggu dulu, ya.” Melvin memberikan penjelasan untuk Bastian. Bastian menatap sendu ke Rihana, dia tidak bisa melihat ibunya itu sakit. Bastian mendekat ke ranjang, berdiri di samping ranjang tepat di bagian kaki, lantas memegang tepian ranjang dengan tatapan tertuju ke kaki Rihana yang dipasang gips. Meski tidak ada retakan di tulang, tapi kaki Rihana mengalami patah tulang, sehingga harus digips untuk masa pemulihan serta agar tidak banyak untuk bergerak. “Kaki Mama kenapa?” tanya Bastian, dia menoleh Melvin dan terlihat bola matanya sudah berkaca-kaca. Mario ikut kasihan melihat
Melvin menunggu di depan ruang operasi dengan perasaan yang sangat cemas. Kandungan Rihana sangat baik saat pemeriksaan sebelumnya, hingga membuat Melvin tidak menyangka jika akan ada masalah seperti sekarang. “Dia pasti baik-baik saja. Mungkin Rihana hanya kelelahan sehingga bayinya sungsang dan ada pendarahan,” kata Mario mencoba menenangkan Melvin. Melvin mengusap kasar wajah. Apa pun alasannya, dia tetap saja mencemaskan kondisi Rihana, terlebih sebelumnya Rihana selalu berkata jika perasaannya sangat damai. “Berdoa agar semua berjalan lancar,” ucap Mario kemudian. Mario masih di sana menemani Melvin. Simbok juga masih di sana untuk berjaga-jaga siapa tahu Melvin membutuhkan bantuannya. Setelah menunggu lama, akhirnya seorang perawat keluar dari ruang operasi. Melvin langsung berdiri dan mendekat bersama Mario juga simbok. “Bagaimana operasinya, Sus?” tanya Melvin dengan ekspresi wajah panik. “Operasinya berjalan lancar. Ibu dan bayinya selamat. Mereka akan dipindah ke ruang
“Tolong bawa masuk dan taruh di sini.”Rihana mengintruksi kurir yang mengantar foto keluarga dari studio. Setelah satu minggu menunggu, akhirnya foto mereka datang. Ada beberapa yang dipasang di bingkai, tapi ada pula yang dibuat album.Setelah memastikan jumlah bingakai foto yang dipesan sesuai, Rihana berterima kasih ke kurir. Dia meminta orang di rumah untuk membantu mamasang bingkai foto di kamarnya, anak-anak, juga di ruang keluarga.“Yang tiga itu nanti di kamar anak-anak,” perintah Rihana untuk memasang foto Bas, Nana, dan Nanda di kamar ketiganya.Rihana terlihat senang karena bisa memandang foto keluarga terpasang di dinding rumah.“Apa sudah pas, Nyonya? Ada yang mau disesuaikan?” tanya tukang kebun yang membantu memasang foto di ruang keluarga.“Sudah, itu sangat bagus.” Rihana tersenyum lebar, menatap bingkai foto itu. Ditatapnya foto dirinya, Melvin, Bastian, Nana, dan Nanda. Senyum mereka menunjukkan kebahagiaan.Rihana pergi ke kamar anak-anak, memastikan foto anak-ana
Weekend itu, Rihana sudah sibuk di dapur mengemas makanan yang akan mereka bawa. Simbok meminta agar dia dan pembantu lain yang menyiapkan.“Nyonya kalau capek berdiri, duduk saja,” kata simbok.“Ga papa, aku mau mastiin makanan kesukaan anak-anak tidak ada yang lupa dibawa. Simbok siap-siap sana, kita berangkat bersama,” balas Rihana.Rihana berinisiatif mengajak semua pekerja ikut, termasuk satpam dan juga pembantu. Mereka tidak pernah diajak liburan, meski dekat tapi setidaknya mereka merasakan libur kerja.“Mama, Nana boleh bawa topi ini?” tanya Nana memperlihatkan topi bulat besar, dengan pita yang melingkar di bagian atasnya.“Boleh, bawa saja,” jawab Rihana.Nana terlihat senang, dia kembali berlari untuk bersiap-siap karena akan pergi piknik.Semua orang sudah siap. Mobil yang akan membawa mereka juga siap. Makanan dan minuman untuk disantap saat piknik pun sudah masuk mobil.Setelah memastikan semua orang berkumpul dan masuk mobil, mereka pun pergi berlibur bersama.“Aku piki
“Kita mau ke mana?” tanya Nana.Rihana duduk di belakang Nana, meminta gadis kecil itu berdiri, sedangkan dia sibuk menyisir rambut panjang Nana karena akan diikat.“Kita akan pergi foto bersama. Mama, papa, kamu, Bas, dan Nanda,” jawab Rihana sambil tersenyum.“Benarkah?” Nana terlihat sangat senang. “Kita akan punya foto keluarga?” tanya Nana kemudian.“Tentu saja, Nana dan Nanda adalah keluarga, jadi harus ada foto keluarga,” jawab Rihana ikut bersemangat karena Nana.Nana terlihat sangat bahagia. Dia memakai gaun berwarna merah muda dengan renda di tepian rok. Kini Rihana sedang mengikat rambut Nana, lantas memakaikan pita berwarna merah muda yang sedikit terang dari warna gaun gadis kecil itu.“Sudah selesai, coba hadap sini. Mama mau lihat secantik apa Nana.” Rihana meminta Nana berputar menghadap ke arahnya.Nana berputar, kemudian tersenyum manis ke Rihana.Rihana menatap Nana, gadis kecil cantik itu benar-benar sudah masuk ke dalam hatinya.“Nana sudah sangat cantik,” kata Ri
“Aku memiliki beberapa daftar keinginan.”Melvin menoleh Rihana, melihat sang istri yang duduk sambil mengulas senyum.“Daftar apa saja?” tanya Melvin penasaran.“Ada beberapa. Di antaranya, piknik keluarga dan foto bersama. Bagaimana menurutmu?” tanya Rihana sambil menatap Melvin.“Jika kamu ingin seperti itu, mari kita lakukan,” jawab Melvin.“Setelah Monika menikah, bagaimana?” tanya Rihana lagi.“Baiklah, nanti aku siapkan segala hal yang kamu inginkan.”“Aku ingin foto keluarga dua kali. Satu saat bayi kita dikandungan lalu kedua setelah bayi kita lahir,” ucap Rihana sambil mengusap perutnya.Melvin ikut mengusap perut Rihana, bahkan ikut membungkuk lantas mencium perut istrinya itu.“Setuju, aku akan menyiapkan studio agar kita bisa foto keluarga bersama,” ucap Melvin mengiakan apa pun permintaan Rihana.Setelah masalah Mark dan Cantika selesai, Rihana terlihat bernapas lega karena bisa melihat orang-orang baik yang menolongnya, kini bisa hidup senang dan bahagia.Asri diajak Ga
Setelah 3 hari menunggu, akhirnya hasil tes lab DNA keluar. Gabriella memang meminta agar hasil tes bisa dipercepat karena mereka mencoba meminimkan hal-hal yang mungkin akan terjadi.Hari itu di rumah sakit. Mark, Cantika, dan keluarga termasuk Rihana juga Melvin, ada di sana untuk mendengar hasil tes DNA. Margaretha duduk tenang di sana, seolah begitu yakin jika dia akan menang dari Cantika untuk mendapatkan Mark.Hingga perawat meminta agar Mark dan Margaretha masuk untuk mendengar dokter membacakan hasil lab, tentu saja semua orang yang masuk, bukan hanya dua orang itu saja.Margaretha masuk terlebih dahulu, memandang dokter yang sudah menunggu, lantas dia duduk di kursi yang terdapat di depan meja dokter.Mark masuk bersama Cantika dan yang lain. Dia pun duduk di samping Margaretha, siap mendengarkan hasil lab karena sangat yakin jika bukan dia ayah dari bayi itu.“Bisa saya bacakan sekarang?” tanya dokter itu.Semua orang mengangguk setuju. Dokter itu membuka amplop yang tertutu
“Tika!” Asri mencari keberadaan Cantika. Pagi itu Asri mendatangi kamar Cantika, tapi tidak mendapati putrinya di kamar.“Tika!” Asri keluar dari kamar, mencari keberadaan Cantika di tempat lain tapi tidak melihat putrinya.Rihana baru saja menuruni anak tangga, hingga melihat Asri yang terlihat cemas.“Ada apa, Bi?” tanya Rihana sambil melangkah menuruni anak tangga untuk menghampiri Asri.Asri menatap Rihana dengan wajah panik dan langsung mendekat.“Ri, Tika ga di kamar. Di mana dia? Bagaimana kalau dia pergi dari rumah dan melakukan hal-hal yang tidak terduga karena stres?” Asri bicara dengan ekspresi wajah panik.Rihana terkejut mendengar ucapan Asri, hingga dia ingin mencoba menenangkan, tapi terhenti saat mendengar suara Cantika.“Ada apa, Bu?” tanya Cantika menatap Asri yang cemas.Cantika pulang tepat waktu, atau Asri akan pergi ke kantor polisi karena mengira Cantika hilang. Dia bangun terlambat karena kelelahan akibat pergulatan dengan Mark, saat dibangunkan Mark pun susah,
Cantika dan Mark saling tatap, keduanya masih bergeming di tempatnya masing-masing. Di saat Mark berharap bisa memiliki gadis itu sepenuhnya, Cantika sedang menyiapkan diri untuk memberikan dirinya ke pria yang sudah sah menjadi suaminya.“Aku tidak memaksamu, hanya saja apa tidak bisa untuk tak menjaga jarak. Aku hanya ingin--” Belum juga Mark melanjutkan ucapannya, Mark dibuat terkejut saat Cantika berjalan cepat ke arahnya.Cantika berjalan cepat ke Mark, lantas merangkup kedua pipi Mark, kemudian menautkan bibir mereka. Mark sangat terkejut dengan tindakan Cantika, tapi tentu saja dia senang karena Cantika berinisiatif untuk memulai.Mereka saling melumat, hingga Mark mengangkat tubuh Cantika dalam gendongan ala koala, membawa ke ranjang dan duduk dengan posisi memangku, bibir mereka masih saling bertautan dan melumat bergantian.Mark mulai terpancing gairah, tapi kali ini dia tidak akan menahannya karena Cantika sudah sah menjadi miliknya secara agama dan hukum.Jari Mark mulai m
Cantika keluar dari kamar setelah mendapat panggilan. Hingga melihat mobil berhenti di depan gerbang rumah Melvin. Dia pun berlari ke arah gerbang, saat pintu mobil itu terbuka dan seseorang keluar dari sana.Security di sana bingung melihat Cantika keluar dari rumah di malam hari.“Mbak, mau ke mana?” tanya security.“Bukain, Pak.” Cantika meminat security membuka gerbang.Security pun menuruti permintaan Cantika, membuka gerbang kecil agar Cantika bisa lewat.Ternyata Mark menghubungi dan berkata ada di depan gerbang. Pria itu tidak bisa menahan rindu meski hanya beberapa hari, apalagi mereka berpisah setelah menikah, dikarenakan tuduhan yang dilayangkan Margaretha, sampai membuat Asri melarang Mark bersama Cantika, sampai hasil DNA keluar. Asri hanya tidak mau anaknya jadi janda setelah menikah beberapa hari, belum lagi jadi janda setelah dibobol, tentu saja Asri tidak akan rela.“Mark!” Cantika berlari dan langsung melompat ke pelukan Mark.Tentu saja Mark terkejut dan menangkap C