“Maaf Kak, aku hanya mengantar Rose yang ingin bertemu ibunya.”Angel sontak menutup matanya, ia juga menutup mata Rose yang berdiri di sebelahnya.Sedangkan Tania, ia langsung menarik selimut untuk menutupi seluruh tubuhnya. Rasanya sangat malu, mendapati orang lain yang melihat aktivitas mereka.Padahal, mereka tidak melakukan hal yang berlebihan. Ray hanya mencium istrinya.“Kami akan keluar, maaf karena mengganggu.” Angel menarik gagang pintu, menutupnya rapat.Sedangkan Tania, ia masih berdiam di bawah selimut, meskipun sudah lama sejak Angel dan Rose menutup pintu kamar dan meninggalkan mereka. Namun Tania merasa enggan untuk keluar dan menunjukkan wajahnya.“Mau sampai kapan kau menutup dirimu seperti itu?” tegur Ray, berusaha menarik selimut yang menutupi seluruh tubuh Tania, namun Tania berusaha keras menahannya.“Apakah kau bisa bida bernapas dengan seperti itu?”“Lepas selimutnya, kau bisa sesak dan itu akan sangat merepotkan,” decak Ray kesal.Tania akhirnya menurunkan sel
Tania tidak punya pilihan lain selain mengikuti keinginan tiga orang tersebut. Menonton pentas seni opera.Tania kebagian tempat duduk di belakang, sedangkan Ray bersama Angel dan Rose berada di depan. Hal itu karena Angel hanya memesan tiga kursi untuk mereka, sehingga saat memesan satu kursi lagi untuk Tania, ia hanya kebagian kursi bagian belakang.Sebenarnya Tania tidak keberatan dengan itu. Tania juga tidak mempermasalahkan perihal Angel yang seolah mengambil alih Ray. Karena Tania memang tidak memiliki kendali atas Ray, ia hanyalah orang lain yang kebetulan masuk dalam kehidupan Ray. Sedangkan Angel, ia sudah bersama dengan Ray sejak mereka kecil.Yang jadi permasalahan Tania hanyalah keberadaannya yang seolah tidak dianggap. Bahkan, Rose juga demikian. Ia seolah melupakan Tania sebagai sosok ibunya.“Bagaimana jika aku tidak melihat mereka saat keluar,” gumam Tania, ia tidak lagi fokus dengan opera yang tampil di depan, ia hanya mamastikan kalau Ray masih ada di depan dan tidak
Tania menggendong Rose keluar dari mall, ia tidak tahu kemana ia harus pergi. Ia jadi menyesali keputusannya meninggalkan Ray dan Angel, padahal Tania tidak tahu apa pun di sini.“Rose, sayang. Sepertinya kita hilang,” gumam Tania.Tania melihat ke sana-kemari. Mengingat-ingat nama jalan yang begitu asing untuknya. Tadi, Tania hanya mengikuti orang-orang yang banyak berjalan kaki, karena lebih banyak orang yang berjalan kaki daripada menggunakan kendaraan.Karena kesal, Tania melupakan bahwa ia sedang berada di negara orang lain. Dan Tania benar-benar tersesat sekarang.“Rose, maafkan Mama sayang. Seharusnya Mama tidak kekanak-kanakan,” ujar Tania, membelai wajah Rose yang sangat dingin, kedua pipinya bahkan memerah.“Mama memang sangat bodoh, padahal Mama tidak memiliki hak untuk marah.”“Maafkan, Mama.”Tania benar-benar khawatir, sudah malam dan ia belum juga menemukan petunjuk untuk pulang ke rumah.Rasanya Tania ingin menangis, namun ia berusaha agar tidak meneteskan air matanya
Tania bangun dari tidurnya saat merasakan sebuah tangan kecil yang menepuk-nepuk wajahnya, yaitu Rose.“Mama, Mama,” panggil Rose. “Mengapa Mama tidur di sini?” tanya Rose, menarik selimut Tania yang masih membungkus rapat tubuhnya.“Tidak apa-apa sayang,” jawab Tania begitu pelan, seluruh tubuhnya serasa lemas. Tania segera bangun dan duduk menghadap Rose yang berdiri menatapnya.“Rose baik-baik saja ‘kan?” tanya Tania, memeriksa wajah Rose, memastikan kalau putrinya itu tidak sampai sakit karena hal bodoh yang ia lakukan semalam.Setelah memastikan kalau Rose baik-baik saja, Tania akhirnya bisa tersenyum, mengecup puncak kepala Rose.Tania akan merasa sangat bersalah, jika sampai Rose sakit karenanya. Sebagai seorang ibu, Tania akan lebih memilih jika dirinya yang sakit daripada putrinya.“Maafkan Mama ya sayang,” gumam Tania pelan.“Kenapa Mama meminta maaf? Apakah Mama berbuat salah?” tanya Rose, kini ia berpindah ke
Seperti permintaan Tania, mereka akhirnya tidak berkunjung ke akademik dan langsung kembali ke rumah. Meninggalkan Rose, tanpa berpamitan.Hal yang berbeda dirasakan Ray sepanjang perjalanan hingga sampai di rumah. Tidak ada satu kata pun yang keluar dari mulut Tania, membuat Ray berulang kali meliriknya.Tania hanya diam dan seolah menghindari Ray. Bahkan saat Ray hendak menyentuh tangannya, Tania langsung menggeser tubuhnya, memberi jarak antara ia dan Ray.“Ternyata Anda sangat merepotkan, Nona. Bukan hanya di sini, tapi di negeri orang pun Anda melakukan hal yang sama, merepotkan!” Kata sambutan yang disampaikan Juan saat Tania baru saja turun dari mobil.“Juan!” tegur Ray, membuat Juan beralih pada Ray.“Kita harus pergi sekarang juga, Tuan. Yang lain sudah menunggu.” Ray tidak sempat masuk ke rumah, ia langsung pergi dengan Juan. Menyelesaikan apa yang menjadi urusan mereka.Berbeda dengan Tania yang disambut oleh Ma Cee dan seluruh asisten rumah yang telah bubar.“Nona Tania,
Tania membuka matanya, ia masih merasa pusing namun ia tetap memaksakan diri untuk membuka mata. Tania dapat merasakan aroma wewangian yang menusuk-nusuk di hidungnya. Hal itu yang membuat kesadaran Tania kembali.“Nona Tania, Anda baik-baik saja?” Ma Cee segera membantu Tania yang ingin bangun.“Aku baik-baik saja, Ma Cee.”Tania memegang kepalanya yang masih terasa pusing, namun ia tetap memaksakan diri untuk bangun dari tidurnya.“Nona, Anda masih harus berbaring dan beristirahat. Tuan Ray akan sangat marah jika seperti ini,” ujar Ma Cee saat Tania duduk dan bersandar pada sandaran tempat tidur.“Jangan beritahukan padanya, Ma Cee. Tidak perlu mengatakan kalau aku sakit, karena aku baik-baik saja. Aku hanya sedikit lelah,” ujar Tania.Tania tidak ingin lagi merepotkan. Tania hanya sedikit lelah dan semuanya akan kembali membaik setelah istirahat yang cukup, setelah ia melayani Ray sebagimana seharusnya ia lakukan.Mulai sekarang, Tania harus sadar akan posisinya ‘kan. Ia tidak aka
Hari ini, semua asisten rumah diberi waktu untuk berlibur. Mereka meninggalkan rumah bersama dengan Ma Cee yang berat hati meninggalkan Tania. Namun ia tidak punya pilihan lain karena itu perintah Ray.Yang tersisa di rumah hanya ada Ray dan Tania. Juan harus menyelesaikan pekerjaan yang ditinggalkan Ray.“Bersihkan semuanya, aku tidak ingin ada debu sebutir pun,” ujar Ray, ia duduk menatap Tania yang sudah siap dengan alat pembersih.“Baik,” jawab Tania patuh, ia mulai membersihan dengan tatapan tajam Ray yang terus mengawasinya.“Kau bahkan lebih memilih melakukan perintahku daripada meminta maaf dan beristirahat, Tania,” geram Ray kesal melihat Ma Cee yang hanya mematuhinya.Bermain-main yang dimaksud Ray ialah memberikan hukuman pada Tania. Hukumannya ialah membersihkan seluruh bagian rumah.“Bersihkan semua hiasan itu, lap satu persatu hingga tidak ada debu yang menempel,” ujar Ray menunjuk sebuah lemari kaca besar yang berisi ratusan hiasan-hiasan kecil, yaitu motor mainan yang
“Raka!”“Ada apa? Mengapa begitu terkejut melihatku.”“Apakah karena aku jadi lebih tampan darimu? Atau, karena sesuatu yang lain?”Pria itu berdiri menatap Ray, memasukkan kedua tangannya ke dalam saku celana. Dari penampilannya, ia jelas berbanding terbalik dengan Ray.“Bukankah kau seharunya menyambut tamu dengan baik. Aku datang sebagai tamu sekarang, jadi tolong sambut aku.” Pributu berjalan menuruni tangga, membuat Ray menutup pintu kamar dan mengikutinya. “Kemana perginya orang-orang, rumah ini terlalu sepi untukmu yang harus selalu dilayani,” ujar pria itu lagi.“Untuk apa kau datang ke sini? Apakah kau membuat masalah lagi?”Ray menarik pria itu, menghentikannya yang terus berjalan mengitari rumah. Ia seolah memeriksa bagian interior rumah.“Di mana Ma Cee? Biasanya dia akan menyambutku dengan sebuah pelukan, tapi dia bahkan tidak terlihat. Bukankah dia ada di rumah ini?” Pria itu tidak menghiraukan pertanyaan Ray.“Mereka sedang menjalankan libur sehari.”“Jawab pertanyaank
“Tania,” tegur Ray saat Tania tidak memperhatikannya.“Iya, ada apa sayang?” tanya Tania. Ia keasikan bertukar pesan dengan Maudy, membuat Tania tidak memperhatikan apa yang dikatakan Ray.“Kamu dengar tidak apa yang aku katakan?”Tania kebingungan, ia bahkan tidak ingat kalau Ray berbicara sesuatu padanya. Namun untuk menyelamatkan dirinya, Tania hanya mengangguk pelan, tampak jelas kalau ia sendiri ragu.“Coba jelaskan ulang apa yang aku katakan tadi.”Tania jadi diam seribu bahasa, ia tidak tahu harus mengatakan apa. Ia bahkan tidak tahu apa saja yang dikatakan Ray.“Kau tidak tahu ‘kan.” Ray menyentil dahi Tania, membuat Tania meringis.“Sayang,” rengeknya, mengusap dahinya.“Makanya kalau aku bicara itu dengarkan. Jangan hanya fokus pada ponselmu. Jika kau terus seperti ini, aku akan mematahkan ponselmu.”Tania langsung meletakkan ponselnya di meja. Ia tersenyum menatap Ray, seolah bersikap manis. Menunjukkan bahwa dirinya akan berperilaku baik.“Apa yang tadi kamu katakan, sayan
Tania merasa aneh, Juan tidak pernah lagi menampakkan batang hidungnya. Juan seolah menghilang begitu saja. Ray juga tidak pernah membahas tentang Juan, bahkan saat Tania bertanya, tidak ada yang memberikan jawaban.“Sayang, aku tidak pernah lagi melihat Juan. Apakah dia sakit?” tanya Tania pada suaminya, Ray.“Tania, sudah berapa kali aku katakan. Jangan pernah membahas tentang laki-laki lain. Aku tidak suka,” jawab Ray, mendengus kesal. Iya bahkan melepaskan pelukannya dan menatap Tania tajam.“Aku ‘kan hanya bertanya karena khawatir, lagipula dia sahabat kamu ‘kan.”Tania bergumam pelan, namun masih bisa didengarkan oleh Ray. Hal itu membuat Ray semakin kesal.“Sayang, kamu marah?” Melihat Ray yang langsung memutar tubuhnya, berbaring membelakangi Tania, membuat Tania menyadari kalau Ray benar-benar kesal. Tania lalu memeluk Ray dari belakang. Tania tidak bisa membiarkan Ray kesal, karena itu bisa berdampak pada hal lainnya juga. Jadi kunci segalanya berjalan baik adalah membuat
“Sayang, lihat bukankah ini sangat lucu.” Tania yang antusias, jadi terkejut saat melihat bukan Ray yang ada di sebelahnya.“Iya, itu menggemaskan, cocok untuk Rose,” jawab Juan dengan senyuman tulus yang ia tunjukkan.“Di mana, Ray?” tanya Tania yang langsung menyadari ketidakhadiran Ray di dekatnya.Tania mengedarkan pandangan matanya, mencari keberadaan Ray. Namun, Ray tidak ada di mana pun. Saat ini hanya ada Tania dan juga Juan.“Mau ke mana? Bukankah kau ingin melihat pakaian untuk Rose?” Juan menarik tangan Tania yang hendak pergi. Hal itu membuat Tania menatap Juan heran, ini kali pertama Juan bersikap seperti ini.“Lepaskan.” Tania menarik tangannya yang digenggam oleh Juan.Tania benar-benar merasa tidak nyaman di dekat Juan. Tania merasa ada yang mengganjal dari sikap Juan. Dia tidak seperti biasanya.“Ray harus kembali ke kantor, karena itulah aku yang menemani kamu di sini,” jelas Juan.“Mengapa dia tidak mengatakannya padaku?” protes Tania, seharusnya Ray mengatakannya p
Tani duduk dengan gelisah di atas tempat tidur, ia tidak bisa turun atau bahkan meninggalkan tempat tidur tanpa izin Ray. Kecuali jika Tania sanggup menerima hukuman dua kali lipat, maka ia bisa bebas membangkang.“Dia kemana sih,” gerutu Tania, kesal. Ray sudah pergi sejak tadi dan belum kembali juga. Padahal Ray mengatakan kalau ia tidak akan lama.Karena penasaran, Tania akhirnya memberanikan diri untuk membangkang. Ia harus turun ke bawah dan melihat apa yang terjadi.Tania merasa tidak bisa tenang. Ia sangat yakin kalau Ray dan Juan akan menghukum pengawal dan mungkin juga asisten rumah. Padahal ini tidak ada hubungannya dengan mereka, semua ini murni kesalahan Tania. “Jangan sampai mereka menghukum orang yang tidak bersalah,” gumam Tania pelan.Dan seperti dugaan Tania, saat ia sampai di bawah. Juan sedang mendisiplinkan para pengawal dan seluruh asisten rumah, termasuk Ma Cee. Tania segera menghampirinya, meskipun harus dengan tertatih-tatih karena kakinya yang sedang sakit.
Rapat sedang berlangsung saat telepon Juan terus berdering, sehingga ia terpaksa meninggalkan rapat.Juan mulai curiga saat melihat banyak panggilan tidak terjawab dari telepon rumah, pengawal dan sekarang telpon dari Ma Cee menggunakan nomor pribadinya. Biasanya Ma Cee tidak menggunakan nomor pribadinya untuk menelpon.“Ada apa Ma Cee?” tanya Juan.“Nona Tania … Nona Tania tidak sadarkan diri, Nona Tania terluka, kakinya terluka dan mengeluarkan banyak darah.”Jantung Juan terasa berhenti berdetak mendengar suara ketakutan Ma Cee. Dalam keadaan darurat apa pun itu, Ma Cee biasanya selalu tenang. Namun, sekarang terdengar jelas suara Ma Cee yang bergetar disertai napasnya yang memburu, menunjukkan dengan jelas betapa takut dan khawatirnya Ma Cee.Juan memutar tubuhnya menatap pintu ruang rapat. Jika ia memberitahukan pada Ray sekarang, maka rapat akan terhenti dan semuanya harus ia susun kembali dari awal. Namun jika Juan tidak memberitahukan pada Ray sekarang, maka Juan tidak bisa me
“Apakah kamu ingin ikut ke kantor?” tanya Ray. Tania yang baru bangun dibuat terkejut dengan pertanyaan Ray. Yang benar saja, bagaimana mungkin Tania tiba-tiba muncul di kantor setelah semua yang terjadi. “Tidak, aku di rumah saja,” jawab Tania cepat.“Aku takut jika kau akan bosan di rumah,” ujar Ray, berjalan mendekati Tania yang masih duduk di tempat tidur.“Sudah tidak ada Rose yang akan mengganggumu,” ujar Ray lagi, mengusap wajah Tania yang memerah.Rose kembali ke luar negeri untuk melanjutkan akademik. Sebelumnya Rose memang tidak dikeluarkan, sehingga ia masih terdaftar sebagai siswa di sana. Meskipun berat, Tania tidak punya pilihan lain selain melepas Rose. Lagipula itu juga permintaan Rose yang ingin kembali belajar dan bermain bersama teman-temanya.“Aku bisa pergi ke pantai yang di depan rumah, apakah boleh?” tanya Tania.“Boleh, pergilah bersama asisten rumah dan beberapa pengawal.”“Ray,” ujar Tania memelas. Tania tahu, hubungannya dengan Ray sudah berubah, bukan l
“Ray, apa yang kamu lakukan? Aku tidak membutuhkan semua ini.” Tania menatap Ray yang seolah tidak merasa bersalah. Padahal Ray sudah benar-benar kelewatan. Bagaimana tidak, Ray membeli semua barang yang di sentuh Tania.Bukan hanya barang yang disentuhnya, Ray bahkan membeli setiap barang yang dilirim Tania. “Kamu tidak akan membeli seluruh isi mall ini ‘kan?”“Mall ini milik aku. Kamu ingin memilikinya? Aku bisa menggunakan namamu sebagai pemilik mall ini, juga menggunakan namamu sebagai nama baru mall ini.”“Sepertinya mall ini memang perlu pembaruan.”Tania sampai terdiam mendengar apa yang dikatakan Ray. Yang benar saja. Bagaimana bisa Ray dengan mudahnya mengatakan itu.“Apalagi yang kamu inginkan?” tanya Ray, sedangkan Tania masih bungkam dan hanya menatap Ray dengan kedua matanya yang berkedip-kedip.“Seharusnya Rose ikut bersama kita. Dia pasti ingin membeli banyak mainan,” ujar Ray lagi.Rose memang tidak ikut bersama mereka. Ia pulang dengan asistennya setelah Rose tertid
“Ray,” panggil Tania.“Hm,” jawab Ray.“Aku benar-benar tidak terbiasa dengan semua ini. Bisa lepaskan aku?”Tania berusaha melepaskan lilitan tangan Ray di tubuhnya. Ia masih tidak terbiasa dengan perubahan secepat ini. Sekarang mereka akan benar-benar menjalani kehidupan sebagai pasangan suami istri. Bukankah itu melegakan. Tania tidak perlu lagi merasa takut dengan segala kemungkinan yang tidak pasti.“Aku merindukanmu, Tania,” bisik Ray lirih. Suaranya begitu pelan hingga membuat Tania merinding mendengarnya.“Tapi, ini sudah siang, Ray. Kita harus menjemput Rose, dia pasti sudah mencari aku.”Ray tidak menjawab, ia masih nyaman dalam posisinya. Mencari kehangatan dari tubuh Tania. Terus merapatkan tubuhnya, membuat kulit mereka saling menempel tanpa penghalang.“Ray. Kau tidak lupa dengan Rose ‘kan?”“Tidak, sayang.” Ray segera bangun. “Dia putri aku, bagaimana bisa aku melupakannya.”Ray segera bangun, ia harus membersihkan diri sekarang. Ini kali pertama ia bangun telat. Sekar
Tania duduk termenung, mendengar semua perkataan Raka membuat Tania semakin bimbang. Apakah keputusannya untuk berpisah sudah benar atau tidak.Tania menatap kosong ke depan, ia tidak menyangka kalau Ray akan seserius ini. “Ayah, apakah Rose sudah tidur?” tanya Tania. Ia menelpon Ayahnya, berharap bisa mendapatkan solusi setelah berbicara dengan Ayahnya.“Dia sudah tidur sejak tadi, sepertinya dia kelelahan.” “Bagaimana denganmu, Nak? Apakah kau akan menginap di sana?”Tania diam. Sekarang sudah pukul sembilan malam. Hanya Tania sendirian di sini. Raka dan Ali sudah pergi. Ma Cee dan para asisten rumah sudah berisitirahat sembari menunggu Ray kembali.“Ayah, bagaimana ini?” “Nak, tetapkan pilihanmu. Ayah akan selalu mendukung kamu apa pun pilihan yang kamu putuskan. Namun, kamu harus ingat. Terkadang kita terlalu sering mencari kesalahan pasangan kita, hingga kita tidak menyadari segala kebaikannya.”“Meskipun Ayah mengatakan kalau Ayah mendukung kamu apa pun itu keputusan kamu, na