Bagas mengerjap berulang kali sebelum kesadarannya benar terkumpul, tapi sebelum itu terjadi Pinkan sudah nyelonong masuk ke dalam apartemen, Menggeledah seisi rumah dengan mulut yang tidak berhenti ngedumel. "Dimana perempuan itu kamu sembunyikan. Katakan Tama, dimana. "Bagas mengacak rambutnya frustasi. Dari mana kedua orangtuanya tau tempat persembunyian nya. Bagas tidak bisa berpikir jernih sebab suara lengkingan Pinkan terus mengusik nya "Perempuan mana yang Mama maksud. Disini hanya ada aku dan Malika yang tinggal'' jelas Bagas menimpali. Meminta bantuan Rudi pun percuma, pria itu malah memilih duduk diam sembari menikmati cerutu-nya. Pinkan tidak langsung percaya. Ia menerobos masuk ke dalam sebuah ruangan tertutup yang ia yakini adalah kamar utama di unit itu. "Tuh lihat sendiri kan. Bagas disini bareng Malika. Mama sih nggak percaya banget sama anak sendiri. " Desis Bagas saat pintu sudah terbuka memperlihatkan seorang wanita muda tengah meringkuk damai di atas kasur.Ke
Bagas mengendarai mobil nya dengan kecepatan tinggi melintas jalanan ibu kota yang siang ini tampak padat merayap. Menyalip beberapa pengendara di depannya membuat jantung Malika melompat tak karuan. Malika juga tidak tau kemana Bagas akan membawanya. Tubuhnya meliuk ke kanan kiri seiring lajunya kendaraan yang berpacu sangat gesit. Sejak insiden Kecelakaan yang terjadi tadi, sikap Bagas berubah aneh dan Malika tidak tau apa penyebabnya." Bagas, hentikan!! Aku tidak ingin mati muda. Masih banyak asa yang belum aku rajut. Mati konyol bareng kamu hanya akan membuatku terjerumus ke kubangan dosa. Aku tidak mau menjadi arwah penasaran" teriak Malika frustasi Bagas melirik sekilas pada wanita yang duduk di sampingnya. Wajah ketakutan Malika seketika membuatnya menurunkan laju kendaraan nya. Di saat genting sekalipun, Malika masih sempatnya membuat lelucon yang sama sekali tidak lah penting. "Kau harus tau Malika kalau orang yang ingin menabrak kita tadi adalah Abian. " Terang Bagas ma
Hari pertama masuk kerja, Bagas berpenampilan biasa saja. Mengenakan Jaket kulit dalaman kaos hitam polos di padukan dengan celana jins berwarna biru dongker. Menuruni anak tangga semua orang dibuat nya terkejut, bukan karena penampilannya yang terlihat rapi. Tapi masa iya Bagas ke kantor dengan stelan biasa yang selalu ia kenakan setiap hari. "Kamu yakin mau berangkat pake baju beginian. Tam, di sana bukan club yang bisa seenaknya Lo singgahi dan pergi jika Lo bosen. " Abian mencebik di sela mengunyah makanan yang sudah masuk ke kerongkongan. "Oh, ya?? Emang di Wijaya corp memiliki aturan mengenakan stelan kasual berdasi. Tentu tidak kan??" Bagas menanggapi seraya duduk di kursi sebelah Malika. Pinkan hanya menggeleng mendengar interaksi dua putranya. "Kalian itu yah, berantem terus. Nggak pernah akur. Tapi Mama seneng rumah jadi rame, nggak kayak kemaren-kemaren.. sepi." "Mama tenang aja, bentar lagi rumah kita akan rame, karena ada Tama kecil yang akan hadir di tengah keluar
Dua jam lebih berada di ruangan, tidak ada yang Bagas lakukan selain memandangi senyum Malika di balik figuran foto yang terpajang di meja kerjanya. Berganti posisi dari menyender di kursi, bertopang dagu hingga menempelkan wajahnya di meja kerja. Bahkan dokumen penting yang harus ia cross check ulang ia abaikan bagai lembaran kertas kerja yang tak bernilai harganya. Pintu ruangan diketuk berulang, Bagas berdecih kesal sebab kegiatannya terusik oleh seseorang di luar sana.Dengan berat hati ia mempersilakan orang tersebut masuk. "Kamu lagi.. Ada apa Nona. Tidak bisakah kau biarkan saya untuk rehat sejenak. Bukan nya saya sudah bilang saya tidak ingin di ganggu dulu. Kamu tau kan Saya sedang sibuk. "Nona beralih pada layar monitor di depan Bagas yang padam sejak ia masuk, gelagat Bagas berubah panik dan menarik tumpukan dokumen hingga berserak di meja kerjanya, satu tangan ia tengger kan di atas keyboard menatap tajam kearah Nona yang menelisik nya. "Maaf Pak, saya tidak bermaksu
"Adalah menantu saya. "Mendengar penuturan Pinkan, wanita bernama Ratna itu terbahak. Seolah apa yang Pinkan ucapkan sebuah lelucon. Karena memang yang Ratna tau dua putra Adiwijaya masih single. Bahkan mereka sempat menggelegar resepsi pernikahan tapi berangsur gagal. "Kamu kalau ngomong jangan bercanda Pinkan. Tidak mungkin keluarga terpandang Adiwiya punya mantu modelan kayak gini. Yang benar saja. " Mulut Ratna yang pedas, mampu membuat Malika menitikan air mata. Sungguh ia tidak pernah menduga jika pernikahan dadakannya dengan keluarga terpandang akan menimbulkan kesan sesakit ini."Cukup Bu, tidak usah di teruskan lagi. Saya paham maksud perkataan ibu kalau sebenarnya perempuan seperti saya tidak pantas bersanding dengan salah satu penerus keluarga Adiwijaya. Begitu kan??"Ratna tersenyum miring. "Tuh kamu tau. Jadi jangan pernah bermimpi untuk menjadi orang kaya. " Ratna semakin menyudutkan Malika. "Jeng Ratna keterlaluan, apa jeng pikir saya berbohong?? Malika ini beneran
"Apa ini??"Alis Abian berkerut dalam, menatap bingung dengan tumpukan dokumen yang berserak di atas meja. Perlahan tangannya terulur menyentuh berkas-berkas itu dan membacanya dengan seksama. "Si@L!!! Siapa yang berani melakukan ini padaku. " Geram Abian meremas kertas itu menjadi bola sampah dan di hempaskannya begitu saja. "Ratna, tolong datang ke ruangan saya. " Abian berbicara kepada Ratna-sekretaris nya melalui sambungan interkom yang terhubung lalu menyudahinya begitu saja. Tak lama kemudian pintu ruangan Abian terbuka memperlihatkan wanita dengan kemeja maroon menjejak masuk membuat atensi pria dua puluh tujuh tahun itu menolehkan pandangannya sekilas sebelum duduk di kursi kebesarannya."Pak Abian manggil saya." "Katakan siapa orang yang masuk ke ruangan saya sebelum saya tiba di sini. " Sentak Abian berang seraya menggebrak meja kerjanya. Senyum Ratna perlahan memudar hingga ia memilih tertunduk dengan meremas jemarinya ketakutan. "S-saya... Saya t-tidaak tau, pak.
Malika berontak menuntut kebebasan dari pria yang tengah membekap dan menggendongnya saat ini. Ia tidak tau kemana Bagas akan membawanya. Sumpah demi apapun Malika tidak bisa bergerak sedikitpun, terlebih pakaian yang ia kenakan begitu terbuka jelas saja Pria yang sekarang membawanya sudah dapat melihat apapun yang tidak sepantasnya ia lihat. Malika hanya bisa merapat kan tubuhnya dan menutupi asset bagian atasnya dengan kedua tangannyaMhhhmh.Racauan Malika tak begitu jelas. Ia hanya bisa pasrah ketika Bagas menuntunnya ke kamar dan meletakkan tubuhnya di tas ranjang dengan hati-hati."Mau sengaja menggodaku, hemm"Kerlingan mata nakal Bagas perlihatkan ketika kedua netranya bertemu. Malika menggeleng cepat. Bagas hanya salah tanggap, sebenarnya Malika hanya ingin membuat Rudi kesal dengan tampilannya. Selama ini ayah mertuanya itu selalu menganggap Malika adalah gadis polos yang sopan dan beretika baik di depan semua orang. Malika tidak menyangka akan bertemu Bagas di sana. Te
Malika bershalawat ria atas keberhasilan yang ia lakukan. Tak henti ia mengulas senyum lebar terlebih ketika beradu pandang dengan Bagas yang masih menatapnya dingin. "Pagi calon duda-ku." Malika menyapa manja, mengerling kan sebelah matanya menggoda. Bagas refleks menghentikan pergerakan nya mengancing kemeja putih yang ia kenakan. Malika baru saja menyelesaikan ritual mandi sejak sejam yang lalu. Entah apa yang dilakukan wanita itu, Bagas sempat ingin mendobraknya jika saja Malika tidak keluar. Hari ini Bagas akan menghadiri launching pembukaan gerai lukisan yang ia beri nama 'TamaLika' . Ada banyak kalangan bisnis yang akan hadir untuk itu ia harus bersiap lebih rapi dari biasanya. Bagas mengerut kening dalam. Berbalik sekilas, lalu kembali memfokuskan diri pada aktivitasnya yang sempat terhenti. Tak ingin ambil pusing dengan kata-kata Malika yang absurd menurutnya. "Ikh, kok cuek banget sih. Masih marah yah. Uluh-uluh lucunya. Sini biar aku bantuin. "Malika mendekat dan men
[Kamu balik jam berapa, Aku udah siapin makan malam ]Sebuah pesan singkat yang ia terima membuat Bagas di kursi kebesaran nya tak berhenti mengulas senyum. Bagaimana tidak, sejarah dalam rumah tangganya baru kali ini Malika bersikap manis. Biasanya Bagas yang selalu berinisiatif untuk sekedar mengirim nya pesan atau pun menelpon. Tapi siang ini.. akh, dia ingin sekali menyudahi kepenatan ini dan langsung bergegas pulang. Bagas berniat menghubungi wanitanya, namun tak di sangka ponsel istrinya itu sudah tidak aktif lagi. Mungkin setelah mengirimnya pesan. Ponsel Malika lowbat, pikir nya saat ini. "Pak setengah jam lagi kita ada rapat dengan PT. Windira. " ucap sekretaris Bagas menahan langkah pria itu"Batalkan saja. Saya ada urusan yang lebih penting di luar. " Sahut Bagas tanpa menoleh ke arahnya. "Tapi Pak..""Yang bos di sini siapa sih, saya atau kamu. Kamu turuti aja perintah saya atau kamu memang mau saya pecat" Tukas Bagas menajam, jika begini wanita itu tak bisa membantah.
Pinkan nyaris tak bisa berkata-kata, wajah nya pias ketika beradu pandang dengan manik hitam legam di depan nya. "Kenapa Mama kaget gitu. Mama nggak senang ngeliat anak Mama sehat dan bisa berjalan normal begini. " Sebuah suara menyentak Pinkan dari lamunan, Jelas membuktikan jika saat ini ia benar tidak sedang bermimpi."K-kkamu...Uda sehat nak. Lalu tadi??" Pinkan masih ingat bagaimana Bagas kejang dan banyak mengeluarkan darah ketika ia menjenguknya tapi sekarang justru sebaliknya pria itu terlihat baik-baik saja tanpa kekurangan apapun. Atau jangan-jangan.."Mama pikir aku akan mati setelah memakan sup yang Mama berikan waktu itu. Mama salah telah menargetkan orang yang salah. Nyatanya saya masih bisa bernafas dan berdiri tegap di sini untuk membongkar semua kebusukan Mama. " Sarkas Bagas hilang kendali. Buku jarinya mengetat ketika mengingat bagaimana perlakuan Pinkan padanya. Pinkan gelagapan. "Kamu salah paham, Tam. Kamu tau kan kalau Mama itu sayang banget sama kamu. Mama n
"Mama apakan suami saya??"Satu pertanyaan mengejutkan membuat Pinkan berbalik. "Kamu??" Seolah tak terima dengan tuduhan yang Malika lontarkan, Pinkan mencecar wanita itu tatapan penuh kebencian. Ruangan yang tadinya hening kini mendadak tak terkendali. "Ini pasti ulah kamu buat menjebak saya. Seharusnya saya yang tanya apa yang udah kamu lakukan pada putra saya sampai dia jadi begini." Tuding Pinkan yang dengan berani menarik lengan Malika dan menghempaskan nya di lantai. Malika meringis, memegangi pergelangan tangannya yang tampak memerah. "Tolong, suster. Dokter.. Tolong saya."Beberapa perawat jaga yang mendengar teriakan Malika pun berbondong-bondong datang. Dari ekspresi yang mereka tunjukan mereka juga sangat terkejut melihat kondisi Bagas yang sudah berlumuran darah. "apa yang terjadi pada Pak Bagas, kenapa dia bisa mendapat luka begini. " Tanya salah seorang suster itu sambil cekatan menghentikan pendarahan."Saya juga nggak tau suster. Tadi saya menemukan Mama mertua s
Pintu ruangan terbuka, Bagas yang berbaring di ranjang pun menoleh saat langkah Pinkan mendekatinya. Senyum tipis ia perlihatkan, seolah tak benar tau apa yang terjadi. "Mama sengaja bawain makanan kesukaan kamu. Sup iga buat putra Mama tersayang. Kamu pasti rindu kan masakan Mama." Aroma bau harum sup yang Pinkan buka menggugah selera. Dalam sekejap wanita paruh baya itu sudah menyendok kan nasi beserta lauk yang ia bawa" tangannya tersodor dengan mulut yang mengintruksi terbuka"Boleh nggak Ma, kalau suapan pertama saya kasih buat Mama. " Bagas mengambil alih mangkok itu, Ia meminta hal sederhana tapi mengapa wajah Pinkan terlihat pucat sekali. "Ma.. Mama kok bengong. Buka dong mulutnya. " Bagas mengintruksi. Namun Pinkan masih saja bergeming tanpa melakukan tindakan apapun."T-tapi, ini kan masakan buat kamu. Kenapa Mama yang makan lebih dulu. Mama udah kenyang , Tam. Buat kamu aja. " "Tidak Ma... Saya akan makan setelah Mama makan. Ayo dong Ma. Tidak ada racun di makanan itu
Bersamaan itu pintu ruangan terbuka memperlihatkan Pinkan yang sudah berdiri bingung menatap ketiganya. "Ada apa?? Kenapa kalian liatin Mama seperti itu??"Pinkan menelisik tajam, ternyata Malika sudah lebih dulu sampai di rumah sakit ketimbang dirinya. Ia berpikir wanita berbahaya itu sudah memberitahukan semua kebenaran ini pada Bagas. "Bukan apa-apa Ma. Tadi Malika cuman bilang kalau dia, Akhh.."Bagas tak jadi melanjutkan ucapannya. Malika sengaja mencubit lengan pria itu keras untuk tutup mulut. "Malika bilang apa ke kamu? " Desak Pinkan penasaran. Bagas hanya menggeleng cepat, dan memilih tetap menyembunyikan kebenaran itu dari Pinkan sesuai intruksi yang Malika inginkan. Pinkan dibuat geram dan melayangkan tatapan tak suka pada Malika. Wanita itu pasti sudah mencuci otak putranya. ***Setelah Pinkan pergi. Malika mengeluarkan jarum suntik dari laci meja di samping ranjang Bagas. Tentu nya ia menggunakan sapu tangan untuk menghindari banyak sidik jari pada benda tersebut.
Malika merebahkan tubuhnya di atas ranjang empuk. Raganya memang berada di kamar itu tapi tidak pikirannya yang selalu saja memikirkan kondisi Bagas yang belum juga sadar. Malika bangkit dari tempat nya, ia tidak bisa meninggalkan suaminya itu tanpa pengawasan. Meski disana ada Malik yang menjaganya tapi ia tidak bisa tenang jika belum memastikannya sendiri. Setelah bersih-bersih, Malika bersiap pergi. Ketika ia baru membuka pintu, ia cukup terkejut melihat keberadaan Pinkan yang berdiri menatapnya tak suka. "Kamu itu tu li atau bagaimana? Dipanggilin dari tadi nggak nongol-nongol. Atau kamu sengaja mengabaikan saya biar saya kesel, gitu?? " "Maaf Ma. Mungkin tadi saya lagi di kamar mandi. Makanya nggak dengar Mama manggil. " Jawab Malika jujur. Meski hubungan keduanya belakangan itu tak begitu baik, Malika tetap menghargai Pinkan sebagai ibu nya. Malika tau, jika apa yang dilakukan Pinkan sekarang adalah bentuk rasa cintanya pada putra nya. Pinkan mencebik melipat kedua tanga
Mobil yang Malika tumpangi kini tampak memasuki gerbang utama sebuah bangunan mewah. Bangunan yang menurutnya tidak asing lagi ia lihat. Dimana ia pernah menginap di sana meski dalam waktu yang teramat singkat. "Lika.. ayo masuk. Kenapa bengong begitu." Sebuah sapuan lembut di bahunya menyentak Malika dari lamunan nya. Ia menoleh pada sosok pria paruh baya di sampingnya dan tersenyum kaku. "I-iya Pa. ""Kamu tidak usah sungkan, bagaimana pun rumah ini sekarang sudah menjadi rumah kamu juga. Bukan hanya menantu keluarga ini, kamu sudah saya anggap sebagai anak Papa sendiri" Ucap pria itu terlihat tulus. Malika beruntung bisa mendapat mertua sebaik Rudi. Pria itu mengingatkannya pada sosok ayahanda yang sudah berpulang lebih dulu. "Makasih Papa sudah begitu baik dan menerima saya di rumah ini. " Malika tak kuasa untuk tidak menitikan air mata nya. Melihat itu Rudi iba dan menghapus jejak basah itu dengan jari besarnya. Tanpa mereka sadar, ada seseorang yang mengamati interaksi
Sebelum Malika kembali bersuara, pintu ruangan kembali terbuka. Hingga mendapati seorang pria paruh baya tengah berdiri di ambang pintu menatap keduanya."Suster Ana, sedang apa anda di sini."Tanya nya membuat Malika menoleh pada Pinkan. Wanita itu mudah sekali mengelabui orang sekitarnya yang mana saat ini masker yang tadi terlepas sudah ia kenakan kembali. Mungkin karena Pinkan mengenakan identitas suster Ana makanya Dokter Reno kira itu adalah suster Ana, tapi nyatanya bukan. "Saya tadi hanya mengambil ponsel saya yang tertinggal dok. " Jawabnya berbohong menunjukkan ponsel yang ada dalam genggamannya. Benda runcing yang berisi cairan racun itu entah ia taruh dimana. Setelah mengatakan itu Pinkan pamit undur diri. "Awas aja kalau kamu berani buka mulut di depan yang lain. Saya tidak akan segan menghancurkan kamu dan keluarga kamu di kampung " Bisiknya di telinga Malika saat melintas. Malika mematung, masih belum percaya dengan apa yang terjadi pada suaminya."Bu Malika, boleh
Tanpa pikir panjang, Malika bergegas menyambangi rumah sakit tempat dimana Bagas kini tengah di rawat. Memerlukan waktu sejam untuk sampai di sana. Malika tidak berhenti khawatir ketika langkahnya menjejak masuk loby rumah sakit, meski pria muda di sampingnya terus mengatakan semua akan baik-baik saja."Biar saya saja. " Ucapnya menahan Malika untuk tetap diam di tempat nya. Mengingat kondisi Malika saat ini sedang terpuruk, ia mungkin tidak akan bisa berinteraksi dengan orang di sekeliling nya. " Pasien kecelakaan atas nama Pratama Bagas Adiwijaya dirawat di ruangan mana yah, sus. Kalau boleh tau. " Malik bersuara"Maaf Bapak dan ibu ini siapanya Pak Bagas yah. ""Kami berdua keluarganya, sus. " Terang pria itu membuat wanita dengan nurse di kepalanya itu mengangguk paham "Oh begitu. Sebentar yah Pak saya check dulu."Sembari menunggu suster itu mencari data di layar monitor, Malik menyempatkan untuk menghubungi Rudi di sebarang sana."Pak Bagas masih di tangani di ruang ICU. Te