"Apa maksudmu berbohong pada ibu tentang hari ini?" Bu Jamilah menatap tajam pada Qiara yang tengah duduk di pinggir danau letang."Aku tidak berbohong apa-apa Bu. Memang pada kenyataannya kamu ingin pergi kok.""Bohong. Kamu baru akan pergi setelah melihat ibu datang ke rumahmu kan? Diam-diam kamu tidak mau jika Zaydan berbagi kasih dengan ibu?" Bu Jamilah tetap menatap tajam pada Qiara membuat Qiara benar-benar salah tingkah."Aku tidak pernah sedikitpun menganggap kalau Ibu akan mengambil cinta dan kasih sayang Mas Zaydan dariku. Justru aku ingin selalu mendekatkan ibu dengan Mas Zaydan, tapi aku harus apa jika Mas Zaydan sendiri merasa tidak nyaman dengan kedatangan Ibu di rumah.""Itu tidak mungkin Qiara!" Bu Jamilah terbelalak mendengar Qiara yang menceritakan tentang ketidaknyamanan Zaydan dengan kedatangannya ke kediaman anaknya itu."Ibu tahu sendiri bagaimana karakter Mas Zaydan. Dia adalah lelaki alim yang menjunjung tinggi perempuan dan berpegang teguh pada kesetiaan. Mas
"Pak Zaydan, ada sesuatu hal yang ingin saya sampaikan." Zaydan yang tengah membereskan berkas-berkasnya seketika menoleh kepada seorang lelaki yang begitu dihormati di kampus.Zaydan yang berencana untuk segera menyusul Qiara ke rumah sakit segera mengurungkan niatnya itu karena dia tidak ingin mengecewakan atau menolak ajakan lelaki yang merupakan pemilik yayasan di kampus tempat ia mengajar."Saya baru mendapatkan informasi bahwa di Universitas Islam negeri Sultan Taha Saifudin sedang ada beasiswa untuk S2. Saya rasa Pak Zaydan harus mengikuti program itu karena saya yakin pak Zaydan pasti akan lulus." Pak Thamrin berbicara kepada Zaydan dengan penuh kepercayaan.Zaydan terperangah mendengar ucapan atasannya. Dia yang memang sejak kemarin tengah memutar otak Bagaimana caranya agar bisa kuliah S2 untuk menggangkat posisi dirinya yang mengajar di kampus tersebut menjadi dosen tetap tentu saja merasa senang mendengar kabar itu."Saya sudah berbicara dengan rektor UIN. Saya sangat yak
Rangga menyeka air matanya dan langsung bertekad untuk menghampiri Zaydan dan meminta lelaki itu agar berhenti mendekati Bu Jamilah. Hatinya benar-benar sakit karena harus terus-terusan bersaing dengan Zaydan yang dia tahu bahwa lelaki itu adalah anak kandung Bu Jamilah.Zaydan yang baru saja memarkirkan mobilnya di halaman rumah sakit, begitu terkejut melihat Rangga Yang menghadang mobilnya dari depan dan menatap tajam padanya seolah-olah memiliki kemarahan yang begitu besar."Kenapa lagi anak itu? Bukankah kemarin dia memaki-maki Qiara dan meminta Qiara untuk berhenti meminta ditemani oleh Bu Jamilah?" Zaydan bergumam di dalam hati sambil mengingat beberapa hari yang lalu Rangga pernah memarahi Qiara, agar istrinya itu tak lagi meminta Bu Jamilah datang menemaninya."Kamu kenapa Rangga? Kenapa menghadang mobil Kakak seperti itu?" Zaydan langsung menghampiri Rangga di bawah guyuran hujan yang semakin deras."Kakak masih pura-pura tidak tahu apa kesalahan terbesar Kakak padaku? Atau k
"Aku berjanji, Bu Jamilah tidak akan pernah lagi terus-terusan memprioritaskan Qiara daripada kamu." Zaydan menyahut Seraya mengulurkan jari kelingkingnya."Bu Jamilah Adalah ibu kandung Kak Zaydan. Kak Qiara sudah mengetahui tentang status Bu Jamilah semenjak beberapa bulan yang lalu. Dia memintaku untuk memberikan kebebasan kepada kakak Zaydan agar berinteraksi dengan Bu Jamilah dan membiarkan Bu Jamilah terus-terusan berada di rumah Kak Qiara. Hal itu membuat kasih sayang Bu Jamilah padaku seketika berkurang." Rangga memulai ceritanya di hadapan Zaydan.Anak kecil yang masih duduk di bangku taman kanak-kanak itu menceritakan semua tentang perjalanan Bu Jamilah yang dia ketahui dari cerita ayahnya kepada Qiara. "Kak Qiara sengaja merahasiakan semua ini dari Kak Zaydan karena Bu Jamilah belum siap untuk bertemu dengan Kak Zaydan sebagai ibu kandung. Aku mendengar sendiri pembicaraan Kak Qiara dan kedua orang tuaku di ruang tamu saat itu." Rangga menutup ceritanya sebelum berlalu men
"Bagaimana keadaan Bu Jamilah? Apa dia baik-baik saja?" Pak Bustomi langsung memberondong Qiara dengan pertanyaan.Qiara duduk di sofa sambil memegangi perutnya yang sakit. Sejak tadi sebenarnya perutnya terasa teramat sangat sakit karena didorong oleh Bu Jamilah, tapi berusaha dia tahan karena dia tidak ingin terlihat lemah di hadapan Zaydan yang saat ini terlihat seperti sedang galau."Mas Zaydan tadi sudah mendonorkan darahnya pada Bu Jamilah. Mudah-mudahan Bu Jamilah bisa diselamatkan. Qiara merasa sangat bersalah karena tidak bisa membantu menyelamatkan Bu Jamilah." Qiara termenung sambil memikirkan nasib Bu Jamilah saat ini yang sedang kritis di rumah sakit.Pak Bustomi mengusap punggung putrinya dengan lembut. Dia yang tidak tahu menahu tentang hubungan Zaydan dan Qiara hanya mampu memberi support kepada putrinya itu sambil sedikit melirik ke arah Qiara yang terus mengusap perutnya."Perut kamu kenapa?""Nggak tahu, Yah. Sejak tadi tuh sakit banget. Qiara juga nggak tahu kenapa
"Kamu mau ke mana, Mas? Kenapa kamu bawa pakaian kamu?" Qiara terkejut ketika melihat Zaydan yang mengemasi semua pakaiannya.Zaydan tidak memperdulikan permohonan Qiara. Hatinya benar-benar sudah terasa sakit ketika tahu bahwa Qiara merahasiakan tentang ibu kandungnya dari Zaydan. Padahal Qiara tahu jika selama ini Zaydan teramat sangat merindukan ibunya."Apa peduli kamu? Apa kamu pernah peduli dengan perasaanku saat ini?""Tentu saja aku peduli, Mas. Kamu adalah belahan jiwaku dan kamu adalah cintaku.""Jangan pernah ucapkan kata cinta itu jika pada kenyataannya kamu sendiri tidak bisa menjaga cintaku dengan baik. Kamu sudah menghianati kepercayaanku kepadamu." Zaydan sedikit menepis tangan Qiara sambil menutup tas ransel yang di bawahnya.Qiara yang melihat Zaydan hendak pergi dari kamar segera menahan pergerakan suaminya itu dengan cepat. Dipeluknya Zaydan dari belakang dengan begitu erat agar Zaydan tidak lepas dari pelukannya."Aku mohon jangan pergi, Mas. Kita bisa bicarakan i
Sebuah ruangan operasi yang dipenuhi dengan peralatan medis begitu mencekam. Seorang Dokter ditemani beberapa orang perawat begitu serius menangani Qiara yang saat itu harus dioperasi secepatnya."Dokter, detak jantungnya melemah." Ujar salah seorang Perawat."Kita harus segera mengambil tindakan.""Pilihannya ada dua. Bayi atau ibunya yang harus kita selamatkan.""Apa kita harus berbicara dengan keluarganya, Dokter?""Tidak ada waktu. Bu Qiara yang harus kita selamatkan. Dia kritis.""Tapi bagaimanapun juga. Keluarganya harus kita beritahu tentang keadaan ini. Kita tidak boleh mengambil keputusan secara sepihak." Dokter menoleh ke arah beberapa perawat yang tengah membantunya."Beberapa orang coba lanjutkan pekerjaan ini. Usahakan kondisi Bu Qiara tidak kritis dan stabil. Saya akan berbicara dengan keluarga pasien untuk mengambil tindakan." Dokter berkata dengan wajah serius sambil mengajak salah satu perawat keluar ruangan.Pak Bustomi mengikuti langkah Dokter tersebut ketika diperi
"Sejak tadi Qiara terus-terusan bingung melihat sikap kamu yang tiba-tiba berubah. Dia merasa kalau kamu tengah menyimpan dendam kesumat kepadanya." Bu Budi menoleh ke arah Zaydan dan suaminya dengan tatapan cemas."Apa benar kamu menyimpan dendam kesumat pada Qiara?" Bu Budi terus menatap tajam pada Zaydan meminta jawaban pada lelaki itu."Jika setiap orang yang berada di posisi saya pasti akan mengambil sikap yang sama. Bagaimana mungkin saya bisa memaafkan Qiara, sementara dia sudah menutupi tentang jati diri Bu Jamilah selama ini." Zaydan menyahut sambil mengusap kasar wajahnya."Jadi kamu tahu tentang Bu Jamilah?" Pak Budi dan istrinya bertanya kepada Zaydan secara bersamaan. Hal itu tentu saja membuat Zaydan terbelalak dan menatap keduanya tidak percaya."Maksud kalian? Kalian tahu kalau selama ini Bu Jamilah adalah ibu kandung saya?" "Tentu saja kami tahu. Bahkan kami sudah lama memaksa Bu Jamilah untuk memberitahukan kepadamu tentang jati dirinya, tapi Bu Jamilah tidak ingin