“Apa saja yang dikatakan Dewi? Apakah dia mengancammu? Dia tidak melakukan hal yang buruk padamu ‘kan?” tanya Juan setelah Dewi pergi bersama dengan para pengawalnya. “Tidak, dia tidak melakukan apa pun. Kami hanya mengobrol,” jawab Tania. “Benarkah?” Pertemuan Tania dan Dewi terganggu dengan kehadiran Juan yang membuat keributan di luar restauran. Juan sedang mendisiplinkan para pengawal yang meninggalkan Tania sendiri untuk bertemu dengan Dewi. “Masuklah ke mobil, aku akan mengantarmu pulang. Biarkan para pengawal pulang sendiri,” ujar Juan sembari membuka pintu mobil, mempersilahkan Tania masuk. “Masuklah, kita perlu bicara,” ujar Juan kembali mempersilahkan Tania masuk saat melihat Tania yang hanya diam. Tania akhirnya masuk ke dalam mobil Juan. Sedangkan para pengawal pulang dengan mobil mereka masing-masing. “Apa saja yang dikatakan Dewi?” tanya Juan. “Mengapa dia bisa berpikir kalau dirinyalah Nyonya Nugraha yang harus dilindungi? Apa yang terjadi?” Saat ini m
Tania baru sampai di rumah saat sore hari. Ia dan Juan menghabiskan banyak waktu untuk mengobrol dan bertukar pikiran terkait bertahan atau pergi. Meski Tania tetap bertekad kuat untuk pergi, namun Juan selalu menasehati. Pesan Juan sebelum mereka berpisah adalah meminta Tania untuk bicara dengan Ray. Menanyakan kebenarannya dari Ray. “Kau dari mana saja, Tania? Bukankah sudah kukatakan, jangan membuat aku menunggu.” Ray berdiri, menghadang Tania yang baru saja masuk ke dalam rumah. “Aku rasa kau sudah tahu itu, Ray,” jawab Tania acuh. Tania berjalan melewati Ray. Ia ingin menenangkan pikirannya terlebih dahulu setelah perdebatan panjang yang ia lakukan dengan Juan. Tania butuh waktu sendiri. Tenaganya telah terkuras, hingga tidak ada yang tersisa untuk meladeni Ray. Namun, baru beberapa langkah Tania berjalan, tiba-tiba ia merasakan tubuhnya melayang. Ray mengangkatnya, membawa Tania ke kamarnya. “Ray, turunkan aku. Aku ingin istirahat di kamarku.” “Turunkan aku, Ray
Seperti keinginan Tania, ia akhirnya meninggalkan rumah yang selama ini ia tempati bersama Ray. Ma Cee memeluk Tania saat melepasnya untuk pergi. Tania akan diantar oleh sopir. Ma Cee dan seluruh asisten rumah memang mengantarnya keluar, termasuk Juan yang juga turut melepas kepergiannya. “Saya harap Anda sudah memikirkan semua ini dengan baik, Nona,” ujar Juan saat Tania bersalaman dengannya. “Terima kasih atas segala bantuanmu selama aku berada di sini, Juan.” Tania melirik sekelilingnya, ia menyadari ketidakhadiran Ray. “Tolong sampaikan pada Ray, terima kasih atas kesempatan yang dia berikan untuk mengenalnya.” “Sepertinya hanya itu yang bisa aku sampaikan.” Tania mengusap ujung matanya saat merasakan matanya mulai berkaca-kaca. “Maaf, tapi tolong sampaikan permintaan maafku juga padanya atas segala kesalahan yang telah aku lakukan.” Setelah berpamitan pada semua orang, kecuali Ray. Tania lalu meninggalkan rumah yang selama berbulan-bulan lamanya menjadi tempatnya pulang
“Kau bertengkar dengan Ray? Mengapa membawa pulang semua kopermu Tania?” tanya sang Ayah. Mereka sudah ada di dalam rumah. Ayah Tania sudah menidurkan Rose di kamarnya, sekarang ia tengah mewawancarai Tania yang tiba-tiba pulang dengan membawa semua kopernya. “Aku memutuskan untuk berpisah, Ray sudah melepaskan aku Ayah. Aku tidak ada lagi hubungan dengan Ray,” ujar Tania. “Apa maksudnya, Tania? Ray menceraikan kamu?” tanya Ayah Tania bingung, ia tidak bisa menangkap dengan jelas maksud perkataan putrinya. Tania mengangguk. “Iya, kami memutuskan berpisah. Aku meminta Ray untuk menggugat cerai aku. Semuanya sudah kami bicarakan, Ayah.” Ayah Tania mengerutkan keningnya, ia jelas tidak suka mendengar perkataan Tania. Perceraian bukanlah akhir yang baik dalam sebuah pernikahan. Itu adalah hal yang sangat tidak diharapkan. “Berpisah? Mengapa kalian berpisah?” tanya Ayah Tania dengan intonasi suara yang sudah sedikit tinggi. “Apakah Ray selingkuh? Dia benar-benar selingkuh dengan
Sekeras apa pun Tania memaksa Ayahnya untuk mengatakan kebenaran tentang keterkaitan antara Ayahnya dan Ray, sekeras itu pula sang Ayah menutup mulut, bahkan berusaha menghindari Tania. Pada akhirnya Tania hanya bisa pasrah dan berusaha melupakan segalanya. Hubungan mereka juga sudah berakhir ‘kan. Tidak ada lagi yang perlu diperjelas. Sekarang antara Tania dan Ray hanya perlu fokus pada diri mereka masing-masing, dan menjalani kehidupan masing-masing. “Rose, mengapa murung, sayang?” tanya Tania pada Rose yang terlihat tidak bersemangat. Rose bermain sendiri, namun ia hanya membiarkan mainannya berantakan namun tidak dimainkan. “Di sini tidak ada teman. Rose juga tidak pergi ke sekolah, tidak ada guru, tidak ada bibi yang menemani Rose. Semuanya tidak ada Mama.” “Ini membosankan. Sangat-sangat membosankan. Rose benar-benar bosan!” ujar Rose mengeluh. Tania akhirnya berpindah tempat duduk di sebelah Rose. Tania menarik Rose yang lemas agar duduk di pangkuannya. “Rose mau ber
“Bagaimana kalau aku mengatakan bahwa semuanya belum berakhir?” Hingga Juan pergi meninggalkan rumah setelah memastikan Rose baik-baik saja, namun kata-kata itu tidak juga keluar dari mulut Juan. Nyatanya itu hanyalah khayalan Tania, sebuah harapan kecil yang timbul dalam benaknya. Ternyata Tania masih mengharapkan kehadiran Ray. Perasaannya belum benar-benar selesai. “Tania? Ada apa dengan Rose, Nak?” tanya Ayah Tania yang baru sampai di rumah. “Tidak apa-apa, Ayah. Rose hanya tidur, namun dia mengunci pintunya, membuat aku panik,” ujar Tania menjelaskan. “Syukurlah, Ayah sangat takut namun Ayah tidak bisa langsung menutup toko karena sedang ramai. Jadi Ayah terpaksa menelpon Ray.” Tania mengerutkan alisnya mendengar perkataan Ayahnya. Jika Ayahnya menelpon Ray, lantas mengapa Juan yang datang? Apakah Ray benar-benar sudah tidak ingin lagi menemuinya? “Mengapa aku begitu berharap,” batin Tania dalam hati. “Benarkah?” Tania tersenyum pelan, menutupi perasaannya yang be
“Ray, mereka bisa mengunggah tentang kamu di sosial media. Itu akan menjadi sorotan media,” ujar Tania panik. Saat ini mereka berada di dalam mobil Ray. “Aku tidak keberatan dengan itu.” “Bukankah kita memang pasangan suami-istri. Tidak masalah jika semua orang tahu itu.” Tania menghela napas, ia menatap Ray yang sedari tadi menatapnya dengan seulas senyuman. Jauh berbeda dengan biasanya yang selalu tampil dengan wajah datarnya. “Kita sudah akan berpisah, Ray.” “Hubungan ini telah berakhir, kita telah berakhir Ray. Nyatanya, kita memang tidak pernah memulai sebuah hubungan. Kita hanya memulai sebuah perjanjian yang mengikat kita.” “Bukankah perjanjian itu sudah berakhir sekarang?” Tania kembali tersenyum, ia menyelipkan anak rambut Tania ke belakang telinganya. Tersenyum semakin lebar saat tatapan matanya bertemu dengan tatapan mata Tania. “Tidak bisakah kau menungguku, Tania. Barkan aku menyelesaikan semuanya,” ujar Ray begitu pelan. “Ray, semuanya sudah berakhir. Ti
“Apakah kau benar-benar ingin pergi, Nak?” tanya Ayah Tania pada putrinya itu. “Kita sudah membicarakan tentang ini, Ayah. Aku tetap akan pergi. Lagipula, sudah lama aku tidak berkunjung ke makam ibu,” jelas Tania. Keputusan Tania sudah bulat untuk kembali ke kampung halaman ayah dan ibunya, tempat ia dibesarkan. Di sana ia memiliki sebidang tanah dan juga rumah yang dirawat oleh keluarga ibunya. “Haruskah kau membawa, Rose? Bagaimana jika dia tinggal bersama Ayah saja di sini.” “Jika kau ingin tinggal lama di sana, tinggallah Nak. Namun, biarkan Rose bersama Ayah.” “Aku akan pergi bersama Ros, Ayah.” Tania menatap ayahnya yang menghela napas mendengar keputusannya. Akan tetapi, bagaimanapun juga, Tania tetap akan membawa Rose bersamanya. “Ayah, apakah Ayah tidak sadar, aku tidak benar-benar mengenal Rose, Ayah. Aku tidak menyadari bagaimana putriku tumbuh besar hingga seperti sekarang. Karena itulah, aku ingin menggunakan waktu aku kali ini bersama Rose. Aku ingin tahu segalany
“Tania,” tegur Ray saat Tania tidak memperhatikannya.“Iya, ada apa sayang?” tanya Tania. Ia keasikan bertukar pesan dengan Maudy, membuat Tania tidak memperhatikan apa yang dikatakan Ray.“Kamu dengar tidak apa yang aku katakan?”Tania kebingungan, ia bahkan tidak ingat kalau Ray berbicara sesuatu padanya. Namun untuk menyelamatkan dirinya, Tania hanya mengangguk pelan, tampak jelas kalau ia sendiri ragu.“Coba jelaskan ulang apa yang aku katakan tadi.”Tania jadi diam seribu bahasa, ia tidak tahu harus mengatakan apa. Ia bahkan tidak tahu apa saja yang dikatakan Ray.“Kau tidak tahu ‘kan.” Ray menyentil dahi Tania, membuat Tania meringis.“Sayang,” rengeknya, mengusap dahinya.“Makanya kalau aku bicara itu dengarkan. Jangan hanya fokus pada ponselmu. Jika kau terus seperti ini, aku akan mematahkan ponselmu.”Tania langsung meletakkan ponselnya di meja. Ia tersenyum menatap Ray, seolah bersikap manis. Menunjukkan bahwa dirinya akan berperilaku baik.“Apa yang tadi kamu katakan, sayan
Tania merasa aneh, Juan tidak pernah lagi menampakkan batang hidungnya. Juan seolah menghilang begitu saja. Ray juga tidak pernah membahas tentang Juan, bahkan saat Tania bertanya, tidak ada yang memberikan jawaban.“Sayang, aku tidak pernah lagi melihat Juan. Apakah dia sakit?” tanya Tania pada suaminya, Ray.“Tania, sudah berapa kali aku katakan. Jangan pernah membahas tentang laki-laki lain. Aku tidak suka,” jawab Ray, mendengus kesal. Iya bahkan melepaskan pelukannya dan menatap Tania tajam.“Aku ‘kan hanya bertanya karena khawatir, lagipula dia sahabat kamu ‘kan.”Tania bergumam pelan, namun masih bisa didengarkan oleh Ray. Hal itu membuat Ray semakin kesal.“Sayang, kamu marah?” Melihat Ray yang langsung memutar tubuhnya, berbaring membelakangi Tania, membuat Tania menyadari kalau Ray benar-benar kesal. Tania lalu memeluk Ray dari belakang. Tania tidak bisa membiarkan Ray kesal, karena itu bisa berdampak pada hal lainnya juga. Jadi kunci segalanya berjalan baik adalah membuat
“Sayang, lihat bukankah ini sangat lucu.” Tania yang antusias, jadi terkejut saat melihat bukan Ray yang ada di sebelahnya.“Iya, itu menggemaskan, cocok untuk Rose,” jawab Juan dengan senyuman tulus yang ia tunjukkan.“Di mana, Ray?” tanya Tania yang langsung menyadari ketidakhadiran Ray di dekatnya.Tania mengedarkan pandangan matanya, mencari keberadaan Ray. Namun, Ray tidak ada di mana pun. Saat ini hanya ada Tania dan juga Juan.“Mau ke mana? Bukankah kau ingin melihat pakaian untuk Rose?” Juan menarik tangan Tania yang hendak pergi. Hal itu membuat Tania menatap Juan heran, ini kali pertama Juan bersikap seperti ini.“Lepaskan.” Tania menarik tangannya yang digenggam oleh Juan.Tania benar-benar merasa tidak nyaman di dekat Juan. Tania merasa ada yang mengganjal dari sikap Juan. Dia tidak seperti biasanya.“Ray harus kembali ke kantor, karena itulah aku yang menemani kamu di sini,” jelas Juan.“Mengapa dia tidak mengatakannya padaku?” protes Tania, seharusnya Ray mengatakannya p
Tani duduk dengan gelisah di atas tempat tidur, ia tidak bisa turun atau bahkan meninggalkan tempat tidur tanpa izin Ray. Kecuali jika Tania sanggup menerima hukuman dua kali lipat, maka ia bisa bebas membangkang.“Dia kemana sih,” gerutu Tania, kesal. Ray sudah pergi sejak tadi dan belum kembali juga. Padahal Ray mengatakan kalau ia tidak akan lama.Karena penasaran, Tania akhirnya memberanikan diri untuk membangkang. Ia harus turun ke bawah dan melihat apa yang terjadi.Tania merasa tidak bisa tenang. Ia sangat yakin kalau Ray dan Juan akan menghukum pengawal dan mungkin juga asisten rumah. Padahal ini tidak ada hubungannya dengan mereka, semua ini murni kesalahan Tania. “Jangan sampai mereka menghukum orang yang tidak bersalah,” gumam Tania pelan.Dan seperti dugaan Tania, saat ia sampai di bawah. Juan sedang mendisiplinkan para pengawal dan seluruh asisten rumah, termasuk Ma Cee. Tania segera menghampirinya, meskipun harus dengan tertatih-tatih karena kakinya yang sedang sakit.
Rapat sedang berlangsung saat telepon Juan terus berdering, sehingga ia terpaksa meninggalkan rapat.Juan mulai curiga saat melihat banyak panggilan tidak terjawab dari telepon rumah, pengawal dan sekarang telpon dari Ma Cee menggunakan nomor pribadinya. Biasanya Ma Cee tidak menggunakan nomor pribadinya untuk menelpon.“Ada apa Ma Cee?” tanya Juan.“Nona Tania … Nona Tania tidak sadarkan diri, Nona Tania terluka, kakinya terluka dan mengeluarkan banyak darah.”Jantung Juan terasa berhenti berdetak mendengar suara ketakutan Ma Cee. Dalam keadaan darurat apa pun itu, Ma Cee biasanya selalu tenang. Namun, sekarang terdengar jelas suara Ma Cee yang bergetar disertai napasnya yang memburu, menunjukkan dengan jelas betapa takut dan khawatirnya Ma Cee.Juan memutar tubuhnya menatap pintu ruang rapat. Jika ia memberitahukan pada Ray sekarang, maka rapat akan terhenti dan semuanya harus ia susun kembali dari awal. Namun jika Juan tidak memberitahukan pada Ray sekarang, maka Juan tidak bisa me
“Apakah kamu ingin ikut ke kantor?” tanya Ray. Tania yang baru bangun dibuat terkejut dengan pertanyaan Ray. Yang benar saja, bagaimana mungkin Tania tiba-tiba muncul di kantor setelah semua yang terjadi. “Tidak, aku di rumah saja,” jawab Tania cepat.“Aku takut jika kau akan bosan di rumah,” ujar Ray, berjalan mendekati Tania yang masih duduk di tempat tidur.“Sudah tidak ada Rose yang akan mengganggumu,” ujar Ray lagi, mengusap wajah Tania yang memerah.Rose kembali ke luar negeri untuk melanjutkan akademik. Sebelumnya Rose memang tidak dikeluarkan, sehingga ia masih terdaftar sebagai siswa di sana. Meskipun berat, Tania tidak punya pilihan lain selain melepas Rose. Lagipula itu juga permintaan Rose yang ingin kembali belajar dan bermain bersama teman-temanya.“Aku bisa pergi ke pantai yang di depan rumah, apakah boleh?” tanya Tania.“Boleh, pergilah bersama asisten rumah dan beberapa pengawal.”“Ray,” ujar Tania memelas. Tania tahu, hubungannya dengan Ray sudah berubah, bukan l
“Ray, apa yang kamu lakukan? Aku tidak membutuhkan semua ini.” Tania menatap Ray yang seolah tidak merasa bersalah. Padahal Ray sudah benar-benar kelewatan. Bagaimana tidak, Ray membeli semua barang yang di sentuh Tania.Bukan hanya barang yang disentuhnya, Ray bahkan membeli setiap barang yang dilirim Tania. “Kamu tidak akan membeli seluruh isi mall ini ‘kan?”“Mall ini milik aku. Kamu ingin memilikinya? Aku bisa menggunakan namamu sebagai pemilik mall ini, juga menggunakan namamu sebagai nama baru mall ini.”“Sepertinya mall ini memang perlu pembaruan.”Tania sampai terdiam mendengar apa yang dikatakan Ray. Yang benar saja. Bagaimana bisa Ray dengan mudahnya mengatakan itu.“Apalagi yang kamu inginkan?” tanya Ray, sedangkan Tania masih bungkam dan hanya menatap Ray dengan kedua matanya yang berkedip-kedip.“Seharusnya Rose ikut bersama kita. Dia pasti ingin membeli banyak mainan,” ujar Ray lagi.Rose memang tidak ikut bersama mereka. Ia pulang dengan asistennya setelah Rose tertid
“Ray,” panggil Tania.“Hm,” jawab Ray.“Aku benar-benar tidak terbiasa dengan semua ini. Bisa lepaskan aku?”Tania berusaha melepaskan lilitan tangan Ray di tubuhnya. Ia masih tidak terbiasa dengan perubahan secepat ini. Sekarang mereka akan benar-benar menjalani kehidupan sebagai pasangan suami istri. Bukankah itu melegakan. Tania tidak perlu lagi merasa takut dengan segala kemungkinan yang tidak pasti.“Aku merindukanmu, Tania,” bisik Ray lirih. Suaranya begitu pelan hingga membuat Tania merinding mendengarnya.“Tapi, ini sudah siang, Ray. Kita harus menjemput Rose, dia pasti sudah mencari aku.”Ray tidak menjawab, ia masih nyaman dalam posisinya. Mencari kehangatan dari tubuh Tania. Terus merapatkan tubuhnya, membuat kulit mereka saling menempel tanpa penghalang.“Ray. Kau tidak lupa dengan Rose ‘kan?”“Tidak, sayang.” Ray segera bangun. “Dia putri aku, bagaimana bisa aku melupakannya.”Ray segera bangun, ia harus membersihkan diri sekarang. Ini kali pertama ia bangun telat. Sekar
Tania duduk termenung, mendengar semua perkataan Raka membuat Tania semakin bimbang. Apakah keputusannya untuk berpisah sudah benar atau tidak.Tania menatap kosong ke depan, ia tidak menyangka kalau Ray akan seserius ini. “Ayah, apakah Rose sudah tidur?” tanya Tania. Ia menelpon Ayahnya, berharap bisa mendapatkan solusi setelah berbicara dengan Ayahnya.“Dia sudah tidur sejak tadi, sepertinya dia kelelahan.” “Bagaimana denganmu, Nak? Apakah kau akan menginap di sana?”Tania diam. Sekarang sudah pukul sembilan malam. Hanya Tania sendirian di sini. Raka dan Ali sudah pergi. Ma Cee dan para asisten rumah sudah berisitirahat sembari menunggu Ray kembali.“Ayah, bagaimana ini?” “Nak, tetapkan pilihanmu. Ayah akan selalu mendukung kamu apa pun pilihan yang kamu putuskan. Namun, kamu harus ingat. Terkadang kita terlalu sering mencari kesalahan pasangan kita, hingga kita tidak menyadari segala kebaikannya.”“Meskipun Ayah mengatakan kalau Ayah mendukung kamu apa pun itu keputusan kamu, na