Tania mendengus kesal saat seorang asisten rumah tiba-tiba berlari menghampiri Tania, memberitahukan perihal tamu yang berdiri di depan rumah dan hendak menemuinya. "Mengapa Ayah masih kembali, seharunya dia menyelesaikan masalahnya sekarang,” gumam Tania. "Uang yang aku berikan seharunya sudah cukup membantu, walaupun tidak banyak.” Tania terpaksa memberikan uang tabungannya pada sang Ayah, karena Ayahnya terus meminta dan memaksa akan menemui Ray jika Tania tidak memberikan uang padanya. Tania lalu berjalan ke luar, untuk menemui orang yang ia yakini adalah ayahnya. Namun, saat Tania sudah sampai di luar, ternyata bukan ayahnya yang kembali, melainkan orang lain yang datang bertamu dan sudah menunggunya. “De-” Tania baru akan menyapa Dewi, namun sebuah tamparan keras melayang ke wajahnya, membuat Tania bungkam seketika. Sontak para pengawal yang tadi menahan Dewi langsung melerai, melindungi Tania. "Ada apa, Dewi?” tanya Tania, ia memegang pipinya, bekas tamparan Dewi. “H
Tania diam, apa yang dikatakan Dewi telah menamparnya jauh lebih keras daripada tamparan tangan Dewi. “Kenapa kau diam? Merasa malu atas fakta yang aku katakan?” Dewi kembali tertawa, merasa senang karena berhasil membungkam Tania. “Kasih sekali kau Tania, hanya dijadikan mainan. Meskipun Ray menikahi kamu, namun dia tetap memprioritaskan aku. Semua orang bahkan merestui hubungan kami, tidak seperti kau!” Dewi memegang dagu Tania, menggerakkannya ke kanan dan ke kiri. “Aku turut prihatin melihatmu. Sebentar lagi kau juga akan dibuang, Ray tidak lagi butuh mainan murahan sepertimu!” Tania menepis tangan Dewi dari dagunya. Tania bahkan tidak bisa membantah lagi perkataan Dewi. "Bagaimana rasanya diperebutkan, Ray?” tanya Juan yang berdiri di dekat Ray. Sedari tadi Ray sudah datang dan menyaksikan pertengkaran Tania dan Dewi. "Ray,” panggil Dewi manja, ia langsung berlari ke arah Ray dan melingkarkan tangannya di lengan Ray. Sedangkan Tania, ia sedikit pun tidak menoleh untuk seke
“Sejak awal hubungan kita tidaklah benar, Ray.” “Kau hanya datang sebagai pria pengganti, tanpa ada restu dari keluargamu.” “Kau seharusnya tidak membantu aku hari itu. Seharusnya kau membiarkan aku duduk di pelaminan sendiri, biarkan aku menanggung malu sendiri, Ray!” “Mengapa kau justru datang menyelamatkan aku? Mengapa kau harus menikahi aku Ray? Menikahi aku yang tidak kau kenal, mengapa? Mengapa kau membuat aku harus mengalami semua ini.” Tania menangis histeris, ia memukul dada Ray yang berusaha memeluknya. Tania terus menangis hingga suaranya tidak lagi keluar, namun air matanya tidak berhenti mengalir. Sedangkan Ray, ia tidak bisa mengatakan sepatah kata pun. Ray hanya memeluk Tania erat, berusaha menenangkannya. Air mata Ray turut menetes, ia tidak bisa mengelak, sejak awal semua ini memang salahnya. “Maafkan aku, Tania. Maaf,” ujar Ray lirih. “Kau terus membuat aku berada dalam kebingungan Ray, apa yang sebenarnya kau inginkan?” lirih Tania. “Kau membuat aku
“Ray, mengapa kau sangat lama?” Dewi berlari menghampiri Ray saat Ray baru saja keluar dari lift yang khusus dibuat untuk menuju ruangannya. “Kau tahu, para pengawal itu sangat mengesalkan Ray. Mereka melarang aku masuk ke ruangan kamu dan menyuruhku menunggu di ruang tunggu. Ray, berikan mereka hukuman,” rengek Dewi. “Untuk apa menghukum orang yang sudah melakukan pekerjaannya dengan baik.” Ray berjalan masuk ke ruangannya, tanpa mempedulikan rengekan Dewi. Dewi dengan kesal lalu mengikuti Ray, ia menghentakkan kakinya ke lantai karena kesal mendengar jawaban Ray. Padahal Dewi berharap Ray akan menghukum pengawalnya sama seperti yang dilakukan Ray di rumah. “Ray, kamu sadar tidak sih. Kamu membuat aku menunggu, lalu pengawal kamu itu juga menahan aku. Memperlakukan aku seperti orang lain, kau masih berpikir kalau mereka melakukan pekerjaannya dengan baik?” “Dewi,” tegur Ray. “Aku hanya mengikuti saranmu untuk menutupi kasus Ali yang merupakan adik aku. Bukan berarti kita aka
“Dia sudah tidak marah ‘kan? Dia tidak akan membunuh aku ‘kan?” “Diamlah, kau sangat berisik!” ujar Juan sedikit kesal. “Dia yang memanggilmu, meminta kita untuk berkumpul. Itu artinya dia sudah tidak marah lagi.” “Kau serius ‘kan? Aku sedang takut ini, jangan sampai dia mencekik leherku. Aku bisa mati mendadak, sedangkan aku belum menikah, aku masih belum mau mati.” Juan memutar bolah matanya, malas meladeni Satria yang sedari tadi terus berbicara. Rasanya Juan ingin menjahit mulut Satria agar dia diam. “Aku merasa jantungku akan keluar dari tempatnya,” ujar Satria saat mereka sudah berdiri di depan pintu. “Rasanya lebih mendebarkan daripada bertemu dengan calon mertua.” “Memangnya kau sudah punya calon mertua?” “Belum,” jawab Satria disertai senyum lebar yang memperlihatkan giginya, membuat Juan hanya bisa mendengus. Hari ini Ray meminta mereka berkumpul di rumah yang memang sudah menjadi tempat berkumpul mereka. Saat mereka membuka pintu, Ray sudah ada di dalam, men
“Lebih baik kalian mengobrol, cobalah terbuka dengan Tania. Beritahu dia tentang Dewi dan langkah apa yang akan kau lakukan untuk membereskan semua itu.” “Tania sudah mengakui perasaannya ‘kan? Itu artinya kau memiliki peluang sekarang.” Ray dan Juan masih ada di dalam mobil yang terparkir di depan rumah. Mereka masih mengobrol bersama, melanjutkan pembicaraan mereka sebelumnya. Sekarang jarum jam sudah menunjuk pada angka tiga dini hari. Ray dan Juan baru pulang dari rumah tempat mereka berkumpul. Sedangkan Satria, ia menginap di sana. “Tapi, dia ingin berpisah Juan. Dia terlanjur salah paham dengan Dewi.” “Maka jelaskan semuanya, Ray. Jangan membuat kesalahpahaman itu terus berlarut-larut.” “Perasaanmu sudah terbalas, Ray. Kau harus ingat, Tania yang sudah membuatmu terlepas dari jeratan masa lalu yang begitu menyiksamu. Hanya Tania yang bisa melakukan itu, bukan Dewi.” “Jangan sampai kau mengulangi kesalahan yang sama.” Ray menghela napas. Apa yang dikatakan Juan ben
Karena perkataan Tania yang menyinggung perasaan Ray, membuat mereka kembali saling mendiamkan. Hal itu membuat Tania semakin denial dengan perasaan Ray padanya. Apakah dia harus bertahan, atau pergi. Belum lagi, Dewi yang datang menemui Tania. Membuat ia semakin bimbang jika harus bertahan. “Apakah kau tidak percaya padaku?” tanya Dewi. “Ray sudah menceritakan segalanya padaku. Dia datang menemui aku dini hari tadi, dia meninggalkanmu ‘kan?” “Tentu saja, karena dia lebih memilih aku.” Dewi menunjukkan sebuah foto di ponselnya. Foto Ray yang sedang tidur. “Dia datang padaku dan menceritakan semuanya. Ray memilih aku, Tania. Bukan kau.” Tania menatap dengan cermat foto yang ditunjukkan Dewi. Itu jelas foto Ray yang baru diambil semalam. Ray mengenakan pakaian yang sama sebelum pergi. Semalam, Ray memang pergi, namun Tania tidak tahu kemana ia pergi. Ray pergi setelah mendengar perkataan Tania yang mengatakan kalau Tania merasa sengsara bersama Ray. “Benarkah? Selamat untuk
“Apa saja yang dikatakan Dewi? Apakah dia mengancammu? Dia tidak melakukan hal yang buruk padamu ‘kan?” tanya Juan setelah Dewi pergi bersama dengan para pengawalnya. “Tidak, dia tidak melakukan apa pun. Kami hanya mengobrol,” jawab Tania. “Benarkah?” Pertemuan Tania dan Dewi terganggu dengan kehadiran Juan yang membuat keributan di luar restauran. Juan sedang mendisiplinkan para pengawal yang meninggalkan Tania sendiri untuk bertemu dengan Dewi. “Masuklah ke mobil, aku akan mengantarmu pulang. Biarkan para pengawal pulang sendiri,” ujar Juan sembari membuka pintu mobil, mempersilahkan Tania masuk. “Masuklah, kita perlu bicara,” ujar Juan kembali mempersilahkan Tania masuk saat melihat Tania yang hanya diam. Tania akhirnya masuk ke dalam mobil Juan. Sedangkan para pengawal pulang dengan mobil mereka masing-masing. “Apa saja yang dikatakan Dewi?” tanya Juan. “Mengapa dia bisa berpikir kalau dirinyalah Nyonya Nugraha yang harus dilindungi? Apa yang terjadi?” Saat ini m
“Tania,” tegur Ray saat Tania tidak memperhatikannya.“Iya, ada apa sayang?” tanya Tania. Ia keasikan bertukar pesan dengan Maudy, membuat Tania tidak memperhatikan apa yang dikatakan Ray.“Kamu dengar tidak apa yang aku katakan?”Tania kebingungan, ia bahkan tidak ingat kalau Ray berbicara sesuatu padanya. Namun untuk menyelamatkan dirinya, Tania hanya mengangguk pelan, tampak jelas kalau ia sendiri ragu.“Coba jelaskan ulang apa yang aku katakan tadi.”Tania jadi diam seribu bahasa, ia tidak tahu harus mengatakan apa. Ia bahkan tidak tahu apa saja yang dikatakan Ray.“Kau tidak tahu ‘kan.” Ray menyentil dahi Tania, membuat Tania meringis.“Sayang,” rengeknya, mengusap dahinya.“Makanya kalau aku bicara itu dengarkan. Jangan hanya fokus pada ponselmu. Jika kau terus seperti ini, aku akan mematahkan ponselmu.”Tania langsung meletakkan ponselnya di meja. Ia tersenyum menatap Ray, seolah bersikap manis. Menunjukkan bahwa dirinya akan berperilaku baik.“Apa yang tadi kamu katakan, sayan
Tania merasa aneh, Juan tidak pernah lagi menampakkan batang hidungnya. Juan seolah menghilang begitu saja. Ray juga tidak pernah membahas tentang Juan, bahkan saat Tania bertanya, tidak ada yang memberikan jawaban.“Sayang, aku tidak pernah lagi melihat Juan. Apakah dia sakit?” tanya Tania pada suaminya, Ray.“Tania, sudah berapa kali aku katakan. Jangan pernah membahas tentang laki-laki lain. Aku tidak suka,” jawab Ray, mendengus kesal. Iya bahkan melepaskan pelukannya dan menatap Tania tajam.“Aku ‘kan hanya bertanya karena khawatir, lagipula dia sahabat kamu ‘kan.”Tania bergumam pelan, namun masih bisa didengarkan oleh Ray. Hal itu membuat Ray semakin kesal.“Sayang, kamu marah?” Melihat Ray yang langsung memutar tubuhnya, berbaring membelakangi Tania, membuat Tania menyadari kalau Ray benar-benar kesal. Tania lalu memeluk Ray dari belakang. Tania tidak bisa membiarkan Ray kesal, karena itu bisa berdampak pada hal lainnya juga. Jadi kunci segalanya berjalan baik adalah membuat
“Sayang, lihat bukankah ini sangat lucu.” Tania yang antusias, jadi terkejut saat melihat bukan Ray yang ada di sebelahnya.“Iya, itu menggemaskan, cocok untuk Rose,” jawab Juan dengan senyuman tulus yang ia tunjukkan.“Di mana, Ray?” tanya Tania yang langsung menyadari ketidakhadiran Ray di dekatnya.Tania mengedarkan pandangan matanya, mencari keberadaan Ray. Namun, Ray tidak ada di mana pun. Saat ini hanya ada Tania dan juga Juan.“Mau ke mana? Bukankah kau ingin melihat pakaian untuk Rose?” Juan menarik tangan Tania yang hendak pergi. Hal itu membuat Tania menatap Juan heran, ini kali pertama Juan bersikap seperti ini.“Lepaskan.” Tania menarik tangannya yang digenggam oleh Juan.Tania benar-benar merasa tidak nyaman di dekat Juan. Tania merasa ada yang mengganjal dari sikap Juan. Dia tidak seperti biasanya.“Ray harus kembali ke kantor, karena itulah aku yang menemani kamu di sini,” jelas Juan.“Mengapa dia tidak mengatakannya padaku?” protes Tania, seharusnya Ray mengatakannya p
Tani duduk dengan gelisah di atas tempat tidur, ia tidak bisa turun atau bahkan meninggalkan tempat tidur tanpa izin Ray. Kecuali jika Tania sanggup menerima hukuman dua kali lipat, maka ia bisa bebas membangkang.“Dia kemana sih,” gerutu Tania, kesal. Ray sudah pergi sejak tadi dan belum kembali juga. Padahal Ray mengatakan kalau ia tidak akan lama.Karena penasaran, Tania akhirnya memberanikan diri untuk membangkang. Ia harus turun ke bawah dan melihat apa yang terjadi.Tania merasa tidak bisa tenang. Ia sangat yakin kalau Ray dan Juan akan menghukum pengawal dan mungkin juga asisten rumah. Padahal ini tidak ada hubungannya dengan mereka, semua ini murni kesalahan Tania. “Jangan sampai mereka menghukum orang yang tidak bersalah,” gumam Tania pelan.Dan seperti dugaan Tania, saat ia sampai di bawah. Juan sedang mendisiplinkan para pengawal dan seluruh asisten rumah, termasuk Ma Cee. Tania segera menghampirinya, meskipun harus dengan tertatih-tatih karena kakinya yang sedang sakit.
Rapat sedang berlangsung saat telepon Juan terus berdering, sehingga ia terpaksa meninggalkan rapat.Juan mulai curiga saat melihat banyak panggilan tidak terjawab dari telepon rumah, pengawal dan sekarang telpon dari Ma Cee menggunakan nomor pribadinya. Biasanya Ma Cee tidak menggunakan nomor pribadinya untuk menelpon.“Ada apa Ma Cee?” tanya Juan.“Nona Tania … Nona Tania tidak sadarkan diri, Nona Tania terluka, kakinya terluka dan mengeluarkan banyak darah.”Jantung Juan terasa berhenti berdetak mendengar suara ketakutan Ma Cee. Dalam keadaan darurat apa pun itu, Ma Cee biasanya selalu tenang. Namun, sekarang terdengar jelas suara Ma Cee yang bergetar disertai napasnya yang memburu, menunjukkan dengan jelas betapa takut dan khawatirnya Ma Cee.Juan memutar tubuhnya menatap pintu ruang rapat. Jika ia memberitahukan pada Ray sekarang, maka rapat akan terhenti dan semuanya harus ia susun kembali dari awal. Namun jika Juan tidak memberitahukan pada Ray sekarang, maka Juan tidak bisa me
“Apakah kamu ingin ikut ke kantor?” tanya Ray. Tania yang baru bangun dibuat terkejut dengan pertanyaan Ray. Yang benar saja, bagaimana mungkin Tania tiba-tiba muncul di kantor setelah semua yang terjadi. “Tidak, aku di rumah saja,” jawab Tania cepat.“Aku takut jika kau akan bosan di rumah,” ujar Ray, berjalan mendekati Tania yang masih duduk di tempat tidur.“Sudah tidak ada Rose yang akan mengganggumu,” ujar Ray lagi, mengusap wajah Tania yang memerah.Rose kembali ke luar negeri untuk melanjutkan akademik. Sebelumnya Rose memang tidak dikeluarkan, sehingga ia masih terdaftar sebagai siswa di sana. Meskipun berat, Tania tidak punya pilihan lain selain melepas Rose. Lagipula itu juga permintaan Rose yang ingin kembali belajar dan bermain bersama teman-temanya.“Aku bisa pergi ke pantai yang di depan rumah, apakah boleh?” tanya Tania.“Boleh, pergilah bersama asisten rumah dan beberapa pengawal.”“Ray,” ujar Tania memelas. Tania tahu, hubungannya dengan Ray sudah berubah, bukan l
“Ray, apa yang kamu lakukan? Aku tidak membutuhkan semua ini.” Tania menatap Ray yang seolah tidak merasa bersalah. Padahal Ray sudah benar-benar kelewatan. Bagaimana tidak, Ray membeli semua barang yang di sentuh Tania.Bukan hanya barang yang disentuhnya, Ray bahkan membeli setiap barang yang dilirim Tania. “Kamu tidak akan membeli seluruh isi mall ini ‘kan?”“Mall ini milik aku. Kamu ingin memilikinya? Aku bisa menggunakan namamu sebagai pemilik mall ini, juga menggunakan namamu sebagai nama baru mall ini.”“Sepertinya mall ini memang perlu pembaruan.”Tania sampai terdiam mendengar apa yang dikatakan Ray. Yang benar saja. Bagaimana bisa Ray dengan mudahnya mengatakan itu.“Apalagi yang kamu inginkan?” tanya Ray, sedangkan Tania masih bungkam dan hanya menatap Ray dengan kedua matanya yang berkedip-kedip.“Seharusnya Rose ikut bersama kita. Dia pasti ingin membeli banyak mainan,” ujar Ray lagi.Rose memang tidak ikut bersama mereka. Ia pulang dengan asistennya setelah Rose tertid
“Ray,” panggil Tania.“Hm,” jawab Ray.“Aku benar-benar tidak terbiasa dengan semua ini. Bisa lepaskan aku?”Tania berusaha melepaskan lilitan tangan Ray di tubuhnya. Ia masih tidak terbiasa dengan perubahan secepat ini. Sekarang mereka akan benar-benar menjalani kehidupan sebagai pasangan suami istri. Bukankah itu melegakan. Tania tidak perlu lagi merasa takut dengan segala kemungkinan yang tidak pasti.“Aku merindukanmu, Tania,” bisik Ray lirih. Suaranya begitu pelan hingga membuat Tania merinding mendengarnya.“Tapi, ini sudah siang, Ray. Kita harus menjemput Rose, dia pasti sudah mencari aku.”Ray tidak menjawab, ia masih nyaman dalam posisinya. Mencari kehangatan dari tubuh Tania. Terus merapatkan tubuhnya, membuat kulit mereka saling menempel tanpa penghalang.“Ray. Kau tidak lupa dengan Rose ‘kan?”“Tidak, sayang.” Ray segera bangun. “Dia putri aku, bagaimana bisa aku melupakannya.”Ray segera bangun, ia harus membersihkan diri sekarang. Ini kali pertama ia bangun telat. Sekar
Tania duduk termenung, mendengar semua perkataan Raka membuat Tania semakin bimbang. Apakah keputusannya untuk berpisah sudah benar atau tidak.Tania menatap kosong ke depan, ia tidak menyangka kalau Ray akan seserius ini. “Ayah, apakah Rose sudah tidur?” tanya Tania. Ia menelpon Ayahnya, berharap bisa mendapatkan solusi setelah berbicara dengan Ayahnya.“Dia sudah tidur sejak tadi, sepertinya dia kelelahan.” “Bagaimana denganmu, Nak? Apakah kau akan menginap di sana?”Tania diam. Sekarang sudah pukul sembilan malam. Hanya Tania sendirian di sini. Raka dan Ali sudah pergi. Ma Cee dan para asisten rumah sudah berisitirahat sembari menunggu Ray kembali.“Ayah, bagaimana ini?” “Nak, tetapkan pilihanmu. Ayah akan selalu mendukung kamu apa pun pilihan yang kamu putuskan. Namun, kamu harus ingat. Terkadang kita terlalu sering mencari kesalahan pasangan kita, hingga kita tidak menyadari segala kebaikannya.”“Meskipun Ayah mengatakan kalau Ayah mendukung kamu apa pun itu keputusan kamu, na